Anda di halaman 1dari 6

Anatomi

Lambung merupakan organ yang berbentuk kantong seperti huruf J,


dengan volume 1200-1500ml pada saat berdilatasi. Pada bagian superior, lambung
berbatasandengan bagian distal esofagus, sedangkan pada bagian inferior
berbatasan dengan duodenum. Lambung terletak pada daerah epigastrium dan
meluas ke hipokondrium kiri. Kecembungan lambung yang meluas ke
gastroesofageal junction disebut kurvatura mayor. Kelengkungan lambung bagian
kanan disebut kurvatura minor, dengan ukuran dari panjang kurvatura mayor.
Seluruh organ lambung terdapat di dalam rongga peritoneum dan ditutupi oleh
omentum (Mitros, et. all., 2008).

Gambar 2.1. Pembagian daerah anatomi lambung.

Secara anatomik, lambung terbagi atas 5 daerah (gambar 2.1.) yaitu: (1).
Kardia, daerah yang kecil terdapat pada bagian superior di dekat gastroesofageal
junction; (2). Fundus, bagian berbentuk kubah yang berlokasi pada bagian kiri
dari kardia dan meluas ke superior melebihi tinggi gastroesofageal junction; (3).
Korpus, merupakan 2/3 bagian dari lambung dan berada di bawah fundus sampai
ke bagian paling bawah yang melengkung ke kanan membentuk huruf J; (4).
Antrum pilori, adalah bagian 1/3 bagian distal dari lambung. Keberadaannya

secara horizontal meluas dari korpus hingga ke sphincter pilori; dan (5). Sphincter
pilori, merupakan bagian tubulus yang paling distal dari lambung. Bagian ini
secara kelesulurhan dikelilingi oleh lapisan otot yang tebal dan berfungsi untuk
mengontrol lewatnya makanan ke duodenum. Permukaan fundus dan korpus
banyak dijumpai lipatan rugae lambung. Pembuluh darah yang mensuplai
lambung merupakan percabangan dari arteri celiac, hepatik dan splenik. Aliran
pembuluh vena lambung dapat secara langsung masuk ke sistem portalatau secara
tidak langsung melalui vena splenik dan vena mesenterika superior. Nervus vagus
mensuplai persyarafan parasimpatik ke lambung dan pleksus celiac merupakan
inervasi simpatik. Banyak ditemukan pleksus saluran limfatik dan kelenjar getah
bening lainnya. Drainase pembuluh limfe di lambung terbagi atas empat daerah
yaitu: (1). Kardia dan sebagian kurvatura minor ke kelenjar getah bening gastrik
kiri; (2). Pilorik dan kurvatura minor distal ke kelenjar getah bening gastrik dan
hepatik kanan; (3). Bagian proksimal kurvatura mayor ke kelenjar limfe
pankreatikosplenik di hilum splenik; serta (4). Bagian distal kurvatura mayor ke
kelenjar getah beninggastroepiploik di omentum mayor dan kelenjar getah bening
pilorik di kaput pankreas (Turner, 2010; Mitros, et. all., 2008; Kim, 2011).

Histologi
Dinding lambung terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan mukosa, sub-mukosa,
muskularis eksterna (propria) dan serosa. Permukaan mukosa dilapisi oleh sel
epitel kolumnar penghasil mukus dan meluas ke sebagian foveolar atau pit.
Lapisan mukosa terbagi atas dua lapisan yaitu lamina propria dan lapisan
muskularis mukosa. Pada lapisan muskularis mukosa, terdapat lapisan otot
sirkuler pada bagian dalam dan lapisan otot longitudinal pada bagian luarnya.
Otot-otot ini berkelanjutan membentuk kelompokan kecil (fascicle) otot polos
yang tipis menuju ke bagian dalam lamina propria hingga ke permukaan epitel.
Pada lapisan sub-mukosa, jaringannya longgar dan mengandung sejumlah
jaringan ikat elastik, terdapat pleksus arteri, vena, pembuluh limfe dan pleksus
nervus Meissner. Muskularis eksterna terdiri dari tiga lapisan yaitu longitudinal

luar (outer longitudinal), sirkuler dalam (inner sirkuler) dan oblik yang paling
dalam

(innermost

oblique).

Lapisan

sirkuler

sphincter

pilorik

pada

gastroesofageal junction. Pleksus Auerbach (myenteric) berlokasi pada daerah di


antara lapisan sirkular dan longitudinal dari muskularis eksterna. Semua kelenjar
lambung mempunyai dua komponen yaitu bagian foveola (kripta, pit) dan bagian
sekresi (kelenjar). Mukosa lambung secara histologi terbagi atas 3 jenis yaitu
kardiak, fundus dan pilorik (antral), dengan daerah peralihan di antaranya.
Perbedaan berbagai jenis mukosa lambung tergantung pada perbandingan relatif
antara bagian foveolar dengan bagian sekresi, serta komposisinya secara
mikroskopik (Gambar 2.2). Kelenjar kardiak dan pilorik mempunyai kemiripan
yaitu perbandingan antara foveola terhadap kelenjar yang mensekresi mukus
adalah satu berbanding satu. Yang membedakan keduanya adalah jarak antar
kelenjar di daerah kardiak berjauhan, kadang dijumpai lumen kelenjar yang
berdilatasi kistik. Sedangkan kelenjar pada daerah pilorik mempunyai pelapis
epitel dengan sitoplasma sel yang bubly, bervakuola, bergranul dan glassy.
Sub-nukleus vakuolisasi sel mukus kadang-kadang dapat ditemukan, keadaan ini
kadang-kadang salah diinterpretasi sebagai metaplasia. Sedangkan sitoplasma sel
pada daerah pilorik yang glassy dan berkelompok dapat salah diinterpretasi
sebagai adenokarsinoma signet ring cell. Sel bersilia yang kadang-kadang
dijumpai pada daerah pilorik, dan lebih sering dijumpai pada orang Jepang,
keadaan ini kadang kala dianggap sebagai suatu metaplasia. Kelenjar fundik
(oxyntic, acidopeptic) ditandai dengan bagian foveolar hanya dari ketebalan
mukosa, kelenjarnya cendrung lebih lurus dan terdiri dari sebaran sel chief, sel
parietal (penghasil asam), sel endokrin dan sel mukosa leher (Turner, 2010;
Feniglio-Preiser, 2010; Mitros, et. all., 2008).

