Anda di halaman 1dari 6

3.

3 Dempster Shafer Theory


Metode Dempster-Shafer (DST) pertama kali diperkenalkan oleh Dempster,
yang melakukan percoban model ketidakpastian menggunakan range probabilitas
daripada probabilitas tunggal. Kemudian pada tahun 1976 Shafer mempublikasikan
teori Dempster tersebut pada sebuah buku yang berjudul Mathematical Theory of
Evident (Giarratano dan Riley, 2005). DST adalah teori matematika dari evidence
yang juga disebut evidential reasoning yang dapat menangani informasi yang tidak
pasti, tidak tepat dan tidak akurat. DST dapat diartikan sebagai bentuk umum teori
probabilitas, dimana dalam teori probabilitas, evidence dikaitkan dengan hanya satu
peristiwa yang mungkin, sedangkan di DST, evidence dikaitkan dengan beberapa
peristiwa (misalnya, set peristiwa). Sehingga, teori evidence lebih fleksibel daripada
teori probabilitas (Chowdhury, 2012). DST juga dapat digunakan dalam data mining
(Saravanan dkk, 2011) dan dalam CBR (Petrovic dkk, 2011).
1. Frame of Discernmnet.
Pada teori Dempster-Shafer juga dikenal adanya Frame Of Discernment (FOD)
atau yang juga disebut environment yang dinotasikan dengan (Giarratano dan
Riley, 2005):

{1, 2 ,...... n}

(3.1)

dimana:
FOD atau environment.

1 .... n elemen/unsur dalam environment .


Environment adalah istilah lain dari semesta pembicaraan (universe of discourse)
dari sekumpulan objek yang bersifat mutually exclusive. Salah satu cara untuk
menentukan elemen elemen dari sebuah environment yaitu dengan
menginterpretasikan sebuah konsep pertanyaan dan jawaban. Sebagai contoh
semua himpunan objek wisata di Buleleng:
= {Pantai Lovina, Pantai Penimbangan, Museum Singaraja}

Jika diberikan sebuah pertanyaan Yang termasuk objek wisata bahari adalah?,
maka jawaban yang mungkin dari subset adalah:
{ 1 , 2 } = {Pantai Lovina, Pantai Penimbangan}
Demikian juga dengan pertanyaan Objek wisata bahari yang banyak dikunjungi
wisatawan asing? , maka jawaban yang mungkin dari subset adalah :

{ 1 } = {Pantai Lovina}
Subset ini disebut dengan singleton set karena hanya memiliki satu elemen pada
. Tentunya tidak semua pertanyaan dapat diinterpretasi kedalam subet
dan disebut sebagai subset empty = {}. Semua subset dari environment

dapat menghasilkan pola sebanyak 2N jumlah subset yang terbentuk dari sampai
, dimana N adalah jumlah elemen pada . Berikut contoh pola dari semua
subset pada environment objek wisata di Kabupaten Buleleng = {A, B, C} dapat
dilihat pada gambar 3.2:
A= Pantai Lovina
B = Pantai Penimbangan
C = Museum Singaraja

Gambar Error! No text of specified style in document..1 Pola subset dari evidence

sumber (Giarratano dan Riley, 2005).


Berdasarkan pada gambar 3.2, salah satu pola dapat diekspresikan ke dalam subset
hirarki relasional antara parent dan child, contoh:
{} {A} {A, B} {A, B, C}
Himpunan {A} merupakan himpunan bagian dari {A, B} dan himpunan {A, B}
merupakan himpunan bagian dari {A, B, C}. Sehingga dapat disimpulkan
XY
dimana semua elemen dari X merupakan elemen dari Y, sehingga dapat di
ekspresikan sebagai berikut:
X Y berarti x

X x

Pada gambar 3.2 jumlah subset yang terbentuk sebanyak 23 = 8 buah subset.
Kumpulan dari seluruh subset ini mendefinisikan power set atau P( )={, {A},
{B}, {C}, {A, B}, {A, C}, {B, C}, }.
2. Mass Function dan Ignorance

