Anda di halaman 1dari 50

12

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. TEORI MEDIS
1. MASA NIFAS
a. Definisi
1) Masa nifas adalah masa yang dimulai setelah partus selesai, dan
berakhir setelah kira-kira 6 minggu (42 hari) akan tetapi seluruh
alat genital akan pulih kembali seperti sebelum hamil dalam
waktu 3 bulan (Prawirohardjo, 2009:356).
2) Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil, masa nifas berlangsung kira-kira selama 6 minggu atau
42 hari. (Joseph dan Nugroho, 201:164).
b. Perubahan Fisiologis dan Psikologis masa Nifas
1) Perubahan fisiologis
Pada masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun
eksterna berangsur-angsur seperti keadaan sebelum hamil.
Perubahan-perubahan

penting

lainnya,

timbulnya

laktasi

(Sujiyatini, dkk. 2011: 126).


Perubahan- perubahan yang terjadi dalam masa nifas yaitu:

12

13

a) Perubahan pada sistem reproduksi


(1) Perubahan pada uterus
Uterus mengalami perubahan paling besar. Pada akhir
persalinan kala III, ukuran uterus kira-kira sebesar
uterus pada kehamilan 20 minggu dan beratnya 1000
gram. Ukuran ini cepat mengecil dan pada akhir minggu
pertama masa nifas beratnya kira-kira 500 gram.
Involusio ini dapat diperlihatkan oleh fakta bahwa pada
pemeriksaan abdomen besar uterus berkurang satu lebar
jari tangan setiap hari hingga pada hari ke-12 uterus tidak
teraba lagi pada pemeriksaan abdomen. Setelah itu
involusio berlangsung lebih lambat, tetapi pada akhir
minggu ke-6 masa nifas ukurannnya sedikit lebih besar
daripada sebelum hamil (Sujiyatini, dkk. 2011: 127).
(2) Lochea/ Lokhia (Prawirohardjo, 2009:359)
Lokhia adalah secret dari kavum uteri dan vagina dalam
masa nifas.
(a) Lochea rubra (cruenta)
Terdiri darah segar bercampur sisa selaput ketuban,
sel desidua, sisa verniks caseosa, lanugo dan
mekonium, pada hari pertama dan kedua.

14

(b) Lochea sanguilenta


Berupa darah bercampur lendir hari ke 3-7 pasca
persalinan.
(c) Lochea serosa
Berwarna kuning dan tidak mengandung darah pada
hari 7-14 pasca persalinan.
(d) Lochea alba
Cairan putih selama 2 minggu.
(3) Serviks
Segera setelah berakhirnya kala III, serviks merupakan
struktur yang tipis dan kolaps, lubang serviks mengecil
dengan lambat, beberapa hari setelah persalinan dapat
dilewati dua jari, tetapi pada akhir minggu pertama
menjadi demikian sempitnya sehingga sukar dimasuki
satu jari. Pinggirnya tidak rata tetapi retak-retak karena
robekan dalam persalinan (Sitti Saleha. 2009: 57).
(4) Vagina
Vagina dan lubang vagina pada permulaan puerperium
merupakan suatu saluran yang luas berdinding tipis
secara berangsur angsur luasnya berukuran, tetapi jarang
sekali kembali seperti ukuran seorang nullipara.Rugae
timbul kembali pada minggu ketiga. Himen tampak
seperti tonjolan jaringan yang kecil, dan setelah proses

15

persalinan berubah menjadi karunkule mitiformis yang


khas bagi wanita multipara (Sujiyatini, dkk. 2011: 138).
(5) Payudara
Payudara berkembang sejak usia kehamilan 6 minggu,
selama kehamilan hormon yang dihasilkan plasenta yaitu
laktogen, kariogonadotropin, estrogen dan progesteron
menginduksi perkembangan alveoli dan duktus laktiferus
di dalam payudara, hormon laktogen dari plasenta dan
hormon prolaktin dari hipofisis merangsang produksi
kolostrum, hormon-hormon lain seperti prolaktin, growth
hormon, adrenokostikosteroid dan juga diperlukan dalam
kelenjar susu. Namun produksi ASI terbatas sampai
sesudah kelahiran bayi meskipun kadar prolaktin cukup
tinggi karena aktifitas prolaktin ini dihambat oleh
estrogen.

Setelah

progesteron

persalinan

menurun

dengan

kadar

estrogen

lepasnya

dan

plasenta

sedangkan prolaktin tetap tinggi sehingga tidak ada lagi


hambatan terhadap prolaktin oleh estrogen ditambah lagi
dengan adanya isapan bayi yang merangsang ujungujung saraf sensoris pada puting susu. Rangsangan ini
kemudian di lanjutkan ke hipotalamus melalui medula
spinalis dan mesenphalon. Hipotalamus akan menekan
pengeluaran faktor-faktor yang menghambat sekresi

16

prolaktin dan kemudian faktornya akan merangsang


adenolipotise untuk mengeluarkan prolaktin, maka
produksi ASI pun dimulai oleh karena itu semakin sering
bayi menyusu semakin banyak prolaktin yang di
produksi. Proses ini di kenal dengan refleks prolaktin.
(Sitti Saleha. 2009: 58)
(6) Sistem Kardiovaskuler
Pada masa hamil hubungan pendek yang dikenal dengan
shunt

antara sirkulasi

ibu

dan plasenta,

setelah

melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba sehingga


dapat menimbulkan decompensasi cordis pada penderita
vitum cordis yang umumnya hal ini terjadi pada hari hari ketiga sampai lima hari setelah post partum
(Sujiyatini, dkk. 2011: 152).
(7) Sistem perkemihan
Pemeriksaan sistokopik segera setelah melahirkan,
menunjukan tidak saja oedema dan hyperemia dinding
kandung kemih, tetapi sering sekali terdapat ekstravasasi
darah pada submukosa. Disamping itu kandung kemih
pada puerperium mempunyai kapasitas yang meningkat
secara relatif. Oleh karena itu distensi yang berlebihan,
pengosongan yang tidak sempurna, dan urine residual
harus diwaspadai dengan seksama. Ureter dan pelvis

17

renalis dan ureter yang mengalami disiensi, putih seperti


keadaan tidak hamil pada 2 sampai 8 minggu setelah
kelahiran (Sitti Saleha. 2009: 59).
(8) Sistem pencernaan menurut (Sujiyatini, dkk. 2011: 138140).
(a) Nafsu makan
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia,
anastesia, dan keletihan, kebanyakan ibu merasa
sangat
makanan

lapar.
dua

Permintaan
kali

dari

untuk
jumlah

memperoleh
yang

biasa

dikonsumsi disertai konsumsi camilan yang seringsering ditemukan.


