Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS

HERPES ZOSTER

Oleh:
Aina Angelina

0310710010

I G. N. Agung T. E

0310710076

Pembimbing:
Dr. Arif Widiatmoko,SpKK

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2009

BAB I
PENDAHULUAN

Herpes Zoster (Shingles) merupakan infeksi kulit yang ditandai dengan


munculnya vesikel-vesikel bergerombol yang nyeri di sepanjang persyarafan sensorik
kulit (dermatome) yang disebabkan oleh Varicella-zoster virus (VZV). Infeksi ini adalah
bentuk reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer oleh VZV. Virus ini tidak hilang
tuntas dari tubuh setelah infeksi pertamanya dalam bentuk Varisela melainkan dorman
pada sel ganglion dorsalis sistem saraf sensoris yang kemudian pada saat tertentu
mengalami reaktivasi dan bermanifestasi sebagai herpes zoster. Herpes zoster hanya
terjadi pada individu yang pernah mengalami infeksi virus varisela zoster primer.
Penularan zoster dapat secara kontak langsung dengan lesi aktif penderita herpes
zoster.1,2
Insiden pada pria dan wanita sama banyaknya. Penderita herpes zoster
biasanya pada dewasa, kadang-kadang juga pada anak-anak. Penyakit ini terutama
pada orang dewasa diatas 50 tahun, walau sekitar 5 10 % mengenai anak-anak.
Insidensinya meningkat sesuai pertambahan usia. Menurunnya imunitas seluler pada
usia lanjut atau pasien imunocompromised merupakan faktor utama penyebab
reaktivasi. Insiden herpes zoster di United States diperkirakan 500.000 kasus per tahun,
dengan < 5% penderitanya berusia 20-29 tahun dan dilaporkan 15-30% pasien yang
mengalami infeksi primer virus VZV akan mengalami episode herpes zoster. Sedangkan
di RSCM Jakarta selama tahun 2000 tercatat berjumlah 122 pasien, 40 pasien berumur
15 24, 48 pasien berumur 25 44, dan 34 pasien berumur 46 64. Keadaan ini tidak
menunjukkan jumlah kasus dengan kecenderungan meningkat menurut usia, banyak
faktor yang mempengaruhi, kemungkinan kunjungan usia produktif ke RSCM lebih
banyak dibandingkan dengan para lanjut usia. 2,3
Rasa sakit/nyeri (pain) adalah gejala utama pada herpes zoster. Gejala ini
akan mendahului dan diikuti dengan ruam. Kadang nyeri ini bisa bertahan bahkan
setelah ruam menghilang. Karakteristik yang paling khusus dari herpes zoster adalah
lokalisasi dari ruam, yang biasanya selalu unilateral, tidak pernah melewati bidang
lateral dan terbatas pada daerah kulit yang diinervasi satu ganglion sensori. Erupsi mulai
dengan makulopapula eritematus, 12 24 jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat
berubah menjadi pustula pada hari ke-3. Seminggu sampai 10 hari kemudian lesi

mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap selama 2 3 minggu. Mukosa
dapat terjangkit dalam bentuk seperti sariawan, erosi datar dan ulkus.3
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa dengan tes tzank
dengan cara membuat sediaan hapus yang diwarnai dengan Giemsa. Bahan diambil
dari kerokan dasar vesikel dan akan didapati sel datia berinti banyak. Namun tes ini
tidak dapat membedakan antara lesi akibat herpes zoster dengan herpes simpleks.
Virus Varicella-zoster dapat dikultur dengan baik, namun ini jarang dilakukan karena
tidak praktis dan virus tumbuh secara lambat. Immunofloresensi direk dapat
membedakan infeksi akibat varisela zoster dengan akibat herpes simplek.4,5
Tujuan terapi pada Herpez Zoster adalah untuk mempersingkat gejala klinis,
mengatasi rasa nyeri, mencegah komplikasi dan mengurangi insiden neuralgia pasca
herpetic. Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya diberikan
analgetik seperti asam mefenamat, antalgin dll. Jika disertai infeksi sekunder diberikan
antibiotik. Pada individu yang beresiko tinggi terjadi reaktivasi dari virus varicela zoster,
pemberian terapi antiviral per oral dapat menurunkan insiden terjadinya Herpes Zoster.
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan
bedak yang mengandung asam salisilat 1 % dengan tujuan protektif untuk mencegah
pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosi diberikan kompres
terbuka, kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik misal : salep kloramfenikol
2 %. 5
Oleh Karena insiden dan prevalensinya yang masih tinggi serta mudahnya
penularan, penting bagi dokter umum dapat segera mengenali dan mampu memberikan
terapi dan penatalaksaan yang adekuat

