Anda di halaman 1dari 4

Mengenali otak remaja dan pengaruhnya dalam hidup mereka

Kebanyakan orang tua menganggap bahwa usia pertumbuhan yang paling


penting, yang disebut-sebut sebagai golden age adalah saat anak berada
dalam rentang usia 0-5 tahun. Karena dipercaya bahwa dalam rentang
usia itulah sedang terjadi pertumbuhan yang amat PESAT di dalam otak
anak. Benar !! Namun itu barulah satu fase penting dalam hidup seorang
anak, yaitu pertumbuhan sel-sel otaknya secara kuantitas (jumlah).
Bagaimana dengan fase selanjutnya? Yaitu dari usia balita hingga anakanak? Sebenarnya, ini pun adalah fase yang penting dan harus mendapat
perhatian. Mengapa? Karena dalam fase ini, meskipun sel-sel otak anak
tidak lagi bertambah secara kuantitas dalam jumlah yang signifikan,
namun yang sedang terjadi adalah, sel-sel otaknya mulai berkembang
dengan membentuk jaringan / koneksi antar sel (dan banyaknya jaringan /
koneksi inilah yang membedakan antara anak yang pandai dan yang
kurang pandai, bukan jumlah sel otaknya secara kuantitas!)
Lalu, bagaimana dengan usia remaja?
Ternyata, masih ada SATU lagi bagian otak yang justru sedang mengalami
pertumbuhan di usia remaja, yaitu yang disebut sebagai: area prefrontal
cortex . Letaknya ada di bagian depan (dahi) kepala.
Area prefrontal cortex memiliki beberapa fungsi penting, yaitu: membantu
kita saat melakukan perencanaan, mengkoordinasikan sesuatu,
menimbang-nimbang perkara dan mengambil keputusan yang tepat,
hingga mengendalikan suasana hati (mood). Boleh dibilang, ini adalah
bagian otak yang membantu anak-anak kita bertumbuh menjadi ORANG
DEWASA yang mandiri dan bertanggung jawab.
Namun, sebagai orang tua kita harus bersabar, karena area prefrontal
cortex ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bertumbuh hingga
optimal, yaitu sampai nanti anak-anak remaja kita memasuki usia 20an
tahun.
Selama proses pertumbuhan ini berlangsung (proses tumbuh kembang
prefrontal cortex yang masih belum selesai), ada banyak gangguan
yang terjadi dalam diri anak-anak remaja kita, antara lain:
1. Remaja tidak (atau belum) mampu berpikir panjang.
2. Remaja cenderung berantakan karena masih kesulitan untuk
melakukan koordinasi dengan baik.
3. Remaja sulit mengambil keputusan dengan bijaksana, karena
kemampuannya untuk menimbang-nimbang perkara, mengevaluasi

alternatif yang ada, serta kemampuan untuk secara tepat


mengambil keputusan MASIH DALAM PROSES tumbuh kembang.
4. Remaja pada umumnya merasa kewalahan mengelola suasana hati.
Inilah sebagian alasan mengapa remaja menjadi makhluk yang - bagi
orang dewasa - paling susah dimengerti, apalagi diarahkan dan dibimbing.
Salah satunya adalah karena hal tsb di atas, yaitu bagian prefrontal cortex
remaja masih belum berfungsi secara sempurna seperti layaknya orang
dewasa.
Apakah dengan bertambahnya usia maka otomatis area prefrontal cortex
ini bertumbuh menjadi sempurna? Tidak juga !! Semuanya bergantung
pada bagaimana remaja tsb menjalani kehidupannya sebagai remaja.
Apakah aktivitas kesehariannya / gaya hidupnya menunjang tumbuh
kembang prefrontal cortex nya secara SEHAT dan KONDUSIF, ataukah
justru gaya hidup berantakan yang dipilihnya, yang justru akan merugikan
dirinya sendiri saat area prefrontal cortex nya tidak mampu berkembang
secara optimal. Dan sebagai akibatnya, remaja tsb akan bertumbuh
menjadi orang dewasa yang tidak bisa mandiri dan tidak bisa
bertanggung jawab dalam hidupnya.
Mari kita perhatikan beberapa kisah nyata berikut ini yang dialami oleh
orang tua dan anak-anak remaja mereka.
Kasus 1: Mau kuliah apa?
Beberapa waktu yang lalu, di sela acara parents meeting, saya terlibat
pembicaraan santai dengan beberapa orang tua yang mengeluhkan
tentang anak remajanya (usia SMA).
Ortu 1 : hadeuhh .. anak saya sampai sekarang belum jelas, mau kuliah
apa.
Ortu 2 : wah, kebalikan donk ama anak saya. Anak saya malah sudah
milih mau kuliah jurusan apa. Cuma saya masih ragu kalau anak saya
kuliah di jurusan itu, nanti lulus mau kerja apa? Enak aja dia bilang mau
kuliah ini, kuliah itu, tapi engga mikir nanti lulus kuliah, mau kerja apa?
Permisi tanya, Bapak/Ibu. Coba kita jujur menoleh ke belakang dan
mengingat kembali proses yang sama yang kita alami saat kita masih
duduk di bangku SMA. Bukankah kita juga mengalami hal yang serupa
namun tak sama seperti yang dialami oleh anak-anak remaja kita saat
ini? Entahkah itu: [a] tidak bisa memutuskan mau kuliah apa, atau [b]
sudah tahu kepingin kuliah apa tapi tidak jelas nantinya mau kerja apa.
Dan toh pada kenyataannya, hari ini ada banyak sekali orang tua yang
berhasil dalam usahanya / pekerjaannya yang tidak ada hubungan sama
sekali dengan jurusan yang dipilihnya saat kuliah, bukan?