(b) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot
traktus cerna menetap selama waktu yang singkat
setelah bayi lahir. Kelebiahan analgesia bisa
memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke
keadaan normal.
(c) Defekasi
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama
dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan.
Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus
menurun selama proses persalinan dan pada awal

18

pasca partum, diare sebelum persalinan, enema


sebelum melahirkan, kurang makan, atau dehidrasi.
Ibu sering kali menduga nyeri saat defekasi karena
nyeri yang dirasakannya di perineum akibat
episiotomi, laserasi, atau hemoroid.
(d) After pains (his pengiring)
Perasaan mules sesudah partus akibat kontraksi
uterus kadang sangat mengganggu selama 2-3 hari
pasca persalinan dan biasanya lebih sering pada
multipara dibanding primipara. Perasaan mules lebih
terasa saat menyusui, dapat pula timbul bila masih
ada sisa selaput ketuban, sisa plasenta, atau
gumpalan darah dalam kavum uteri.
(9) Perubahan tanda-tanda vital
(a) Suhu badan wanita in partu tidak lebih dari 37,20C.
Sesudah partus dapat naik + 0,50 C dari keadaan
normal, tetapi tidak melebihi 38,00C. Sesudah 12
jam pertama melahirkan, umumnya suhu badan akan
kembali normal. Bila suhu badn lebih dari 38,00 C,
mungkin ada infeksi
(b) Nadi berkisar umumnya antara 60-80 denyutan
permenit.
badan tidak

Bila

terdapat

panas

takikardia

mungkin

ada

sedangkan
perdarahan

19

berlebihan atau ada vitium kordis pada penderita.


Segera setelah partus dapat terjadi bradi kardi pada
masa nifas umumnya denyutan nadi lebih labil di
bandingkan dengan suhu badan.
(c) Tekanan darah pada beberapa kasus ditemukan
keadaan hipertensi post partum. Terapi ini akan
menghilang

sendirinya

apabila

tidak

terdapat

penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam


kurang lebih 2 bulan tanpa pengobatan (Sujiyatini,
dkk. 2011: 151).
2) Perubahan psikologis masa nifas
Periode masa nifas merupakan waktu di mana ibu
mengalami stress pascapersalinan, terutama pada ibu primipara.
Periode ini di ekspresikan oleh Reva Rubin yang terjadi pada
tiga tahap yaitu :
a) Taking in period
Terjadi pada 1-2 hari setelah persalinan, ibu masih pasif dan
sangat bergantung pada orang lain, focus perhatian pada
tubuhnya, ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan dan
persalinan yang dialami, serta kebutuhan tidur dan nafsu
makan meningkat.

20

b) Taking hold period


Berlangsung 3-4 hari postpartum, ibu lebih berkonsentrasi
pada kemampuannya dalam menerima tanggung jawab
sepenuhnya terhadap perawatan bayi. Pada masa ini ibu
sangat sensitiv, sehingga membutuhkan bimbingan dan
dorongan perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami
ibu.
c) Letting go period
Dialami setelah ibu dan bayinya tiba di rumah. Ibu mulai
secara penuh menerima tanggung jawab sebagai seorang
ibu dan menyadari atau merasa kebutuhan bayi sangat
bergantung pada dirinya (Sujiyatini, dkk. 2011: 155).

2.

PERDARAHAN POSTPARTUM SEKUNDER


a. Pengertian
Definisi dari Perdarahan postpartum adalah Perdarahan yang
volumenya melebihi 400-500 cc, kondisi dalam persalinan
menyebabkan sulit untuk menentukan jumlah Perdarahan yang
terjadi karena tercampur dengan air ketuban dan serapan pakaian
atau kain alas tidur. Pada periode pasca persalinan, sulit untuk
menentukan terminologi berdasarkan batasan kala persalinan yang
terdiri dari kala I hingga kala IV (Prawirohardjo, 2009:523).

21

Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500cc yang


terjadi setelah bayi lahir per vaginam atau lebih dari 1000 ml setelah
persalinan abdominal. Kondisi dalam persalinan menyebabkan
kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka
batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih
dari normal yang telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara
lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil,
hiperapnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi > 100x/
menit, kadar Hb < 8 g/dL (Joseph dan Nugroho, 2011:164).
Perdarahan postpartum dibagi menjadi :
1) Perdarahan Post Partum primer (Early postpartum hemorrhage )
Perdarahan Post Partum primer adalah Perdarahan yang terjadi
dalam 24 jam pertama dengan jumlah 500 cc atau lebih setelah
kala III.
2) Perdarahan postpartum sekunder (Late postpartum hemorrhage)
Perdarahan yang terjadi sesudah 24 jam pertama dengan jumlah
500 cc atau lebih (Joseph dan Nugroho, 2011:164).
b. Etiologi
Penyebab perdarahan post partum sekunder menurut (Joseph
dan Nugroho, 2011:165) , (Harry dan William, 2010:461) dan
(Prawirohardjo, 2009:523).

22

1) Retensio sisa plasenta


a) Pengertian
Sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya
bagian

plasenta

menimbulkan

dalam

perdarahan

rongga

rahim

postpartum

yang

dapat

dini

(early

postpartum hemorrhage) atau perdarahan post partum


lambat (late postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi
dalam

6-10

hari

pasca

persalinan.

