Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah
memberikan penulis nikmat iman, nikmat sehat dan nikmat sempurna sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Genetika : Pematangan
ovum dan sperma, kromosom.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam menyusun materi ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua dan dosen sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada Ibu Neli Husniawati selaku dosen pembimbing
mata ajar Keperawtan Maternitas 1 yang telah memberikan masukan.
Penulis sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis
menerima segala kritik dan saran. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca
dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca, khususnya bagi penulis
sehingga tujuan yang diharpkan dapat tercapai. Amin yarabbal alamin

Jakarta, 28 September 2016

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Genetika berasal dari kata genos (bahasa latin), artinya suku bangsa-bangsa
atau asal-usul. Secara Etimologi kata genetika berasal dari kata genos dalam
bahasa lain, yang berarti asal mula kejadian. Genetika adalah ilmu yang
mempelajari seluk beluk alih informasi hayati dari generasi kegenerasi.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa genetika adalah ilmu tentang
perwarisan sifat. Dalam ilmu ini dipelajari bagaimana sifat keturunan
(hereditas) itu diwariskan kepada anak cucu, serta variasi yang mungkin
timbul didalamnya.
Kelainan genetik memengaruhi orang dari semua usia, semua tingkat
sosioekonomi, serta dari semua latar belakang ras dan etnis. Kelainan genetik
tidak hanya memengaruhi individu, tapi juga keluarga, komunitas, serta
masyarakat. Kemajuan dalam pemeriksaan genetik dan terapi berbasis genetik
telah mengubah pelayanan yng diberikan kepada individu yang terpengaruh.
Perkembangan kemampuan diagnosis telah menyebabkan diagnosis yang
lebih awal dan membuat individu yang sebelumnya akan meningkat di masa
kanak-kanak dapat bertahan hidup sampai dewasa.

1.1 Tujuan
Untuk mengetahui genetika : pematangan ovum dan sperma, kromosom
1. Untuk mengetahui definisi oogenesis
2. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya ovulasi

3.
4.
5.
6.
7.

Untuk mengetahui definisi spermatogenesis


Untuk mengetahui bagaimana struktur dari sperma
Untuk mengetahui hormone apa saja yang ada pada reproduksi
Untuk mengetahui definisi kromosom
Untuk mengetahui bagaimana struktur dari kromosom

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Oogensis
Proses pembentukkan ovum di dalam ovarium disebut oogenesis. Ketika gonad
berdiferensiasi jadi ovarium germ cells primordial itu berproliferasi membentuk
oogonia (tunggal: noogonium), yang jumlahnya ditaksir sekitar 600.000 butir
(Baker & 0 1976 dalam Yatim;1994:81).
Yatim(1994:80), menyebutkan bahwa seperti halnya pada proses spermatogenesis,
proses oogenesis juga memiliki tahapan, yaitu :
1. Proliferasi (perbanyakan)
2. Meiosis
3. Transformasi atau pematangan

Sadler (2010:28-30), menjelaskan bahwa pada wanita genetik, setelah tiba di


gonad sel germinativum primordial berdeferensiasi menjadi oogonia. Sel sel ini
mengalami sejumlah pembelahan miotik, dan pada akhir bulan ketiga sel-sel ini
tersusun dalam kelompok-kelompok yang dikelilingi oleh satu lapisan sel epitel
gerpeng.
Sebagian besar oogonia terus membelah dengan mitosis, tetapi sebagian
diantaranya terhenti pembelahannya pada tahap profase meiosis I dan membentuk
oosit primer, dan selama beberapa bulan kemudian, jumlah oogonia meningkat
pesat, dan pada akhir bulan kelima perkembangan prenatal, jumlah total sel
germinativum di ovarium mencapai maksimal, diperkirakan 7 juta. Pada waktu
ini, sel-sel mulai mati, dan banyak oogonia serta oosit primer menjadi atretik.
Pada bulan ketujuh, sebagian besar oogonia telah mengalami degenerasi kecuali
beberapa yang terletak dekat dengan permukaan. Semua oosit primer yang
bertahap hidup telah masuk tahap profase meiosis I, dan sebagian besar
diantaranya masing-masing dibungkus oleh satu lapisan sel epitel gerpeng. Oosit
primer, bersama dengan sel epital gepeng disekitarnya, dikenal sebagai folikel
primordinal.
Menjelang kelahiran, semua oosit primer telah memulai profase meiosis I, tetapi
sel-sel ini tidak melanjutkan pembelahannya ke tahap metaphase namun masuk ke
stadium diploten, suatu tahap istirahat selama profase yang ditandai oleh adanya
jala-jala kromatin. Oosit primer tetap tertahan di profase dan tidak menuntaskan
pembelahan meiotik pertama mereka sebelum pubertas tercapai. Keadaan ini
ditimbulkan oleh oocyte maturation inhibition (OMI), suatu peptide kecil yang
dikeluarkan oleh sel folikular.
Saat pubertas, terbentuk cadangan folikel yang terus tumbuh dan dipertahankan
oleh pasokan folikel primordial. Setiap bulan 15 sampai 20 folikel yang terpilih
dari cadangan tersebut memulai proses pematangan, melewati tiga stadium:
1. Primer atau pre-antral
2. Sekunder atau antral
3. Pre-ovulasi (folikel graf).

