Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENYAKIT GINJAL KRONIK


1.1 Latar Belakang
Penyakit ginjal kronik (PGK) mengambarkan suatu keadaan ginjal yang abnormal
baik secara struktural maupun fungsinya yang terjadi secara progresif dan menahun,
umumnya bersifat ireversibel. Sering kali berakhir dengan penyakit ginjal terminal yang
menyebabkan penderita harus menjalani dialisis atau bahkan transplantasi ginjal. Penyakit
ini sering terjadi, seringkali tanpa disadari dan bahkan dapat timbul bersamaan dengan
berbagai kondisi (penyakit kardiovaskular dan diabetes).1
Di Indonesia, dari data yang didapatkan berdasarkan serum kreatinin yang abnormal,
diperkirakan pasien dengan PGK ialah sekitar 2000/juta penduduk.2 GGK atau sering
disebut juga penyakit ginjal kronik (Chronic kidney disease) memiliki prevalensi yang
sama baik pria maupun wanita dan sangat jarang ditemukan pada anak-anak, kecuali
dengan kelainan genetic, seperti misalnya pada Sindroma Alport ataupun penyakit ginjal
polikistik autosomal resesif.3,4
Terdapat perubahan paradigma dalam pengelolaan PGK karena adanya data-data
epidemiologi yang menunjukan bahwa pasien dengan gangguan fungsi ginjal ringan
sampai sedang lebih banyak daripada mereka yang dengan stadium lanjut, sehingga upaya
penatalaksanaan lebih ditekankan kearah diagnosis dini dan upaya preventif. Selain itu
ditemukan juga bukti-bukti bahwa intervensi atau pengobatan pada stadium dini dapat
mengubah prognosa dari penyakit tersebut. Terlambatnya penanganan pada penyakit
gagal ginjal kronik berhubungan dengan adanya cadangan fungsi ginjal yang bisa
mencapai 20% diatas nilai normal, sehingga tidak akan menimbulkan gejala sampai
terjadi penurunan fungsi ginjal menjadi 30% dari nilai normal.2
1

BAB II
PENYAKIT GINJAL KRONIK

2.1 Penyakit Ginjal Kronik


2.1.1 Definisi
Penyakit Ginjal kronik adalah suatu proses patofisologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatau keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal. Uremia
adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat
penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik..5
Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria.
Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika
nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m, seperti pada tabel 2.1
berikut.5 :

1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan,


berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan
laju filtrasiglomerulus (LFG), dengan manifestasi :
Kelainan Patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darahatau
urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests).

1. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh
nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju
filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal
kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal
yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang
ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal,
stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah
gagal ginjal. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockkcroft-Gault sebagai berikut.5 :
ml
menit
LFG
=
1,73m 2

140Umur
72 x kreatinin plamsa(

mg
)
dl

Tabel 2.2 Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) dan Stadium Penyakit Ginjal Kronik

Stadium

Deskripsi

LFG (mL/menit/1.73
m)

0
1

Resiko Meningkat
Kerusakan ginjal disertai
LFG normal atau
meninggi

90 dengan faktor resiko


90

2
3
4
5

Penurunan Ringan LFG


Penurunan Moderate LFG
Penurunan Berat LFG
Gagal ginjal

60-89
35-59
15-34
< 15 atau dialisis

2.1.2 Etiologi
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry
(IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut
glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik
(10%).6
a.

Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etio
loginya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi
tertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber terjadinya
kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis
primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan
glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik
lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel,
atau amiloidosis. Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan
ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau
keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti
dialisis.6

b.

Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
4

insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great
imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan
berbagai macam keluhan.6
Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahanlahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang
menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang
menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai
kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya.6
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi. Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau
hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi
sekunder atau disebut juga hipertensi renal.6

2.1.3

Faktor Resiko
Faktor resiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau
hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan
riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga.7

2.1.4

Patofisiologi
Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun
penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya
5

mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang
berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya
mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada
penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan
adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan
pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut.4

2.1.5

Gambaran Klinis
Gambaran klinik Penyakit ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat
kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis,
saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan
kardiovaskular.5
a.

Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering

ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila
ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.5

b.

Kelainan saluran cerna


Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien
Penyakit ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan
muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi
oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan
iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan
saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein
dan antibiotika.5
6

c.

Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil
pasien Penyakit ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa
hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya
hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan
pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi
maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik.
Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctivamenyebabkan gejala
red eye syndromeakibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga
dijumpai

pada

beberapa

pasien

gagalginjal

kronik

akibat

penyulit

hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.5


d.

Kelainan Kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini
akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan
bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan
dinamakan urea frost.5

e.

Kelainan Kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik
sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis,
kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik
terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal
jantung.5

2.1.6 Diagnosis

Pendekatan diagnosis Penyakit ginjal kronik (PGK) mempunyai sasaran berikut.1 :


a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
d. Menentukan strategi terapi rasional
e. Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan
pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik
diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus.
a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang
berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK,
perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal
(LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan
laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ
dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.3

b. Pemeriksaan Laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan
derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan
perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.
1. Pemeriksaan Faal Ginjal (LFG)
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup
memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).

2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik (GGK)


Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan
imunodiagnosis.
3. Pemeriksaan Laboratorium Untuk Perjalanan Penyakit
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan
pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal
(LFG).7

2.1.7

Penatalaksanaan
Farmakoterapi (menurut NICE guidelines 15september2008).10

a. Kontrol tekanan darah


Pada orang dengan PGK, harus mengkontrol tekanan sistolik < 140 mmHg (dengan

kisaran target 120 139 mm Hg) dan tekanan diastolic < 90 mmHg.
Pada orang dengan GGK dan Diabetes dan juga orang dengan ACR 70 mg/mmol
atau lebih (kira-kira ekuivalent dengan PCR 100 mg/mmol atau lebih, atau
proteinuria 1 gr/24jam atau lebih), diharuskan untuk menjaga tekanan sistolik < 130
mmHg (dengan kisaran target 120-129 mmHg) dan tekanan diastolik < 80 mmHg.

Pemilihan agen antihipertensi 1stline: ACEInhibitor/ARBs (apabila ACEInhibitor tidak


dapat mentolerir) ACE Inhibitor/ARBs diberikan pada:
Pada PGK dengan diabetes dan ACR lebih dari 2,5 mg/mmol (pria) atau lebih dari 3,5
mg/mmol (wanita), tanpa adanya hipertensi atau stadium GGK.
Note: Perbedaan kedua batas ACR berbeda diberikan di sini untuk memulai
pengobatan ACE Inhibitor pada orang dengan CKD dan proteinuria. Potensi manfaat
ACE inhibitor dalam konteks ini sangat meningkat jika seseorang juga memiliki