Plasenta

harus

dikeluarkan karena dapat menimbulkan banyak perdarahan,


infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta
inkarserata, polip plasenta dan terjadi degenerasi ganas
korio karsinoma.
b) Tanda dan gejalanya
Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh
darah) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang
kadang-kadang timbul adalah uterus berkontraksi baik yang
ditandai dengan perut di bagian fundus teraba keras dan ibu
merasakan mules pada bagian perut tersebut tetapi tinggi
fundus uteri tidak berkurang.
c) Penanganan
Lakukan eksplorasi digital (bidan boleh melakukan bila
serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah/jaringan.
Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan

23

evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuretase


(dilakukan oleh dokter obsgyn).
2) Inversio uteri
a) Pengertian
Inversio uteri adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus
(endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri
eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit.
b) Tanda dan gejala
Syok karena kesakitan, perdarahan banyak bergumpal, di
vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa
plasenta yang masih melekat, bila baru terjadi maka
prognosis cukup baik akan tetapi bila kejadiannya cukup
lama, maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat
uterus mengalami iskemia, nekrosis dan infeksi.
c) Penanganan
(1) Memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk
cairan/darah pengganti dan pemberian obat-obatan.
(2) Beberapa serter memberikan tokolitik /MgSO4 untuk
melemaskan uterus yang terbalik sebelum dilakukan
reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas
masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks
sampai tangan masuk kedalam uterus pada posisi

24

normalnya. Hal ini dapat dilakukan sewaktu plasenta


sudah terlepas atau belum terlepas.
(3) Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan
bila berhasil dikeluarkan dari rahim dan sambil
memberikan uterotonika lewat infus atau IM (intra
muskular), tangan tetap dipertahankan untuk konfigurasi
uterus kembali normal dan tangan operator baru
dilepaskan.
(4) Pemberian antibiotika dan transfusi darah sesuai dengan
kebutuhannya.
(5) Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks
yang keras menyebabkan manuver diatas tidak bisa
dikerjakan, maka dilakukan laparotomi untuk reposisi
dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi bila uterus
sudah mengalami infeksi dan nekrosis.
3) Endometritis
a) Pengertian
Endometritis adalah radang pada endometrium, kumankuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas
insertio plasenta dan dalam waktu singkat mengikutsertakan
seluruh endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang
tidak seberapa patogen, radang terbatas pada endometrium.

25

b) Tanda dan gejala


Tanda dan gejala tergantung pada virulensi kuman, daya
tahan penderita dan derajat trauma jalan lahir. Kadang
lokhia tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta, dan selaput
ketuban, keadaan ini dinamakan lokiometra dan dapat
menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang setelah
diatasi. Tanda yang sering muncul adalah uterus agak
membesar, nyeri pada perabaan, uterus lembek, pada
endometritis tidak meluas pada hari pertama penderita
merasa kurang sehat, nyeri perut, mulai hari ke-3 suhu
meningkat, nadi cepat, lokia kadang-kadang berbau.
c) Penanganan
Jika bidan menemukan kasus di tempat praktek lakukan
kolaborasi dengan dokter untuk dilakukan rujukan yang
paling penting stabilkan dulu kondisi ibu dengan pemberian
cairan jika kondisi tidak terlalu parah beri minum lewat
mulut kemudian lakukan pemasangan infus sebelum dirujuk
ke rumah sakit.
Di rumah sakit setelah kolaborasi dengan dokter segera
siapkan transfusi darah jika ada perdarahan, berikan
antibiotik kombinasi sampai ibu bebas demam selama 48
jam berupa Ampisilin 2gr IV setiap 6 jam, gentamisin
5mg/lg berat badan lewat IV tiap 24 jam, metronidazol

26

500mg IV tiap 8 jam, jika demam masih ada 72 jam setelah


terapi, kaji ulang diagnosis.
Jika diduga ada sisa plasenta, lakukan ekplorasi digital,
keluarkan bekuan serta sisa kotiledon, gunakan foseps
ovum atau kuret besar bila diperlukan, jika tidak ada
kemajuan dengan terapi konservatif, dan ada peritonitis
(demam, nyeri lepas, dan nyeri abdomen), lakukan
laparatomi dan drain abdomen, jika uterus terinfeksi dan
nekrotik, lakukan histerektomi subtotal.
4) Hematoma
a) Pengertian
Hematoma adalah didapatkannya gumpalan darah sebagai
akibat cidera atau robeknya pembuluh darah wanita hamil
aterm tanpa cidera mutlak pada lapisan jaringan luar.
Penyebab terutama karena gerakan kepala janin selama
persalinan (spontan), akibat pertolongan persalinan, karena
tusukan pembuluh darah selama anestesi lokal atau
penjahitan dan dapat juga karena penjahitan luka episiotomi
atau ruptur perinei yang kurang sempurna.
b) Tanda dan gejala
Terdapat nyeri yang tidak dapat hilang walaupun diberi
analgesik, terdapat pembengkakan pada vulva dan vagina,
perubahan warna, nyeri tekan, tekanan rectal dan massa

27

fluktuan yang bisa diraba per rektum atau pervaginam.


Apabila darah yang hilang dari sirkulasi umum berjumlah
banyak, terdapat gejala pucat takikardia, hipotensi bahkan
syok.
c) Penanganan
(1) Hematoma yang kecil tidak memerlukan tindakan aktif
namun hematoma harus dijaga agar tetap bersih dan
karena nekrosis jaringan bisa diikuti oleh infeksi, pasien
harus menerima preparat antibiotika.
(2) Hematoma yang besar memerlukan terapi pembedahan.
Luka tersebut dibuka, bekuan darah dikosongkan, dan
jika ditemukan titik perdarahan daerah ini diikat, daerah
bekas hematoma ditampon menggunakan kassa steril
sementara di dalam vagina juga ditempatkan tampon
untuk menekan. Tampon ini dibiarkan selama 24 jam
hingga 48 jam. Antibiotika diberikan, transfusi darah
dilakukan kalau perlu, dan pasien diobservasi dengan
cermat untuk menjaga apabila sewaktu-waktu terjadi
perdarahan yang baru.
c. Insidensi
Berdasarkan dari laporan-laporan baik di negara maju maupun
di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai

28

15%. Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut:


(Joseph dan Nugroho, 2011:165)
1) Atonia uteri 50-60%
2) Sisa plasenta 23-24%
3) Retensio plasenta 16-17%
4) Laserasi jalan lahir 4-5%
5) Kelainan darah 0,5-0,8%
d. Gejala Klinis
Penyebab terjadinya perdarahan post partum, secara mudah
adalah 4-T:
1) Tonus

: atonia uteri, kandung kemih yang over distensi.

