Anda di halaman 1dari 36

Karsinoma Serviks dengan Metastase ke Indung Telur

I. PENDAHULUAN
Karsinoma serviks merupakan keganasan kedua terbanyak pada wanita di
dunia, dan merupakan penyebab kematian pada wanita yang berhubungan dengan
kanker di negara-negara berkembang. Di seluruh dunia, lebih dari 370.000 kasus
didiagnosis tiap tahunnya yang memicu terjadinya sekitar 190.000 kematian. Ini
membuat karsinoma serviks tidak hanya merupakan penyebab paling umum
keganasan ginekologi, tetapi juga merupakan diagnosis kanker pada wanita ketiga
terbanyak selain kanker payudara dan kanker kolorektal.1,2
Dalam pertengahan abad ke-20, banyak wanita yang meninggal akibat
karsinoma serviks di US dibanding penyakit kanker lainnya. Karsinoma seviks
invasif dianggap sebagai penyakit yang dapat dicegah karena memiliki periode
pre invasif yang panjang, program skrining secara sitologi banyak tersedia dan
terapi untuk periode lesi pre invasif sangat efektif. Walaupun penyakit ini dapat
dicegah, namun ditemukan sebanyak 9710 kasus baru karsinoma serviks invasif
yang menyebabkan 3700 kematian di US pada tahun 2006 dan sekitar 4.070
kematian pada tahun 2009. 1,3
The American Society memperkirakan sekitar 11.000 wanita telah
didiagnosis dengan kanker serviks pada tahun 2007. Walaupun program skrining
di US telah dijalankan dengan baik, diperkirakan terdapat 30% kasus kanker
seviks yang terjadi pada wanita yang tidak memiliki tes pap smear.1,3
Karsinoma serviks biasanya diderita oleh wanita pada usia pertengahan ke
atas, namun beberapa kasus dijumpai pada wanita pada usia produktif. Umur ratarata terkena kanker seviks di US adalah 47 tahun, dengan puncak pada umur 3539 tahun dan 60-64 tahun. Di USA, kanker serviks

paling sering terkena

penduduk Hispanic, orang Afrika dan wanita asli Amerika dibanding wanita
berkulit putih.2
Dengan diperkenalkannya Papanicolaou (Pap) smear di tahun 1940, deteksi
dini dan terapi terhadap pre invasif penyakit ini sangat mungkin dilakukan.

Sebagai hasilnya, baik insiden maupun tingkat rata-rata kematian akibat kanker
serviks di US menurun sekitar 75% di akhir abad ke-20.
II.ETIOLOGI
Sebab langsung dari karsinoma serviks belum diketahui dengan pasti.
Namun, data epidemiologi menunjukkan adanya hubungan langsung antara
karsinoma serviks dan aktivitas seksual. Terdapat banyak faktor resiko untuk
karsinoma serviks antara lain: jarang ditemukan pada perawan (virgo), insidensi
lebih pada mereka yang kawin daripada yang tidak kawin, terutama pada gadis
yang koitus pertama (coitarche) dialami pada usia muda (<16 tahun), insidensi
meningkat dengan tingginya paritas, apa lagi bila jarak persalinan terlampau
dekat, mereka dari golongan sosial ekonomi rendah (hygiene seksual yang jelek,
aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas), pada wanita
yang mengalami infeksi virus Human Papilloma Virus (HPV) dan kebiasaan
merokok. Kebiasaan merokok dan infeksi HPV, mempunyai pengaruh sinergis
terhadap perkembangan Neoplasia Intraepitelial Serviks (NIS). Karsinogen rokok
telah ditemukan berakumulasi di mukus serviks dan telah dilakukan pengukuran
kumulatif penggunaan rokok pertahun dan didapatkan adanya peningkatan resiko
NIS atau karsinoma in situ walaupun mekanismenya belum sepenuhnya
dimengerti.1-4
Kaitan antara penggunaan kontrasepsi oral masih diperdebatkan. Beberapa
investigator mengatakan bahwa penggunaan kontrasepsi oral dapat meninggikan
insiden abnormal glandular serviks. Telah dilaporkan bahwa hormon steroid yang
didapatkan pada pil kontrasepsi mempengaruhi genom HPV dan meningkatkan
ekspresi virus terhadap onkoprotein E6 dan E7. Sebagai tambahan, pil kontrasepsi
oral kombinasi jangka panjang dapat menjadi kofaktor bagi kanker serviks.
Terdapat korelasi positif yang signifikan antara rendahnya serum estradiol
dibandingkan dengan progesteron. Pada beberapa studi menjelaskan bahwa
beberapa hormon mungkin mempunyai peranan dalam pertumbuhan kanker
serviks dengan meningkatkan proliferasi sel sehingga sel lebih peka terhadap
mutasi. Sebagai tambahan, estrogen bertindak sebagai suatu agen anti-apoptotik
yang membuat proliferasi sel terinfeksi oleh onkogenik HPV. Pada wanita yang
2

positif memiliki DNA HPV dan menggunakan pil kontrasepsi oral kombinasi
memiliki resiko empat kali lebih tinggi dibanding wanita yang positif HPV tetapi
tidak menggunakan pil kontrasepsi kombinasi. Selama kehamilan, imunosupresan
dan hormonal yang mempengaruhi epitel serviks bersama trauma akibat
pengeluaran bayi merupakan faktor etiologi penting dalam perkembangan
Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS).5,6
HPV, virus herpes dan Chlamydia trachomatis bertindak sebagai ko-faktor
dari karsinoma serviks. Infeksi Human papilloma virus (HPV) telah dideteksi
pada lebih dari 90% wanita dengan karsinoma skuamosa serviks. Terdapat lebih
dari 100 tipe HPV dan lebih dari 30 tipe yang berpengaruh terhadap saluran
genital bawah. Berdasarkan dari potensi malignannya, subtipe HPV dikategorikan
ke dalam tipe resiko rendah dan resiko tinggi. Tipe resiko rendah adalah tipe 6, 11,
43 dan 44 yang dikaitkan dengan kondiloma dan lesi NIS 1 sedangkan tipe resiko
tinggi yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 73 dan 82
dikaitkan dengan lesi NIS 2 dan 3 serta ditemukan pada kanker invasif, dua
diantaranya adalah HPV 16 dan 18 yang ditemukan lebih dari 62% pada
karsinoma serviks.1-3,6

Gambar 1 : HPV Onkogenik


(Dikutip dari kepustakaan 7)

Peranan infeksi virus HIV terhadap patogenesis karsinoma serviks tidak


sepenuhnya dipahami. Beberapa studi menunjukkan tingginya prevalensi HPV
pada wanita dengan HIV positif dibanding wanita dengan HIV negatif. Kegagalan
fungsi leukosit dapat meningkatkan aktivitas laten HPV sehingga menghasilkan
infeksi yang persisten.2

III.

