Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRESENTASI KASUS

Miliaria Rubra

Pembimbing :
dr. Ismiralda Oke P, Sp.KK

Disusun Oleh :
Fikrianisa Safrina
G4A014117

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Miliaria Rubra

Disusun oleh:
Fikrianisa Safrina

G4A014117

Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu tugas di
bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto,

Telah disetujui dan disahkan


Pada tanggal

Agustus 2016

Pembimbing:

dr. Ismiralda Oke P, Sp.KK


NIP. 19790622 2010 12 2 001
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas


segala limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga laporan presentasi kasus
dengan judul Miliaria Rubra ini dapat diselesaikan.
Laporan presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di Kepaniteraan
Klinik SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Penulisan presentasi kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai
pihak, oleh karena itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Dr. Ismiralda Oke P, Sp.KK selaku dosen pembimbing;
2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto;
3. Pihak Kepala Puskesmas dan Dokter Puskesmas I Baturaden
4. Orang tua serta keluarga penulis atas doa dan dukungan yang tidak pernah
henti diberikan kepada penulis;
5. Rekan-rekan co-assisten Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin dari FK Unsoed.
6. Seluruh pihak terkait yang telah membantu penulis dalam menyusun tugas
ini.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih
memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan penyusunan presentasi kasus di masa yang akan datang. Semoga
laporan presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di dalam
maupun di luar lingkungan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Purwokerto,

Agustus 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
3

Halaman Pengesahan............................................................................
Kata Pengantar......................................................................................

2
3

I. PENDAHULUAN..............................................................................
A. Identitas Pasien.....................................................................
B. Anamnesis...................................................................................
C. Status Generalis...........................................................................
D. Status Dermatologi......................................................................
E. Pemeriksaan Penunjang...............................................................
F. Resume....................
G. Diagnosis Kerja...............
H. Diagnosis Banding......................................................................
I. Pemeriksaan Anjuran...........
J. Penatalaksanaan...........................................................................
K. Prognosis.....................................................................................

5
5
5
6
7
7
7
8
10
10
10
10

II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................


A. Definisi........................................................................................
B. Etiologi........................................................................................
C. Patogenesis.........................................................................
D. Epidemiologi...........
E. Gejala Klinis dan Pemeriksaan................................................
F. Komplikasi...............................................................................
G. Diagnosis Banding............................................
H.Penatalaksanaan........................................................................
I. Evaluasi dan Prognosis................................................................

11
11
12
12
14
15
16
16
17
19

III. PEMBAHASAN..................

20

IV. KESIMPUAN..................................

28

DAFTAR PUSTAKA............................................................................

29

I.

PENDAHULUAN

1.

Identitas Pasien
Nama

: An. E

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 10 Bulan

Alamat

: Desa Purwasari RT07/RW02, Baturraden

Agama

: Islam

Tanggal Pemeriksaan : 26 Juli 2016


No. CM
2.

: 00000183

Anamnesis
Diambil dari alloanamnesis pada tanggal 26 Juli 2016, pukul 09.00 WIB
Keluhan Utama

: Gatal di hampir seluruh tubuh (muka, leher, dada,

perut, punggung, lengan tangan kanan dan kiri, paha kanan dan kiri)
Keluhan Tambahan : Timbul bintik-bintik putih, sulit tidur, anak sering
menangis lebih rewel dibandingkan biasanya.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke Puskesmas I Baturraden dengan keluhan gatal
pada hampir seluruh tubuh (muka, leher, dada, perut, punggung, lengan
tangan kanan dan kiri, paha kanan dan kiri) sejak 2 minggu yang lalu.
Gatal dirasakan sepanjang hari sehingga membuat anak lebih sering
menangis dan rewel daripada biasanya sampai mengganggu tidur anak.
Gatal dirasakan bertambah jika anak kepanasan dan berkeringat. Gatal
dirasakan berkurang jika menggunakan bedak salisil.
Gatal pertama kali dirasakan 2 minggu yang lalu semenjak
timbulnya bintik-bintik putih di leher, punggung, dada, perut dan paha
yang timbul mendadak. Kemudian anak dibawa ke PMI dan mendapatkan
obat minum dan bedak salisil. Bentol dan gatal berkurang beberapa hari
kemudian. Namun, setelah obat dan bedak salisil habis, pasien mulai gatal
dan timbul kembali secara mendadak bintik putih, bahkan bertambah
dibandingkan sebelumnya, hingga ke wajah dan lengan. kemudian anak
dibawa ke Puskesmas I Baturraden.
5

Riwayat Penyakit Dahulu :


a.
b.
c.
d.
e.
f.

Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal.


Riwayat alergi disangkal
Riwayat penyakit asma disangkal
Riwayat pilek setiap pagi hari disangkal
Riwayat penyakit kulit sebelumnya disangkal
Riwayat dirawat di rumah sakit sebelumnya disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


a.
b.
c.
d.
e.

Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal


Riwayat keluarga dengan alergi disangkal
Riwayat keluarga dengan asma diakui (ibu dan nenek)
Riwayat keluarga dengan penyakit kulit disangkal
Riwayat keluarga dengan penyakit kencing manis disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien adalah anak pertama dari ibu dengan pekerjaan ibu rumah
tangga dan ayah seorang pedagang. Pasien tinggal bersama keluarga inti di
rumah sendiri. Rumah menggunakan tembok yang permanen dan lantai
dari ubin keramik. Rumah tempat tinggal memiliki ventilasi yang kurang
terutama di kamar. Pasien sedang berumur 10 bulan dan sedang aktifnya
merangkak dan belajar berdiri sendiri. Kamar pasien sering terasa panas
dan karena aktivitas pasien sedang meningkat sehingga pasien sering
berkeringat. Baju yang digunakan pasien sehari-hari menggunakan bahan
yang kurang baik dalam menyerap keringat. Baju pasien diganti sekitar 3
kali dalam sehari dan baju selalu dicuci oleh ibu pasien sendiri
menggunakan air mengalir yang bersih dari kran.
3.