2) Tissue

: retensi plasenta (sisa plasenta) dan bekuan darah.

3) Trauma

: perlukaan pada vagina, serviks atau uterus.

4) Trombin

: gangguan pembekuan darah (bawaan atau didapat).

e. Kriteria Diagnosis
1) Pemeriksaan fisik: pucat, dapat disertai dengan tanda-tanda
syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, ekstermitas
dingin serta nampak darah keluar dari vagina terus menerus.
2) Pemeriksaan obstetri: mungkin kontraksi usus lembek, uterus
membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik,
perdarahan mungkin disebabkan karena laserasi jalan lahir.

29

3) Pemeriksaan ginekologi: dilakukan dalam keadaan baik atau


telah diperbaiki, dapat diketahui kontraksi uterus, luka jalan
lahir, dan retensi sisa plasenta (Joseph dan Nugroho, 2011:167).
f. Prediposisi
Faktor risiko untuk terjadinya perdarahan post partum adalah:
1) Penggunaan obat-obatan ( anestesi umum, magnesium sulfat ).
2) Partus precipitatus.
3) Solusio plasenta.
4) Persalinan traumatis.
5) Uterus yang terlalu teregang (gemeli, hidramnion).
6) Adanya cacat parut, tumor, anomali uterus.
7) Partus lama.
8) Persalinan dengan pacuan.
9) Perdarahan antepartum.
10) Paritas tinggi.
11) Riwayat perdarahan postpartum.
(Joseph dan Nugroho, 2011:167).
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak dalam
periode antenatal. Kadar hemoglobin dibawah 10 g/dL
berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk.

30

b) Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus


dilakukan sejak periode antenatal.
c) Perlu melakukan pemeriksaan faktor koagulasi seperti
waktu perdarahan dan waktu pembekuan.
2) Pemeriksaan Radiologi
a) Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat.
Dengan diagnosis dan penanganan yang tepat, resolusi biasa
terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau radiologis
dapat dilakukan. Berdasarkan pengalaman pemeriksaan
USG dapat membantu untuk melihat adanya jendalan darah
dan retensi sisa plasenta.
b) USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk
mendeteksi pasien dengan resiko tinggi yang memiliki
faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum
seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula
meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis
plasenta

akreta

dan

variannya

(Joseph

dan

Nugroho, 2011:168)
h. Penatalaksanaan
Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2
komponen yaitu :
1) Resusitasi

dan

penanganan

kemungkinan syok hipovolemik

perdarahan

obstetri

serta

31

a) Resusitasi cairan
(1) Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah
balik vena sehingga dapat memberi waktu untuk
menegakan

diagnosa

dan

menangani

penyebab

perdarahan.
(2) Perlu dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena.
Selama persalinan perlu dipasang paling tidak 1 jalur
intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post
partum dan dipertimbangkan jalur kedua pada pasien
dengan resiko sangat tinggi.
(3) Berikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam volume
yang besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau cairan
Ringer Laktat melalui akses intravena periver. NS
merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan
karena biaya yang ringan dan kompatibilitasnya dengan
sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko
terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam
hubungan dengan perdarahan post partum.
2) Identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan
post partum (Joseph dan Nugroho, 2011:169)

32

i. Pengelolaan Perdarahan
1) Post partum primer
a) Mintalah bantuan apabila menghadapi kejadian ini (perlu
pendekatan

multidisipliner). Pasanglah infus dengan

jarum besar (jika belum terpasang) untuk menjamin


sirkulasi

yang

memasukkan

adekuat

obat-obatan,

dan

untuk

sebelum

memudahkan

sirkulasi

menjadi

kolaps.
b) Lakukan pijat uterus (masase uterus) sampai berkontraksi
baik. Banyak bukti yang mendukung bahwa masase
uterus dapat mencegah terjadinya perdarahan post partum
akibat atonia uterus.
c) Identifikasi adanya laserasi jalan lahir dan lakukan
perbaikan. Tempatkan jahitan pertama kali setidaknya 1 cm
di atas ujung luka. Lakukan pengamatan daerah yang akan
dijahit dengan adekuat, jika perlu penjahitan dilakukan di
kamar operasi.
d) Lakukan eksplorasi rongga rahim untuk memastikan tidak
adanya laserasi uterus dan menjamin tidak adanya sisa
plasenta dan bekuan darah dalam rongga rahim.
e) Ambilah contoh darah untuk pemeriksaan darah lengkap
dan jumlah trombosit, golongan darah, fibrinogen, produk-

33

produk pemecahan fibrin, prothrombin time dan partial


prothrombin time.
f) Berikan uterotonika
Tabel.2.1. Jenis uterotonika dan cara pemberiannya
Jenis dan cara
Dosis dan cara
pemberian
awal

Dosis lanjutan

Dosis
maksimal per
hari
Kontraindikasi
atau hati-hati

Oksitosin
IV : 20 IU dalam
larutan
1
L
larutan
garam
fisiologis dengan
tetesan
cepat
IM: 10 IU
IV: 20 IU dalam
1L larutan garam
fisiologis dengan
40 tetes/menit

Tidak lebih dari


3L
larutan
fisiologis
Pemberian
IV
secara cepat atau
bolus

ergometrin
IM atau IV
(lambat): 0,2
mg

Misoprostol
Oral atau rektal
400 mg

Ulangi 0,2 mg
IM setelah 15
menit
bila
masih
diperlukan beri
IM/IV setiap 24 jam
Total 1 mg (5
dosis)

400 mg 2-4
jam
setelah
dosis awal

Preeklamsia,
vitium kordis,
hipertensi

Nyeri
kontraksi, asma

Total 1200 mg
atau 3 dosis

Sumber : Joseph dan Nugroho, (2011).