Stadium antral adalah stadium yang paling lama, sedangkan stadium pre-ovulasi
berlangsung sekitar 37 jam sebelum ovulasi. Pada setiap siklus ovarium, sejumlah
folikel mulai berkembang, tetapi biasanya hanya satu yang mencapai kematangan
sempurna. Yang lain berdegenerasi dan menjadi atretik. Ketika folikel sekunder
telah matang, lonjakan Luteining hormone (LH) akan memicu fase pertumbuhan
preevolusi. Meiosis I tertuntaskan sehingga terbentuk dua sel anak dengan ukuran
berbeda, masing-masing dengan 23 kromosom berstruktur ganda.
Satu sel, oosit sekunder, mendapat sebagian besar sitoplasma, yang lain, badan
polar pertama, hampir tidak mendapat sitoplasma sama sekali. Badan polar
pertama terletak antar zona pelusida dan membran oosit sekunder diruang
perivitelina. Sel kemudian masuk ke meiosis II tetapi terhenti pada tahap
metaphase sekitar 3 jam sebelum ovulasi, meiosis II diselesaikan hanya jika oosit
dibuahi, jika tidak, sel aka mengalami degenerasi sekitar 24 jam setelah ovulasi.
Badan polar pertama juga mengalami pembelahan kedua.
2.2 Proses Ovulasi
Oogonium bersifat diploid dengan 46 kromosom atau 23 pasang kromosom.
Oogonium akan memperbanyak diri dengan cara mitosis membentuk oosit primer.
Kemudian oosit primer mengalami meiosis I, yang akan menghasilkan oosit
sekunder dan badan polar 1 (polosit primer). Selanjutnya, oosit sekunder
meneruskan tahap meiosis II dan menghasilkan satu sel besar yang disebut ootid
dan satu sel kecil yang disebut badan polar kedua (polosit sekunder). Badan polar
pertama juga membelah menjadi dua badan polar kedua. Akhirnya ada tiga badan
polar dan satu ootid yang akan tumbuh menjadi ovum dari oogenesis setiap satu
oogonium (Betharia, 2004).
Dengan datangnya pubertas (masa remaja), alat reproduktif wanita mulai
mengalami ritme seks 28 hari yang disebut haid atau menstruasi. Haid adalah
peristiwa keluarnya darah dari vagina. Darah haid ini berasal dari rongga Rahim
dan timbul akibat terlepasnya selaput lendir rahim yang mengalami proses
kemunduran dan kerusakan. Selaput lendir ini dipersiapkan untuk menerima sel

telur yang telah dibuahi. Karenanya dalam darah haid selain darah biasa terdapat
pula sisa-sisa penghancuran dari jaringan selaput lendir rahim. Lama pendarahan
haid rata-rata berlangsung 2 - 6 hari. Jangka waktu dari hari pertama haid sampai
hari pertama haid berikutnya disebut daut atau siklus haid. Daur hidup haid
dianggap normal apabila berlangsung antara 21 sampai 40 - 45 hari lamanya dan
dikatakan teratur apabila perbedaan dalam siklus haid tidak lebih dari satu minggu
lamanya. (Suryo;2010:71)
Ovulasi terbagi atas 3 fase, yaitu :
a. Fase pra-ovulasi
Tahap pra-ovulasi ialah jangka waktu antara hari pertama haid sampai saat
ovulasi. (Suryo;2010:71)
Oosit dalam oogonium berada di dalam suatu folikel telur. Folikel juga
mengalami perubahan seiring dengan perubahan oosit primer menjadi
oosit

sekunder

hingga

terjadi

ovulasi.