PATOGENESIS
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks

(porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar


junction (SCJ). Secara histologik, SCJ ini terletak antara epitel gepeng berlapis
(kompleks skuamosa) dari porsio dengan epitel kuboid/silindris pendek selapis
bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Lokasi SCJ bervariasi sesuai dengan
umur dan status hormonal. SCJ ini berada pada ektoserviks selama dalam periode
dewasa muda, kehamilan dan penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi.
Kemudian SCJ ini akan mundur masuk ke dalam endoserviks kanalis serviks pada
saat menopause dan saat kadar estrogen rendah seperti saat masa laktasi yang
panjang dan pengunaan kontrasepsi progesteron saja.4,8
Pada wanita muda SCJ ini berada di luar ostium uteri eksternum, sedang
pada wanita >35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks. Peningkatan
estrogen pada masa pubertas memicu terjadinya glikogenasi dari epitel skuamosa
non keratinisasi saluran genitalia bawah. Glikogen menyediakan sumber
karbohidrat bagi laktobasilus yang merupakan flora normal vagina dominan pada
wanita usia produktif. Laktobasilus menghasilkan asam laktat yang menyebabkan
rendahnya pH vagina hingga kurang dari 4,5. Terpaparnya epitel kolumnar pada
pH yang rendah ini menstimulasi metaplasia skuamosa, yaitu suatu perubahan
epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa.4,8

IV.
Gambar 2 : Lokasi Squamo-Columnar Junction
(Dikutip dari kepustakaan 11)

Serviks yang normal secara alami mengalami proses metaplasia (erosio)


akibat saling desak mendesaknya kedua jenis epitel yang melapisi. Metaplasia ini
terjadi secara aktif di daerah dekat SCJ, menciptakan suatu zona metaplasia epitel
yang disebut zona transformasi antara SCJ yang asli dengan epitel kolumnar.
Karena adanya faktor-faktor resiko yang bertindak sebagai ko-karsinogen, proses
metaplasia yang bersifat fisiologis ini dapat berubah menjadi proses displasia
yang bersifat patologis. Adanya proses displasia inilah yang disebut sebagai lesi
prakanker atau sebagai Cervical Epithelial Neoplasia (CIN) atau Neoplasia
Intraepitelial Serviks (NIS). Lesi prakanker serviks tersebut dibagi menjadi:(4,6)

CIN I : sesuai dengan displasia ringan


Digambarkan sebagai pertumbuhan lapisan terbawah epitel yang tidak teratur.
CIN II : sesuai dengan displasia sedang
Digambarkan sebagai maturasi abnormal dari duapertiga lapisan epitel.
CIN III : sesuai dengan displasia berat
Pertumbuhan abnormal yang melebihi duapertiga ketebalan epitel.

Gambar 3 : Gambaran Patologi Neoplasia Intraepitel Serviks


(Dikutip dari kepustakaan 5)
Sehingga perkembangan kanker serviks dapat digambarkan sebagai berikut :
CIN I

CIN II

CIN III

CIS

CA.INVASIF

CIS = Carsinoma In Situ

Gambar 4 : Perjalanan Penyakit Kanker Serviks


(Dikutip dari kepustakaan 7)
Lamanya waktu yang diperlukan untuk perkembangan CIN I atau displasia ringan
sampai menjadi karsinoma in situ terlihat pada tabel :
Tingkat Displasia

Waktu (Bulan)

Sangat ringan
Ringan
Sedang
Berat

82 ( 7 tahun)
58 ( 5 tahun)
38 ( 3 tahun)
12 ( 1 tahun)

Gambar 5 : Perkembangan Kanker Serviks


(Dikutip dari kepustakaan 8)
Awal timbulnya invasi stroma hingga bahkan 2 mm di luar membran
basalis adalah proses lokal yang memerlukan waktu bulanan hingga tahunan.
Namun disamping itu terjadi penetrasi dan metastasis secara limfogen atau
hematogen, penyebaran limfogen penyakit keganasan ke nodus limfe regional
(parametrium, hipogastrik, obturator, iliaka eksterna, sakrum) jauh lebih sering
dibandingkan penyebaran melalui aliran darah, misalnya ke paru atau otak.1-5

Gambar 6 : Aliran limfatik pada serviks


(Dikutip dari kepustakaan 4)
Human Papilloma Virus

(HPV) memiliki peran penting dalam

perkembangan karsinoma serviks. Terdapat pula bukti yang menunjukkan bahwa


onkoprotein HPV merupakan komponen penting bagi proliferasi kanker serviks
(Mantovani, 1999; Munger, 2001). Serotipe onkogen HPV dapat berintegrasi ke
dalam genom manusia. Sebagai hasilnya, dengan infeksi, replikasi awal protein
E1 dan E2 onkogenik HPV memungkinkan virus bereplikasi dengan sel serviks.
Mekanisme HPV dalam memicu timbulnya kanker serviks adalah mempengaruhi
pertumbuhan sel dan diferensiasi sel melalui interaksi protein E6 dan E7 virus
dengan gen supresor tumor p53 dan retinoblastoma (Rb). Penghambatan p53

mencegah terjadinya penghentian siklus sel dan apoptosis sel, yang secara normal
terjadi bila ada kerusakan DNA, sedangkan penghambatan Rb menganggu faktor
transkripsi E2F yang menghasilkan proliferasi seluler yang tidak dapat dikontrol.
Kedua langkah di atas sangat penting untuk memicu terjadinya transformasi
malignan sel epitel serviks.2,8

V. PENYEBARAN KANKER
Metastase tumor ke ovarium merupakan hampir 10 15% dari keganasan
ovarium dengan sebagian besar dari metastase tumor berasal dari saluran
genitalia. Kanker serviks merupakan penyebab yang sangat jarang dari metastase
ovarium. Dari beberapa penelitian yang sudah diterbitkan menyatakan bahwa
insidensi dari metastase ovarium yang berasal dari kanker serviks pada karsinoma
squamous sel adalah kurang dari 0,5% dan adenokarsinoma adalah 1,4%. Namun,
tidak jelas sampai saat ini sehubungan dengan sedikitnya subjek penelitian. Pada
beberapa literatur, beberapa faktor risiko dikemukakan , termasuk keterlibatan
kelenjar limfe, invasi stroma yang dalam, invasi endometrium, ukuran tumor.
Hasil akhir untuk pasien dengan metastase ovarium sangat menyedihkan karena
menunjukkan bahwa metastase ovarium adalah merupakan faktor prognosa pada
pasien dengan kanker serviks. Tambahan lagi, penelitian baru baru ini
menyatakan kebanyakan dari faktor risiko seperti histologi, stadium FIGO dan
keterlibatan pembuluh limfe tidak signifikan untuk pasien

dengan metastase

ovarium. Invasi parametrium hanya merupakan faktor risiko pada pasien dengan
metastase ovarium.9,10
Alur penyebaran

keterlibatan ovarium pada kanker serviks masih

kontroversial. Wu dkk menyatakan bahwa penyebaran limfatik dan implantasi


transtubal memungkinkan alur metastase dari serviks ke ovarium. Di sisi lain
Tabata dkk menyatakan bahwa metastase ovarium mungkin timbul melalui
penyebaran secara hematogen dari kanker serviks.9,10
Reverse transcriptase in situ polymerase chain reaction untuk human
papillomavirus ribonucleic acid adalah metode terpercaya untuk membedakan
metastase dari karsinoma serviks dari tumor primer baru lainnya atau metastase

dari kanker lain.Pada sluran genitalia perempuan , P63diekspresikan pada lapisan


basal dan parabasal dari servik yang matur, vagina dan epitel squamous vulva dan
berguna untuk menegakkan diagnosa dari karsinoma squamous cell serviks.10
Karsinoma squamous cell endofitik dengan endoservik normal, epitel
endometrium dan tuba fallopii, dengan invasi limfovaskular yang luas dari
keseluruhan saluran genitalia dan keterlibatan parenkim ovarium bilateral adalh
sangat jarang terlihat. Tumor endofitik dapat terlihat normat pada inspeculo dan
kolposkopi. Pertumbuhan terjadi pada kanalis servikalis dengan infiltrasi langsung
ke dinding menyebabkan pembesaran dan pengerasan yang difus dari serviks.
Permukaan mukosa dapat ditutupi oleh epitel yang normal dan sel malignansi
yang ada dapat hilang dari deteksi pada hapusan sitologi. Endofitik tumor ini
dapat memproduksi barrel-shaped serviks yang mempunyai diameter lebih dari 4
cm. Pemeriksaan dari rektum dapat sangat membantu pada kasus ini untuk meraba
pembesaran dari serviks uterus dan penggunaan MRI juga dapat mengimbangi.10
VI.