2) Post Partum Sekunder
Pada pasien perdarahan post partum sekunder penanganan awal
dan segera adalah :
a) Prioritas dalam penatalaksanaan hemoragi postpartum
sekunder :
(1) Minta

pertolongan

(untuk

membantu

mengontrol

perdarahan).
(2) Kaji kondisi pasien (tekanan darah, nadi, warna kulit,
kesadaran dan tonus uterus)
(3) Temukan penyebab perdarahan.

34

(4) Hentikan perdarahan.


(5) Stabilkan/meresusitasi maternal.
(6) Cegah perdarahan lanjutan.
b) Rujuk pasien ke rumah sakit sebagai salah satu kasus
kedaruratan.
c) Percepatan kontraksi dengan cara melakukan massage
uterus, jika uterus masih teraba.
d) Kaji kondisi pasien, jika pasien di daerah terpencil mulailah
sebelum dilakukan rujukan.
e) Berikan oksitosin (oksitosin 10 IU dan ergometrin 0,2 mg
secara IV). Berikan melalui IM apabila tidak bisa melalui
IV.
f) Siapkan donor untuk transfusi, ambil darah untuk cross cek,
berikan NaCl tiap 15 menit apabila pasien mengalami syok
(pemberian infus sampai sekitar 3 liter untuk mengatasi
syok), awasi agar uterus tetap berkontraksi dengan baik.
g) Jika terjadi perdarahan berlebih tambahkan 40 IU oksitosin
dalam 1 liter cairan infus RL atau NaCl dengan tetesan 40
tetes/menit
h) Pada

kasus

syok

yang

parah

ekspander/transfusi darah.
i) Berikan antibiotik berspektrum luas.

gunakan

plasma

35

j) Lakukan pemasangan kateter menetap untuk memantau


produksi urine.
k) Pada kasus yang tetap tidak memberikan respon terapi
dengan langkah-langkah di atas, pertimbangkan untuk
melakukan intervensi pembedahan. Tindakan yang dapat
dilakukan: mengikat arteria uterina, mengikat arteria iliaka
interna, melakukan kompresi uterus dengan tehnik BLynch,

penggunaan

tampon

uterus

atau

dengan

mempergunakan Foley kateter 24F yang kemudian diisi


dengan

60

80

NaCl

menginginkan fertilitasnya

(pada

penderita

dipertahankan).

yang

Tindakan

tersebut dapat dikombinasikan sebelum memutuskan untuk


melakukan histerektomi (WHO,safe motherhood 2003:74).
j.

Penyulit
Penyulit yang dapat terjadi pada perdarahan post partum adalah:
1) Syok hipovolemik
Syok hipovolemik adalah suatu keadaan akut dimana tubuh
kehilangan cairan tubuh, cairan ini dapat berupa darah, plasma,
dan elektrolit. Syok hipovolemik adalah suatu keadaan dimana
terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga dapat
mengakibatkan multiple organ failure akibat perfusi yang tidak
adekuat. Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok
pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang

36

terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang


terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak
lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan
dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa,
kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang
besar atau majemuk (Grace, 2006).
2) DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu
keadaan dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh
aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah
kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan
untuk mengendalikan perdarahan.
Disseminated intravascular coagulation (DIC) adalah suatu
keadaan hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan oleh
bermacam penyakit atau keadaan, dimana pada suatu saat darah
merah

bergumpal

didalam

kapiler

diseluruh

tubuh.

Penggumpalan darah dapat terjadi dalam waktu singkat,


beberapa jam sampai satu sampai dua hari (acute DIC) dan
dapat juga dalam waktu yang lama, berminggu-minggu sampai
berbulan-bulan

(chronic

DIC).

Pada

DIC

akut

terjadi

penggumpalan darah dalam waktu singkat, hal ini mengakibatkan sebagian besar bahan-bahan koagulasi, seperti trombosit,
fibrinogen dan lain faktor pembekuan (I sampai XIII)

37

dipergunakan dalam proses penggumpalan tersebut, oleh karena


itu, keadaan ini disebut juga consumption coagulapathy atau
defibrinolysis syndrome. Kesemuanya ini berakibat terjadinya
perdarahan dari yang ringan sampai berat.
Penyebab Keadaan ini diawali dengan pembekuan darah
yang berlebihan, yang biasanya dirangsang oleh suatu zat racun
di dalam darah. Karena jumlah faktor pembekuan berkurang,
maka terjadi perdarahan yang berlebihan. Orang-orang yang
memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC yaitu Wanita
yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan
disertai komplikasi, dimana jaringan rahim masuk ke dalam
aliran darah, Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan
endotoksin (suatu zat yang menyebabkan terjadinya aktivasi
pembekuan), Penderita leukemia tertentu atau penderita kanker
lambung, pankreas maupun prostat (McKay dan William, 2004:
129).
3) Amenorhea sekunder
Amenorhea sekunder adalah keadaan dimana seorang
wanita pernah mengalami menstruasi / haid, kemudian berhenti
selama 3 siklus atau selama 6 bulan. Penyebabnya yaitu karena
hipotensi, anemia, infeksi, kelainan organ reproduksi, terdapat
jaringan parut di dinding rahim atau kelemahan kondisi tubuh

38

secara umum dan stres psikologis (Joseph dan Nugroho,


2011:40).
k. Pencegahan
Bukti dan penelitian menunjukan bahwa penanganan aktif pada
persalinan kala III dapat menurunkan insidensi dan tingkat
keparahan perdarahan postpartum. Penanganan aktif merupakan
kombinasi dari hal-hal berikut:
1) Pemberian Uterotonika (dianjurkan Oksitosin) segera setelah
bayi dilahirkan.
2) Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat.
3) Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus
ketika uterus berkontraksi dengan baik (Prawiroharjo, 2009:
525)
Penalaksanaan manajemen aktif kala III (pengeluaran aktif
plasenta) membantu menghindarkan terjadinya perdarahan pasca
persalinan yang meliputi:
a) Memberikan

oksitosin

untuk

merangsang

uterus

berkontraksi yang juga mempercepat pelepasan plasenta.