Sebelumnya,

hipotalamus

mengeluarkan hormon gonadotropin yang merangsang hipofisis untuk


mengeluarkan FSH. Adanya FSH merangsang pembentukkan folikel
primer didalam ovarium yang mengelilingi satu oosit primer. Folikel
primer dan oosit primer akan tumbuh sampai hari ke-14 hingga folikel
menjadi matang atau disebut folikel de Graf dengan ovarium di dalamnya.
Selama pertumbuhannya, folikel juga melepaskan hormon estrogen.
Adanya estrogen menyebabkan pembentukan kembali (proliferasi) sel-sel
penyusun dinding dalam uterus dan endometrium. Karena itulah fase praovulasi juga disebut sebagai fase poliferasi (Betharia,2004).

b. Fase ovulasi
Ovulasi merupakan proses pelepasan sel telur yang telah matang dari
ovarium dan kemudian berjalan menuju tuba fallopi untuk dibuahi. Pada
saat mendekati fase ovulasi atau mendekati hari ke-14 terjadi perubahan
produksi hormon. Peningkatan kadar estrogen selama fase pra-ovulasi
menyebabkan reaksi umpan balik negatif atau penghambatan terhadap
pelepasan FSH lebih lanjut dari hipofisis. Penurunan konsentrasi FSH
menyebabkan hipofifis melepaskan LH. Dan LH merangsang pelepasan
oosit sekunder dari folikel de Graaf. Pada saat inilah disebut ovulasi dan
umumnya ovulasi terjadi pada hari ke-14 (Betharia,2004).
c. Fase pasca-ovulasi
Tahap pasca-ovulasi ialah jangka waktu antara ovulasi sampai hari
pertama haid berikutnya. (Suryo;2010:71).
Pada fase pasca-ovulasi, folikel de Graaf yang ditinggalkan oleh oosit
sekunder karena pengaruh LH dan FSH akan berkerut dan berubah
menjadi korpus luteum. Korpus luteum tetap memproduksi esrogen
(namun tidak sebanyak folikel de Graaf memproduksi estrogen) dan
hormon lainnya, yaitu progesteron. Progesteron mendukung kerja estrogen
dengan menebalkan dinding dalam uterus atau endometrium dan
menumbuhkan pembuluh-pembuluh darah pada endometrium. Progesteron
juga merangsang sekresi lendir pada vagina dan pertumbuhan kelenjar

susu pada payudara. Keseluruhan fungsi progesteron (juga estrogen)


tersebut berguna untuk menyiapkan penanaman (implantasi) zigot pada
uterus bila terjadi pebuahan atau kehamilan. Proses pasca-ovulasi ini
berlangsung dari hari ke-15 sampai ke-28. Namun, bila sekitar hari ke-26
tidak terjadi pembuahan, korpus luteum akan berubah menjadi korpus
albikan. Korpus albikan memiliki kemampuan produksi estrogen dan
progesteron yang rendah, sehingga konsentrasi estrogen dan progesteron
akan menurun. Pada kondisi ini, hipofisis mejadi aktif untuk melepaskan
FSH dan selanjutnya LH, sehingga fase pasca-ovulasi akan tersambung
kembali dengan fase menstruasi berikutnya (Betharia,2004).

2.3 Spermatogenesis
Spermatogenesis merupakan proses pembentukan dan pematangan spermatozoa
(sel benih pria). Spermatogenesis dimulai dengan pertumbuhan spermatogonium
menjadi sel yang lebih besar disebut spermatosit primer. Sel-sel ini membelah
secara mitosis menjadi dua spermatosis sekunder yang sama besar, kemudian
mengalami pembelahan meiosis menjadi empat spermatid yang sama besar.
Spermatid adalah sebuah sel bundar dengan sejumlah besar protoplasma dan
merupakan gamet dewasa dengan sejumlah kromosom haploid. Proses ini
berlangsung dalam testis (buah zakar) dan lamanya sekitar 72 hari. Proses
spermatogenesis