STAGING
The International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) telah

memberikan stadium bagi kanker ginekologi selama lebih dari 50 tahun. Stadium
kanker ini menggambarkan perluasan penyakit yang penting dalam menegakkan
diagnosis sebelum diterapi. Stadium berdasarkan FIGO ini digunakan di seluruh
dunia untuk membandingkan gambaran klinik dan hasil dari terapi.1

Gambar 7 : Stadium Karsinoma Serviks


(Dikutip dari kepustakaan 8)
Tingkat keganasan klinik dibagi menurut klasifikasi FIGO 1998 dan
sistem TNM dari International Union Against Cancer (UICC) dan American Joint
Committee oc Cancer (AJCC) sebagai berikut :1-4
Tingka

Klasifikas

Defenisi

t
Tx
T0
Tis

i
C
C
0

Tumor primer tidak dapat diperkirakan


Tidak ada bukti tumor primer
Karsinoma In Situ (KIS) atau karsinoma intraepitel:

T1

membrane basalis masih utuh.


Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasaan ke

IA

korpus uteri.
Karsinoma invasif; hanya dapat didiagnosis secara

Tia

10

mikroskop.

Invasi

terbatas

pada

stroma

dengan

kedalaman maksimal 5 mm dan lebar maksimal 7 mm.


Membrane basalis sudah rusak dan tidak terdapat dalam
TIa1

IA1

pembuluh limfe atau pembuluh darah.


Invasi minimal secara mikroskopik ke dalam stroma
dengan ketebalan tidak lebih dari 3 mm dan lebar tidak

TIa2

IA2

lebih dari 7 mm.


Invasi minimal secara mikroskopik ke dalam stroma
dengan ketebalan 3- 5mm dan lebar tidak lebih dari 7

TIb

T2

IB

mm.
Lesi klinik terbatas pada serviks atau lesi pre klinik >

IB1
IB2
II

stadium IA.
Lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm
Lesi secara klinis lebih dari 4 cm
Proses keganasan karsinoma serviks sudah menginvasi
keluar dari serviks uterus dan menjalar ke 1/3 bagian
atas vagina dan atau ke parametrium, tetapi tidak sampai

T2a
T2b
T3

IIA

dinding panggul.
Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas

IIB

dari infiltrate tumor.


Penyebaran ke parametrium, uni/bilateral tetapi belum

III

sampai dinding panggul.


Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina
atau ke parametrium sampai ke dinding panggul atau
menyebabkan hidronefrosis atau tidak berfungsinya

T3a
T3b

IIIA

ginjal.
Penyebaran sampai ke 1/3 bagian distal vagina. Tidak

IIIB

ada perluasan sampai ke dinding panggul.


Penyebaran sudah sampai dinding panggul, tidak
ditemukan daerah bebas infilrasi antara tumor dengan
dinding panggul (frozen pelvis) atau menyebabkan

T4

IVA

hidronefrosis atau sudah ada gangguan faal ginjal.


Proses sudah keluar dari panggul kecil dan menginvasi
organ

yang

berada

di

sebelahnya,

atau

sudah

11

M1

IVB

menginfitrasi mukosa rektum dan/ kandung kemih.


Telah terjadi penyebaran jauh.

Nodus limfe regional (N), stadium menurut kriteria AJCC meliputi para
servikal, parametrium, hipogastrik (obturator), iliaka interna dan iliaka eksterna,
pre sakral dan sakral.

NX : Nodus limfe regional tidak dapat dinilai


N0 : Tidak ada metastasis kelenjar limfe regional
N1 : Metastasis kelenjar limfe regional

Untuk Metastasis, adalah sebagai berikut :

MX : Metastasis jauh tidak dapat dinilai


M0 : Tidak ada metastasis jauh
M1 : Ada metastasis jauh
Stadium II, III dan IV secara esensial tidak dapat mengalami perubahan

lagi melalui berbagai modifikasi. Pendefinisian ulang dan perbaikan dapat


dilakukan pada stadium I penyakit ini. Karsinoma mikro invasif (stadium IA)
dibagi ke dalam stadium IA1 dan IA2 berdasarkan kedalaman invasi karsinoma ke
stroma serviks sedangkan stadium IB dibagi ke dalam stadium IB1 dan IB2
didasarkan pada ukuran lesi secara klinis. Di bawah ini kelompok stadium
dipaparkan dalam satu tabel sebagai berikut :2,4
FIGO
0
IA1
IA2
IB1
IB2
IIA
IIB
IIIA
IIIB

IVA

T
Tis
T1aI
T1a2
T1bI
T1b2
T2a
T2b
T3b
T1
T2
T3a
T3b
T4

UICC
N
N0
N0
N0
N0
N0
N0
N0
N0
N1
N1
N1
N apapun
N apapun

M
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0

12

IVB
T apapun
N apapun
MI
Beberapa investigator memerlukan modalitas tambahan untuk menentukan
stadium dari kanker serviks antara lain sebagai berikut :

Pemeriksaan Fisis

Palpasi Nodus limfe


Pemeriksaan vagina
Pemeriksaan rektovaginal bimanual
(direkomendasikan

Pemeriksaan Radiologi

Prosedur

Pemeriksaan pilihan

VII.

penggunaan

anastesi)
Pielogram intravena
Barium enema
Foto Thorax
Foto Skeletal
Biopsi
Konisiasi
Histeroskopi
Kolposkopi
Kuret endocerviks
Sistoskopi
Proktoskopi
CT-Scan
Limfangiografi
USG
MRI
PET
Laparaskopi

DIAGNOSIS

1. Gambaran Klinik
Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar
dari vagina ini makin lama makin banyak dan akan berbau busuk akibat infeksi
dan nekrosis jaringan. Dalam hal ini, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif.
Perdarahan yang dialami segera setelah sanggama (disebut sebagai perdarahan
kontak) merupakan gejala karsinoma (74-80%). Dapat pula terjadi kehilangan
berat badan.1-5

13

Perdarahan pervaginam abnormal (menoragia, metroragia, perdarahan post


koitus, ataupun perdarahan post menopause) merupakan gejala yang paling sering
ditemukan yang dapat berupa darah bercampur lendir, bercak darah maupun
perdarahan. Tipe perdarahan yang paling sering adalah perdarahan post coitus
tetapi dapat juga terjadi sebagai perdarahan irreguler maupun perdarahan post
menopause. Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin
lama akan lebih sering terjadi, juga di luar sanggama (perdarahan spontan).
Perdarahan spontan umumnya terjadi terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut
(II atau III), terutama pada tumor yang bersifat eksofitik. Pada wanita usia lanjut
yang sudah tidak berhubungan seksual, atau janda yang sudah menopause
bilamana mengidap kanker serviks sering terlambat meminta pertolongan.
Perdarahan spontan saat defekasi akibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks
oleh skibala, memaksa mereka datang ke dokter. Adanya perdarahan spontan
pervaginam saat berdefekasi, perlu dicurigai kemungkinan adanya karsinoma
serviks tingkat lanjut. Adanya bau busuk yang khas memperkuat dugaan adanya
karsinoma.1-5,6,12
Anemia akan menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam yang
berulang. Rasa nyeri bukan merupakan gejala umum pada pasien dengan kanker
serviks kecuali jika penyakit telah meluas. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke
serabut saraf memerlukan pembiusan umum untuk dapat melakukan pemeriksaan
dalam yang cermat, khususnya pada lumen vagina yang sempit dan dinding yang
sklerotik dan meradang.1-5,6,8,13
Gejala lain yang dapat timbul ialah gejala-gejala yang disebabkan oleh
metastasis jauh. Sebelum tingkat akhir (terminal stage), penderita meninggal
akibat perdarahan yang eksesif dan kegagalan faal ginjal (CRF = Chronic Renal
Failure) akibat infiltrat tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih yang
menyebabkan obstruksi total. Disuria merupakan gejala tidak umumnya yang
dijumpai. Pada wanita yang asimtomatik, kanker serviks pada umumnya
teridentifikasi pada saat dilakukan evaluasi tes skrining sitologi yang abnormal.1-3
Tumor ini dapat menginvasi kandung kemih dan rektum secara langsung.
Gejala dapat meningkat seperti konstipasi, hematuria, fistula dan obstruksi ureter