Dalam DST tingkat kepercayaan dari suatu evidence disebut degree of belief dan
diasumsikan sebagai mass (direpresentasikan dengan m) dari objek atau juga
disebut Basic Probability Assigment (BPA). Simon dan Weber (2006)
menyebutkan bahwa basic belief assignment dapat diperoleh dari probabilitas
prior untuk node awal. Pada DST tidak memaksakan suatu kepercayaan untuk
diberikan kepada ketidaktahuan atau sanggahan pada sebuah hipotesa, namun nilai
mass hanya diberikan kepada subset didalam environment yang diyakini untuk
diberikan tingkat kepercayaan. Subset yang tidak diberikan tingkat kepercayaan
dianggap sebagai nonbelief (). Nonbelief dapat diartikan sebagai reserving
judgment dari disbelief dan keyakinan tambahan pada suatu evidence. Sebagai
contoh, sekumpulan objek wisata di Kabupaten Buleleng ={A, B, C}.
Diasumsikan wisatawan yang berasal dari Negara X memiliki tingkat keyakinan
untuk mengunjungi objek wisata ({A, B}) sebesar 0,7 atau m({A, B})=0,7.
Sedangkan nonbelief dari objek wisata ({A, B}) adalah m()= 1 0,7 = 0,3.
Penentuan nilai m({A, B}) =0,7 diperoreh dari probabilitas objek wisata A dan B
yang dikunjungi oleh wisatawan dari Negara X. Xiong (2008) menyebutkan
perbedaan antara DST dengan teori probabilitas, pada DST nilai mass diberikan
kepada subset dari satu set himpunan, sedangkan pada teori probabilitas dikaitkan
dengan elemen elemen yang ada didalam satu set himpunan, sebagai contoh
Saya memastikan berlibur ke Kabupaten Buleleng, namun saya tidak memiliki
informasi mengenai nama objek wisata yang saya kunjungi. Dari contoh kasus
tersebut

nilai

mass

function

pada

DST

dapat

diperoleh,

m({A})=m({B})=m({C})= 0 dan nilai m ( ) = 1, dimana ={A,B,C}. Dari


nilai mass ini dapat menginduksikan belief function, Bel ({A})=Bel ({B})= Bel
({C})= 0 dan Bel() = 1. Namun pada teori probabilitas, dapat dihasilkan fungsi
probabilitas (p) dari masing masing elemen adalah p(A)=0.33, p(B)=0.33,
p(C)=0.33, dimana S1+S2+S3 = 1. Setiap mass dapat dinyatakan sebagai fungsi
yang memetakan setiap elemen dari power set ke bilangan real antara interval 0
hingga 1 (Giarratano dan Riley, 2005).
m: P()
dan mass kosong didefinisikan:
m() = 0;

[0, 1]

sedangkan jumlah dari keseluruhan mass untuk setiap subset X dari power set
adalah 1.

m(X) 1

(3.2)

XP ()

Berdasarkan pada contoh kunjungan objek wisata yang telah dipaparkan


sebelumnya, maka dapat dihitung nilai dari power set (Giarratano dan Riley,
2005).

1. Combining Evidence.

Combining Evidence adalah proses penting dalam merangkum informasi dari


berbagai sumber. Dimana sumber yang berbeda (misalnya ahli) memberikan
penilaian yang berbeda untuk satu set peristiwa, sehingga diperlukan suatu
kombinasi penilaian dari masing masing sumber dalam merangkum informasi.
Untuk mengatasi hal tersebut, digunakan suatu aturan yang lebih dikenal dengan
Dempsters Rule of Combination pada DST (Giarratano dan Riley, 2005).