sangat

bergantung

pada

mekanisme

hormonal

tubuh

(Yatim,1994).
Spermatozoa (sperma) yang normal meiliki kepala dan ekor, dimana kepala
mengandung meteri genetik DNA, dan ekor yang merupakan alat pergerakan
sperma. Sperma yang matang memiliki kepala dengan bentuk lonjong dan datar
serta memiliki ekor bergelombang yang berguna mendorong sperma memasuki air
mani. Kepala sperma mengandung inti yang memiliki kromosom dan juga
memiliki struktur yang disebut akrosom. Akrosom mampu menembus lapisan jelly
yang mengelilingi telur dan membuahinya bila perlu. Sperma diproduksi oleh
organ yang bernama testis dalam kantung zakar. Hal ini menyebabkan testis terasa

lebih dingin dibandingkan anggota tubuh lainnya. Pembentukan sperma berjalan


lambat pada suhu normal, tapi terus-menerus terjadi pada suhu yang lebih rendah
dalam kantung zakar (Yatim, 1994).
Pada gonad laki-laki (testis), sel Sertoli digambarkan sebagai sistem pembantu
pematangan sel sperma (spermatozoa). Sel sertoli yang tidak bisa membelah diri
lagi dan masih aktif dalam pertukaran zat, di dalam tubulus seminiferus
membentuk epitel benih, yang mengakomodasi spermatogonium (Rohen,2009:9).
Pada tubulus seminiferus testis terdapat sel-sel induk spermatozoa atau
spermatogonium. Selain itu juga terdapat sel Sertoli yang berfungsi memberi
makan spermatozoa juga sel Leyding yang terdapat di antara tubulus seminiferus.
Sel Leyding berfungsi menghasilkan testosteron (Yatim, 1994).
Spermatogonium berkembang menjadi sel spermatosit primer. Sel spermatosit
primer bermiosis menghasilkan spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder
membelah lagi menghasilkan spermatid. Spermatid berdeferensiasi menjadi
spermatozoa masak. Bila spermatogenesis sudah selesai, maka ABP (Androgen
Binding Protein) testosteron tidak diperlukan lagi, sel Sertoli akan menghasilkan
hormon inhibin untuk memberi umpan balik kepada hiposis agar menghentikan
sekresi FSH dan LH.
Kemudian spermatozoa akan keluar melalui uretra bersama-sama dengan cairan
yang dihasilkan oleh kelenjar vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar
Cowper. Spermatozoa bersama cairan dari kelenjar-kelenjar tersebut dikenal
sebagai semen atau air mani. Pada waktu ejakulasi, seorang laki-laki dapat
mengeluarkan 300 400 juta sel spermatozoa. Pada laki-laki, spermatogenesis
terjadi seumur hidup dan pelepasan spermatozoa dapat terjadi setiap saat (Yatim,
1994).
Pada akhir proses, terjadi pertumbuhan dan perkembangan atau diferensiasi yang
rumit, tetapi bukan pembelahan sel, yaitu mengubah spermatid menjadi sperma
yang fungsional. Nukleus mengecil dan menjadi kepala sperma, sedangkan
sebagian besar sitoplasma dibuang. Sperma ini mengandung enzim yang
memegang peranan dalam menembus membran sel telur.

Spermatogenesis terjadi secara diklik di semua bagian tubulus seminiferus. Di


setiap satu bagian tubulus, berbagai tahapan tersebut berlangsung secara
berurutan. Pada bagian tubulus yang berdekatan, sel cenderung berada dalam satu
tahapan lebih maju atau lebih dini. Pada manusia, perkembangan spermatogonium
menjadi sperma matang membutuhkan waktu 16 hari. Spermatogenesis
dipengaruhi oleh hormon gonadotropin, Follicle Stimulating Hormone (FSH),
Luteinizing Hormon (LH), dan hormone testosterone (Yatim, 1994).
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa sperma diproduksi oleh tubulus seminiferus.
Hal yang mengagumkan dari kerja tubulus seminiferus ini adalah mampu
memproduksi sperma setiap hari sekitar 100 juta spermatozoa. Jumlah yang
normal spermatozoa berkisar antara 35 200 juta, tetapi mungkin pada seseorang
hanya memproduksi kurang dari 20 juta, maka orang tersebut dapat dikatakan
kurang subur. Biasanya faktor usia sangat berpengaruh terhadap produksi sperma.
Seorang laki-laki yang berusia lebih dari 55 tahun produksi spermanya berangsurangsur menurun. Pada usia diatas 90 tahun, seseorang akan kehilangan tingkat
kesuburan (Yatim, 1994).
Selain usia, faktor lain yang mengurangi kesuburan adalah frekuensi melakukan
hubungan kelamin. Seseorang yang sering melakukan hubungan kelamin akan
berkurang kesuburannya. Hal ini disebabkan karena sperma belum sempat dewasa
sehingga tidak pernah dikeluarkan maka spermatozoa yang telah tua akan mati
lalu diserap oleh tubuh (Yatim, 1994).
2.4 Struktur Sperma
Sel- sel sperma memiliki struktur yang khusus