Status Generalis
Keadaaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Keadaan gizi

: Kesan Baik, BB: 7.4 kg, TB: 70 cm


(WHZ: -1.25SD -> Status gizi baik)

Vital Sign

Kepala

: Nadi

: 92 x/menit

Pernafasan

: 28 x/menit

Suhu

: 36,5oC

: Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata


6

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung

: Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)

Telinga

: Bentuk daun telinga normal, sekret (-)

Mulut

: Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)

Tenggorokan

: T1 T1 tenang , tidak hiperemis

Thorax

: Simetris, retraksi (-)


Jantung : BJ I II reguler, murmur (-),
Gallop(-)
Paru

: SD vesikuler, ronki (-/-),

wheezing (-)

4.

Abdomen

: Supel, datar, BU (+) normal

KGB

: tidak teraba pembesaran.

Ekstremitas

: Akral hangat, edema (

), sianosis (

Status Dermatologi
Lokasi

: fasialis, collum, torakal anterior et posterior, abdomen,


brachii dekstra et sinistra, femoralis dekstra et sinistra

Effloresensi

Makula eritematosa dengan papul dan vesikel miliar


diatasnya yang tersebar generalisata

Effloresensi pada pasien


5.

Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

6.

Resume
Pasien datang ke Puskesmas I Baturraden dengan keluhan gatal
pada hampir seluruh tubuh (muka, leher, dada, perut, punggung, lengan
tangan kanan dan kiri, paha kanan dan kiri) sejak 2 minggu yang lalu.
Gatal dirasakan sepanjang hari sehingga membuat anak lebih sering
menangis dan rewel daripada biasanya sampai mengganggu tidur anak.
Gatal dirasakan bertambah jika anak kepanasan dan berkeringat. Gatal
dirasakan berkurang jika menggunakan bedak salisil.
Gatal pertama kali dirasakan 2 minggu yang lalu semenjak
timbulnya bintik-bintik putih di leher, punggung, dada, perut dan paha
yang timbul mendadak. Kemudian anak dibawa ke PMI dan mendapatkan
obat minum dan bedak salisil. Bentol dan gatal berkurang beberapa hari
kemudian. Namun, setelah obat dan bedak salisil habis, pasien mulai gatal
dan timbul kembali secara mendadak bintik putih, bahkan bertambah

dibandingkan sebelumnya, hingga ke wajah dan lengan. kemudian anak


dibawa ke Puskesmas I Baturraden.
Pasien adalah anak pertama dari ibu dengan pekerjaan ibu rumah
tangga dan ayah seorang pedagang. Pasien tinggal bersama keluarga inti di
rumah sendiri. Rumah menggunakan tembok yang permanen dan lantai
dari ubin keramik. Rumah tempat tinggal memiliki ventilasi yang kurang
terutama di kamar. Pasien sendang berumur 10 bulan dan sedang aktifnya
merangkak dan belajar berdiri sendiri. Kamar pasien sering terasa panas
dan karena aktivitas pasien sedang meningkat sehingga pasien sering
berkeringat. Baju yang digunakan pasien sehari-hari menggunakan bahan
yang kurang baik dalam menyerap keringat. Baju pasien diganti sekitar 3
kali dalam sehari dan baju selalu dicuci oleh ibu pasien sendiri
menggunakan air mengalir yang bersih dari kran.
Pada pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Pada
pemeriksaan status dermatologi, lokasi di Muka, leher, dada, perut,
punggung, lengan tangan kanan dan kiri, paha kanan dan kiri, tampak
makula eritematosa dengan papul dan vesikel miliar diatasnya yang
tersebar generalisata.
7.

Diagnosis Kerja
Miliaria rubra

8.

Diagnosis Banding
1.
2.
3.
4.
5.

9.

Folikulitis
Varicella
Dermatitis venenata
Prurigo
Dermatitis atopi

Pemeriksaan Penunjang (Usulan)


Pemeriksaan pH kulit
Pemeriksaan Bakterioskopik (Gram)

10.

Penatalaksanaan
9

1. Edukasi
a.

Higiene kulit harus ditingkatkan.

b.

Pakaian harus tipis dan menyerap keringat

c.

Ventilasi ditingkatkan, agar suasana kamar tidak panas dan memicu


pengeluaran keringat

d.

Rajin mengganti baju anak jika keringat keluar

e.

Istirahat yang cukup

f.

Makan buah tinggi vitamin C, seperti buah jeruk

2. Medikamentosa
a. Sistemik:
1) AntihistaminChlorpheniramine maleate 4mg tablet 1x1
2) Antibiotik Amoxicillin 500 mg tablet 1x1
b. Topikal: Bedak salisilat 1-2%+menthol
11.

Prognosis
Quo ad vitam

: bonam

Quo ad kosmeticum : dubia ad bonam


Quo ad sanationam

II.
a.

: dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Miliaria adalah gangguan umum dari kelenjar keringat ekrin yang
sering terjadi pada peningkatan suhu dan kelembaban. Miliaria disebabkan
oleh penyumbatan saluran keringat, yang menyebabkan kebocoran keringat
yang keluar dari kelenjar ekrin menuju ke epidermis atau dermis. Miliaria
ditandai dengan adanya papul vesikuler atau pustul yang bersifat milier dan
gatal. Sinonim dari penyakit ini adalah biang keringat, keringat buntet, liken
tropikus, prickle heat, sweating fever, heat scalling, dermatitis hidrotica,
hydroa, heat rash dan sweet blisters. (Djuanda, 2007; Levin, 2010).
Berdasarkan lokasi tersumbatnya kelenjar ekrin, miliaria terbagi
dalam beberapa tipe (Levin, 2010):

10

1. Miliaria kristalina: sumbatan berada di dalam stratum korneum, keringat


dapat keluar sampai stratum korneum dan vesikel dapat pecah.
2. Miliaria rubra: sumbatan terletak di dalam epidermis sub korneum, mudah
terinfeksi dan bila berisi pus disebut miliaria pustulosa.
3. Miliaria profunda: sumbatan ada di dalam dermo-epidermal junction
(papilla dermis).