14

dengan atau tanpa hidroureter atau hidronefrosis. Adanya trias edema, nyeri dan
hidronefrosis mengindikasikan keterlibatan dinding pelvis. Lokasi umum tempat
metastasis jauh meliputi kelenjar limfe extrapelvik, hepar, paru-paru dan tulang.2

Gambar 8: Kanker serviks


(Dikutip dari kepustakaan 13)
2. Pemeriksaan Fisis
Pada pasien dengan stadium dini kanker serviks, penemuan pada
pemeriksaan fisik dapat normal. Banyak wanita yang menderita kanker serviks
tetapi tidak memiliki gejala selama berbulan-bulan. Satu-satunya cara untuk
mengetahui stadium dini penyakit ini adalah dengan melakukan pemeriksaan pap
smear rutin terhadap para wanita dengan atau tanpa gejala ginekologi. Namun,
dengan berkembangnya penyakit ini, dapat ditemui pembesaran nodus limfe
supraklavikular atau limfadenopati inguinal, edema ekstremitas bawah, asites dan
redupnya suara napas pada pemeriksaan auskultasi mengindikasikan adanya
metastasis.1,2,8
Semua pasien yang diduga menderita kanker serviks harus menjalani
pemeriksaan genitalia eksterna dan pemeriksaan vagina untuk melihat adanya lesi
yang timbul. Dengan spekulum, serviks dapat terlihat jelas jika kanker bersifat
mikro infasif. Penyakit ini memberikan penampakan klinis yang bervariasi. Lesi
dapat tampak sebagai pertumbuhan eksofitik ataupun endofitik, sebagai massa
polipoid, jaringan papilaris, serviks dengan barrel shape, sebagai massa granular
atau ulserasi serviks ataupun sebagai jaringan nekrotik. Cairan yang cair, purulen
ataupun darah dapat ditemui.8
15

Pada pemeriksaan bimanual, dapat diraba pembesaran uterus akibat dari


pertumbuhan tumor. Hematometra dan piometra yang banyak dapat memperluas
kavum endometrium diikuti obstruksi jalan ke luar oleh kanker serviks primer.
Penyakit ini dapat meluas ke daerah vagina sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
rektovagina. Pada palpasi septum rektovagina, didapatkan septum yang tebal,
keras dan ireguler.8
Pada awalnya, semua wanita yang diduga menderita kanker serviks harus
menjalani pemeriksaan fisik secara umum yang meliputi pemeriksaan nodus limfe
supraklavikuler, axilar dan inguinofemoral untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya metastasis. Tumor tumbuh meluas ke arah kavum endometrium, turun ke
vagina, dan ke lateral ke dinding pelvis. Jika penyakit ini menginvasi lumbosakral
dan dinding lateral pelvis, nyeri tulang pelvis kronik yang menjalar turun ke kaki
akan sangat menyiksa pasien dan mengindikasikan stadium lanjut penyakit ini.
Edema ekstremitas bawah mengindikasikan obstruksi tumor terhadap aliran
limfatik dan aliran vaskuler. Asites merupakan gejala yang tidak umum dijumpai
pada kanker serviks. Pada pemeriksaan pelvis, spekulum dimasukkan ke dalam
vagina dan serviks diinspeksi di daerah yang dicurigai terdapat kanker serviks.
Jika terdapat kanker yang invasif, serviks terlihat menebal dan meluas.1,2,5,12,13
Pemeriksaan rektal juga harus dilakukan untuk mengetahui konsistensi dan
ukuran serviks, terutama pada pasien dengan karsinoma endoservikal. Perluasan
penyakit ini hingga ke parametrium sangat bagus ditentukan dengan
ditemukannya nodul di luar serviks pada pemeriksaan rektal.2
Tumor dapat berkembang di bawah mukosa ektoserviks dan menginfiltrasi
stroma serviks dan biasanya menyebabkan pembesaran serviks. Permukaan
serviks mungkin masih halus tetapi konsistensi karsinoma serviks pada palpasi
adalah bernodul-nodul. Ketika pertumbuhan tumor jelas terlihat, biopsi serviks
biasanya cukup untuk diagnostik. Jika penampakan penyakit ini tidak terlihat,
pemeriksaan kolposkopi dengan biopsi serviks dan kuret endoservikal dianjurkan.
Jika diagnosis tidak dapat ditegakkan melalui kolposkopi dan biopsi langsung,
konisiasi serviks mungkin diperlukan.1,2

16

Ketika diagnosis karsinoma serviks ditegakkan berdasarkan pemeriksaan


histologik, maka harus segera dilakukan evuluasi terhadap semua organ pelvis
untuk menentukan apakah tumor masih terbatas di serviks atau telah meluas ke
vagina, parametrium, kavitas endometrium, kandung kemih, ureter ataupun
rektum. Menurut pedoman FIGO untuk stadium klinik, diagnostik untuk penyakit
ini meliputi urografi intravena, pemeriksaan sistoskopi dari kandung kemih dan
uretra, proktosigmoideskopi, barium enema, dan untuk stadium dini, diperlukan
pemeriksaan kolposkopi terhadap vagina dan forniks. Pemeriksaan darah lengkap,
fungsi ginjal, fungsi hati, foto rongen dada serta CT-Scan abdomen juga perlu
dicek untuk mengetahui adanya proses metastasis.1,2,8
Ketika ditemukan adanya obstruksi ureter, tumor diklasifikasikan sebagai
lesi stadium IIIB, tanpa melihat ukuran dari lesi primer. Adanya obstruksi ureter,
baik hidronefrosis maupun gangguan faal ginjal diindikasikan sebagai indikator
prognosis jelek berdasarkan klasifikasi FIGO. Fungsi ginjal yang meliputi
pemeriksaan ureum kreatinin memberikan informasi dasar sebelum memberi
terapi. Pemeriksaan urin lengkap juga penting mengetahhi adanya albumin, sel
darah putih maupun sel darah merah.1,2
Pada wanita dengan tumor yang besar atau stadium lanjut, mukosa
kandung kemih juga harus diinspeksi secara sistoskopi untuk melihat adanya
kemungkinan edema bullosa yang mengindikasikan obstruksi limfatik diantara
dinding kandung kemih. Bukti adanya tumor di kandung kemih harus
dikonfirmasikan melalui biopsi sebelum lesi diklasifikasikan ke dalam stadium
IVA. Lesi mukosa rektal juga membutuhkan biopsi melalui proktosigmoidoskopi
karena dihubungkan dengan proses inflamasi.1,2
Pemeriksaan kolposkopi diwajibkan untuk pasien yang diduga menderita
kanker serviks invasif dini berdasarkan sitologi serviks dan penampakkan serviks
yang normal. Jika terdapat perdebatan tentang kedalaman invasi berdasarkan
biopsi serviks, dan jika stadium klinik berada pada stadium IA1 atau IA2, pasien
harus menjalani konisiasi. Penemuan pada kolposkopi yang mengidentifikasi
adanya invasi adalah : 1) abnormalitas pembuluh darah, 2) kontur permukaan
yang ireguler dengan hilangnya permukaan epithelium, 3) perubahan warna.2

17

1)

Abnormalitas pembuluh darah


Pembuluh darah yang abnormal dapat melebar, bercabang ataupun retikuler.
Pembuluh darah yang melebar merupakan penemuan pada kolposkopi yang

2)

paling umum ditemukan.