Struktur spermatozoa tersebut terlihat mempunyai bentuk mirip seperti kecebong


(anak katak yang baru menetas), terdapat bagian kepala dan ekor, dapat terlihat
bahwa sel-sel sperma memiliki struktur sebagai berikut :
1. Kepala
Pada bagian ini terdapat inti sel. Bagian kepala dilengkapi dengan suatu
bagian yang disebut dengan akrosom, yaitu bagian ujung kepala sperma
yang berbentuk agak runcing dan menghasilkan enzim hialurodinase yang
berfungsi untuk menembus dinding sel telur. Di bagian kepala ini terdapat
22 kromosom tubuh dan 1 kromosom kelamin yaitu kromosom X atau Y,
kromosom X untuk membentuk bayi kelamin perempuan, sedangkan
kromosom Y untuk membentuk bayi berkelamin laki-laki. Kromosom
kelamin laki-laki inilah nantinya yang akan menentukan jenis kelamin
pada seorang bayi.
2. Bagian tengah
Bagian tengah mengandung

mitokondria

pembentukan energi. Energi tersebut berfungsi

yang

berfungsi

untuk

untuk pergerakan dan

kehidupan sel sperma. Bahan bakar dalam pembentukan energi ini adalah
fruktosa.
3. Ekor
Bagian ekor lebih panjang, bersifat motil atau banyak bergerak. Fungsinya
adalah untuk alat pergerakan sperma sehingga dapat mencapai sel telur.

Pergerakan sel ini maju didorong oleh bagian ekor dengan pergerakan
menyerupai sirip belakang ikan.
Pembentukan sperma dipengaruhi oleh hormone FSH (Folicel Stimulating
Hormon) dan LH (Lutening Hormon). Pembentukan FSH dan LH
dikendalikan oleh hormon gonadotropin yaitu hormon yang disekresikan
oleh kelenjar hipothalamus dari otak. Proses spermatogenesis juga dibantu
oleh hormon testosterone. Sperma yang sudah terbentuk di dalam testis
seperti pada proses di atas, kemudian akan disalurkan ke bagian epididimis
dan kemudian ke vas deferens, dan bercampur dengan secret dari kelenjar
prostat dan cowperi (Yatim, 1994).
Siklus spermatogenesis yang telah dijelaskan berlangsung selama 64 hari
di dalam kanalikuli testis dan waktunya konstan, sedangkan waktu
diferensiasi dan penyimpanannya di epididimis bervariasi dan biasanya
berlangsung selama 12 hari. Di epididimis juga, epitel ikut berperan pada
penyimpanan dan pematangan sel sperma yang dengan sendirinya akan
mati dalam 24 36 jam (Rohen, 2009:12).
Sperma yang berada di epididimis belum mampu membuahi gerakannya
baru pertama kali terjadi melalui percampuran secret dari kelenjar prostat
dan vesikula seminalis didalam ejakulat. Kemampuan membuahi yang
sebenarnya baru dicapai di dalam uterus dan saluran telur, melalui proses
kapasitasi, yakni terjadinya perubahan senyawa lipid dan glikoprotein
membran sitoplasma sperma sehingga memungkinkan terjadinya proses
invasi ke dalam sel telur beserta penggelembungan inti setelah terjadinya
invasi atau impregnasi (Rohen,2009:12).
2.5 Hormon Reproduksi Pada Pria
Proses pembentukan spermatozoa dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon.
Hormon-hormon tersebut adalah sebagai berikut :
1. Testosteron
Testosteron adalah hormon yang bertanggung

jawab

terhadap

pertumbuhan seks sekunder pria seperti pertumbuhan rambut di wajah


(kumis dan jenggot), pertambahan masa otot, dan perubahan suara.