BAB II
LAPORAN KASUS

Kasus yang kami laporkan adalah seorang wanita berinisial Nona I berumur 21
tahun, dengan alamat di Jl. Gading Pesantren Blok I no 19 Malang, Suku bangsa Jawa
beragama Islam dengan nomor RM 108378xx yang kami periksa pada tanggal 7
September 2009.
Pasien datang dengan keluhan utama terdapat bintil-bintil nyeri dan gatal di
ketiak dan tangan kanan. Dilakukan autoanamnesa dengan riwayat penyakit sekarang
sebagai berikut: Bintil-bintil pada tangan muncul sejak 7 hari yang lalu. Bintil-bintil
tersebut awalnya muncul pada lengan atas kemudian 5 hari yang lalu bintil bintil juga
muncul didada kanan, lalu 3 hari yang lalu bintil-bintil juga muncul di ketiak dan lengan
atas bagian depan. Bintil-bintil pada awalnya tidak berisi cairan, lalu 1-2 hari kemudian
mulai muncul cairan jernih, lalu berubah keruh dan kemudian beberapa ada yang pecah.
Pasien juga mengeluh gatal dan nyeri pada tangan kanan sejak 7 hari yang lalu
bersamaan dengan munculnya bintil-bintil. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk setiap
waktu terutama saat memakai pakaian, nyeri tidak menjalar. Karena nyeri pasien sudah
berobat ke dokter 2 hari yang lalu dan diberikan 2 jenis obat (Kokodex dan Histapan)
selain itu juga diberikan bedak caladine cair. Karena dirasakan tidak ada perbaikan,
maka pasien datang ke poli kulit kelamin RSSA. Sebelum ruam muncul, pasien
mengeluhkan gejala masuk angin (pusing, mual, meriang) namun riwayat demam
disangkal. Riwayat sakit cacar air sebelumnya disangkal. Riwayat atopi (+)
Pemeriksaan fisik dilakukan pada saat itu juga dengan status dermatologis
sebagai berikut: Lokasi ruam pertama yaitu di regio ekstensor lengan kanan atas sisi
medioposterior, dengan distribusi ruam sesuai dermatome T2, efolesensi ruam
merupakan pustula bentuk bulat, batas tegas, ukuran 2 mm, jumlah multiple, disertai
krusta warna kehitaman. Lokasi ruam kedua

di regio thorax kanan, dengan distribusi

sesuai dermatome T2, didapatkan ruam dengan efloresensi pustula, dasar eritematus,
bentuk bulat, batas tegas, ukuran 2 mm, jumlah multiple, beberapa terdapat krusta
kehitaman. Lokasi ketiga :

di regio axilla kanan yang berdistribusi sesuai dermatome

T2 dengan efloresensi: vesikel berkelompok, dasar eritematus, permukaan mengkilap,


batas tegas, ukuran 3 mm, jumlah multiple, disertai krusta warna

kehitaman.

Sedangkan lokasi terakhir yaitu di regio ekstensor lengan kanan atas sisi medioanterior

berdistribusi

sesuai dermatome T2, dengan efloresensi ruam:

papula, dasar

eritematus, bentuk bulat, permukaan mengkilap, batas tegas, ukuran 2 mm, jumlah
multiple. Melalui pemeriksaan fisik didapatkan status generalis pasien dengan keadaaan
umum baik, pada regio kepala/leher tidak ditemukan kelainan, sedangkan pada regio
thorax dan abdomen tidak dilakukan pemeriksaan. Untuk regio ekstremitas, hasil
pemeriksaan sesuai dengan status dermatologis diatas. Untuk daerah genital tidak
dilakukan pemeriksaan dan dari higienitas pasien dapat dinilai baik.