Gambar 2.1 Klasifikasi Miliaria berdasarkan letak obstruksi saluran keringat

b.

Epidemiologi
Miliaria kristalina dan rubra dapat terjadi pada semua usia, tapi
insidensi terbanyak pada infant dan anak-anak dibandingkan orang dewasa.
Berdasarkan survey di Jepang, dari 5000 infant, 4,5% menderita miliaria
kristalina (usia kurang dari 1 minggu) dan miliaria rubra pada 4% neonatus
(11-14 hari). Miliaria juga dapat terjadi pada orang yang pindah atau tinggal
di daerah tropikal. Sedangkan malaria profunda jarang terjadi, biasanya pada
orang dengan malaria rubra yang terus berulang (Levin, 2010).

c.

Etiologi
Beberapa hal yang dapat menyebabkan miliaria, antara lain (Levin, 2010):
1. Penyumbatan kelenjar atau saluran keringat oleh lapisan tanduk, debu,
kosmetik, dan pakaian yang tidak menyerap keringat.
2. Imaturitas kelenjar ekrin pada neonatus sehingga kelenjar mudah ruptur
saat berkeringat dan menimbulkan miliaria.
3. Kondisi cuaca panas dan lembab serta iklim tropis.
11

4. Suhu tubuh yang tinggi pada kondisi atau penyakit tertentu.


5. Penggunaan obat yang dapat merangsang pengeluaran keringat berlebih,
seperti Bethanechol, Clonidine, Neostigmin.
6. Infeksi bakteri Staphylococcus, terutama pada miliaria pustulosa.
7. Paparan radiasi UV berlebihan.
d.

Patofisiologi
Faktor utama yang berperan bagi perkembangan miliaria adalah
kondisi panas dan kelembaban tinggi yang menyebabkan berkeringat
berlebihan.

Oklusi

pori-pori

kulit

selanjutnya

dapat

meningkatkan

pengumpulan dan pengeluaran keringat berlebih (overhydration) dari lapisan


corneum. Pada subjek yang rentan, termasuk bayi, yang memiliki kelenjar
ekrin relatif belum matang, pengeluaran cairan atau keringat (overhydration)
dari stratum korneum dianggap cukup untuk menyebabkan penyumbatan
sementara dari saluran ekrin (Wolff, 2009).
Bakteri seperti Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus
aureus, dapat memainkan peran dalam patogenesis miliaria. Pasien dengan
miliaria memiliki 3 kali lebih banyak bakteri per satuan luas kulit
dibandingkan subyek kontrol sehat. Agen antimikroba efektif dalam menekan
miliaria akibat eksperimental. Pada percobaan, ditemukan di sumbatan
intraduktal yang konsisten dengan substansi polisakarida ekstraselular
stafilokokal (EPS). Mikroba ini pun dapat menyebabkan infeksi sekunder
dan menghasilkan pus pada miliaria pustulosa (Levin, 2010).
Pada akhir tahap Miliaria, hiperkeratosis dan parakeratosis dari bagian
paling atas dari saluran/duktus kelenjar keringat dapat diamati. Sebuah
sumbatan hiperkeratotik mungkin muncul untuk menghalangi saluran ekrin,
tetapi sekarang ini diyakini menjadi perubahan akhir dan bukan penyebab
yang mempercepat terjadinya penyumbatan keringat (Levin, 2010).
Faktor utama yang berperan bagi perkembangan miliaria adalah
kondisi panas tinggi dan kelembaban yang menyebabkan berkeringat
berlebihan. Occlusi pori-pori kulit karena pakaian, perban, atau lapisan
tanduk selanjutnya dapat berkontribusi untuk pengumpulan keringat pada
permukaan

kulit

dan

pengeluaran

cairan

atau

keringat

berlebih
12

(overhydration) dari lapisan corneum. Pada orang yang rentan, termasuk bayi,
yang relatif belum matang kelenjar ekrinnya, pengeluaran cairan atau keringat
(overhydration) dari stratum corneum dianggap cukup untuk menyebabkan
penyumbatan sementara dari saluran ekrin (Wolff, 2009).
Jika kondisi lembab dan panas bertahan, individu terus memproduksi
keringat berlebihan, tetapi dia tidak dapat mengeluarkan keringat ke
permukaan kulit karena penyumbatan duktus. Sumbatan ini menyebabkan
kebocoran keringat dalam perjalanannya ke permukaan kulit, baik di dalam
dermis atau epidermis, dengan anhidrosis relatif (Djuanda, 2008).
Ketika titik kebocoran di lapisan corneum atau hanya di bawahnya,
seperti dalam Miliaria crystallina, akan ada sedikit peradangan yang
menyertai, dan lesi tidak menunjukkan gejala. Sebaliknya, pada Miliaria
rubra, kebocoran keringat ke lapisan subcorneal menghasilkan vesikula
spongiotic dan sel inflamasi kronis periductal yang menginfiltrasi di papiler
dermis dan epidermis bawah. Pada Miliaria profunda, keluarnya keringat ke
dermis papiler menghasilkan suatu substansial, menginfiltrasi limfositik
periductal dan spongiosis dari duktus intra-epidermis (Djuanda, 2008).