Kontur permukaan yang ireguler
Permukaan epithelium mengalami kehilangan daya kohesif interseluler akibat

3)

hilangnya desmosom.
Warna
Perubahan warna dapat terjadi akibat dari peningkatan vaskularitas, nekrosis
epitel permukaan, dan pada beberapa kasus memproduksi keratin. Perubahan
warna yang terjadi berupa kuning-orange dibandingkan dengan warna pink
pada epitel skuamosa yang intak atau warna merah pada epitel endocervikal.

VIII. HISTOPATOLOGI
Tipe histologik dasar dari karsinoma serviks invasif yang terjadi pada 8090%

kasus

adalah

lesi

skuamosa

(epidermoid).

Sisanya

termasuk

adenokarsinoma, karsinoma adenoskuamosa dan kadang-kadang sarkoma. Pada


tahun 1923, Martzloff mengklasifikasikan tumor skuamosa ke dalam tiga subtipe
dan tingkat histologik. Derajat diferensiasi yang dinyatakan dengan derajat 1-3
secara kasar sesuai dengan kemungkinan keganasan karsinoma epidermoid
serviks. Tingkat 1 tumor terdiri dari sel spinal yang berdiferensiasi baik, keratin
dan bergranul dengan jembatan sel antar sel yang dapat dikenali dan < 2 mitosis
per lapang pandang besar. Tingkat 2 tumor merupakan jenis yang paling banyak,
secara dominan tersusun atas sel transisional dari tipe sel non keratinisasi besar
(keratinisasi sedang), kadang-kadang terdapat jembatan antar sel serta 204 mitosis
perlapang pandang besar. Tingkat 3 tumor merupakan jenis yang paling sedikit
tersusun atas sel basal yang berdiferensiasi jelek, tidak ada epitel bergranul dan
tidak ada jembatan antar sel. Klasifikasi Martzloff tidak terbukti memiliki
kegunaan secara klinis karena sebagian besar biopsi yang diambil dari area yang
berbeda dari tumor yang sama sering menunjukkan tingkat diferensiasi yang
berbeda-beda dan perbedaan tipe sel.1,2

18

Gambar 11 : Tingkat histologik karsinoma serviks berdasarkan klasifikasi


Martzloff.
(Dikutip dari kepustakaan 1)
Keterangan gambar :
a.

Tingkat 1: karsinoma epidermoid berdiferensiasi baik, menunjukkan tipe sel spinal. Sel tumor berisi

b.

menunjukkan keratin yang banyak yang berbentuk butiran epitelial.


Tingkat 2: karsinoma epidermoid berdiferensiasi cukup baik, tipe sel transisional, ditandai dengan

c.

sitoplasma yang cukup banyak tanpa adanya bentuk butiran epitelial.


Tingkat 3: karsinoma epidermoid berdiferensiasi jelek, tipe sel basal, terdiri atas sitoplasma, mitosis dan
tidak memiliki keratin ataupun butiran epitelial.

IX.

PENANGANAN
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan

secara histologik. Pada tingkat klinik Karsinoma In Situ (KIS) tidak dibenarkan
dilakukan elektrokoagulasi atau elektrofulgerasi, bedah krio (cryosurgery) atau
dengan sinar laser, kecuali bila yang menangani seorang ahli dalam kolposkopi
dan penderitanya masih muda dan belum punya anak. Pada tingkat klinik TIa,
umumnya dianggap dan ditangani sebagai kanker yang invasif. Bilamana
kedalaman invasi kurang dari atau hanya 1 mm dan tidak meliputi area yang luas
serta tidak melibatkan pembuluh limfe atau pembuluh darah, penanganannya
dilakukan seperti pada KIS di atas.4
Pilihan penanganan setiap pasien dengan kanker serviks tergantung pada
stadium keganasan penyakit ini. Pembagian stadium keganasan dari kanker ini
menggambarkan ukurannya, kedalaman invasi (seberapa jauh sel kanker itu
tumbuh dalam serviks), dan seberapa jauh sel kanker telah menyebar. Ada tiga
metode pengobatan kanker serviks yaitu 1) Operasi, 2) radioterapi, 3) kemoterapi,

19

atau

4)

Kemoradiasi.

Kadang-kadang

pendekatan

penanganan

terbaik

menggunakan dua atau lebih metode. Jika kesembuhan tidak mungkin dicapai,
tujuan dari pengobatan adalah menghilangkan atau menghancurkan sebanyak
mungkin sel kanker yang ada untuk mencapai kesehatan yang lebih baik. Kadangkadang juga pengobatan ditujukan untuk menghilangkan gejala. Inilah yang
disebut pengobatan paliatif.3
OPERASI
1) Cryosurgery
Pemeriksaan metal dingin dengan nitrogen cair ditempatkan secara
langsung pada seviks. Ini akan membunuh sel yang abnormal dengan cara
membekukan sel abnormal tersebut. Cryosurgery digunakan untuk mengobati
kanker serviks pre invasif (stadium 0) dan bukan untuk kanker yang invasif.3
2) Operasi Laser
Sinar laser langsung diarahkan ke vagina untuk membakar sel-sel
abnormal yang ada. Operasi laser digunakan untuk mengobati kanker serviks
pre invasif (stadium 0) dan tidak digunakan untuk mengobati kanker yang
invasif.3
3) Konisiasi
Jika biopsi serviks menunjukkan adanya kanker mikroinvasif (< 3 mm),
biopsi kerucut harus dilakukan untuk menentukan kedalaman invasi. Jaringan
yang berbentuk kerucut dihilangkan dari serviks dengan operasi atau pisau
laser atau menggunakan kawat kecil panas yang dialiri elektrik (prosedur
LEEP atau LEETZ). Biopsi kerucut dapat digunakan untuk mendiagnosis
kanker sebelum pengobatan tambahan dengan operasi ataupun radioterapi.
Biopsi kerucut juga dapat digunakan untuk pengobatan pada wanita dengan
stadium awal (stadium IA) yang masih ingin memiliki anak. Setelah biopsi,
jaringan yang diambil dan diperiksa di bawah mikoskop.3,14
4) Histerektomi Sederhana (Histerektomi Tipe 1)
Operasi ini bertujuan untuk mengangkat uterus (baik korpus uteri dan
serviks) tetapi tidak struktur di luar uterus seperti parametrium dan ligament
uterosakral. Vagina dan kelenjar getah bening pelvis juga tidak diangkat.
Ovarium dan tuba falopii juga biasanya dibiarkan tetap pada tempatnya. Saat