diabetes dan hipertensi dan dalam keadaan ini, sebuah batas yang lebih rendah
diterapkan.
PGK pada non-diabetik dengan hipertensi dan ACR 30 mg/mmol atau lebih (kira-kira
ekuivalen dengan PCR 50 mg/mmol atau lebih, proteinuria 0,5 gr/24jam atau lebih).
GGK pada non-diabetik dan ACR 70 mg/mmol atau lebih (kira-kira ekuivalen dengan
PCR 100 mg/mmol atau lebih, proteinuria 1 gr/24jam atau lebih), tanpa adanya
hipertensi atau penyakit kardivaskular.
GGK pada non-diabetik dengan hipertensi dan ACR < 30 mg/mmol (kira-kira
ekuivalen dengan PCR < 50 mg/mmol, atau proteinuria < 0,5 gr/24jam.
Saat menggunakan ACE Inhibitor/ARBs, upayakan agar mencapai dosis terapi
maksimal yang masih dapat ditoleransi sebelum menambahkan terapi 2nd line
(spironolakton)
c. Pemilihan statins dan antiplatelet
Terapi statin digunakan untuk pencegahan primer penyakit kardiovaskular Pada orang
dengan PGK, penggunaannyapun tidak berbeda.
Penggunaan statin pada orang dengan GGK merupakan pencegahan sekunder dari
penyakit kardiovaskular, terlepas dari batas nilai lipidnya.
d. Nutrisi
Pemberian nutrisi yang seimbang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi
dan nutrient sekaligus mengurangi gejala-gejala uremia dan menunda percepatan
penurunan fungsi ginjal atau memperlambatnya. Status nutrisi memiliki kaitan erat
dengan angka mortalitas pada pasien dengan GGK. Dianjurkan kecukupanenergy > 35
kkal/kgBB/hari, sedangkan untuk usia > 60 tahun diberikan 30 kkal/kgBB/hari,
sedangkan untuk usia > 60 tahun diberikan 30 kkal/kgBB/hari. Asupan kalori harus
cukup untuk mencegah terjadinya proses katabolik. Bila asupan peroral tidak memadai
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sehari-hari sesuai dengan status gizi seseorang,
dapat ditambahkan nutrisi parenteral. Perbandingan kalori yang bersumber dari lemak
dan karbohidrat sebesar 25% : 75%. Selain itu diberikan kombinasi dari asam amino
10

esensial dan non esensial. Jumlah maksimal pemberian karbohidrat adalah 5 g/kgBB.
Sedangkan lipid diberikan maksimal 1 g/kgBB dalam bentuk fat emulsion 10-20%
sebanyak 500 mL. Diet rendah garam, dalam bentuk protein sekitar 0,6 0,75%
g/kgBB/hari,dengan protein yang memiliki nilai biologic tinggi, sebesar 0,35
g/kgBB/hari tergantung dari beratnya gangguan fungsi ginjal. Pasien dengan gagal
ginjal krooni harus mengurangi asupan proeinnya karena protein berlebih akan
menyebabkan terjadinya penumpukan nitrogen dan ion inorganic yang akan
mengakibatkan gangguan metabolic yang disebut uremia. Dua penelitian meta-analisis
membuktikan efek dari restriksi protein memperlambat progresivitas penyakit ginjal
diabetik dan non-diabetik. Asupan kalori yang cukup sekitar 35 kkal/kgBB.
Berbagai formula cairan parenteral untuk pasien dengan GGK.8:
Formula Kopple:

Air 1000 2000 ml/hari


Glukosa 500 600 g/hari
Asam amino 35 45 g/hari
Kalori 35 50 kkal/kgBB/hari
NPC/N 300 (GGK) 500 (GGA)
Elektrolit Na, K, Ca, Mg, Zn, Cu, et al.
Vitamin dan lipid

Formula Teraoka:

50% glukosa 1000 ml


10% NaCl 40 ml
K asparte 1 mEq
8,5% Ca gluconate 6 mEq
Mg Sulfat 6 mEq
K2PO4 1 mEq
Kidmin 400 600 ml
Lipid400 ml/w
Vitamin dan trace elemen

Pemakaian kidmin:

11

Partial parenteral nutisi : 200 ml, sekali sehari selama 2 jam atau pada waktu

dialisis.
Total parenteral nutrisi : 400 ml, dengan 300 kkal/100 ml melalui vena sentral.

2.1.8 Prognosis
Penyakit PGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya buruk,
kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini,
bertujuan hanya untuk mencegah progesivitas dari GGK itu sendiri. Selain itu, biasanya GGK
sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan gejala,
sehingga penanganannya seringkali terlambat.8

12

BAB 111
PENUTUP

KESIMPULAN
Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik
ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m,
diperkirakan pasien dengan PGK ialah sekitar 2000/juta penduduk.2 GGK atau
sering disebut juga penyakit ginjal kronik (Chronic kidney disease) memiliki
prevalensi yang sama baik pria maupun wanita dan sangat jarang ditemukan pada
anak-anak, kecuali dengan kelainan genetic, seperti misalnya pada Sindroma
Alport ataupun penyakit ginjal polikistik autosomal resesif

13

Anda mungkin juga menyukai