Panas, lembab berlebihan


Keringat berlebihan
Oklusi permukaan kulit karena pakaian atau kotoran
Keringat tertahan di stratum korneum
Duktus kelenjar keringat ekrin tersumbat
Jika persisten akan terjasi kebocoran keringat di epidermis/ dermis dari
duktus
S. Korneum
Miliaria kristalina

Subkorneal

papilla dermis

miliaria rubra

miliaria profunda

Bakteri seperti Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus


aureus, diperkirakan memainkan peran dalam patogenesis miliaria. Pasien
13

dengan Miliaria memiliki 3 kali lebih banyak bakteri per satuan luas kulit
dibandingkan subyek kontrol sehat. Agen antimikroba efektif dalam menekan
Miliaria akibat eksperimental. Periodic Acid-Schiff positif bahan tahan
diastase telah ditemukan di sumbatan intraductal yang konsisten dengan
substansi polisakarida ekstraselular stafilokokal (EPS). Dalam pengaturan
percobaan, hanya Staphylococcus epidermidis yang menghasilkan EPS yang
dapat menginduksi miliaria (Nikki, 2010).
Pada akhir tahap Miliaria, hyperkeratosis dan parakeratosis dari
acrosyringium (bagian paling atas dari saluran/duktus kelenjar keringat) dapat
diamati.

Sebuah

sumbatan

hyperkeratotic

mungkin

muncul

untuk

menghalangi saluran ekrin, tetapi sekarang ini diyakini menjadi perubahan


akhir dan bukan penyebab yang mempercepat terjadinya penyumbatan
keringat (Puspa, 2009).
e.

Manifestasi Klinis
Dari anamnesis, pasien mengeluh terdapat lenting disertai gatal di
seluruh tubuh, terutama yang tertutup pakaian. Lesi dapat terjadi dalam
beberapa hari setelah pajanan terhadap kondisi panas, tetapi lebih cenderung
muncul setelah berbulan-bulan setelah terpapar panas dan lembab. Lesi
sembuh sendiri dalam beberapa hari. Pasien mengeluh tidak tahan terhadap
panas dan menurunnya produksi keringat di daerah miliaria (Djuanda, 2007;
Levin, 2010; Nguyen, 2011). Berdasarkan letak oklusi, miliaria dibagi
menjadi:

1. Miliaria kristalina
Bentuk ini biasanya menyerang bayi baru lahir (neonatus) yang
berusia kurang dari 2 minggu dan orang dewasa yang menderita demam
atau mereka yang baru saja pindah ke iklim tropis. Lesi umumnya
asimtomatik terlihat seperti vesikula jernih (hasil dari keringat yang dapat
mencapai stratum korneum) dan dangkal yang berdiameter 1-2 mm. Lesi
yang terjadi sering berkumpul (confluent), tanpa eritema sekitarnya, dapat
juga tanpa disertai rasa gatal. Lesi pecah dengan mudah dan sembuh
dengan deskuamasi dangkal (Djuanda, 2007; Levin, 2010).
a. Lesi yang jelas, vesikula dangkal yang berdiameter 1-2 mm.
14

b. Lesi yang terjadi sering bertemu (confluent), tanpa eritema sekitarnya.


c. Pada bayi, lesi cenderung terjadi pada kepala, leher, dan bagian atas
tubuh.
d. Pada orang dewasa, lesi terjadi pada tubuh.
e. Lesi pecah dengan mudah dan sembuh dengan desquamation dangkal
(Siregar, 2000).
Gambar 2.2 Miliaria kristalina

2. Miliaria rubra
Bentuk ini biasanya menyerang neonatus usia 1-3 minggu dan
orang dewasa yang tinggal di tempat yang panas, dan lingkungan yang
lembab. Lesi seragam, vesikula milier dan papul eritem di atas kulit
eritem. Lesi terjadi dalam distribusi diskret dan tidak menjadi konfluen.
Pada bayi, lesi terjadi pada leher, trunkus, dan di pangkal paha dan ketiak.
Pada orang dewasa, lesi terjadi pada kulit tertutup di mana gesekan terjadi,
daerah ini antara lain leher, kulit kepala, bagian atas tubuh, dan siku atau
persendian (Levin, 2010; Nguyen, 2011).
Miiaria jenis ini disebabkan karena sumbatan berada pada
epidermis, tapi subkorneum. Lesi mudah terinfeksi sekunder menjadi
bentuk pustul yang disebut miliaria pustulosa, dapat juga menjadi impetigo
dan furunkulosis terutama pada anak-anak (Djuanda, 2007; Levin, 2010).
a. Lesi seragam, kecil, vesikula eritem dan veskular papula pada latar
belakang atau dasar eritema.
b. Lesi terjadi dalam distribusi nonfollicular dan tidak menjadi konfluen.
c. Pada bayi, lesi terjadi pada leher dan di pangkal paha dan ketiak.

15

d. Pada orang dewasa, lesi terjadi pada kulit tertutup di mana gesekan
terjadi, daerah ini antara lain leher, kulit kepala, bagian atas tubuh, dan
siku atau persendian.
e. Pada tahap akhir, anhidrosis dapat diamati di kulit yang terkena
(Siregar, 2000).

