HERPES ZOSTER
Oleh:
Aina Angelina
0310710010
I G. N. Agung T. E
0310710076
Pembimbing:
Dr. Arif Widiatmoko,SpKK
BAB I
PENDAHULUAN
mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap selama 2 3 minggu. Mukosa
dapat terjangkit dalam bentuk seperti sariawan, erosi datar dan ulkus.3
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa dengan tes tzank
dengan cara membuat sediaan hapus yang diwarnai dengan Giemsa. Bahan diambil
dari kerokan dasar vesikel dan akan didapati sel datia berinti banyak. Namun tes ini
tidak dapat membedakan antara lesi akibat herpes zoster dengan herpes simpleks.
Virus Varicella-zoster dapat dikultur dengan baik, namun ini jarang dilakukan karena
tidak praktis dan virus tumbuh secara lambat. Immunofloresensi direk dapat
membedakan infeksi akibat varisela zoster dengan akibat herpes simplek.4,5
Tujuan terapi pada Herpez Zoster adalah untuk mempersingkat gejala klinis,
mengatasi rasa nyeri, mencegah komplikasi dan mengurangi insiden neuralgia pasca
herpetic. Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya diberikan
analgetik seperti asam mefenamat, antalgin dll. Jika disertai infeksi sekunder diberikan
antibiotik. Pada individu yang beresiko tinggi terjadi reaktivasi dari virus varicela zoster,
pemberian terapi antiviral per oral dapat menurunkan insiden terjadinya Herpes Zoster.
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan
bedak yang mengandung asam salisilat 1 % dengan tujuan protektif untuk mencegah
pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosi diberikan kompres
terbuka, kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik misal : salep kloramfenikol
2 %. 5
Oleh Karena insiden dan prevalensinya yang masih tinggi serta mudahnya
penularan, penting bagi dokter umum dapat segera mengenali dan mampu memberikan
terapi dan penatalaksaan yang adekuat
BAB II
LAPORAN KASUS
Kasus yang kami laporkan adalah seorang wanita berinisial Nona I berumur 21
tahun, dengan alamat di Jl. Gading Pesantren Blok I no 19 Malang, Suku bangsa Jawa
beragama Islam dengan nomor RM 108378xx yang kami periksa pada tanggal 7
September 2009.
Pasien datang dengan keluhan utama terdapat bintil-bintil nyeri dan gatal di
ketiak dan tangan kanan. Dilakukan autoanamnesa dengan riwayat penyakit sekarang
sebagai berikut: Bintil-bintil pada tangan muncul sejak 7 hari yang lalu. Bintil-bintil
tersebut awalnya muncul pada lengan atas kemudian 5 hari yang lalu bintil bintil juga
muncul didada kanan, lalu 3 hari yang lalu bintil-bintil juga muncul di ketiak dan lengan
atas bagian depan. Bintil-bintil pada awalnya tidak berisi cairan, lalu 1-2 hari kemudian
mulai muncul cairan jernih, lalu berubah keruh dan kemudian beberapa ada yang pecah.
Pasien juga mengeluh gatal dan nyeri pada tangan kanan sejak 7 hari yang lalu
bersamaan dengan munculnya bintil-bintil. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk setiap
waktu terutama saat memakai pakaian, nyeri tidak menjalar. Karena nyeri pasien sudah
berobat ke dokter 2 hari yang lalu dan diberikan 2 jenis obat (Kokodex dan Histapan)
selain itu juga diberikan bedak caladine cair. Karena dirasakan tidak ada perbaikan,
maka pasien datang ke poli kulit kelamin RSSA. Sebelum ruam muncul, pasien
mengeluhkan gejala masuk angin (pusing, mual, meriang) namun riwayat demam
disangkal. Riwayat sakit cacar air sebelumnya disangkal. Riwayat atopi (+)
Pemeriksaan fisik dilakukan pada saat itu juga dengan status dermatologis
sebagai berikut: Lokasi ruam pertama yaitu di regio ekstensor lengan kanan atas sisi
medioposterior, dengan distribusi ruam sesuai dermatome T2, efolesensi ruam
merupakan pustula bentuk bulat, batas tegas, ukuran 2 mm, jumlah multiple, disertai
krusta warna kehitaman. Lokasi ruam kedua
sesuai dermatome T2, didapatkan ruam dengan efloresensi pustula, dasar eritematus,
bentuk bulat, batas tegas, ukuran 2 mm, jumlah multiple, beberapa terdapat krusta
kehitaman. Lokasi ketiga :
kehitaman.
