Anda di halaman 1dari 7

HAK KAUM DISABILITAS DALAM MEMPEROLEH AKSES PEKERJAAN

DI INDONESIA

Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, karena


manusia selain diberikan nafsu juga dikaruniai akal untuk berfikir. Tuhan
merupakan pencipta yang luar biasa, apapun ciptaan-Nya mempunyai nilai dan
hikmah yang terkandung makna didalamnya. Keadaan ini tidak dapat dijadikan
sebuah alat pembenaran untuk mendiskreditkan penyandang disabilitas dan tidak
mensejajarkan mereka dengan warga lainnya dalam segala aspek kehidupan, baik
dalam aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya. Setiap orang mempunyai harkat
dan martabat yang sama. Begitupun dengan keadaan disabilitas merupakan sebuah
fakta ilahi.
Tetapi pada kenyataannya, kaum disabilitas ini seperti terpinggirkan hak
dan keadilannya, mereka seperti termaljinalkan dalam segala aspek kehidupan.
Menurut data SUSENAS (survey sosial ekonomi nasional) pada tahun 2012
penduduk Indonesia yang menyandang disabilitas mencapai 2,45%.1 Merekapun
memiliki Hak Asasi Manusia yang sama seperti manusia pada umumnya.
Berbicara tentang Hak Asasi Manusia (HAM), sebenarnya masalah HAM
sudah disinggung oleh para Founding Fathers kita. Hal ini, walaupun tidak
disebutkan secara eksplisit, sebagai mana termaktub dalam Alinea ke-1
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI
1945), yang menyatakan: Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala
bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena
tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan perikeadilan, demikian pula dalam
pasal 28 huruf A sampai huruf J UUD NRI 1945 telah mengatur mengenai hak
asasi manusia.
Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa sesungguhnya negara Indonesia
sudah mengakui eksistensi adanya HAM sejak dahulu. HAM adalah hak sebagai
anugerah yang melekat pada diri manusia, yang bersifat kodrati, universal dan

http://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin_disabilitas.
pdf diakses tanggal 10 April 2016, Pukul. 11.17. hal. 2

abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia.2 Hak itu meliputi hak untuk
hidup, hak bebas mengeluarkan pendapat, hak mendapat perlakuan adil, hak
memperoleh perlindungan, hak mendapatkan pekerjaan yang layak, hak
memperoleh pendidikan, dan lain sebagainya.
Jika kita telaah kembali dasar pembentukan hak asasi manusia, dimana
sejak lahir setiap manusia memiliki hak yang utama dan melekat yang
dianugerahkan oleh Tuhan untuk memenuhi kebutuhan lahir dan batinnya, maka
tidak seorangpun berhak untuk mendiskriminasi atau mencabutnya. HAM
merupakan hak rakyat/the rights of people.3 Hanya dengan landasan hukum
konstitusional yang adil dan benar lewat proses legal, maka pencabutan dapat
dibenarkan baik untuk sementara maupun seterusnya. Pernyataan setiap manusia
mempunyai arti, bahwa hal ini berlaku tidak hanya untuk manusia normal pada
umumnya tetapi juga berlaku untuk manusia yang mempunyai kekurangan fisik
atau biasa disebut dengan disabilitas. Kebutuhan penyandang disabilitas tidak
hanya mencakup diterimanya hak untuk hidup atau sebagainya tetapi juga hak
untuk mendapatkan pekerjaan yang layak sama seperti orang pada umumnya.
Dalam era modern dan globalisasi ini, Internasionalisasi kerja global sudah
tidak bisa untuk dihindari lagi. Mau tidak mau, siap tidak siap, inilah sebuah
kebijakan politik yang harus kita hadapi. Bagaimana dengan kesempatan kaum
disabilitas, bisakah mereka bersaing dengan sumber daya manusia lainnya
sehingga mempunyai hak dan kedudukan yang sejajar. Mungkinkah kaum
disabilitas mendapatkan akses khusus perguruan tinggi sehingga mendapatkan
pendidikan yang lebih baik dan akan lebih siap dalam menghadapi dunia kerja.