(1) Oksitosin dapat diberikan dalam segera setelah kelahiran
bayi.
(2) Jika oksitosin tidak tersedia, rangsang putting susu atau
susukan bayi guna menghasilkan oksitosin alamiah
memberikan ergometrin 0,2 mg IM.

39

b) Lakukan Peregangan Tali pusat terkendali ( PTT ) dengan


cara:
(1) Satu tangan diletakkan pada korpus uteri tepat di atas
simpisis pubis. Selama kontraksi tangan mendorong
korpus uteri dengan gerakan dorso cranial kearah
belakang dan ke arah kepala ibu.
(2) Tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5
6 cm di depan vulva.
(3) Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya
kontraksi kuat (2 - 3 menit ).
(4) Selama kontraksi, lakukan tarikan terkendali pada tali
pusat yang terus menerus, dalam, tegangan yang sama
dengan tangan ke uterus.
(5) PTT dilakukan hanya selama uterus berkontraksi.
Tangan pada uterus merasakan kontraksi, ibu dapat juga
memberi tahu petugas ketika ia merasakan kontraksi.
c) Begitu plasenta lepas, keluarkan dengan menggerakkan
tangan atau klem pada tali pusat mendekati plasenta,
keluarkan plasenta dengan gerakan ke bawah dan ke atas
sesuai dengan sumbu jalan lahir. Kedua tangan dapat
memegang plasenta dan perlahan memutar plasenta kearah
jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban.

40

d) Segera setelah plasenta dan selaputnya dikeluarkan, masase


fundus agar menimbulkan kontraksi. Hal ini dapat
mengurangi pengeluaran darah dan dapat mencegah
perdarahan pascapersalinan. Jika uterus tidak berkontraksi
kuat selam 10 15 detik, atau jika perdarahan hebat terjadi,
segera lakukan kompresi bimanual dalam. Jika atonia uteri
tidak teratasi dalam 1 2 menit, ikuti protocol untuk
perdarahan pascapersalinan.
e) Jika menggunakan manajemen aktif kala III dan palsenta
belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan oksitosin 10 unit
I.M dosis kedua, dalam jarak 15 menit dari pemberian
oksotosin dosis pertama.
f) Jika menggunakan manajemen aktif kala III dan plasenta
belum juga lahir dalam waktu 30 menit:
(1) Periksa kandung kemih dan lakukan kateterisasi jika
kandung kemih penuh.
(2) Periksa adanya tanda tanda pelepasan plasenta
(3) Berikan oksitosin 10 unit I.M dosis ketiga, dalam jarak
waktu 15 menit dari pemberian oksitosin dosis pertama.
g) Periksa wanita tersebut secara seksama dan jahit semua
robekan pada serviks atau vagina atau perbaiki episiotomi.
( Depkes RI, 2006, hal N-19 )

41

42

B. TEORI MANAJEMEN KEBIDANAN


1. Pengertian Asuhan Kebidanan
Asuhan

Kebidanan

adalah

aktivitas

atau

intervensi

yang

dilaksanakan oleh bidan kepada klien, yang mempunyai kebutuhan atau


permasalahan, khususnya dalam KIA atau KB.
Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi, kegiatan dan tanggung
jawab bidan dalam memberikan pelayanan kepada klien yang
mempunyai kebutuhan atau masalah bidan meliputi masa kehamilan,
persalinan,nifas, bayi, dan keluarga berencana termasuk kesehatan
reproduksi perempuan serta pelayanan kesehatan masyarakat (Varney,
2004:413).
2. Pengertian Manejemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah metode kerja profesi dengan
menggunakan langkah-langkah sehingga merupakan alur kerja dan
perorganisasian pikiran dan bertindak sebagai suatu langkah-langkah
yang logis dan menguntungkan baik bagi klien maupun bagi bidan.
Proses manajemen ini terdiri dari 7 langkah berurutan dimana
disetiap langkah disempurnakan secara periodik, proses ini dimulai dari
pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi.
Dengan adanya proses manajemen asuhan kebidanan ini maka
mudah kita dapat mengenali dan mengidentifikasi masalah selanjutnya,
merencanakan dan melaksanakan suatu asuhan yang aman dan efektif.

43

3. Proses Manajemen Asuhan Kebidanan Menurut Varneys Midwivery,


1997
a. Langkah I. Pengkajian (Pengumpulan Data Dasar)
Merupakan langkah awal manajemen kebidanan, langkah yang
merupakan kemampuan intelektual dalam mengidentifikasi masalah
ibu, Pada tahap ini merupakan dasar langkah selanjutnya. Kegiatan
yang dilaksanakan dalam langkah identifikasi data dasar meliputi
pengumpulan data, menggali data atau informasi baik ibu, keluarga,
maupun tim kesehatan lainnya atau data yang diperoleh dari hasil
pemeriksaan pada pencatatan dokumen medik. Hal-hal yang
dilakukan dalam pengumpulan data :
1) Data Subyektif
a) Biodata
(1) Nama
Untuk lebih mengenal pasien agar tercipta keakraban
yang dapat membantu dalam mengembangkan hubungan
interpersonal.
(2) Umur
Untuk mendeteksi hubungan umur dengan penyulit saat
ini.
(3) Agama
Untuk mengetahui keyakinan serta cara pandang agama
yang di anutnya.