Sedangkan lokasi terakhir yaitu di regio ekstensor lengan kanan atas sisi medioanterior
berdistribusi
papula, dasar
eritematus, bentuk bulat, permukaan mengkilap, batas tegas, ukuran 2 mm, jumlah
multiple. Melalui pemeriksaan fisik didapatkan status generalis pasien dengan keadaaan
umum baik, pada regio kepala/leher tidak ditemukan kelainan, sedangkan pada regio
thorax dan abdomen tidak dilakukan pemeriksaan. Untuk regio ekstremitas, hasil
pemeriksaan sesuai dengan status dermatologis diatas. Untuk daerah genital tidak
dilakukan pemeriksaan dan dari higienitas pasien dapat dinilai baik.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas dapat ditentukan beberapa
diagnosa banding, yaitu Herpes zoster, Varicela, dan Herpes simplek. Pemeriksaan
penunjang yang dapat mendukung penyataan diatas adalah Tzank test namun dalam
kasus ini tidak dilakukan. Adapun diagnose akgir pada pasien ini adalah Herpes zoster
Thoraxalis dextra. Diberikan terapi pengobatan sistemik berupa Acyclovir 5x800 mg/hr
selama 7 hari dan Asam mefenamat 2x500 mg/hr setiap nyeri. Prognosa pasien ini
adalah baik.
Untuk konseling, perlu diberitahukan beberapa hal yang perlu diperhatikan
pasien, antara lain; pasien harus menjaga higienitas pada daerah yang luka agar tidak
mudah terinfeksi, pasien juga diharapkan dapat menjaga ketahanan tubuh dengan
banyak istirahat dan makan makanan yang bergizi, selain itu perlu diberitahukan,
adanya kemungkinan pada penderita ini dapat terjadi post herpetic neuralgia (PHN).
PHN ini dapat berlangsung lama atau bahkan menetap seumur hidup, dan nyeri yang
timbul dapat sangat mengganggu kualitas hidup pasien. Oleh karena itu perlunya
dilakukan kontrol secara rutin untuk mengobati nyerinya.
BAB III
PEMBAHASAN
Herpes zoster merupakan suatu rash pada kulit yang disebabkan oleh varicellazoster virus (VZV), ditandai dengan ruam yang unilateral, nyeri dengan penyebarannya
sesuai dengan dermatom saraf. Varicella-zoster virus ini memiliki 2 sindrom yang
pertama yaitu infeksi primernya menyebabkan varicella (chickenpox) yang biasanya
sangat menular dan reaktivasi dari virus
Gambar 1. reaktivasi virus varicella zoster yang dorman pada spinal cord
(Disadur sesuai aslinya dari John Gnann W Jr.M.D., and Richard Whitley J. M.D. 2002)
Pada stadium prodormal dari herpes zoster, pasien biasanya mengeluh sakit
kepala, photophobia, dan malaise, jarang terjadi demam. Penyakit ini diawali oleh
perubahan sensasi kulit yang abnormal dan terlokalisasi, bervariasi dari gatal atau
kesemutan sampai nyeri hebat, yang mengawali ruam kulit selama 1 sampai 5 hari.
Nyeri biasanya muncul pada semua pasien dengan herpes zoster akut. Ruam
munculnya ruam. Akhir-akhir ini antiviral masih efektif jika muncul ruam baru. Pada
pasien dengan penurunan sistem imun (HIV, Kanker) terapi antiviral direkomendasikan
walaupun gejala yang timbul lebih dari 72 jam sebelumnya. Tiga obat antiviral yang
digunakan seperti acyclovir, famciclovir, dan valacyclovir. Acyclovir merupakan obat
yang paling murah diantara tiga obat ini, tetapi dalam sehari diminum lebih sering.
Nyeri pada herpes zoster dan neuralgia postherpetik dapat sangat hebat,
sehingga obat antinyeri diberlukan secara rutin. Non narkotik biasanya digunakan
terlebih dahulu, jika diperlukan dipertimbangkan penggunaan antinyeri dari golongan
narkotik. Pada pasien yang mengalami neuralgia posherpetik perlu mengurangi nyeri
yang muncul dan mempertahankan kualitas hidup. Terapi yang diberikan yaitu trisiklik
antidepresan
dosis
rendah,
maupun
obat-obatan
narkotik
dan
antikonvulsan.