Faisal, Menerobos Positivisme Hukum, ctk. Kedua, Gramata Publishing, Jakarta, 2012,
hal. 122. Baca pula Bahder Johan Nasution, Negara Hukum Dan hak Asasi Manusia, Mandar
Maju, Bandung, 2014, hal. 130. Menurut Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia HAM adalah
hak untuk kebebasan dan persamaan dalam derajat yang diperoleh sejak lahir serta tidak dapat
dicabut dari seseorang. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM memberikan
pengertian sebagai hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan
langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan,
dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.
3

Effendri Mahsyur dan Taufani S. Evandri, HAM dalam Dimensi/Dinamika Yuridis, Sosial,
Politik, dan Proses Penyusunan/Aplikasi Ha-kham (Hukum Hak Asasi Manusia) dalam
masyarakat, ed. Revisi, Ghalia Indonesia, Bogor, 2007, hal.79.

Suatu kenyataan hidup bahwa manusia merupakan mahluk sosial zoon


politicon. Artinya manusia disamping memenuhi kebutuhan sebagai individu,
juga manusia memerlukan orang lain sebagai mahluk sosial. Sebelum digunakan
istilah difable (differently abled people) atau yang sekarang dikenal sebagai
disabilitas, dahulu digunakanlah istilah penyandang cacat yang menurut pasal 1
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat, pengertiannya
adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat
mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan
secara selayaknya, yang terdiri dari :
a. penyandang cacat fisik;
b. penyandang cacat mental;
c. penyandang cacat fisik dan mental4
Kelompok disabilitas merupakan suatu problematika yang jarang mendapat
perhatian dari pemerintah maupun dari masyarakat sendiri. Banyak sekali
diskriminasi bagi kaum difabel, contoh kecil mengenai lapangan pekerjaan dan
pendidikan. Kondisi yang seperti ini membuat kelompok difabel menjadi sangat
rentan dengan garis kemiskinan. Penyandang disabilitas membutuhkan perhatian
dari pemerintah, khusunya dalam hal akses pekerjaan. Menurut data Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2010 pada 24 provinsi di Indonesia, terdapat 1.235.320 (satu
juta dua ratus tiga puluh lima ribu tiga ratus dua puluh) orang penyandang
disabilitas, yang terdiri dari 687.020 (enam ratus delapan puluh tujuh ribu dua
puluh) orang penyandang disabilitas laki-laki, dan 548.300 (lima ratus empat
puluh delapan ribu tiga ratus) orang perempuan. Sebagian besar dari mereka tidak
tamat sekolah dasar sebesar 58,9 % (lima puluh delapan koma sembilan persen),
dan berpendidikan sekolah dasar sebesar 28,1 % (dua puluh delapa koma satu
persen), yang dapat ditarik kesimpulan bahwa pada umumnya pendidikan
penyandang disabilitas masih rendah. Dengan pendidikan yang masih rendah,
ditambah dengan masih banyak penandang disabilitas yang tidak mempunyai
keterampilan, membuat para penyandang disabilitas sulit untuk mendapatkan