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas dapat ditentukan beberapa
diagnosa banding, yaitu Herpes zoster, Varicela, dan Herpes simplek. Pemeriksaan
penunjang yang dapat mendukung penyataan diatas adalah Tzank test namun dalam
kasus ini tidak dilakukan. Adapun diagnose akgir pada pasien ini adalah Herpes zoster
Thoraxalis dextra. Diberikan terapi pengobatan sistemik berupa Acyclovir 5x800 mg/hr
selama 7 hari dan Asam mefenamat 2x500 mg/hr setiap nyeri. Prognosa pasien ini
adalah baik.
Untuk konseling, perlu diberitahukan beberapa hal yang perlu diperhatikan
pasien, antara lain; pasien harus menjaga higienitas pada daerah yang luka agar tidak
mudah terinfeksi, pasien juga diharapkan dapat menjaga ketahanan tubuh dengan
banyak istirahat dan makan makanan yang bergizi, selain itu perlu diberitahukan,
adanya kemungkinan pada penderita ini dapat terjadi post herpetic neuralgia (PHN).
PHN ini dapat berlangsung lama atau bahkan menetap seumur hidup, dan nyeri yang

timbul dapat sangat mengganggu kualitas hidup pasien. Oleh karena itu perlunya
dilakukan kontrol secara rutin untuk mengobati nyerinya.

BAB III
PEMBAHASAN
Herpes zoster merupakan suatu rash pada kulit yang disebabkan oleh varicellazoster virus (VZV), ditandai dengan ruam yang unilateral, nyeri dengan penyebarannya
sesuai dengan dermatom saraf. Varicella-zoster virus ini memiliki 2 sindrom yang
pertama yaitu infeksi primernya menyebabkan varicella (chickenpox) yang biasanya
sangat menular dan reaktivasi dari virus

ini yang laten pada ganglion dorsalis

menyebabkan zoster. Reaktivasi ini biasanya terjadi karena penurunan virus-specific


cell-mediated immune yang secara normal bisa disebabkan oleh proses penuaan atau
juga karena penyakit lain ataupun pemakaian obat-obatan yang menurunkan sistem
imun.3,4,5

Gambar 1. reaktivasi virus varicella zoster yang dorman pada spinal cord
(Disadur sesuai aslinya dari John Gnann W Jr.M.D., and Richard Whitley J. M.D. 2002)

Pada stadium prodormal dari herpes zoster, pasien biasanya mengeluh sakit
kepala, photophobia, dan malaise, jarang terjadi demam. Penyakit ini diawali oleh
perubahan sensasi kulit yang abnormal dan terlokalisasi, bervariasi dari gatal atau
kesemutan sampai nyeri hebat, yang mengawali ruam kulit selama 1 sampai 5 hari.
Nyeri biasanya muncul pada semua pasien dengan herpes zoster akut. Ruam

makulopapular yang eritematus berkembang menjadi vesikula yang jernih, kemudian 3


sampai 5 hari kemudian terjadi pustule, ulserasi dan krusta. Penyembuhan terjadi dalam
2 sampai 4 minggu, dan sering terjadi jaringan parut dan perubahan dari pigmentasi kulit
yang permanen. Erupsi kulit yang timbul unilateral dan tidak melewati garis tengah dari
tubuh.3,5 Pada pasien ini seorang wanita dengan usia 21 tahun datang dengan keluhan
utama bintil-bintil yang nyeri dan gatal pada ketiak dan lengan kanan atas. Nyeri terjadi
sejak 7 hari sebelum memeriksakan diri ke poli dengan riwayat cacar air sebelumnya
disangkal. Kemudian muncul ruam kulit yaitu papula yang selanjutnya menjadi vesikel
berisi cairan , berwarna mengkilap, bergerombol, dengan batas tegas, ukuran 3 mm.
selanjutnya berkembang menjadi pustule, beberapa diantaranya pecah sehingga
menimbulkan krusta berwarna kehitaman. Usia lesi pada 1 gerobolan sama dan
berbeda dengan gerombolan yang lain. Ruam yang muncul unilateral pada lengan
kanan dan tidak melewati garis tengah. Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik
terdapat kesesuaian antara teori dengan kasus pada herpes zoster sehingga
mendukung diagnosis dari herpes zoster yaitu herpes zoster thoraxalis 2 dextranyang
sesuai dengan dermatome saraf tersebut.