Gambar 2.3 Miliaria Rubra

3. Miliaria profunda
Bentuk ini terjadi pada individu yang biasanya tinggal di iklim
tropis dan memiliki episode berulang dari miliaria rubra. Lesi yang terjadi
karena oklusi di perbatasan epidermo-dermis ini dapat sembuh dengan
cepat, biasanya dalam waktu kurang dari satu jam setelah stimulus yang
menyebabkan berkeringat dihilangkan atau dihindari. Lesi berupa papula
diskret berdiameter 1-3 mm dengan batas tegas dan berwarna sama seperti
kulit, tidak disertai eritem dan gatal. Lesi terjadi terutama pada trunkus,
tetapi mereka juga dapat muncul pada ekstremitas. Pasien dapat
melaporkan

peningkatan

produksi

keringat

di

kulit

yang

tidak

terserang, pembengkakan kelenjar getah bening, hyperpyrexia dan gejala


kelelahan akibat panas, yang mencakup pusing, mual, dyspnea, dan
palpitasi (Djuanda, 2007; Levin, 2010).
a. Lesi tegas, berwarna daging, papula nonfollicular yang berdiameter 1-3
mm.
b. Lesi terjadi terutama pada tubuh, tetapi mereka juga dapat muncul pada
ekstremitas.
c. Lesi sementara waktu ada setelah melakukan aktifitas atau rangsangan
lain yang mengakibatkan berkeringat.
16

d. Kulit yang terkena menunjukkan penurunan produksi atau tidak ada


keringat.
e. Pada kasus yang parah yang menyebabkan kelelahan panas,
hyperpyrexia dan takikardia dapat diamati (Siregar, 2000).

Gambar 2.4 Miliaria Profunda


f.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Miliaria secara klinis berbeda, karena itu, beberapa tes
laboratorium diperlukan. Dalam Miliaria crystallina, pemeriksaan
sitologi vesikuler gagal untuk mengungkapkan isi sel atau multinuklear
peradangan sel raksasa (seperti yang diharapkan pada vesikula herpes).
Dalam

Miliaria

pustulosa,

pemeriksaan

sitologi

dari

pustula

mengungkapkan isi sel-sel inflamasi. Tidak seperti eritema toxicum


neonatorum,

eosinofil

tidak

menonjol.

Pewarnaan

Gram

dapat

mengungkapkan cocci gram positif (misalnya, staphylococci) (Wolff,


2009).
2. Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan histopatologi dalam Miliaria rubra dan pustulosa,
spongiotic vesikula dan spongiosis diamati dalam lapisan Malphigi,
bekerjasama dengan keringat ekrine duktus. Peradangan periductal juga
muncul. Pada awal luka di Miliaria profunda, yang didominasi infiltrasi
limfositik periductal muncul dalam papiler dermis dan epidermis bawah.
Sebuah PAS-positif eosinofilik diastase-resistant cast dapat dilihat dalam
lumen duktus. Pada lesi selanjutnya, sel-sel peradangan mungkin ada

17

yang muncul lebih rendah di dalam dermis, dan limfosit dapat memasuki
saluran ekrin. Spongiosis di sekitar epidermis dan parakeratotic
hiperkeratosis dari acrosyringium dapat diamati (Wolff, 2009).
g.

Diagnosis Banding
1. Folikulitis
Folikulitis adalah peradangan folikel rambut. folikulits disebabkan
oleh infeksi bakteri stafilokokus. Perjalanan penyakitnya berupa timbul
rasa gatal dan rasa terbakar pada daerah berambut. Berupa makula
eritematosa disertai papul atau pustule yang ditembus oleh rambut.
Pertumbuhan rambut sendiri tidak terganggu. Kadang-kadang penyakit ini
menimbulkan discharge dari luka dan abses. Daerah yang paling sering
pada kulit kepala dan ekstremitas (Djuanda, 2007; Siregar, 2004).
2. Varisela
Varisela adalah penyakit yang disebabkan virus varisela dengan
gejala di kulit dan selaput lendir berupa vesikula dan disertai gejala
konstitusi. Perjalanan penyakit ini dimulai adanya masa inkubasi Antara
11-21 hari (rata-rata 14 hari), disusul oleh gejala prodromal yang ringan
selama 1-2 hari. Penderita demam, anoreksia dan malaise, pada kulit
timbul papula kemerahan yang kemudian menjadi vesikula. Vesikelvesikel baru tetap terbentuk sementara vesikel terdahulu pecah, mongering
dan menjadi krusta, dengan demikian pada suatu saat akan tampak
bermaca-macam ruam kulit (polimorf). Vesikel biasanya beratap tipi,
bentuknya bulat/lonjong menyerupai setetes air sehingga disebut teardrop
vesicle. Predileksi dari varisela terutama pada badan dan sedikit pada
wajah dan ekstremitas. Mungkin juga timbul pada mulut, palatum mole
dan faring (Djuanda, 2007; Siregar, 2004).
3. Dermatitis venenata
Memiliki riwayat kontak dengan serangga. Gejala lokal meliputi
rasa terbakar dan sakit setelah sengatan atau gigitan, diikuti edem
setempat, urtikaria eritem yang jelas, pruritus, dan vesikel (Djuanda,
2007).
4. Prurigo hebra mitis
Prurigo merupakan reaksi kulit yang bersifat kronik residif dan
efloresensi beraneka ragam. Penyebabnya belum diketahui secara pasti,,
18