pekerjaan.5 Data-data ini kembali menunjukkan kurang perhatiannya negara


dalam memenuhi hak-hak warga difabel khususnya dalam bidang pekerjaan dan
pendidikan.
Pengakuan atas HAM sebagai ciri negara hukum pun semakin diperkuat
kedudukannya ke dalam UUD NRI Tahun 1945.6 Tidak hanya itu, Indonesia pun
telah meratifikasi Convention on the Rights of Persons with Disabilities yaitu
konvensi tentang hak-hak difabel atau penyandang disabilitas oleh PBB dalam
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011. Ini menjadi
dasar hukum yang kuat mengenai terjaminnya hak-hak kelompok disabilitas.
Sebelum itu hak-hak kaum disabilitas sudah terjamin di dalam Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Tetapi materi pokok UndangUndang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat masih bersifat kurang
memihak, hal ini dirasa bertolak belakang terhadap tujuan dari perlindungan
penyandang disabilitas yaitu menyangkut tentang kesetaraan aksesibilitas dan
kesempatan. Bahwa untuk memperoleh pendidikan, pekerjaan penyandang cacat
disesuaikan dengan derajat kecacatannya.7 Kemudian juga tercantum dalam Pasal
42 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang berbunyi : "Setiap
warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental berhak
memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya
negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat
kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara".
Pemerintah sesuangguhnya telah membuat peraturan tentang hak kaum
disabilitas untuk dapat bekerja dalam sebuah perusahaan negara ataupun swasta.
Tercantum dalam pasal 14 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 bahwa,
perusahaan negara dan swasta memberikan kesempatan dan perilakuan yang sama
kepada penyandang cacat dengan mempekerjakan penyandang cacat di
perusahaannya sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan

http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78004/potongan/S2-2015-338805chapter1.pdf. diakses tanggal 12 April 2016, pukul 23.51 wib.


6
Pasal 28A sampai 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
7
Pasal 11, 12, 13 dan 14 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3670).

kemampuannya, yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan dan/atau


kualifikasi perusahaan. Bahkan dijelaskan dalam lembaran penjelasannya jika
perusahaan harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang
cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan,
untuk setiap 100 (seratus) orang karyawan. Perusahaan yang menggunakan
teknologi tinggi harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang
penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang
bersangkutan walaupun jumlah karyawannya kurang dari 100 (seratus) orang.
Tetapi implementasiya tidak nampak seperti itu, banyak perusahaan-perusaan
walaupun sudah ada keharusan memberikan 1% karyawan untuk penyandang
disabilitas, tidak mematuhi seperti aturan yang sudah ditetapkan.
Menjadi sebuah perhatian penting untuk perusahaan memberikan akses
kepada para penyandang disabilitas, dikarenakan terdapat ancaman hukuman atas
pelanggaran ketentuan ini sebagaimana bunyi Pasal 28, Barang siapa dengan
sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 14 diancam dengan
pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau pidana denda setinggitingginya Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Lalu ditegaskan pula dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dalam pasal 5,
Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi
untukmemperoleh pekerjaan. Apa yang menjadi penyebab ini semua, apakah
karena mereka mempunyai kekurangan sehingga dianggap tidak dapat bekerja
seperti orang pada umumnya.8
Sumber Daya Manusia (SDM) adalah potensi dari manusia yang dapat
digunakan untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai dan bermanfaat. SDM
mempunyai sebuah tujuan dan tahap-tahapan sehingga akan tercapai sumber daya
manusia yang berkelanjutan. Kemudian bagaimana dengan peran dan hak
penyandang cacat (disabilitas) dalam SDM yang berkualitas.
Seorang difabel dari Yogyakarta yang bernama Triyono telah memberikan
sebuah inspirasi yang patut kita berikan apresiasi, setelah ditolak menjadi
pengemudi ojek online dengan alasan keterbatasan fisiknya yang dianggap tidak

http://www.republika.co.id/berita/koran/hukum-koran/15/03/12/nl37g822-perusahaanpekerjakan-difabel-masih-minim Diakses tanggal 3 April 2016 pukul 01.17 wib

memenuhi standar pengemudi yang dicari oleh penyedia layanan ojek online
itu, beliau tidak putus asa ataupun menyerah. Triyono lantas mendirikan sebuah
sistem ojek sendiri, ini menjadi sebuah contoh bahwa kelompok disabilitas atau
penyandang cacatpun