Jadi, secara tumbuh kembang otak, baik kita sebagai orang tua maupun
anak-anak remaja KITA PERNAH BERADA di fase yang sama dimana
memang otak kita sedang mengalami masa pertumbuhan yang belum
selesai, yang mengakibatkan kita kesulitan untuk membuat perencanaan.
Yang membedakan kita saat remaja dengan anak-anak kita sekarang
adalah: zaman / lingkungan / tantangan yang dihadapi berbeda.
Coba perhatikan minat ketiga remaja berikut ini.
Remaja 1
: saya suka biotechnology
Remaja 2
: saya tertarik dengan anime, cosplay, robot ..
sepertinya saya mau kuliah sastra jepang
Remaja 3
: saya mau jadi fashion designer
Bagi orang tua yang dibesarkan di era 1970-1980an, wajar bila kita
mengkhawatirkan masa depan anak-anak kita dengan MINAT bidang studi
yang aneh seperti di atas. Aneh, menurut kita (orang tua). Namun bagi
para remaja masa kini, hal tsb di atas sama sekali tidak aneh! Karena
memang itulah dunia remaja sekarang! Dan trend 20-30 tahun lagi,
adalah seperti yang anak-anak remaja ini pikirkan, bukan yang saat ini
kita sebagai orang tua pikirkan.
Apa yang saat ini menjadi minat anak-anak remaja kita, memang itu
dipengaruhi oleh trend! Benar juga kalau itu dipengaruhi oleh Gaya Hidup
di lingkungan dimana anak-anak remaja kita dibesarkan. Termasuk
dengan pengaruh Pop Culture maupun serangan dunia digital yang
membanjiri kehidupan kita saat ini. Namun itulah yang sedang terjadi!
Gaya hidup manusia secara global sedang BERUBAH!
Di era 1980an, kita berkomunikasi menggunakan telepon rumah. Di era
1990an, mulailah kita mengenal handphone (yang sekarang juga sudah
masuk museum benda-benda kuno). Di era 2000an, bayi pun lahir dengan
mengenal internet. Saat teknologi berubah, otomatis gaya hidup pun
berubah.
Karena itu, bila kita sebagai orang tua tidak mau berubah dan berusaha
memahami anak-anak remaja kita, maka sebenarnya diri kitalah yang
bermasalah, bukan anak kita. Kalau anak-anak remaja kita memiliki
pilihan karir yang mengikuti TREND zamannya (baca: kebutuhan dan
tantangan zamannya), bukankah itu bagus? Karena itu berarti mereka
siap untuk mengikuti perkembangan zaman.
TIPS bagi para orang tua:
Anak-anak remaja kita memang dipengaruhi oleh trend pada zamannya
dan lingkungannya. Hal tsb baik! Namun, satu hal yang perlu kita
perhatikan adalah, karena otaknya sedang mengalami masa

pertumbuhan, maka kita harus membantu anak-anak remaja kita untuk


berpikir, membuat perencanaan, dan mempertimbangkan berbagai hal
sebelum mengambil keputusan. Saat kita memberikan pertimbangan
kepada anak, seharusnyalah kita sebagai orang tua juga sudah
mempersiapkan diri dengan mengikuti trend perkembangan zaman yang
ada saat ini. Jangan memaksakan gaya hidup kita di era 1980an untuk
diterapkan dalam hidup anak-anak kita J Jangan menggunakan
pengalaman kita di era 1980-1990an sebagai acuan untuk membimbing
anak-anak remaja kita. Ingat, mereka akan menjalani kehidupan di masa
yang akan datang, bukan meng-copy kehidupan kita di masa lalu.

Anda mungkin juga menyukai