20

uterus diangkat melalui operasi insisi di daerah dinding depan abdomen


disebut histerektomi abdominal. Jika uterus diangkat melalui vagina disebut
histerektomi vagina. Ketika uterus dihilangkan dengan laparaskopi disebut
histerektomi laparaskopi. Pada beberapa kasus, laparaskopi dilakukan dengan
peralatan khusus yaitu robotic-assisted surgery.3,14
Histerektomi digunakan untuk mengobati kanker serviks stadium IA dan
juga untuk stadium 0 (karsinoma in situ) jika sel kanker ditemukan pada tepi
lesi biopsi kerucut (disebut positive margins) atau dapat juga mengobati
adenokarsinoma in situ.3,14
5) Histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening pelvis
Pada operasi ini, bagian yang diangkat tidak hanya uterus tetapi juga
jaringan lain yang dekat dengan uterus (parametrium daan ligament
uterosakral), bagian atas (kira-kira 1 inci) dari jarak antara vagina dan serviks,
dan beberapa kelenjar getah bening pelvis. Ovarium dn tuba falopii tidak
diangkat kecuali jika ada alasan medis lainnya. Operasi ini biasanya dilakukan
melalui inisisi abdomen.3
Pendekatan operasi lainnya

disebut histerektomi vagina radikal-

laparaskopi. Operasi ini mengkombinasikan histerektomi vagina radikal


dengan laparaskopi kelenjar getah bening pelvis. Karena pada operasi uterus
dihilangkan, maka akan menyebabkan infertilitas. Komplikasi yang dapat
terjadi antara lain perdarahan massif, infeksi luka bekas operasi, atau
kerusakan sistem urinarius dan intestinal. Radikal histerektomi dan diseksi
kelenjar getah bening pelvis biasanya digunakan untuk mengobati kanker
serviks stadium IA2, IB dan kadang-kadang stadium IIA terutama pada wanita
muda.3
Histerektomi radikal tidak menyebabkan perubahan kemampuan wanita
untuk mencapai kesenangan seksual. Walaupun vagina menjadi lebih pendek,
area sekitar klitoris dan bibir vagina tetap sensitif seperti sebelumnya. Wanita
tidak memerlukan uterus atau serviks untuk mencapai orgasme. Ketika kanker
menyebabkan nyeri maupun perdarahan saat senggama, histerektomi dapat
meningkatkan kehidupan seksual wanita dengan jalan menghentikan gejala.3

21

Gambar 12 : Radikal Histerektomi


(Dikutip dari kepustakaan 13)

Tipe 1

Tipe Histerektomi
Histerektomi ekstrafasial dengan pengangkatan seluruh jaringan

Tipe II

serviks tanpa pembedahan ke dalam serviks


Arteri uterine diligasi saat menyilang ureter. Ligament uterosakral
dan ligament cardinal dibagi di bagian tengah ke arah sakrum dan

Tipe III

dinding samping pelvis. Sepertiga atas vagina direseksi.


Arteri uterine diligasi pada cabang aslinya dari arteri iliaka
interna dan arteri vesika superior. Ligamen uterosakral dan
ligament cardinal direseksi dari tempatnya di sakrum dan dinding

Tipe IV

samping pelvis. Setengah atas vagina direseksi


Ureter direseksi total dari ligament vesikouterina, arteri vesikia

Tipe V

superior dikorbankan dan vagina direseksi


Melibatkan reseksi tambahan dari portio vesika urinaria atau
ureter bagian distal dengan re implantasi ureter ke dalam VU

6) Trakelektomi
Sebagian besar wanita dengan kanker serviks stadium IA1 dan stadium
IB1 diobati dengan histerektomi. Prosedur ini dapat dilakukan secara vaginal
maupun abdominal dan biasanya disertai dengan limfadenektomi pelvis.
Prosedur lainnya, dikenal dengan trakelektomi radikal, yang memungkinkan
wanita muda dapat diobati tanpa kehilangan kemampuan mereka memiliki
anak. Pada trakelektomi radikal, beberapa wanita mampu hamil hingga masa
aterm dan melahiran bayi yang sehat melalui section cesarean. Pada satu
studi, rata-rata kehamilan setelah 5 tahun lebih dari 50%.3,13
22

Gambar 13 : Trakelektomi Radikal Abdominal


(Dikutip dari kepustakaan 11)
7) Exenterasi pelvis
Ini merupakan operasi yang lebih luas yang dapat digunakan untuk
mengobati kanker serviks berulang. Pada operasi ini, semua organ dan
jaringan dihilangkan sama seperti pada histerektomi radikal dan diseksi nodus
limfe. Pada prosedur ini juga dapat dihilangkan kandung kemih, vagina,
rektum, dan bagian kolon, tergantung di bagian mana sel kanker telah
menyebar. Ada tiga tipe eksenterasi yaitu : (1) eksenterasi anterior dengan
mengangkat vesika urinaria, vagina, serviks dan uterus, (2) eksenterasi
posterior dengan mengangkat rektum, vagina, serviks dan uterus, (3) total
eksenterasi dengan mengangkat baik vesika urinaria maupun rektum, vagina,
serviks dan uterus.3,13
Jika kandung kemih diangkat, cara lain untuk menyimpan urin dan
mengeliminasi urin harus dibuat, biasanya menggunakan segmen pendek dari
intestinal untuk difungsikan sebagai kandung kemih yang baru. Kandung
kemih yang baru dihubungkan dengan dinding abdomen sehingga urin dapat
didrainase secara periodik ketika pasien menempatkan kateter ke dalam
urostomi. Atau urin dapat didraenasi secara terus menerus ke dalam sebuah
kantong plastik kecil yang diletakkan di depan dinding abdomen. Jika rektum
atau kolon yang diangkat, maka harus dibuat kolostomi untuk mengeluarkan
feses. Jika vagina dihilangkan, maka dapat dilakukan skin graft untuk
vaginoplasti.3
RADIOTERAPI

23

Radioterapi menggunakan energi tinggi sinar X untuk membunuh sel


kanker. X-ray dapat diberikan secara eksternal dalam prosedur yang biasanya
digunakan sebagai X-ray diagnostik. Jenis radioterapi ini dikenal dengan nama
radioterapi eksternal. Pengobatan dengan jenis radioterapi ini biasanya memakan
waktu 6-7 minggu. Untuk kanker serviks, tipe radioterapi ini sering digunakan
dengan dosis rendah kemoterapi dengan obat cisplatin. Dosis kankerisid yang
aman untuk karsinoma serviks sekitar 7000 rad untuk titik A dan sekitar 5000 rad
untuk titik B. Radioterapi dapat digunakan untuk semua stadium kanker serviks
dengan angka kesembuhan rata-rata 70% untuk stadium I, 60% untuk stadium II,
45% untuk stadium III dan 18% untuk stadium IV.3,13
Tipe radioterapi lain adalah brachytherapy atau radioterapi internal. Untuk
kanker serviks, materi radioaktif ditempatkan pada liang vagina. Untuk beberapa
kanker, materi radioaktif ditempatkan pada sebuah jarum tipis yang diinsersikan
secara langsung ke dalam tumor. Dosis rendah brachytherapy komplit hanya
dalam beberapa hari.3
Metode terapi radiasi kanker serviks Manchester adalah salah satu metode
yang paling logis dan popular menekankan pentingnya penghitungan dosis radiasi
yang diberikan untuk dua titik yang tepat pada pelvis. Titik A adalah titik yang
terletak 2 cm di lateral kanalis sentralis serviks dan 2 cm di atas forniks lateral
dalam sumbu uterus (kira-kira titik dimana arteri uterine menyilang ureter). Titik
B terletak 5 cm di lateral kanalis sentralis serviks dan 2 cm di atas forniks lateral
(pada dinding samping pelvis). Titik B mewakili pusat nodus limfe dekat
pembuluh darah iliaka. Titik ini adalah titik pusat metastasis kanker ke pelvis dari
serviks.3,13,14
Efek samping yang umum ditemukan pada radioterapi adalah kelelahan,
nyeri perut ataupun gangguan kolon. Beberapa orang juga mengeluhkan mual dan
muntah. Efek samping cenderung memburuk ketika radioterapi diberikan
bersamaan dengan kemoterapi. Radiasi juga dapat menyebabkan rendahnya
jumlah sel darah sehingga pasien anemia dan leucopenia. Jumlah sel darah
kembali biasanya kembali normal setelah radiasi dihentikan. Area kulit yang
terkena radiasi juga tampak dan terasa terbakar. Radioterapi pelvis dapat

