DEFINISI
PATOFISIOLOGI
Kerusakan anatomi pada sirrosis menyebabkan sejumlah kelainan patofisiologi yang
umum. Ini termasuk ascites, hipertensi portal dan varises, hepatic encelopathy (HE), dan
defek koagulasi.
ASCITES
Hipertensi portal terjadi ketika tekanan portal meningkat 5 mmHg lebih tinggi
dari tekanan di vena cava inferior.
Akibat lanjutan dari hipertensi portal seperti varises dan perubahan rute aliran
darah. Pasien dengan sirrosis beresiko untuk varises ketika hipertensi portal melebihi
tekanan vena cava >12 mmHg.
Hemorrhage dari varises terjadi pada 25%-40% pasien dengan sirrosis dan untuk
tiap episode perdarahan resiko kematian sebesar 30%.
HEPATIC ENCELOPATHY/PORTAL SYSTEMIC ENCELOPATHY
HE adalah sindrom neuropsikiatri yang komplek dengan tanda klinik dan simtom
gangguan neurologik dengan spektrum luas yang terjadi pada pasien dengan
gangguan hepatik parah.
HE muncul dalam tiga bentuk: akut, kronik dan subklinik. HE akut didefinisikan
sebagai rangkaian kejadian perubahan sensorium yang terjadi kurang dari 4 minggu,
lalu kembali ke kondisi mental dasar.
Gangguan ini termasuk pengurangan sintesis faktor koagulasi dan kliren dari
faktor pembekuan yang sudah aktif.
TAMPILAN KLINIK
AST dan ALT adalah enzim yang terletak di sitoplasma hepatosit; jumlahnya di
plasma meningkat dengan cedera hepatoselular.
Peningkatan serum bilirubin umum pada penyakit liver stadium lanjut, tapi ada
banyak penyebab lain hiperbilirubinemia.
Gambar 19-1 menggambarkan skema umum untuk interpretasi uji fungsi liver.
Biopsi liver berperan penting pada diagnosis dan penahapan penyakit liver.
PERAWATAN
PENDEKATAN UMUM
Pasien sebaiknya dievaluasi untuk tanda klinik ascites dan ditangani dengan
perawatan farmakologi (seperti, diuretik) dan paracentesis (= membuat lubang di
rongga tubuh untuk mengeluarkan cairan). Sebaiknya dilakukan pengawasan seksama
untuk peritonitis karena bakteri pada pasien ascites yang kondisinya memburuk.
Penganangan varises melibatkan tiga strategi: (1) profilaksis primer untuk mencegah
perdarahan ulang, (2) penanganan hemorrhage variceal, dan (3)profilaksis sekunder
untuk mencegah perdarahan pada pasien yang sudah mengalami perdarahan.
Profilaksis Primer
Dasar dari profilaksis primer adalah penggunaan agen -adrenergik blocker non
selektif seperti propanolol atau nadolol. Agen-agen ini mencegah perdarahan,
sehingga bisa mengurangi mortalitas.
Semua pasien sirrosis dan hipertensi portal bisa menjalani skrining endoskopik,
dan pasien dengan varises besar sebaiknya menerima profilaksis primer dengan adrenergik blocker.
Terapi sebaiknya dimulai dengan propanolol, 10 mg tiga kali sehari, atau nadolol,
20 mg sekali sehari, dan dititrasi sampai terjadi penurunan denyut jantung istirahat
20-25%, denyut jantung absolut 55-60 denyutan per menit, atau timbulnya efek
samping.
Nitrat bisa digunakan untuk pasien yang kontraindikasi atau intolerir dengan adrenergik blocker.
Target awal perawatan termasuk : (1) resusitasi cairan yang cukup, (2)
penanganan koagulopati dan trombositopeni, (3) mengontrol perdarahan, (4)
pencegahan perdarahan ulang, dan (5) menjaga fungsi liver.
Pada pasien dengan perdarahan aktif sebaiknya dilakukan stabilisasi kondisi dan
resusitasi cairan yang lalu diikuti pemeriksaan endoskopik.
The
American
College
of
Gastroenterology
mengajurkan
esophagogastroduodenoscopy menggunakan endoscopic injection sclerotheraphy
(EIS) atau endoscopic band ligation (EBL) varises sebagai diagnosa primer dan
strategi perawatan untuk hemorrhage saluran cerna bagian atas setelah hipertensi
portal dan varises.
Terapi antibiotik bisa digunakan lebih awal untuk mencegah sepsis pada pasien
dengan tanda infeksi.
EIS atau EBL seing digunakan untuk hemorrhage saluran cerna atas setelah
hipertensi portal dan varises. Agen sclerosing yang digunakan di EIS termasuk
ethanolamine, natrium tetradecyl sulfate, polidocanol, dan natrium morrhuate.
Gambar 19-2
Untuk pasien yang gagal mencapai pengurangan tekanan portal yang cukup
dengan terapi -blocker tunggal, terpai kombinasi dengan nitrate atau spironolakton
bisa lebih efektif untuk menurunkan tekanan portal.
ASCITES
Terapi diuretik sebaiknya dimulai dengan dosis pagi tunggal spironolakton, 100
mg, dan furosemide, 40 mg, dengan target penurunan berat badan harian maksimum
0,5 kg. Dosis masing-masing bisa ditingkatkan bersamaan, dengan menjaga rasio
100mg:40mg, sampai dosis maksimum harian 400 mg spironolakton dan 160 mg
furosemide.
Jika ascites parah, sebaiknya dilakukan paracentesis 4-6 l sebelum memulai terapi
diuretik dan pembatasan garam.
Pasien dengan riwayat atau dicurigai mengalami SBP sebaiknya menerima terapi
antibiotik spektrum luas untuk mengatasi Eschericia coli, Klebsia pneumoniae, dan
Streptococcus pneumoniae.