FRAKTUR FEMUR
INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUD NGUDI WALUYO BLITAR
DEPARTEMEN SURGICAL
Oleh:
FARIDA LAKSITARINI
150070300011011
PROFESI NERS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
gangguan
metabolisme
(osteoporosis),
tumor
maupun
infeksi
(Tambayong, Jan, 2000). Fraktur tulang spontan yaitu terjadinya patah tulang
akibat adanya trauma yang adekuat. Sedangkan fraktur patologis terjadi jika
tulang patah di daerah yang lemah karena mengalami osteoporosis, tumor,
baik itu jinak maupun ganas atau karena infeksi akibat trauma yang tidak
adekuat (Sjamsuhidajat, 2004).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang dan didefinisikan
berdasarkan tipe dan luas fraktur. Dan terjadi karena tulang mengalami stress
lebih besar daripada yang dapat diserap. Fraktur disebabkan oleh pukulan
langsung (direct blows), kekuatan yang bisa menghancurkan (crushing
forces), gerakan memutar tiba-tiba (sudden twisting motions), kontraksi otot
yang ekstrim (extreme muscle contractions). Ketika tulang rusak, struktur
yang berada di dekatnya juga terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan
lunak, pedarahan ke dalam otot dan sendi, dislokasi sendi, pecah tendon,
saraf terputus, dan pembuluh darah rusak. Organ tubuh juga dapat terluka
disebabkan oleh kekuatan fraktur atau oleh fragmen di fraktur (Smeltzer C. S
dan Bare Brenda, 2003).
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang
dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi
tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis (Gibson, John, 2003).
KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR
Berdasarkan tempat
Fraktur humerus, tibia, clavicula, femur, dan cruris dst.
Berdasarkan luas dan garis fraktur
Fraktur dibagi menjadi dua yaitu fraktur komplit (garis patah melalui
seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang) dan
fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis
penampang tulang).
Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah:
Fraktur comminuted (garis patah lebih
dari
satu
dan
saling
berhubungan), fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan), fraktur Multipel (garis patah lebih dari satu tapi pada
g. Abnormal ROM.
Membutuhkan tulang yang utuh untuk otot menarik dan membuat
gerakan. Jika fraktur terjadi di dekat sendi, pembengkakan mungkin
membatasi ROM (Keogh J Jakson D dan Digulio, 2007).
Fraktur humerus paling sering pada:
a. Collumna chirugicum,
PENATALAKSANAAN FRAKTUR
1) Penalataksanaan awal
Sebelum dilakukan pengobatan pada satu fraktur, maka diperlukan.
a. Pertolongan pertama
Menutup luka dengan verban bersih dan imobilisasi fraktur pada
anggota gerak yang terkena agar penderita merasa nyaman dan
mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan ambulans.
b. Penilaian klinis
Perlu dilakukan penilaian klinis, apakah luka itu tembus tulang,
adakah trauma pembuluhdarah / saraf ataukah trauma lainnya.
c. Resusitasi
Kebanyakan penderita fraktur multiple tiba di rumah sakit dengan
syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada
frakturnya sendiri, berupa pemberian transfuse darah dan cairan
lainnya.
d. Penatalaksanaan ortopedi / Pembedahan
Definisi Pembedahan
Pembedahan adalah penyembuhan penyakit dengan jalan
memotong, mengiris anggota tubuh yang sakit. Pembedahan
yaitu
pembedahan
menurut
faktor
resiko
yang
atau sirkumsisi.
Mayor
Merupakan pembedahan yang dapat menimbulkan trauma fisik
yang luas, resiko kematian yang sangat serius. Contoh dari
pembedahan mayor adalah laparotomi total, bedah caesar,
yang
harus
segera
dilakukan
untuk
pasien.
Elektif
Prosedur bedah yang bisa direncanakan dan tidak terlalu
penting.
Konsep General Aenesthesia
1. Definisi General Aenesthesia
Kata anestesi ditemukan oleh Oliver Wendell Holmes yang
artinya menggambarkan keadaan tidak sadar sementara karena
obat yang dimasukkan ke dalam tubuh yang bertujuan untuk
menghilangkan rasa nyeri selama pembedahan (Latief, 2002).