(m1 m2 )(Z)

m1 (X)m2 (Y)

(3.3)

XYZ

Pada proses kombinasi evidence memungkinkan untuk terjadinya suatu konflik


antar evidence. Konflik evidence terjadi ketika tidak adanya elemen yang
dihasilkan pada cross product antar evidence, sebagai contoh kombinasi antara
evidence m({A}) dan m({B}) yang tidak menghasilkan elemen (). Untuk
mengatasi permasalahan ini, diperlukan proses normalisasi evidence dengan
mendefinisikan evidential conflict (k) kedalam Dempsters Rule of Combination
pada persamaan 3.3. Sehingga dapat diturunkan menjadi persamaan 3.4 berikut
adalah (Giarratano dan Riley, 2005):

(m1 m2 )(Z)

m1 (X)m2 (Y)

XYZ

.(3.4)

1 k

dimana evidential conflict (k) dirumuskan dengan:

XY

m1 (X)m2 (Y) .(3.5)

Sehingga persamaan (3.5) disubstitusikan ke dalam persamaan (3.4) akan


menjadi:

m(X)m (Y)
(m m )(Z)
1 m (X)m (Y)
1

XYZ

(3.6)

XY

dimana:
(m1 m2 )( Z )

= mass function dari evidence (Z), yang merupakan


hasil dari kombinasi evidence (X) dan evidence (Y)

m1 ( X )

= mass function dari evidence (X)

m 2 (Y )

= mass function dari evidence (Y)

= mass evidential conflict

= operator direct sum

Sebagai contoh perhitungan combination evidence pada kasus kunjungan objek


wisata. Dimisalkan seorang wisatawan dengan jenis kelamin Y yang memiliki
tingkat kepercayaan untuk mengunjungi objek wisata B sebesar 0,9, maka nilai
mass dari masing - masing evidence dapat ditentukan sebagai berikut:
m1({A,B})= 0,7

m2 ({B})= 0,9

m1() = 0,3
m2() = 0,1
Masing masing evidence direpresentasikan ke dalam sebuah tabel, dimana
kolom pertama diisi dengan gejala yang pertama (m1), sedangkan baris pertama
diisi dengan gejala yang kedua (m2). Dengan menggunakan cross-multiplying
mass product, dapat diperoleh nilai kombinasi antara evidence m1 dan m2 seperti
pada tabel 3.1.
Tabel Error! No text of specified style in document..1 Perhitungan evidence

m1

m2
m2({B})=0.9
m2() =0.1
m1({A,B})=0.7
(m1 m2)({B})=0.63
(m1 m2)({A,B})=0.07
m1() =0.3
(m1 m2)({B})= 0.27
(m1 m2)()=0.03
Nilai yang dihasilkan pada tabel 3.1, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. (m1m2)({B})= 0,63 pada kolom ke-1 dan baris ke-1, didapat dari proses

kombinasi mass evidence antara m1({A,B})= 0,7 dengan m2 ({B})= 0,9.

2. (m1m2)({B})= 0,27 pada kolom ke-1 dan baris ke-2, didapat dari proses

kombinasi mass evidence antara m1()= 0,3 dengan m2 (B)= 0,9.


3. (m1m2)({A,B})= 0,07 pada kolom ke-2 dan baris ke-1, didapat dari proses

kombinasi mass evidence antara m1({A,B})= 0,7 dengan m2 ()= 0,1.


4. (m1m2)()= 0,03 pada kolom ke-2 dan baris ke-2, didapat dari proses

kombinasi mass evidence antara m1()= 0,3 dengan m2 ()= 0,1.


Hasil dari proses kombinasi evidence ini, selanjutnya dikalkulasi menggunakan
persamaan 3.6 untuk menghasilkan evidence baru (m3).
m3 ({B}) = (m1m2) ({B}) = 0.63 +0.27 = 0.90
m3 ({A,B})= (m1m2) ({A,B}) = 0.07
m3 ()=(m1m2) () = 0.03
Perhitungan pada tabel 3.1 tidak terjadi konflik evidence (), sehingga nilai k = 0.
Berdasarkan pada kombinasi di atas, nilai m3 ({B}) = 0,9, yang menyatakan
bahwa tingkat kepercayaan wisatawan tersebut untuk mengunjungi objek wisata
({B}) sebesar 0,9. Sedangkan m3 ({A, B}) dan m3 () disebut sebagai nonbelief
(disbelief dan informasi tambahan dari B), dengan tingkat keyakinan sebesar 0,07
+ 0,03 = 0,1.

Anda mungkin juga menyukai