Gambar 2 diagram dermatome


(Disadur sesuai aslinya dari John Gnann W Jr.M.D., and Richard Whitley J. M.D. 2002)

Gambar 3 ruam kulit pada pasien Nn. I


Untuk menegakkan diagnosis bisa dilakukan tes Tzank, yaitu dengan mewarnai
spesimen dari lesi dengan giemsa untuk mendeteksi adanya multinucleated giant cell,
tetapi sulit membedakan dengan infeksi karena virus herpes dari tes ini. Bisa juga
dilakukan tes yang lebih sensitive dengan immunoassay dengan direct fluorescent
antibody (DFA) dari sel yang terinfeksi virus. Tetapi pada kasus ini tiak dilakukan tes-tes
tersebut karena dari pemeriksaan klinis sudah mengarah ke herpes zoster. 3,5
Terapi untuk herpes zoster meliputi kombinasi antara antiviral dengan obatobatan penghilang nyeri. Area yang terkena harus dijaga kebersihan dan tetap kering.
Penggunaan cream dan gel

harus dihindari karenan dapat meningkatkan infeksi

sekunder bakteri dan tidak direkomendasikan. Obat antiviral dapat menghentikan


multiplikasi virus varicella-zoster, meningkatkan penyembuhan, dan mengurangi
keparahan dan durasi dari nyeri. Tujuan utama terapi antiviral ini yaitu untuk mengurangi
resiko atau keparahan dari neuralgia postherpetik. Terapi antiviral dianjurkan pada
semua pasien herpes zoster dan sangat efektif jika diminum dalam 72 jam saat

munculnya ruam. Akhir-akhir ini antiviral masih efektif jika muncul ruam baru. Pada
pasien dengan penurunan sistem imun (HIV, Kanker) terapi antiviral direkomendasikan
walaupun gejala yang timbul lebih dari 72 jam sebelumnya. Tiga obat antiviral yang
digunakan seperti acyclovir, famciclovir, dan valacyclovir. Acyclovir merupakan obat
yang paling murah diantara tiga obat ini, tetapi dalam sehari diminum lebih sering.
Nyeri pada herpes zoster dan neuralgia postherpetik dapat sangat hebat,
sehingga obat antinyeri diberlukan secara rutin. Non narkotik biasanya digunakan
terlebih dahulu, jika diperlukan dipertimbangkan penggunaan antinyeri dari golongan
narkotik. Pada pasien yang mengalami neuralgia posherpetik perlu mengurangi nyeri
yang muncul dan mempertahankan kualitas hidup. Terapi yang diberikan yaitu trisiklik
antidepresan

dosis

rendah,

maupun

obat-obatan

narkotik

dan

antikonvulsan.