diduga ada pengaruh dari luar seperti gigitan serangga, sinar matahari,
udara dingin dan pengaruh dari dalam tubuh seperti infeksi kronik.
Perjalanan penyakit dimulai sejak adanya faktor pencetus yang
menyebabkan timbulnya urtikaria popular, kemudian timbul rasa gatal, dan
karena digaruk timbul bintik-bintik. Gatal bersifat kronik, akibatnya kulit
jadi hitam dan menebal. Penderita mengeluh gelisah, gatal dan mudah
dirangsang. Prurigo hebra mitis merupakan prurigo yang bersifat ringan,
biasanya pada anak-anak sampai dewasa muda. Lokalisasi pada bagian
ekstensor ekstremitas, dahi dan abdomen. Efloresensi berupa papulapapula berwarna merah, selanjutnya papula menjadi runcing-runcing dan
timbul vesikel, eksoriasi, dan likenifikasi. Efloresensi bersifat multiformis
dan gatal, akibat garukan timbul jaringan parut dan penebalan kulit
(Siregar, 2004).
5. Dermatitis atopi
Dermatitis atopi adalah dermatitis yang timbul pada individu
dengan riwayat atopi pada dirinya sendiri maupun keluarganya, yaitu
riwayat asma bronkial, rhinitis alergi, dan reaksi alergi terhadap serbuk
tanaman, dan lain-lain. Faktor keturunan merupakan dasar timbulnya
penyakit. Dasar penyakit adalah faktor herediter yang oleh faktor luar
menimbulkan kelainan kulit dimulai dengan eritema, papula-papula,
vesikel sampai erosi dan likenifikasi. Penderita tampak gelisah, gatal dan
sakit berat. Pada anak biasanya lokalisasi pada tengkuk lipat siku dan lipat
lutut. Efloresensi pada anak biasanya berupa papula-papula miliar,
likenifikasi dan tak eksudatif (Djuanda, 2007; Siregar, 2004).
h.

Penatalaksanaan
1. Umum
a. Menjaga suhu ruangan agar tetap dingin dan kelembaban cukup.
b. Mengurangi aktivitas untuk mengurangi produksi keringat berlebih.
c. Mengurangi pemberian bedak tabur di daerah yang rentan miliaria.

19

d. Mengompres dengan air dapat mengurangi rasa gatal.


e. Edukasi untuk tidak menggaruk lesi.
f. Memakai pakaian yang menyerap keringat.
2. Topikal
Untuk miliaria pustulosa dapat diberikan lotio berisi 1 % mentol
dan gliserin dan 4% asam salisilat dalam alkohol 95 %. Calamin lotio juga
dapat diberikan untuk membuat rasa sejuk. Karena adanya infeksi bakteri,
antibiotik topikal seperti krim kloramfenikol 2% (Djuanda, 2007; Levin
2010).
3. Sistemik
Dapat diberikan antibiotik golongan penisilin dan anti histamin
sebagai anti pruritus. Pemberian vitamin C dosis tinggi juga dapat
diberikan untuk mencegah atau mengurangi timbulnya miliaria (Djuanda,
2007; Levin, 2010).

i.

Komplikasi
Komplikasi yang tersering dari Miliaria adalah infeksi sekunder dan
intoleransi terhadap suhu lingkungan yang panas. Infeksi sekunder dapat
terjadi berupa impetigo atau multiple diskret abses staphylogenes. Intoleransi
terhadap suhu lingkungan yang panas terjadi ditandai dengan tidak keluarnya
keringat bila terpapar suhu panas, lemah, fatique, pusing bahkan pingsan
(Levin, 2010).

j.

Prognosis
Quo ad vitam

: bonam

Quo ad kosmeticum

: bonam

Quo ad sanationam

: dubia ad bonam
20

21

III.

PEMBAHASAN

A. Penegakkan Diagnosis
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan
gatal pada hampir seluruh tubuh (muka, leher, dada, perut, punggung,
lengan tangan kanan dan kiri, paha kanan dan kiri) sejak 2 minggu yang
lalu. Gatal dirasakan sepanjang hari sehingga membuat anak lebih sering
menangis dan rewel daripada biasanya sampai mengganggu tidur anak.
Gatal dirasakan bertambah jika anak kepanasan dan berkeringat. Gatal
dirasakan berkurang jika menggunakan bedak salisil.
Gatal pertama kali dirasakan 2 minggu yang lalu semenjak
timbulnya bintik-bintik putih di leher, punggung, dada, perut dan paha
yang timbul mendadak. Kemudian anak dibawa ke PMI dan mendapatkan
obat minum dan bedak salisil. Bentol dan gatal berkurang beberapa hari
kemudian. Namun, setelah obat dan bedak salisil habis, pasien mulai gatal
dan timbul kembali secara mendadak bintik putih, bahkan bertambah
dibandingkan sebelumnya, hingga ke wajah dan lengan. kemudian anak
dibawa ke Puskesmas I Baturraden.
Pasien adalah anak pertama dari ibu dengan pekerjaan ibu rumah
tangga dan ayah seorang pedagang. Pasien tinggal bersama keluarga inti di
rumah sendiri. Rumah menggunakan tembok yang permanen dan lantai
dari ubin keramik. Rumah tempat tinggal memiliki ventilasi yang kurang
terutama di kamar. Pasien sendang berumur 10 bulan dan sedang aktifnya
merangkak dan belajar berdiri sendiri. Kamar pasien sering terasa panas
dan karena aktivitas pasien sedang meningkat sehingga pasien sering
berkeringat. Baju yang digunakan pasien sehari-hari menggunakan bahan
yang kurang baik dalam menyerap keringat. Baju pasien diganti sekitar 3
kali dalam sehari dan baju selalu dicuci oleh ibu pasien sendiri
menggunakan air mengalir yang bersih dari kran.

22

23

B. Menyingkirkan Diagnosis Banding


AntihistaminChlorpheniramine maleate 4mg tablet 1x1
Antibiotik Amoxicillin 500 mg tablet 1x1
Topikal: Bedak salisilat 1-2%+menthol

Muka, leher, dada, perut, punggung, lengan tangan kanan dan kiri, paha kanan dan
kiri
Effloresensi: makula eritematosa dengan papul dan vesikel miliar diatasnya yang
tersebar generalisata.

Rumah tempat tinggal memiliki ventilasi yang kurang terutama di kamar


Kamar pasien sering terasa panas dan karena aktivitas pasien sedang meningkat sehingga
pasien sering berkeringat. Baju yang digunakan
Pasien sehari-hari menggunakan bahan yang kurang baik dalam menyerap keringat

Penatalaksanaan

Status
Dermatologis

RPsosek

RPK
Riwayat penyakit yang sama, alergi, debu, dingin, makanan, asma, disangkal.
Riwayat penyakit DM (-), Hipertensi (-), Asma (+) ibu dan nenek.