Hormon ini diproduksi di testis, yaitu di sel Leyding. Produksinya


dipengaruhi oleh FSH (Folicle Stimulating Hormon), yang dihasilkan oleh
hipofisis. Hormon ini penting bagi tahap pembelahan sel-sel germinal
untuk

membentuk

sperma,

terutama

pembelahan

meiosis

untuk

membentuk spermatosit sekunder. Hormon ini berfungsi merangsang


perkembangan organ seks primer pada saat embrio, mempengaruhi
perkembangan alat reproduksi dan ciri kelamin sekunder serta mendorong
spermatogenesis (W Johannes dkk, 2009)
2. Luteinizing Hormon/LH
Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior. Fungsi LH adalah
merangsang sel Leyding untuk menghasilkan hormon testosteron. Pada
masa pubertas, andogen/testosterone memacu tumbuhnya sifat kelamin
sekunder. Pada pria, awal pubertas antara usia 13 sampai 15 tahun terjadi
peningkatan tinggi dan berat badan yang relatif cepat bersamaan dengan
pertambahan lingkar bahu dan pertambahan panjang penis dan testis.
Rambut pubis dan kumis serta jenggot mulai tumbuh. Pada masa ini, pria
akan mengalami mimpi basah (W Johannes dkk, 2009).
3. Follicle Stimulating Hormon/FSH
Hormone ini dihasilkan oleh kelenjar hiposis anterior. FSH berfungsi
untuk merangsang sel Sertoli menghasilkan ABP (Androgen Binding
Protein) yang akan memacu spermatogonium untuk memulai proses
spermatogenesis. Proses pemasakan spermatosit menjadi spermatozoa
disebut spermiogenesis. Spermiogenesis terjadi didalam epididimis dan
membutuhkan waktu selama 2 hari (W Johannes dkk, 2009)
4. Estrogen
Estrogen dibentuk oleh sel-sel Sertoli ketika distimulasi oleh FSH. Sel- sel
Sertoli juga mensekresi suatu protein pengikat androgen yang mengikat
testoteron dan estrogen serta membawa keduanya ke dalam cairan pada
tubulus seminiferus. Kedua hormone ini tersedia untuk pematangan
sperma (W Johannes dkk, 2009)
5. Hormon Pertumbuhan

Hormon pertumbuhan diperlukan untuk mengatur metabolisme testis.


Hormon pertumbuhan secara khusus meningkat pembelahan awal pada
spermatogenesis (W Johannes dkk,2009).
6. Hormon Gonadotropin
Hormon gonadotropin dihasilkan oleh hipotalamus. Hormon ini berfungsi
untuk merangsang kelenjar hipofisia bagian depan (anterior) agar
mengeluarkan hormon FSH dan LH (W Johannes dkk,2009).
2.6 Kromosom
Pada inti sel makhluk eukariot terdapat terdapat benda-benda halus berbentuk
lurus seperti batang dan terdiri dari zat yang mudah mengikat zat warna. Bendabenda ini dinamakan kromosom. Kromosom pertama kali ditemukan oleh C. Von
Nageli (1824), namun istilah kromosom baru dicetuskan pertama kali oleh
Waldeyer (1888) yang artinya badan berwarna (colored body). Kromosom mudah
diamati apabila digunakan tekhnik pewarnaan yang khusus selama inti sel
membelah. Tiap kromosom memiliki pasangan dan pasangan kromosom ini
disebut kromosom homolog.
Karakter-karakter kromosom paling mudah dipelajari pada fase prometafase dari
mitosis, karena pada saat tersebut kromosom-kromosom tampak tersebar tidak
saling tumpang tindih dan masing-masing kromosom berbentuk silindroid dengan
4 lengan karena mempunyai 2 kromatid serupa (sistercromatid). Setiap kromatid
pada kromosom tersusun atas molekul-molekul DNA. Molekul-molekul DNA ini
bersatu dengan protein histon membentuk nukleosom. Nukleosom-nukleosom ini
dengan protein non histon akan membelit dan memutar membentuk spiral (coil)
dan ulir-ulir ini akan memutar dan membeli lagi membentuk super spiral
(supercoil). Dengan demikian kromosom akan tampak memendek (terkondensasi)
setelah akhir fase interfase dari siklus sel (Rohen,2009:12)
Dalam kromosom terdapat gen. gen merupakan unit pembawa informasi genetic.
Kromosom pada makhluk hidup panjang pada berukukran panjang 0,2 - 50
mikron dan diameter 0,2 - 20 mikron. Pada manusia ukuran kromosom kurang
lebih 6 mikron. Kromosom berfungsi membawa sifat individu dan membawa