24

menyebabkan jaringan skar yang terbentuk hingga vagina. Skar menyebabkan


liang vagina menyempit (stenosis vagina) yang menyebabkan keluhan nyeri saat
intercourse. Wanita dapat mengatasi efek ini dengan jalan melebarkan dinding
vagina beberapa kali dalam seminggu dengan cara melakukan hubungan seksual
3-4 kali seminggu atau menggunakan dilator vagina. Kekeringan vagina dapat
menjadi efek jangka panjang dari radioterapi. Radiasi pada pelvis dapat merusak
ovarium sehingga memicu menopause dini. Radiasi juga dapat mengiritasi
kandung kemih sehingga timbul masalah urinasi. Radiasi pada pelvis juga
menyebabkan lemahnya tulang sehingga memicu terjadinya fraktur, paling sering
fraktur panggul yang terjadi pada 2-4 tahun setelah radioterapi. Mengobati
kelenjar getah bening dengan radioterapi dapat menyebabkan masalah drainase
cairan dari ekstremita bawah sehingga memicu timbulnya udema massif pada kaki
yang disebut dengan edema kelenjar getah bening. Radiasi adjuvant post operasi
dengan kemoterapi diindikasikan pada wanita dengan kanker serviks lokal yang
memiliki resiko tinggi untuk terjadinya rekurensi seperti nodus limfe positif, tepi
lesi yang positif atau keterlibatan parametrium secara mikroskopik.3,14
KEMOTERAPI
Kemoterapi sistemik menggunakan obat anti kanker yang diinjeksikan ke
dalam vena ataupun diberikan melalui mulut. Obat ini masuk ke dalam aliran
darah dan mencapai semua area dalam tubuh sehingga pengobatan dengan
kemoterapi sangat potensial digunakan untuk kanker yang telah bermetastasis ke
organ yang lain. Kemoterapi dengan agen tunggal telah menjadi standar baik bagi
kanker serviks yang luas maupun yang berulang.

Obatobat yang sering

digunakan meliputi cisplatin, carboplatin, paclitaxel, topotecan, ifosfamide, dan


fluorouracil (5FU) tetapi tingkat respon yang didapat hanya sekitar 10-20%
dengan durasi rata-rata 4-6 bulan.3,13
Pada saat ini, banyak percobaan telah dilakukan untuk menentukan apakah
kemoterapi dengan agen multi memberikan hasil yang lebih baik dibanding
dengan agen tunggal. Kelompok ginekologi onkologi mempelajari pasien-pasien
yang menderita kanker serviks stadium IVB yang dibuktikan secara histologi,

25

kanker serviks berulang maupun kanker serviks sel skuamosa persisten dan
mereka memberikan kemoterapi kombinasi satu atau dua obat pada pasien-pasien
ini secara acak. Dari 287 pasien, 146 pasien diberikan cisplatin dan ifosfamide,
dan 141 pasien diberi cisplatin, ifosfamide dan bleomycin. Tidak terdapat
perbedaan dalam hal ketahanan, progresivitas, respon dan toksisitas diantara
regimen kemoterapi kombinasi ini. Pada percobaan lain, kombinasi cisplatin
dengan ifosfamide memberikan respon yang baik dibanding dengan agen tunggal
cisplatin. Toksisitas lebih tinggi pada regimen kombinasi. Akhirnya, regimen
metotreksat, vinblastin, doksorubisin dan cisplatin (MVAC) yang dianggap
memberi respon terapi yang baik dievaluasi oleh kelompok ginekologi onkologi.
Pada percobaan ini, MVAC dibandingkan dengan cisplatin saja dan kombinasi
cisplatin dengan topotecan. MVAC segera dihentikan karena memiliki efek
toksisitas yang tinggi. Walaupun kombinasi cisplatin dengan topotecan lebih
superior dibanding terapi dengan cisplatin tunggal, ketahanannya hanya berkisar
tiga bulan. Berdasarkan hasil-hasil penelitian ini terlihat bahwa regimen
kombinasi memberikan respon yang tinggi dan tingkat ketahanan yang tinggi
tetapi toksisitasnya juga tinggi.3,13
Penanganan dengan kemoterapi pada kanker serviks yang luas
memberikan hasil yang bervariasi. Obat kemoterapi tidak hanya dapat membunuh
sel kanker tetapi juga dapat merusak beberapa sel yang normal sehingga memicu
timbulnya efek samping. Efek smping kemoterapi tergantung dari tipe obat,
jumlah obat, dan lamanya waktu pengobatan. Efek samping temporer dari
kemoterapi mencakup : mual dan muntah, kehilangan nafsu makan, rambut gugur
serta mulut kering. Karena kemoterapi dapat merusak sel dalam tulang belakang
yang memproduksi sel darah, maka jumlah sel darah akan menurun sehingga
memicu terjadinya : 1) mudahnya terkena infeksi (kekurangan leukosit), 2)
perdarahan setelah perlukaan kecil (kekurangan platelet) dan 3) sesak napas
(kekurangan sel darah merah). Sebagian besar efek samping kemoterapi (kecuali
menopause dini dan infertilitas) menghilang ketika kemoterapi dihentikan. Pada
beberapa stadium, kemoterapi diberikan untuk membantu agar radioterapi dapat
berjalan lebih baik. Pengobatan kombinasi antara kemoterapi dan radioterapi

26

disebut kemoradiasi bersamaan. Dosis radiasi harus mencapai 85-90 Gy pada titik
A dan 55-60 GY pada titik B. Cisplatin diberikan dengan dosis 40 mg/m 2 setiap
minggu selama radioterapi eksternal. 3,12,13
PENGOBATAN KANKER SERVIKS BERDASARKAN STADIUM
Stadium kanker serviks merupakan faktor yang sangat penting dalam
pemilihan jenis pengobatan. Beberapa faktor lain yang berperan dalam pemilihan
jenis terapi bagi kanker serviks adalah lokasi kanker serviks dalam uterus, tipe
kanker sel skuamosa atau adenokarsinoma), umur, kondisi fisik secara
keseluruhan, dan keinginan untuk memiliki anak.3
Tabel : Skema Penanganan Umum Terhadap Karsinoma Serviks Invasif1,13
Stadium Penyakit
Stadium IA1

Ukuran
Terapi/Penanganan
Kedalaman invasi 3 Konisiasi vagina, Histerektomi
mm, tidak ada LVSI

sederhana (histerektomi tipe 1)

Kedalaman invasi 3 mm, Trakelektomi


terdapat LVSI

atau

histerektomi radikal tipe 2 dengan


diseksi kelenjar limfe
3-5 Radikal trakelektomi atau radikal

Stadium IA2

Kedalaman

Stadium IB1

mm
histerektomi tipe 2 dengan pelvis
Kedalaman invasi > 5 Trakelektomi
radikal
atau
mm, < 2 cm