RPD
Riwayat Alergi (-).
Riwayat penyakit yang sama sebelumnya (-)

Pasien mengeluh gatal pada hampir seluruh tubuh (muka, leher, dada,
perut, punggung, lengan tangan kanan dan kiri, paha kanan dan kiri)
sejak 2 minggu yang lalu.
Bertambah jika anak kepanasan dan berkeringat.
Timbul bintik-bintik putih di leher, punggung, dada, perut dan paha yang
timbul mendadak

Anamnesis

1. Folikulitis
Folikulitis adalah peradangan folikel rambut. folikulitis disebabkan
oleh infeksi bakteri stafilokokus. Pada efloresensi yang muncul berupa
makula eritematosa disertai papul atau pustul yang ditembus oleh
rambut. Daerah yang paling sering pada kulit kepala dan ekstremitas.
Pada pasien papul dan pustul tersebar generalisata tanpa ditembus oleh
rambut sehingga tidak menunjukkan adanya peradangan pada folikel
rambut, oleh karena itu diagnosis folikulitis disingkirkan.
2. Varisela
Varisela adalah penyakit yang disebabkan virus varisela dengan
gejala di kulit dan selaput lendir berupa vesikula dan disertai gejala
konstitusi. Perjalanan penyakit ini dimulai adanya masa inkubasi Antara
11-21 hari (rata-rata 14 hari), disusul oleh gejala prodromal yang ringan
selama 1-2 hari. Penderita demam, anoreksia dan malaise, pada kulit
timbul papula kemerahan yang kemudian menjadi vesikula. Vesikel
biasanya beratap tipis, bentuknya bulat/lonjong menyerupai setetes air
sehingga disebut teardrop vesicle. Predileksi dari varisela terutama pada
badan dan sedikit pada wajah dan ekstremitas. Mungkin juga timbul
pada mulut, palatum mole dan faring (Djuanda, 2007; Siregar, 2004).
Pada pasien, tidak didapatkan adanya gejala konstitusi (demam,
anoreksia dan malaise) sebelum maupun bersamaan dengan timbulnya
ruam kulit. Vesikel pada pasien juga tidak menunjukkan seperti tetesan
air yang khas sebagai lesi varisela. Selain itu, tidak adanya ruam pada
mulut, palatum mole dan faring seperti pada varisela. Oleh karena itu,
diagnosis varisela pada pasien tersebut dapat disingkirkan.
3. Dermatitis venenata
Dermatitis Venenata adalah Dermatitis Kontak Iritan yang
disebabkan olehterpaparnya bahan iritan dari beberapa tanaman seperti
rumput, bunga, pohon, mahoni, kopi, mangga, serta sayuran seperti tomat,
wortel dan bawang. Bahan aktif dari serangga juga dapat menjadi penyebab. Gejala
lokal meliputi rasa terbakar dan sakit setelah sengatan atau gigitan,
diikuti edem setempat, urtikaria eritem yang jelas, pruritus, dan vesikel.
Pada pasien tidak didapatkan riwayat kontak dengan iritan sebelumnya,
sehingga diagnosis dermatitis venenata dapat disingkirkan.
4. Prurigo herba mitis
24

Prurigo hebra mitis merupakan prurigo yang bersifat ringan,


biasanya pada anak-anak sampai dewasa muda dan bersifat kronik
residif. Lokalisasi pada bagian ekstensor ekstremitas, dahi dan
abdomen.

Efloresensi

berupa

papula-papula

berwarna

merah,

selanjutnya papula menjadi runcing-runcing dan timbul vesikel,


eksoriasi, dan likenifikasi. Efloresensi bersifat multiformis dan gatal,
akibat garukan timbul jaringan parut dan penebalan kulit. Gatal bersifat
kronik, akibatnya kulit jadi hitam dan menebal. Pada pasien kelainan
kulit timbul secara akut, bukan kronik residif. Tanda adanya eksoriasi,
likenifikasi, jaringan parut, penebalan kulit, kulit menghitam juga tidak
ada, oleh karena itu diagnosis prurigo disingkirkan.
5. Dermatitis Atopi
Dermatitis atopi adalah dermatitis yang timbul pada individu
dengan riwayat atopi pada dirinya sendiri maupun keluarganya, yaitu
riwayat asma bronkial, rhinitis alergi, dan reaksi alergi terhadap serbuk
tanaman, dan lain-lain. Dermatitis atopi bersifat peradangan pada kulit
kronis dan residif, disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama
bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan IgE dalam serum dan
riwayat atopi dalam keluarga. Faktor keturunan merupakan dasar
timbulnya penyakit. Dasar penyakit adalah faktor herediter yang oleh
faktor luar menimbulkan kelainan kulit dimulai dengan eritema, papulapapula, vesikel sampai erosi dan likenifikasi. Penderita tampak gelisah,
gatal dan sakit berat. Pada anak biasanya lokalisasi pada tengkuk lipat
siku dan lipat lutut. Efloresensi pada anak biasanya berupa papulapapula miliar, likenifikasi dan tak eksudatif (Djuanda, 2007; Siregar,
2004). Pada pasien ruam merupakan lesi akut. Riwayat penyakit kulit
sejak bayi atau kecil tidak ada. Lokalisasi ruam kulit pada anak
menyebar generalisata. Oleh karena itu, diagnosis dermatitis atopi
disingirkan.
C. Penatalaksanaan
Tujuan dari mengobati miliaria rubra dan miliaria profunda adalah
terapi simptomatis serta mencegah hiperpireksia, kelelahan dan panas.
Obat topikal lebih banyak digunakan, namun, terdapat laporan kasus
pengobatan miliaria profunda yang berhasil dengan oral.
25