44

(4) Suku/ bangsa


Untuk mengetahui sosial budaya dan adat istiadat untuk
memperoleh gambaran tentang budaya yang di anut
pasien apakah bertentangan atau mendukung pola- pola
kesehatan.
(5) Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat intelektual, karena pendidikan
mempengaruhi sikap perilaku kesehatan seseorang, serta
mempermudah kita untuk berkomunikasi dengan klien.
(6) Pekerjaan
Untuk memperoleh gambaran tentang sosial ekonomi.
(7) Alamat
Untuk mengetahui daerah lingkungan tempat tinggal ibu,
karena

lingkungan

sangat

berpengaruh

terhadap

kesehatan ibu.
(8) Identitas penanggung jawab
Untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab
terhadap pasien termasuk biaya perawatan.
b) Keluhan utama
Keluhan utama ditujukan untuk menggali tanda atau gejala
yang berkaitan dengan partus macet. Tanda dan gejala yang
dikeluhkan pasien nifas dengan perdarahan post partum
sekunder

45

c) Riwayat kesehatan
(1) Keluarga
Berkaitan dengan penyakit keluarga yang dikaji :
penyakit jantung, asma, hipertensi, alergi, DM untuk
mengetahui apakah keluarga mempunyai riwayat yang
berkaitan dengan partus macet.
(2) Pasien
Dikaji mengenai kesehatan dahulu dan sekarang.
Riwayat kesehatan dahulu ditujukan pada pengkajian
penyakit yang diderita pasien yang berkaitan dengan
partus macet.
d) Riwayat obstetri
(1) Riwayat KB
Untuk mengetahui alat kontrasepsi yang digunakan
sebelumnya, untuk mengetahui alasan melepas alat
kontrasepsi, untuk mengetahui rencana alat kontrasepsi
yang akan digunakan, dan untuk mengetahui alasan
menggunakan alat kontrasepsi.
(2) Riwayat perkawinan
Dikaji umur ibu dan suami saat menikah, berapa kali,
lama dan usia menikah. Hal ini untuk mengetahui
infertilitas.

46

e) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari


(1) Nutrisi
Perlu dikaji untuk mengetahui pola makan ibu supaya
kita mendapatkan gambaran bagaimana pasien dalam
mencukupi asupan gizinya secara kualitas dan kuantitas.
(2) Eliminasi
Perlu dikaji untuk mengetahui pola eliminasi klien
berdasarkan buang air besar melalui frekuensi, jumlah,
konsistensi dan bau serta kebiasaan buang air kecil
meliputi frekuensi, warna, dan jumlah.
(3) Istirahat
Perlu dikaji pola istirahat dan tidur klien, berapa jam
klien tidur, dan klien dianjurkan cukup istirahat.
(4) Personal hygiene
Perlu dikaji karena bagaimanapun juga hal ini akan
mempengaruhi kesehatan ibu, terutama kebersihan
genetalianya.
(5) Aktivitas
Dikaji untuk mengetahui aktifitas klien.
(6) Data psikososiokultural
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap
dirinya

47

2) Data Objektif
Data obyektif adalah data yang didapat dari hasil observasi
melalui pemeriksaan fisik dari ujung kepala hingga ke ujung
kaki.
a) Pemeriksaan Umum
(1) Keadaan Umum

: Mengetahui keadaan pasien sehat,


tampak sakit atau pucat (Manuaba,
2009:80).

(2) Kesadaran

: Pemeriksaan ini bertujuan Menilai

status kesadaran pasien. Kesadaran terbagi 5 yaitu:


compos mentis (yaitu pasien mengalami kesadaran penuh
dengan memberikan respons yang cukup terhadap
stimulus yang diberikan, Apatis (yaitu pasien mengalami
acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnya), somnolen
(yaitu pasien memiliki kesadaraan yang lebih rendah,
ditandai dengan pasien tampak mengantuk, selalu ingin
tidur dan responsive terhadap rangsangan ringan, tetapi
masih memberikan respons terhadap rangsangan yang
kuat), sopor (yaitu pasien tidak memberikan respons
ringan atau sedang, tetapi masih memberikan respons
sedikit terhadap rangsangan yang kuat dengan adanya
refleks pupil terhadap cahaya yang masih positif), koma
(Yaitu pasien tidak dapat bereaksi terhadap stimulus atau

48

rangsangan apapun sehingga refleks pupil terhadap


cahaya tidak ada) dan disorientasi (yaitu tingkat
kesadaran

yang

paling

bawah,

ditandai

dengan

disorientasi yang sangat iritatif, kacau dan salah terhadap


persepsi terhadap rangsangan sensorik (Musrifatul
Uliyah dkk, 2008:153).
(3) Pemeriksaan tanda vital
(a) Tekanan darah (vital sign)
Mengetahui faktor resiko hipertensi atau hipotensi
dengan nilai satuannya mmHg. Keadaan normal
antara 120/80 mmHg sampai 130/90 mmHg (Bicley,
2008).
(b) Pengukuran suhu
Mengetahui suhu badan pasien, suhu badan normal
adalah 36 0C sampai 37 0C. Bila suhu lebih dari 38
0

C harus dicurigai adanya infeksi (Wiknjosastro,

2006).
(c) Nadi
Memberi gambaran kardiovaskuler. Denyut nadi
normal 70 x/menit sampi 88 x/menit (Perry dan
Potter, 2005).

49

(d) Pernafasan
Mengetahui sifat pernafasan dan bunyi nafas dalam
satu menit. Pernafasan normal 22x/menit sampai 24
x/menit (Bicley, 2008).
(4) Berat Badan
Mengetahui berat badan pasien untuk mengetahui status
gizi pasien.
(5) Tinggi Badan
Mengetahui tinggi badan pasien.
b) Pemeriksaan Fisik
(1) Kepala
(a) Rambut: Untuk menilai warna, kelebatan, dan
karakteristik seperti ikal, lurus, keriting.
(b) Muka : Keadaan muka pucat atau tidak adakah
kelainan, adakah oedema.
(c) Mata

: Conjungtiva berwarna merah muda atau


tidak, sklera berwarna putih atau tidak.