informasi genetika karena didalam kromosom mengandung gen. gen-gen pada


kromosom terdapat pada tempatnya yang disebut dengan lotus (Rohen,2009:12)
2.7 Bahan Penyusun Kromosom
Bahan penyusun kromosom adalah benang kromatin yang terdiri dari DNA (asam
deoksiribonukleat), RNA hasil transkripsi dan rotein (bersifat histon atau asam
dan non histon atau basa). Tiap kromatid membawa sebuah molekul DNA yang
strukturnya berupa untai ganda sehingga di dalam kedua kromatid terdapat dua
mplekul DNA. Pada manusia memasukkan paling sedikit 7 protein penyusun
kromosom, sedangkan protein yang lain tidak mendapatkan tempat dalam
kromosom. Salah satu protein, CENP-A, sangat mirip dengan histon H dan
dianggap menggantikan histon ini dalam sentrometer nukleosom.
Bagian fungsi sentrometer itu sendiri dinyatakan dengan mikroskop electron, yang
ditunjukkan dalam pembelahan sel pada bagian yang seperti piringan yaitu
kinetokor, bagian itu sudah ada pada permukaan kromosom dalam daerah
sentromer, struktur tambahannya mikrotubul, yang memancarkan dari kumparan
tubuh yang lokasinya pada permukaan inti dan dapat digambarkan berupa
kromosom yang bercabang yang masuk nuklei. Bagian dari kinetokor menyusun
alphoid DNA ditambah CENP-A dan protein lainnya, tetapi struktur ini tidak
dapat dideskripsikan secara detail. Bagian penting kedua dari kromosom yaitu
daerah terminal atau disebut telomer.
Telomer itu penting karena sebagai tanda sasaran terakhir dari kromosom dan
memungkinkan sel membedakan daerah akhir yang disebabkan oleh kerusakan
kromosom. Telomer DNA terbuat dari 100 salinan yang berulang-ulang motifnya,
5TTAGGG-3 pada manusia, dengan perpanjangan yang pendek dari ujung 3
double-stranded molekul DNA. Dua protein khusus terjepit pada ulangan sekuen
dalam telomer manusia yang dinamakan TRF1, yang membantu mengatur lengan
telomer manusia dan TRF2 mempertahankan perpanjangan single-strand. Jika
TRF2 ini aktif lalu perpanjangan hilang dan 2 polinukleotida menyatu bersama
dalam hubungan kovalen. Protein telomer yang lain manganggap bentuk

hubungan antara telomer dan perifer dari nucleus, merupakan lokasi kromosom
terakhir.
Kromosom pada organisme eukariotik tersusun dari bagian-bagian sebagai
berikut:
1. DNA-DNA menyusun

kromosom

sekitar

35%

dari

keseluruhan

kromosom.
2. RNA-RNA menyusun kromosom sekitar 5% dari keseluruhan kromosom.
3. Protein-Protein ini terdiri atas histon yang bersifat basa dan non histon
yang bersifat asam. Kedua macam protein ini berfungsi untuk menggulung
benang kromosom sehingga menjadi pudar dan berperan sebagai enzim
pengganda DNA dan pengkopian DNA.
2.8 Struktur Kromosom
Struktur kromosom dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian sentromer dan
bagian lengan.
1. Sentromer
Sentromer merupakan bagian kepala kromosom berbentuk bulat yang
merupakan pusat kromosom dan membagi kromosom menjadi dua lengan.
Bagian ini merupakan daerah penyempitan pertama pada kromosom yang
khusus dan tetap. Daerah ini disebut juga kinetokor atau tempat
melekatnya benang-benang gelendong (spindle fober). Elemen-elemen ini
berfungsi untuk menggerakan kromosom selama mitosis atau sebagian
dari mitosis. Pembelahan sentromer ini akan memulai gerakan kromatid
pada masa anafase. Dan sentromer merupakan salah satu bagian dari
kromosom yng berfungsi untuk melekatkan kromosom pada benang
spindle pembelahan sehingga dapat bergerak dari bidang ekuator kea rah
kutub masing-masing.
2. Lengan
Bagian lengan ini merupakan bagian badan utama kromosom yang
mengandung kromosom dan gen. umumnya jumlah lengn pada kromosom
dua, tetapi ada juga beberpa yang hanya berjumlh satu. Lengn di bungku
oleh selaput tipis dan di dalamnya terdapat matriks yang berisi cairan
bening yang mengisi seluruh bagian lengan. Cairan ini mengandung