1. Bedak salysil+menthol
Asam salisilat merupakan senyawa yang bersifat bakteriostatik
(menghambat pertumbuhan bakteri), fungisida (membasmi jamur), dan
keratolitik (membuang sel-sel kulit mati). Asam salisilat dapat
mencegah sel-sel kulit mati menutupi folikel rambut sehingga dapat
mencegah terjadinya penyumbatan pada pori-pori, serta dapat
melakukan penetrasi terhadap sebum (kandungan minyak pelembab
kulit) yang telah menyumbat pori-pori.
Obat ini dipakai dengan cara ditaburkan dan digosokkan secara merata
pada kulit yang gatal atau mengalami gangguan. Dosis umum untuk
pemakaian obat ini adalah sebanyak 1-2 kali per hari, tergantung pada
jenis

dan

keparahan

kondisi

kulit

yang

akan

diobati.

Sebagai bedak tabur Bedak Salicyl yang mengandung asam salisilat 2


% pada umumnya relatif aman dan dapat ditoleransi dengan baik oleh
tubuh manusia. Akan tetapi reaksi seseorang terhadap suatu obat dapat
berbeda-beda satu sama lainnya. Sehingga meskipun demikian, masih
bisa menimbulkan efek samping.
2. Antihistamin
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan
kerja histamindalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing
pada reseptor H1, H2 dan H3. Efek antihistamin bukan suatu reaksi
antigen antibodi karena tidak dapat menetralkan ataumengubah efek
histamin yang sudah terjadi. Antihistamin pada umumnya tidak
dapatmencegah produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama
dengan menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor
khas.Antihistamin sebagai penghambat dapat mengurangi degranulasi
sel mast yangdihasilkan dari pemicuan imunologis oleh interaksi
antigen IgE.
Cromolyn dan Nedocromil diduga mempunyai efek tersebut dan
digunakan pada pengobatan asma, walaupun mekanismemolekuler yang
mendasari efek tersebut belum diketahui hingga saat ini.Berdasarkan
hambatan pada reseptor khas antihistamin dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu:

26

a. Antagonis H1, terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejalal


akibat

reaksi

alergi.

Contohobatnya

adalah:

difenhidramina,

loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiatantihistamin


merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini), dan prometazin.
b. Antagonis H2, digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung
pada pengobatan penderita pada tukak lambung serta dapat pula
dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan penyakitrefluks
gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina, famotidina,
ranitidina, nizatidina,roxatidina, dan lafutidina.
c. Antagonis H3, sampai sekarang belum digunakan untuk pengobatan,
masih dalam penelitianlebih lanjut dan kemungkinan berguna dalam
pengaturan kardiovaskuler, pengobatan alergi dankelainan mental.
Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
Antagonis H-1 dibagi menjadi generasi pertama dan generasi
kedua.A ntagonis H-1 generasi pertama mempunyai efek sedatif yang
relatif kuat, karena generasi pertama lebih mempunyai sifat
menghambat reseptor autonom. Sedangkan antagonisH-1 generasi
kedua kurang bersifat sedatif disebabkan distribusinya yang tidak
lengkap dalam sistem saraf pusat. Antagonis H-1 generasi pertama
mempunyai

banyak

efek

yang

tidak

berhubungan

dengan penghambatan terhadap efek histamin. Sejumlah besar efek


tersebut diduga dihasilkan darikesamaan struktur umumnya dengan
struktur obat yang mempunyai efek pada kolinoseptor muskarinik,
adrenoreseptor-, serotonin dan situs reseptor anestetika lokal.
Beberapa dari efek tersebut mempunyai nilai terapeutik dan beberapa
lainnya tidak dikehendaki.
3. Antibiotik
Digunakan untuk mencegah infeksi sekunder. Infeksi sekunder
di kulit biasanya disebabkan oleh bakteri gram positif yan mana akan
diberikan antibiotik golongan penicillin sebagai pembasmi bakteri
spektrum luas, khususnya bakteri gram positif.

IV.

KESIMPULAN

27

1.

Miliaria adalah gangguan umum dari kelenjar keringat ekrin yang sering
terjadi pada peningkatan suhu dan kelembaban.

2.

Miliaria

disebabkan

oleh

penyumbatan

saluran

keringat,

yang

menyebabkan kebocoran keringat yang keluar dari kelenjar ekrin


menuju ke epidermis atau dermis.
3.

Ada tiga macam bentuk Miliaria, yaitu miliaria rubra, miliaria kristalina
dan miliaria profunda.

4.

Gejala klinis miliaria yaitu timbul lenting disertai gatal di seluruh tubuh,
terutama yang tertutup pakaian. Lesi dapat terjadi dalam beberapa hari
setelah pajanan terhadap kondisi panas, tetapi lebih cenderung muncul
setelah berbulan-bulan setelah terpapar panas dan lembab.

5.

Terapi miliaria menggunakan anti pruritus sistemik maupun topikal

DAFTAR PUSTAKA

28

Djuanda, A. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Levin,

N.
A.
2010.
Miliaria.
Dilihat
dari:
htttp://emedicine.medscape.com/article/1070840-overview. Pada tanggal 11
Maret 2016.

Nguyen, T. A., Michael P. S., Alex G. O. 2011. Miliaria-rash after Neutropenic


Fever and Induction Chemotherapy For Acute Myelogenous Leukemia. An
Bras Dermatology No. 86: 104-6
Siregar, R. S. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC
Wolff Klauss. 2009. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsisiki of Clinical
Dermatology 6th Edition. New York: McGraw Hill Medical: p. 42-43

29

Anda mungkin juga menyukai