Gambar 2.2. Diagram dari empat daerah anatomi dan tiga daerah histologik lambung.
Ketebalan gastrik pit (merah) dan bagian kelenjar berbeda pada berbagai daerah di
lambung. Warna pada kelenjar sesuai dengan warna pada daerah anatomik lambung.
Histologi kelenjar dibedakan atas warna merah muda, hijau, dan biru. Gastrik pit yang
seragam berwarna merah pada seluruh bagian lambung.

Secara imunohistokimia dan in situ hybridization menunjukkan sel chief


dan sel mukosa leher menghasilkan pepsinogen I (namun pada daerah pilorik
menghasilkan pepsinogen II). Musin yang dihasilkan oleh mukosa lambung
hampir semuanya adalah jenis netral dan positif dengan pewarnaan PAS, namun
negatif pada pewarnaan Alcian blue dan Mayers mucicarmine. Sedangkan sel
mukosa leher yang normal dapat menghasilkan sialomusin dan sulfomusin dalam
jumlah yang sedikit. Pada pemeriksaan imunohistokimia sel epitel foveolar

menampilkan MUC1 dan MUC5AC, sedangkan kelenjar menampilkan MUC6.


Bila dihubungkan dengan antigen Lewis, sel epitel foveolar menampilan rantai
antigen Le(a) dan Le (b) tipe I, sedangkan kelenjar menampilkan rantai antigen
Le(x) dan Le(y) tipe II. Pada mukosa saluran pencernaan terdapat paling sedikit 16
jenis sel endokrin parakrin, dan sebagian besar terdapat pada lambung. Pada
mukosa pilorik, 50% sel endokrin berupa sel G yang menghasilkan gastrin, 30%
mengandung sel enterokromafin (EC) yang menghasilkan 5-HT (serotonin), dan
15% adalah sel D penghasil somatostatin. Pada mukosa fundus, sebagian besar sel
endokrin terdiri dari sel ECL (EC-like) sebagai tempat penyimpanan histamin;
selain itu juga terdapat sejumlah kecil sel X (sekresi yang dihasilkan sel ini masih
belum diketahui) serta sel enterokromaffin (EC). Sel ECL diduga berperanan
penting di dalam mekanisme sekresi asam lambung yang berfungsi untuk
mengontrol rangsangan gastrin. Aktifitas fungsional dan proliferasinya sangat
dipengaruhi oleh gastrin (Hamilton, 2006; Turner, 2010; Feniglio-Preiser, 2010;
Mitros, et. all., 2008; Noffsinger, et. all., 2008; Kierszenbaum, 2007).

Feniglio-Preiser C.M., Noffsinger A.E., Stemmermann G.N., Lantz P.E., Isaacson


P.G. 2010. The non-neoplastic stomach. In: Gastrointestinal pathology, an
atlas and text. Baltimore: Lippincott Williams and Wilkins, p: 153-232.
Hamilton, R.S. 2006. Tumours of the stomach. In: Halminton R.S. and Aaltonen
L.A., (eds). WHO Classification of tumours: Pathology and genetics.
Tumours of the digestive system. Lyon:IARC Press, p: 37-67.
Kierszenbaum, A.L. 2007. Upper digestive segment. In: Histology and cell
biology: An introduction to pathology. 2nd Edition. Missouri: Mosby Elsevier,
p: 429-56.
Kim, W.H. 2011. Epidemiology of gastric carcinoma. In: Tan D., Lauwers G.Y.,
Cagle P.T., Allen T.C., (eds). Advances in surgical pathology: Gastric cancer.
Baltimore: Lippincott Williams and Wilkins, p: 11-21.
Mitros F.A., Rubin E. 2008. The gastrointestinal tract. In: Rubin E., Raphael,
Stayer, David S., (eds). Rubins Pathology: Clinicopathologic Foundations of
Medicine. 5th Edition. Baltimore: Lippincott Williams and Wilkins, p: 550617.
Noffsinger A.E., Stemmermann G.N., Lantz P.E., Isaacson P.G. The nonneoplastic
stomach. 2008. In: Noffsinger A.E., Stemmermann G.N., Lantz P.E., Isaacson
P.G., (eds). Gastrointestinal pathology. 3rd Edition. Baltimore: Lippincott
Williams and Wilkins, p: 135-231.
Turner, J.R. 2010. The Gastrointestinal Tract. In: Kumar V., Abbas A.K., Fausto
N., Aster J.C., (eds). Pathologic basis of disease. 8th Edition. Philadelphia:
Saunders Elsevier, p: 768-831.

Anda mungkin juga menyukai