Penatalaksanaan pasien pada kasus ini yaitu diberikan acyclovir 5 x 400 mg, dengan
anti nyeri asam mefenamat 2 x 500mg penanganan pasien ini telah sesuai dengan teori
yang ada. Walaupun pemberian acyclovir disini dilakukan setelah 72 jam lesi timbul,
namun dengan usia pasien dewasa muda dengan status imun yang baik serta dengan
penanganan nyeri yang optimal, prognosis pada pasien ini adalah baik.6
Komplikasi yang sering timbul setelah episode herpes zoster yaitu postherpetic
neuralgia yang menimbulkan nyeri persisten sampai 6 bulan atau lebih, bisa juga timbul
herpes zoster generalisata. Semakin tua usia pasien resiko timbulnya neuralgia
postherpetik semakin tinggi, pada beberapa penelitian mengatakan dengan pemberian
antiviral yang tepat dapat mengurangi resiko timbulnya komplikasi ini, tetapi pada
beberapa penelitian mengatakan juga mengatakan penggunaan antiviral ini tidak
signifikan menurunkan resiko ini.3,4,7 Walaupun kemungkinannya kecil, pada pasien ini
kemungkinan timbulnya neuralgia postherpetik perlu diperhitungkan sehingga diperlukan
konseling agar pasien mengetahui resiko komplikasi yang akan terjadi.
Vaksinasi untuk mencegah herpes zoster telah tersedia hanya di US, Eropa, dan
Australia. Vaksin ini dapat mengurangi jumlah pasien yang berkembang menjadi herpes
zoster sekitar 50%, pada pasien dengan herpes zoster dapat mengurangi keparahan
penyakit dan durasi dari infeksi serta menurunkan resiko untuk komplikasi menjadi
neuralgia postherpetik. Pada pasien ini dianjurkan untuk menjaga higienitas dan
ketahanan tubuhnya dengan hidup sehat dan dan makan bergizi sehingga dapat
menurunkan
keparahan
dan
durasi dari
penyakit,
serta
tidak diperkenankan
BAB IV
RINGKASAN
1. Herpes Zoster adalah penyakit neurodermal yang disebabkan oleh adanya
reaktivasi dari virus varicella zoster yang dorman pada ganglion dorsalis.
2. Insiden terbanyak dari herpes zoster terjadi pada usia dewasa, jarang pada
anak-anak.
3. Telah dibahas pasien Nn. I dengan keluhan nyeri dan gatal pada lengan kanan
disertai papulovesikopustulosa yang sesuai dengan dermatome saraf, dari
anamnesa dan pemeriksaan fisik sesuai dengan diagnose herpes zoster
thoraxalis dextra.
4. Terapi yang diberikan pada pasien adalah anti viral (acyclovir) dan anti nyeri
(asam mefenamat) yang telah sesuai dengan panduan terapi penyakit ini,
dengan prognosis pasien pada kasus adalah baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta, Indonesia:
Penerbit buku kedokteran EGC. 2002:84
2. Moon JE, Hopenthal DR. Herpes Zoster. Emedicine medscape 2009;8-9
3. Gnann ,John W Jr.M.D., and Whitley,Richard J. M.D. Clinical Practice:Herpes
Zoster. NEJM 2002;347:340-346.
4. Straus Stephen E, Oxman Michael N, Schmader Kenneth. Varicella & Herpes
Zoster. Dalam Dermatology In General Medicine (Fitzpatricks) 7 Edition. Mc
Graw Hill: USA 2003;p: 1885-1898.
5. Helgason S, Petursson Gunnar, Gudmundsson S, Sigurdsson Johann A.
General Practice: Prevalence Of Postherpetic Neuralgia After A First Episode Of
Herpes Zoster: Prospective Study With Long Term Follow Up.BMJ 2000;321:724
6. James William D,MD, Berger Timothy G,MD, Elston Dirk M,MD.. Andrews
Diseases Of The Skin Clinical Dermatology. Imprint of Elsevier inc:Canada 2006;
p:379-384
7. Johnson,Robert W. Herpes Zoster Predicting And Minimizing The Impact Of
Postherpetic Neuralgia. Journal Of Antimicrobial Chemotherapy 2001;47: 1-8
8. Tyring SK,Beutner KR,Tucker BA,Anderson WC,Crooks RJ.. Antiviral therapy for
herpes zoster. Medline 2000;9:863-869.
9. Tyring SK. Management Of Herpes Zoster And Postherpetic Neuralgia.Medline
2007;57:S136-42