benang-benang halus berpilin disebut dengan kromonema. Bagian


kromonema yang mengalami pembelahan disebut kromomer yang
berfungsi untuk membawa sifat keturunan sehingga di sbut sebagai lokus
gen serta kromomer merupakan bahan protein yang mengendap di dalam
kromonemata.
Kromonemata pita berbentuk spiral dalam kromosom dan lekukan kedua
pangkal dari kromonemata. Fungsi lekukan kedua adalah tempat
terbentuknya nucleolus. Pada bagian ujung kromosom terdapat suatu
tambahan yang disebut satelit, satelit merupakan tambahan pada ujung
kromosom. Sentromer adalah bagian kromosom yang menyempit dan
berwarna terang, mambagi 2 bagian lengan kromosom juga merupakan
kromonemata yang berbentuk lurus. Pada sentromer terdapat kinetokor,
yaitu suatu protein structural yang berperan dalam pergerakan kromosom
selama berlangsung pembelahan sel. Kinetokor merupaka tonjolan deket
sentromer yang berfungsi untuk melekat pada benang spindle (Rohen,
2009)

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Oogenesis pembentukan ovum di dalam ovarium disebut oogenesis. Ketika
gonad berdiferensiasi jadi ovarium germ cells primordial itu berproliferasi
membentuk oogonia (tunggal: noogonium), yang jumlahnya ditaksir sekitar
600.000 butir. Tahapan-tahapan oogenesis yaitu Proliferasi (perbanyakan),

Meiosis, Transformasi atau pematangan. Dan ovulasi terbagi atas 3 fase, yaitu
fase pra-ovulasi, fase ovulasi, fase pasca-ovulasi. Sedangkan oogonium
bersifat diploid dengan 46 kromosom atau 23 pasang kromosom. Oogonium
akan memperbanyak diri dengan cara mitosis membentuk oosit primer.
Kemudian oosit primer mengalami meiosis I, yang akan menghasilkan oosit
sekunder dan badan polar 1 (polosit primer).
Spermatogenesis

merupakan

proses

pembentukan

dan

pematangan

spermatozoa (sel benih pria). Spermatogenesis dimulai dengan pertumbuhan


spermatogonium menjadi sel yang lebih besar disebut spermatosit primer. Selsel ini membelah secara mitosis menjadi dua spermatosis sekunder yang sama
besar, kemudian mengalami pembelahan meiosis menjadi empat spermatid
yang sama besar. Spermatid adalah sebuah sel bundar dengan sejumlah besar
protoplasma dan merupakan gamet dewasa dengan sejumlah kromosom
haploid. Proses ini berlangsung dalam testis (buah zakar) dan lamanya sekitar
72 hari. Proses spermatogenesis sangat bergantung pada mekanisme hormonal
tubuh. Sedangkan struktur kromosom dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
bagian sentromer dan bagian lengan.

Daftar pustaka

Betharia, Diajeng. 2004. http://xa.ying.com, diakses 20 september 2016


Yatim,Wildan. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito : Bandung
Sadler,T.W. 2010. Embriologi Kedokteran Langman, Edisi 10. Alih bahasa
dr.Brahm U. Pendit. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Suryo. 2010. Genetika Manusia. Yogyakarta:Gadjah Mada Unversity Press.

Rohen, Johannes W dan Elke Lutjen-Drecoll. 2009. Embriologi Fungsional, Edisi


2.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran,EGC.

Anda mungkin juga menyukai