General Aenesthesia adalah anestesi yang dilakukan dengan
memblok pusat kesadaran otak untuk menghilangkan kesadaran,
menimbulkan relaksasi dan hilangnya rasa. Metode pemberian
anestesia umum adalah dengan inhalasi dan intravena. Semua
zat general aenesthesia menghambat susunan saraf secara
bertahap, mula-mula fungsi yang kompleks akan dihambat dan
yang paling akhir adalah medula oblongata yang mengandung
pusat vasomotor dan pusat pernapasan yang vital. General
aenesthesia dapat menekan pernapasan yang pada anestesi
dalam terutama ditimbulkan oleh halotan, enfluran dan isofluran.
Efek ini paling ringan pada N2O dan eter (Dobson, 1994).
Antikolinergik untuk menghindari hipersekresi bronkus dan
kelenjar liur terutama pada anestesia inhalasi. Obat yang dapat
digunakan misalnya sulfas atropin dan skopolamin.
2. Tahapan General Aenesthesia
Guedel (dalam Smeltzer & Bare 2001) membagi stadium general
aenesthesia menjadi 4 tahap yaitu:
sadar
tetapi
sempurna.
Tingkat 2: pernapasan teratur tapi kurang dalam dibandingkan
dengan tingkat 1, bola mata tidak bergerak, pupil mulai melebar
relaksasi otot sedang, refleks laring hilang sehinggadapat
dikerjakan intubasi.
Tingkat 3: pernapasan perut lebih nyata dari pada pernapasan
dada
karena otot intercostal mulai mengalami paralisis, relaksasi otot
lurik
sempurna, pupil lebih lebar tapi belum maksimal.
Tingkat 4: pernapasan perut sempurna karena kelumpuhan otot
interkostal sempurna, tekanan darah mulai menurun, pupil
sangat lebar dan refleks cahaya hilang. Apabila stadium III
tingkat 4 sudah tercapai, hendaknya harus berhatihati jangan
sampai pasien masuk dalam stadium IV. Untuk dapat mengenali
keadaan ini harus diperhatikan sifat dan dalamnya pernapasan,
lebar pupil dibandingkan dengan keadaan normal dan mulai
3.
digunakan adalah:
Tiopental
Tiopental (pentothal, tiopenton) dikemas dalam bentuk tepung
atau bubuk berwarna kuning, berbau belerang, biasanya dalam
ampul 500 mg atau 1000 mg. Sebelum digunakan dilarutkan
dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5% (1 ml=25 mg).
Tiopental hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis
3-7 mg/kg dan disuntikkan perlahan-lahan dihabiskan dalam 3060 detik. Penggunaannya untuk induksi, selanjutnya diteruskan
dengan inhalasi. Dosis dan kecepatan suntikan tiopental akan
menyebabkan pasien berada dalam keadaan sedasi, hipnosis,
anestesia atau depresi napas. Tiopental menurunkan aliran aliran
darah otak, tekanan likuor, tekanan intrakranial dan diduga dapat
melindungi otak akibat kekurangan oksigen. Tiopental di dalam
darah 70% diikat oleh albumin, sisanya 30% dalam bentuk
bebas, sehingga pada pasien dengan albumin rendah dosis
harus dikurangi. Tiopental dapat di berikan secara kontinyu pada
kasus tertentu di unit perawatan intensif, tetapi jarang digunakan
untuk anestesia intravena lokal. Cara pemberian larutan
thiopental 2,5% dimasukkan IV pelan-pelan 4-8 CC sampai
penderita tidur, pernapasan lambat dan dalam. Apabila penderita
dicubit tidak bereaksi, operasi dapat dimulai. Selanjutnya
gram.
Propofol
Propofol (dipprivan, recofol) dikemas dalam cairan emulsi lemak
berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1ml
= 10mg). Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri,
sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 12 mg /kg intravena. Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis
rumatan untuk anesthesia intravena total 4-13 mg/kg per jam,
atau 100-200 mcg/kgbb/menit dengan syringe pump dan dosis
sedasi untuk perawatan intensif 0.2mg / kg atau 25- 50
mg/kg/menit.