Penatalaksanaan pasien pada kasus ini yaitu diberikan acyclovir 5 x 400 mg, dengan
anti nyeri asam mefenamat 2 x 500mg penanganan pasien ini telah sesuai dengan teori
yang ada. Walaupun pemberian acyclovir disini dilakukan setelah 72 jam lesi timbul,
namun dengan usia pasien dewasa muda dengan status imun yang baik serta dengan
penanganan nyeri yang optimal, prognosis pada pasien ini adalah baik.6
Komplikasi yang sering timbul setelah episode herpes zoster yaitu postherpetic
neuralgia yang menimbulkan nyeri persisten sampai 6 bulan atau lebih, bisa juga timbul
herpes zoster generalisata. Semakin tua usia pasien resiko timbulnya neuralgia
postherpetik semakin tinggi, pada beberapa penelitian mengatakan dengan pemberian
antiviral yang tepat dapat mengurangi resiko timbulnya komplikasi ini, tetapi pada
beberapa penelitian mengatakan juga mengatakan penggunaan antiviral ini tidak
signifikan menurunkan resiko ini.3,4,7 Walaupun kemungkinannya kecil, pada pasien ini
kemungkinan timbulnya neuralgia postherpetik perlu diperhitungkan sehingga diperlukan
konseling agar pasien mengetahui resiko komplikasi yang akan terjadi.
Vaksinasi untuk mencegah herpes zoster telah tersedia hanya di US, Eropa, dan
Australia. Vaksin ini dapat mengurangi jumlah pasien yang berkembang menjadi herpes
zoster sekitar 50%, pada pasien dengan herpes zoster dapat mengurangi keparahan
penyakit dan durasi dari infeksi serta menurunkan resiko untuk komplikasi menjadi
neuralgia postherpetik. Pada pasien ini dianjurkan untuk menjaga higienitas dan
ketahanan tubuhnya dengan hidup sehat dan dan makan bergizi sehingga dapat
menurunkan

keparahan

dan

durasi dari

penyakit,

serta

tidak diperkenankan

menggunakan salep atau obat/agen yang menyebabkan/memudahkan iritasi dan infeksi


sekunder pada lesi.3

BAB IV
RINGKASAN
1. Herpes Zoster adalah penyakit neurodermal yang disebabkan oleh adanya
reaktivasi dari virus varicella zoster yang dorman pada ganglion dorsalis.
2. Insiden terbanyak dari herpes zoster terjadi pada usia dewasa, jarang pada
anak-anak.
3. Telah dibahas pasien Nn. I dengan keluhan nyeri dan gatal pada lengan kanan
disertai papulovesikopustulosa yang sesuai dengan dermatome saraf, dari
anamnesa dan pemeriksaan fisik sesuai dengan diagnose herpes zoster
thoraxalis dextra.
4. Terapi yang diberikan pada pasien adalah anti viral (acyclovir) dan anti nyeri
(asam mefenamat) yang telah sesuai dengan panduan terapi penyakit ini,
dengan prognosis pasien pada kasus adalah baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta, Indonesia:
Penerbit buku kedokteran EGC. 2002:84
2. Moon JE, Hopenthal DR. Herpes Zoster. Emedicine medscape 2009;8-9
3. Gnann ,John W Jr.M.D., and Whitley,Richard J. M.D. Clinical Practice:Herpes
Zoster. NEJM 2002;347:340-346.
4. Straus Stephen E, Oxman Michael N, Schmader Kenneth. Varicella & Herpes
Zoster. Dalam Dermatology In General Medicine (Fitzpatricks) 7 Edition. Mc
Graw Hill: USA 2003;p: 1885-1898.
5. Helgason S, Petursson Gunnar, Gudmundsson S, Sigurdsson Johann A.
General Practice: Prevalence Of Postherpetic Neuralgia After A First Episode Of
Herpes Zoster: Prospective Study With Long Term Follow Up.BMJ 2000;321:724
6. James William D,MD, Berger Timothy G,MD, Elston Dirk M,MD.. Andrews
Diseases Of The Skin Clinical Dermatology. Imprint of Elsevier inc:Canada 2006;
p:379-384
7. Johnson,Robert W. Herpes Zoster Predicting And Minimizing The Impact Of
Postherpetic Neuralgia. Journal Of Antimicrobial Chemotherapy 2001;47: 1-8
8. Tyring SK,Beutner KR,Tucker BA,Anderson WC,Crooks RJ.. Antiviral therapy for
herpes zoster. Medline 2000;9:863-869.
9. Tyring SK. Management Of Herpes Zoster And Postherpetic Neuralgia.Medline
2007;57:S136-42

Anda mungkin juga menyukai