Stadium IB2

invasi

radikal

III

dengan

limfadenektomi pelvis
Kedalaman invasi > 5 Histerektomi radikal tipe

III atau

mm, > 2 cm

histerektomi

dengan

tipe

limfadenektomi

pelvis

bilateral
Kedalaman invasi > 5 Histerektomi radikal tipe III atau
mm

trakelektomi, limfadenektomi pelvis


bilateral

dengan

iradiasi

post

operatif, ataupun plus dan minus


Stadium IIA

kemoterapi
Histerektomi radikal tipe III dengan
limfadenektomi pelvis dan paraaortik atau kemoradiasi primer
27

Stadium IIB, IIIA, IIIB


Stadium IVA

Kemoradiasi Primer
Kemoradiasi primer atau eksenterasi

Stadium IVB

primer
Kemoterapi primer dan radiasi LVSI,
invasi ruang limfovaskuler

X. DIAGNOSIS BANDING
Banyak lesi yang ditemukan pada serviks sulit dibedakan dengan kanker
serviks. Beberapa di antaranya adalah ektropion, servisitis akut maupun kronik,
kondiloma akuminata, tuberkulosis serviks, ulserasi sekunder penyakit menular
seksual (seperti sifilis, granuloma inguinal, limfogranuloma venerum, dan
kankroid), koriokarsinoma metastasis atau kanker lainnya.14
XI.

PROGNOSIS
Faktor-faktor yang menentukan prognosis ialah 1) umur penderita, 2)

keadaan umum, 3) tingkat klinik keganasan, 4) ciri-ciri histologik sel tumor, 5)


kemampuan ahli atau tim ahli yang menangani, 6) sarana pengobatan yang ada.1-4
Tabel : Lama bertahan hidup selama 5 tahun berdasarkan stadium
FIGO
Stadium
IA1
IA2
IB1
IB2
IIA
IIB
IIIA
IIIB
IVA
IVB

Jumlah pasien
860
227
2,530
950
881
2,375
160
1,949
245
189

% jumlah pasien
98,7
95,9
88,0
78,8
68,8
64,7
40,4
43,3
19,5
15,0

International Federation of Gynecology and Obstetrics

Selain itu, berdasarkan stadium FIGO, faktor-faktor yang mempengaruhi


prognosis adalah perluasan kavitas endometrium, metastasis regional (pelvis) dan
nodus limfe jauh (paraaortik), tingkat histologik tumor dan invasi ruang
limfosakral.1

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Rock J, Jones H. Cancer of the Cerviks. In : Te Lindes Operative


Gynecology Fourtenth Edition. Boston : Lippincot Williams & Wilkins;
2008.
2. Garcia A. Cervical Cancer. [cited on 2016 June 23]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/253513-overview .
3. Anynomous. Cervical Cancer. USA : American Cancer Society; 2009.
4. Mardjikoen P. Tumor Ganas Alat Genital. Dalam : Ilmu Kandungan. Jakarta :

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007.


5. Eifel, dkk. Cervical Cancer. In : Gynecologic Cancer. USA Springer; 2008.
6. Sahli MF. Karsinoma Serviks Uteri Deteksi Dini dan Penanggulangannya. In
: Cermin Dunia Kedokteran. 2007.
7. Anonymous. Kanker Serviks. [cited on 2016 June 14]. Available from:
http://kankerserviks/com.
8. Bradshaw, Cunningham, Hoffman dkk. Cervical Cancer. In : William
Gynecology. USA : McGraw-Hills; 2008.
9. Shimada M,et al. Ovarian metastasis in carcinoma of the uterine cervix. In :
Gynecologic Oncology.101.2006.234-37
10. Jaiman et al. Bilateral ovarian metastatic squamous cell carsinoma arising
from the uterine cervix and eluding the Muellerian Mucosa. In : Diagnostic
Pathology.2014,9:109
11. Anonymous. Colposcopic Appearance of Normal Cervics. [cited on 2016
June]. Available from: http:/screening.iarc/fr.
12. Benedet,dkk. Cancer of The Cerviks Uteri. In : Staging Classifications and
Clinical Practice Guidelines og Gynaecologic Cancers. USA : Elsevier; 2000.
13. Berek JS. Cervical and Vaginal Cancer. In : Berek & Novaks Gynecology
teenth Edition. Boston : Lippincot Williams & Wilkins; 2007.
14. DeCherney HA dkk. Cervical Intraepithelial Neoplasia. In : Current
Diagnosis & Treatment Obstetric & Gynecology Tenth Edition. USA :
McGraw-Hills; 2007.
15. Benson R, Pernoll M. Serviks. Dalam : Buku Saku Obstetri dan Ginekologi
Edisi 9. Jakarta : EGC; 2008

29

LAPORAN KASUS
Ny. S, 65 thn, P7A0
Os dengan Diagnosa Ca cervix
Riwayat perjalanan penyakit
Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari kemaluan
selama 1 tahun. Pada penjajakan didapatkan hasil :
Pemeriksaan fisik :
Inspeculo : portio retraksi ke arah proximal

30

VT: uterus sulit diidentifikasi , teraba massa kistik / solid


sebesar tinju dewasa
Hasil Scan whole Abdomen : massa campuran di daerah
pelvis , kemungkinan
adnexal mass
Hepatomegali
Simple cyst ginjal kanan
Tidak tampak pembesaran KGB
paraaorta dan pelvis
Diagnosa awal : Tumor adnexa susp. malignancy
Pasien telah dilakukan operasi Post LSS a/i ca endometrium
( ca endometrium std IIIB) di RSHAM dan telah dilakukan
pengangkatan uterus, ovarium kanan/kiri, omentum dan
KGB pada tgl 13/05/2016 dengan hasil PA No 0/2585/16
Makroskopik
Diterima jaringan yang dipotong-potong ( bentuk tidak
beraturan) terdiri dari:
uterus dengan ukuran 10x9x5 cm, pada lamelarisasi
tampak jaringan yang rapuh. Cervix (lepas) dengan
diameter 3 cm, pada pemotongan dijumpai masa tumor .
ovarium lekat (terbelah) berisi massa dengan ukuran
5x5x0.5cm.
Omentum dengan ukuran 9x5, 5x4 cm, warna kuning,
putih, hitam, kenyal, dan padat.
KGB pelvix dengan volume +/- 0,3 cc, kenyal, putih abuabu.

Mikroskopik
Sediaan cervix tampak proliferasi sel epitel skuamous yang
tersusun dalam sarang sarang sebagian membentuk
lumen berisi massa nekrosis, infiltrasi diantara stroma, inti
membesar, pleomorfik, satu-satu bizzare, kromatin kasar,
anak inti menonjol, sitoplasma eosinofilik. Sesetempat
tampak kumparan kumparan keratin dan angioinvasi.
Stroma jaringan ikat dengan sebukan sel-sel radang
limfosit & PMN yang massif.
Sediaan massa uterus, ovarium dan omentum dijumpai
anak sebar tumor yang sama pada cervix.

31

Sediaan KGB pelvik terdiri jaingan lemak dan jaringan ikat


dengan sebukan sel-sel radang PMN, limfosit serta
perdarahan perdarahan interstisial. Tidak tampak struktur
KGB.
Kesimpulan
Keratinizing squamous cell carcinoma cervix metastasis ke
uterus, ovarium dan omentum
KGB
pelvic
reaksi
radang
dengan
perdarahan
intertisial( tidak dijumpai struktur KGB).
Gambaran mikroskopis Uterus

32

SERViKS

33

34

OVARIUM

35

36

Anda mungkin juga menyukai