bisa berprestasi dan sejajar dengan orang-orang pada

umumnya.9
Gambaran tersebut membuktikan bahwa sebenarnya kelompok disabilitas
mempunyai potensi dan kemampuan yang sama dengan manusia yang lainnya.
Mereka memiliki kemampuan untuk bekerja, sama halnya dengan kita. Hanya
mungkin membutuhkan peran lebih dari pemerintah dan masyarakat sendiri untuk
dapat mengembangkan dan membantu saudara-saudara kita yang mempunyai
kebutuhan khusus. Sehingga mereka lebih bisa menggali potensi yang dimiliki
agar nantinya menghasilkan suatu SDM yang berkualitas dan berkelanjutan.
Kaum disabilitas merupakan kelompok yang mempunyai kedudukan yang
sejajar atau setara sama dengan manusia pada umumnya, meskipun mereka
mempunyai kekurangan, namun tidak berarti kita boleh mendiskreditkan dan
mendiskriminasi mereka. Mereka mempunyai hak yang sama. Ada beberapa saran
dan solusi yang mungkin dapat ditawarkan berikut ini :
1. Menegakkan terhadap peraturan dan memberikan sanksi jika ada
perusahaan yang tidak menerapkan atau mengikuti aturan itu ditindak
secara tegas;
2. Pemerintah wajib memberikan sarana dan fasilitas khusus bagi penyadang
disabilitas baik itu berupa pelayanan publik atau sebagainya;
3. Membuat Perguruan Tinggi khusus untuk penyandang disabilitas agar
mendapatkan pendidikan dan keterampilan yang lebih baik sehingga
menjadi sumber daya manusia yang berkualitas;
4. Membuat sertifikasi pelatihan keahlian sehingga penyandang disabilitas
akan benar-benar menjadi sumber daya yang unggul;
5. Pemerintah wajib membekali beragam keterampilan untuk penyandang
disabilitas mulai dari tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah ke
atas sehingga difabel mempunyai keterampilan dan keahlian;
6. Kemudian memberikan pemahaman dan penyuluhan kepada orang tua
penyandang disabilitas agar tidak malu dan mendukung penuh agar
putranya bisa berprestasi dan sejajar dengan yang lainnya.

http//regional.kompas.com/read/2016/03/11/06300071/Ditolak.Jadi.Pengemudi.Ojek.
Online.Triyono.Bikin.Ojek.Kaum.Difabel?page=all. Diakses tanggal 11 April 2016 pukul 23.20

Daftar Pustaka
Buku
Bahder Johan Nasution. 2014. Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia. Mandar
Maju. Bandung.
Faisal. 2012. Menerobos Positivisme Hukum. Gramata Publishing. Jakarta.
Mahsyur Effendri dan Taufani S. Evandri. 2007. HAM dalam Dimensi/Dinamika
Yuridis, Sosial, Politik, dan Proses Penyusunan/Aplikasi Ha-kham (Hukum
Hak Asasi Manusia) dalam masyarakat. Ghalia Indonesia. Bogor.
Peraturan Perundang-Undang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakejaan.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention On The
Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak
Penyandang Disabilitas)
Internet
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2014. Penyandang
Disabilitas.JurnalOnline,hal.2.http://www.kemkes.go.id/resources/download
/pusdatin/infodatin/infodatin_disabilitas.pdf. (diakses tanggal 10 April 2016,
Pukul. 11.17 wib)
http://www.republika.co.id/berita/koran/hukum-koran/15/03/12/nl37g822perusahaan-pekerjakan-difabel-masih-minim (diakses tanggal, 13 April
2016 pukul 01.17 wib)
http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78004/potongan/S2-2015-338805chapter1.pdf. (diakses tanggal 12 April 2016, pukul 23.51 wib).
Wijaya Kusuma, Ditolak Jadi Pengemudi Ojek "Online", Triyono Bikin Ojek
Kaum
Difabel,
http//regional.kompas.com/read/2016/03/11/06300071/Ditolak.Jadi.Pengem
udi.Ojek.Online.Triyono.Bikin.Ojek.Kaum.Difabel?page=all.
(Diakses
tanggal 11 April 2016 pukul 23.20 wib)

Anda mungkin juga menyukai