Inhalasi
Anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang
mudah
menguap
sebagai
zat
anestesi
melalui
udara
vol
%.
Seperti
dengan
halotan
konsentrasi
napas.
Kardiovaskuler
Keadaan anestesi, jantung dapat berhenti secara tiba-tiba.
Jantung dapat berhenti disebabkan oleh karena pemberian obat
yang berlebihan, mekanisme reflek nervus yang terganggu,
perubahan keseimbangan elektrolit dalam darah, hipoksia dan
anoksia, katekolamin darah berlebihan, keracunan obat, emboli
udara dan penyakit jantung. Perubahan tahanan vaskuler
sistemik
(misalnya
peningkatan
aliran
darah
serebral)
menurun.
Perdarahan
Selama pembedahan pasien dapat mengalami perdarahan,
perdarahan dapat menyebabkan menurunnya tekanan darah,
meningkatnya kecepatan denyut jantung dan pernapasan,
denyut nadi melemah, kulit dingin, lembab, pucat serta gelisah.
TUJUAN TINDAKAN
- Untuk membantu klien berjalan
- Untuk membantu klien bergerak
- Menjaga supaya tidak terjadi fraktur lagi
INDIKASI
- Pasien penderita dan pasca stroke
- Pasien yang menderita kelumpuhan
- Pasien yang menderita fraktur
KONTRA INDIKASI
- Pasien dengan penurunan kesadaran
- Pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan tulang
- Pasien yang mengalami kelemahan (malaise)
JENIS ALAT YANG DIGUNAKAN
- Walker
Adalah : Suatu alat yang sangat ringan, mudah dipindahkan setinggi
pinggang, dan terbuat dari pipa logam. Mempunyai empat penyangga
-
bagus.
Kruk
Adalah : alat bantu jalan yang berbentuk segitiga sama kaki, dalam
penggunaannya dihimpitkan di ketiak. Dalam penggunaan kruk
apabila naik tangga kaki yang sakit terlebih dahulu, jika turun
PROSEDUR TINDAKAN
- Walker
Klien memgang pemegang tangan pada batang di bagian atas,
-
kaki istirahat.
Kaki Palsu
Memasukkan Stockinett pelapis puntung dulu lalu membantu pasien
memasukkannya ke dalam socket.
Kemudian pasien harus dilatih mengencangkan menggunakan
suspensi kemudian dilatih untuk berjalan dengan menggunakan kaki
barunya.
Proses ini memang memakan waktu dan beaya sehingga prosthesis
kaki yang baik.
Tongkat
Tongkat ini harus dipakai di sisi tubuh yang terkuat. Untuk sokongan
Prosedur Operasi :
Pasien sudah teranastesi GA
Tim bedah melakukan cuci tangan (Scrub)
Tim bedah telah memakai baju operasi (Gloving)
Lakukan disinfeksi pada area yang akan dilakukan sayatan dengan
yang fraktur
Lakukan pengeboran pada tulang
Pasang platina
Lakukan pembersihan bagian yang kotor dengan cairan NaCl
Jahit subkutis dengan plain 2/0
Jahit bagian kulit dengan side 2/0
Tutup luka dengan kassa betadine, setelah itu diberi hepafik
OREF
OREF adalah reduksi terbuka dengan fiksasi internal di mana
prinsipnya tulang ditransfiksasikan di atas dan di bawah fraktur ,
sekrup atau kawat ditransfiksi di bagian proksimal dan distal kemudian
dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain.
Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka
dengan kerusakan jaringan lunak . Alat ini memberikan dukungan yang
stabil untuk fraktur kominutif ( hancur atau remuk ) . Pin yang telah
terpasang dijaga agar tetap terjaga posisinya , kemudian dikaitkan
pada kerangkanya. Fiksasi ini memberikan rasa nyaman bagi pasien
yang mengalami kerusakan fragmen tulang.
INDIKASI
- Fraktur terbuka grade II dan III
- Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau tulang yang
parah.
