BAB II
PENYAKIT GINJAL KRONIK
1. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh
nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju
filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal
kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal
yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang
ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal,
stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah
gagal ginjal. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockkcroft-Gault sebagai berikut.5 :
ml
menit
LFG
=
1,73m 2
140Umur
72 x kreatinin plamsa(
mg
)
dl
Tabel 2.2 Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) dan Stadium Penyakit Ginjal Kronik
Stadium
Deskripsi
LFG (mL/menit/1.73
m)
0
1
Resiko Meningkat
Kerusakan ginjal disertai
LFG normal atau
meninggi
2
3
4
5
60-89
35-59
15-34
< 15 atau dialisis
2.1.2 Etiologi
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry
(IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut
glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik
(10%).6
a.
Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etio
loginya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi
tertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber terjadinya
kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis
primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan
glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik
lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel,
atau amiloidosis. Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan
ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau
keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti
dialisis.6
b.
Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
4
insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great
imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan
berbagai macam keluhan.6
Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahanlahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang
menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang
menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai
kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya.6
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi. Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau
hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi
sekunder atau disebut juga hipertensi renal.6
2.1.3
Faktor Resiko
Faktor resiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau
hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan
riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga.7
2.1.4
Patofisiologi
Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun
penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya
5
mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang
berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya
mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada
penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan
adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan
pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut.4
2.1.5
Gambaran Klinis
Gambaran klinik Penyakit ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat
kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis,
saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan
kardiovaskular.5
a.
Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila
ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.5
b.
c.
Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil
pasien Penyakit ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa
hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya
hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan
pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi
maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik.
Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctivamenyebabkan gejala
red eye syndromeakibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga
dijumpai
pada
beberapa
pasien
gagalginjal
kronik
akibat
penyulit
Kelainan Kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini
akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan
bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan
dinamakan urea frost.5
e.
Kelainan Kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik
sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis,
kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik
terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal
jantung.5
2.1.6 Diagnosis
b. Pemeriksaan Laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan
derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan
perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.
1. Pemeriksaan Faal Ginjal (LFG)
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup
memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).
2.1.7
Penatalaksanaan
Farmakoterapi (menurut NICE guidelines 15september2008).10
kisaran target 120 139 mm Hg) dan tekanan diastolic < 90 mmHg.
Pada orang dengan GGK dan Diabetes dan juga orang dengan ACR 70 mg/mmol
atau lebih (kira-kira ekuivalent dengan PCR 100 mg/mmol atau lebih, atau
proteinuria 1 gr/24jam atau lebih), diharuskan untuk menjaga tekanan sistolik < 130
mmHg (dengan kisaran target 120-129 mmHg) dan tekanan diastolik < 80 mmHg.
diabetes dan hipertensi dan dalam keadaan ini, sebuah batas yang lebih rendah
diterapkan.
PGK pada non-diabetik dengan hipertensi dan ACR 30 mg/mmol atau lebih (kira-kira
ekuivalen dengan PCR 50 mg/mmol atau lebih, proteinuria 0,5 gr/24jam atau lebih).
GGK pada non-diabetik dan ACR 70 mg/mmol atau lebih (kira-kira ekuivalen dengan
PCR 100 mg/mmol atau lebih, proteinuria 1 gr/24jam atau lebih), tanpa adanya
hipertensi atau penyakit kardivaskular.
GGK pada non-diabetik dengan hipertensi dan ACR < 30 mg/mmol (kira-kira
ekuivalen dengan PCR < 50 mg/mmol, atau proteinuria < 0,5 gr/24jam.
Saat menggunakan ACE Inhibitor/ARBs, upayakan agar mencapai dosis terapi
maksimal yang masih dapat ditoleransi sebelum menambahkan terapi 2nd line
(spironolakton)
c. Pemilihan statins dan antiplatelet
Terapi statin digunakan untuk pencegahan primer penyakit kardiovaskular Pada orang
dengan PGK, penggunaannyapun tidak berbeda.
Penggunaan statin pada orang dengan GGK merupakan pencegahan sekunder dari
penyakit kardiovaskular, terlepas dari batas nilai lipidnya.
d. Nutrisi
Pemberian nutrisi yang seimbang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi
dan nutrient sekaligus mengurangi gejala-gejala uremia dan menunda percepatan
penurunan fungsi ginjal atau memperlambatnya. Status nutrisi memiliki kaitan erat
dengan angka mortalitas pada pasien dengan GGK. Dianjurkan kecukupanenergy > 35
kkal/kgBB/hari, sedangkan untuk usia > 60 tahun diberikan 30 kkal/kgBB/hari,
sedangkan untuk usia > 60 tahun diberikan 30 kkal/kgBB/hari. Asupan kalori harus
cukup untuk mencegah terjadinya proses katabolik. Bila asupan peroral tidak memadai
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sehari-hari sesuai dengan status gizi seseorang,
dapat ditambahkan nutrisi parenteral. Perbandingan kalori yang bersumber dari lemak
dan karbohidrat sebesar 25% : 75%. Selain itu diberikan kombinasi dari asam amino
10
esensial dan non esensial. Jumlah maksimal pemberian karbohidrat adalah 5 g/kgBB.
Sedangkan lipid diberikan maksimal 1 g/kgBB dalam bentuk fat emulsion 10-20%
sebanyak 500 mL. Diet rendah garam, dalam bentuk protein sekitar 0,6 0,75%
g/kgBB/hari,dengan protein yang memiliki nilai biologic tinggi, sebesar 0,35
g/kgBB/hari tergantung dari beratnya gangguan fungsi ginjal. Pasien dengan gagal
ginjal krooni harus mengurangi asupan proeinnya karena protein berlebih akan
menyebabkan terjadinya penumpukan nitrogen dan ion inorganic yang akan
mengakibatkan gangguan metabolic yang disebut uremia. Dua penelitian meta-analisis
membuktikan efek dari restriksi protein memperlambat progresivitas penyakit ginjal
diabetik dan non-diabetik. Asupan kalori yang cukup sekitar 35 kkal/kgBB.
Berbagai formula cairan parenteral untuk pasien dengan GGK.8:
Formula Kopple:
Formula Teraoka:
Pemakaian kidmin:
11
Partial parenteral nutisi : 200 ml, sekali sehari selama 2 jam atau pada waktu
dialisis.
Total parenteral nutrisi : 400 ml, dengan 300 kkal/100 ml melalui vena sentral.
2.1.8 Prognosis
Penyakit PGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya buruk,
kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini,
bertujuan hanya untuk mencegah progesivitas dari GGK itu sendiri. Selain itu, biasanya GGK
sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan gejala,
sehingga penanganannya seringkali terlambat.8
12
BAB 111
PENUTUP
KESIMPULAN
Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik
ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m,
diperkirakan pasien dengan PGK ialah sekitar 2000/juta penduduk.2 GGK atau
sering disebut juga penyakit ginjal kronik (Chronic kidney disease) memiliki
prevalensi yang sama baik pria maupun wanita dan sangat jarang ditemukan pada
anak-anak, kecuali dengan kelainan genetic, seperti misalnya pada Sindroma
Alport ataupun penyakit ginjal polikistik autosomal resesif
13