PERSIAPAN OREF
- Persiapan psikologis
Penting sekali mempersiapkan pasien secara psikologis sebelum
dipasang fiksator eksternal Alat ini sangat mengerikan dan terlihat
asing bagi pasien. Harus diyakinkan bahwa ketidaknyamanan karena
alat ini sangat ringan dan bahwa mobilisasi awal dapat diantisipasi
untuk menambah penerimaan alat ini, begitu juga keterlibatan pasien
pada perawatan terhadap perawatan fiksator ini.
- Pemantauan terhadap kulit, darah, atau pembuluh saraf.
Setelah pemasangan fiksator eksternal , bagian tajam dari fiksator atau
pin harus ditutupi untuk mencegah adanya cedera akibat alat ini. Tiap
tempat pemasangan pin dikaji mengenai adanya kemerahan ,
keluarnya cairan, nyeri tekan, nyeri dan longgarnya pin.Perawat harus
waspada terhadap potensial masalah karena tekanan terhadap alat ini
terhadap kulit, saraf, atau pembuluh darah.
- Pencegahan infeksi
Perawatan pin untuk mencegah infeksi lubang pin harus dilakukan
secara rutin. Tidak boleh ada kerak pada tempat penusukan pin,
Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu
4. Stadium Konsolidasi :
5. Stadium Remodeling :
mengembalikan
fragmen
tulang
pada
ke posisinya
Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi.
Reduksi terbuka, dengan pendekatan pembedahan, fragmen
tulang direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, sekrup,
plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan
fragmen
tulang
dalam
posisinya
sampai
mencegah
adanya
nyeri,
pembengkakan,
perubahan
warna
sekuensial
h. Meningkatkan martabat pasien dengan memberikan privasi terhadap
klien
i. Melakukan prosedur khusus seperti pemasangan NGT
j. Menyimpan barang barang berharga pasien
2. Keperawatan Intraoperasi
Tahap intra-operasi dimulai dengan pemindahan pasien ke tempat tidur
di kamar operasi sampai pasien dipindahkan ke unit pasca-anestesia.
Pembedahan harus dilakukan dengan teknik aseptik di kamar operasi
karena pembedahan rentan untuk terjadinya infeksi nosokomial.
Koordinasi di antara tim bedah sangat perlu agar asuhan pasien intraoperasi
dapat
diberikan
dengan
aman
dan
efektif.
Sebelum
(Wibowo,
2001).
Pada
perawatan
pasca-operasi
(bangsal)
setelah
dilakukan
operasi
terutama
yang
masalah
gangguan
vaskuler.
Pasien
harus
et
al,
2011).
Penilaian
saat
di
ruang
pemulihan
Catatan:
pembedahan/tindakan mungkinkan;
nilai 7 ke ruang perawatan bila nilai pernapasan 2.
nilai 5 ke ICU.
Pasien tetap berada dalam RR sampai pulih sepenuhnya dari
pengaruh
anestesi, yaitu pasien telah mempunyai tekanan darah yang stabil,
fungsi pernapasan adekuat, saturasi O2 minimum 95%, dan
tingkat kesadaran yang baik.
Beberapa petunjuk tentang
keadaan
yang
memungkinkan
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2007. Buku Saku Patofisiologi E3. Jakarta: EGC.
Keogh J Jackson D dan Digulio M. 2007. Medical Surgical Nursing Demystified a
self Teaching Guide. Mc Graw: flill.
Muscari Mary E. 2005.panduan belajar : keperawatan pediatric. Jakarta :EGC
Padilla, B dkk. 2012. American Journal Of Transplantation. Volume 12, issue 7.
page;1956
Rasjad, C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi ed. III. Yarsif Watampone.
Makassar: 2007. pp. 352-489
Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah ed 2. Jakarta: EGC. 2004.
p; 866-7.
Smeltzer C. S dan Bare Brenda. 2003. Brunner & Suddath Textbook of Medical
Surgical Nursing 10th edition. Philadelpia: Lippicont.
Tambayong, Jan. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Gibson, John. 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Ed 2. Jakarta:
EGC.
Sarah, Jennifer.