(d) Hidung : Untuk mengetahui apakah ada polip atau


tidak.
(e) Telinga : Bagaimana keadaan daun telinga, liang
telinga dan ada serumen atau tidak.

50

(f) Mulut : Untuk mengetahui mulut bersih apa tidak


ada caries atau tidak dan ada karang gigi
atau tidak.
(2) Leher

: Apakah ada pembesaran kelenjar gondok


atau tyroid, tumor atau pembesaran getah
bening.

(3) Dada

: Apakah ada benjolan pada payudara atau


tidak, dan apakah simetris kanan kiri.

(4) Aksila

: Apakah terdapat pembesaran kelenjar


Limfe.

(5) Abdomen

: Apakah ada jaringan parut atau bekas


operasi, adakah nyeri tekan serta adanya
massa, apakah uterus berkontraksi.

(6) Ekstermitas
(a) Atas

: Simetris atau tidak, apakah oedema atau


tidak, turgor baik atau tidak, akral dingin
atau tidak.

(b) Bawah : Apakah terdapat varices, oedema atau


tidak, betis merah atau lembek atau keras.
(7) Genetalia

: Untuk mengetahui keadaan vulva adakah


tanda-tanda infeksi, varices, pembesaran
kelenjar bartholini, dan perdarahan.

(8) Anus

: Apakah ada haemoroid atau tidak.

51

c) Data Penunjang
Digunakan untuk mengetahui kondisi klien sebagai data
penunjang data penunjang terdiri dari:
(1) Pemeriksaan Inspekullo
Pemeriksaan inspekullo dilakukan untuk memastikan
dari mana asal perdarahan tersebut apakah ada infeksi
atau kelainan pada serviks porsio.
(2) Pemeriksaan Dalam
Untuk mengetahui apakah ada nyeri sentuh, adakah
benjolan atau robekan di dalam jalan lahir.
(3) Pemeriksaan Lab
Untuk mengetahui Hb apakah dalam batas normal atau
tidak. Hb normal 12 15 gr/dl.
b. Langkah II. Interpretasi Data Dasar
Menginterpretasikan data secara spesifik ke dalam suatu
rumusan diagnosa kebidanan dan masalah. Diagnosa lebih sering
didefinisikan oleh bidan yang difokuskan pada apa yang dialami oleh
klien sedangkan masalah lebih sering berhubungan dengan
bagaimana klien menguraikan keadaan yang dirasakan.
c. Langkah III. Identifikasi adanya diagnosa atau masalah potensial
Tahap ini mengantisipasi masalah potensial yang mungkin
terjadi atau yang akan dialami

oleh ibu bila tidak mendapat

penanganan yang adekuat, didapat melalui pengamatan yang cermat,

52

observasi secara akurat dan persiapan untuk segala sesuatu yang


mungkin terjadi.
d. Langkah IV. Antisipasi Masalah
Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen
kebidanan. Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera
oleh bidan atau dokter dan atau untuk konsultasi atau ditangani
bersama dengan anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi
pasien. Dalam hal ini di lakukan antisipasi dengan cara melakukan
kolaborasi dan rujukan ke tempat tenaga kesehatan yang lebih tinggi.
e. Langkah V. Perencanaan
Rencana Tindakan Asuhan Kebidanan merencanakan tindakan
secara komprehensif yang didasari atas rasional tindakan yang
relevan dan diakui kebenaranya, sesuai kondisi dan situasi
berdasarkan analisa yang seharusnya dikerjakan atau tidak oleh
bidan.
f. Langkah VI. Pelaksanaan Tindakan Asuhan Kebidanan
Langkah implementasi atau pelaksanaan asuhan didalam
manajemen kebidanan dilaksanakan oleh bidan maupun bekerjasama
dengan tenaga kesehatan lain, berdasarkan rencana yang telah
ditetapkan. Pelaksanaan asuhan kebidanan di upayakan dalam waktu
singkat dan seefektif mungkin, hemat dan berkualitas, serta sesuai
rencana yang komprehensif. Implementasi memberikan asuhan

53

kebidanan yang sesuai dengan masalah atau penyakit yang diderita


ibu.
g. Langkah VII. Evaluasi Tindakan Asuhan Kebidanan
Mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan asuhan yang
diberikan kepada klien. Pada tahap ini bidan harus melakukan
pengamatan dan observasi terhadap masalah yang dihadapi klien,
apakah masalah di atasi seluruhnya sebagian telah dapat dipecahkan
atau mungkin timbul masalah baru.
Selain terhadap permasalah klien, bidan juga harus mengenal
apakah rencana yang telah ditetapkan dapat dilakukan dengan baik,
apakah perlu disusun kembali intervensi yang lain sehingga masalah
dapat dipecahkan dengan tepat.
Pada prinsipnya, tahapan evaluasi ada pengkajian kembali
terhadap

klien

untuk

menjawab

pertanyaan

seberapa

jauh

tercapainya rencana yang dilakukan.


h. Data Perkembangan
Pendokumentasian asuhan kebidanan, rencana asuhan kebidanan
ditulis dalam data perkembangan SOAP yang merupakan salah satu
pendokumentasian

yang

menurut

Varney

(2004:54)

SOAP

merupakan singkatan dari:


S

: Subyektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan
data klien melalui anamnesa.

54

: Obyektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan
fisik klien, hasil laboratorium dan tes diagnostik lain yang
dirumuskan

dalam

data

fokus

untuk

mendukung

assessment.
A

: Assesment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan
implementasi data subyektif dan obyektif dalam suatu
identifikasi.

: Planning
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan
evaluasi berdasarkan assesment. Memberikan konseling
sesuai dengan permasalahan yang ada sebagai upaya untuk
membantu proses pengobatan.

C. Teori Hukum Kewenangan Bidan


1. Pengertian
Menurut Kamus Bahasa Indonesia hukum adalah peraturan yang
dibuat dan disepakati baik secara tertulis maupun tidak tertulis, peraturan,
undang-undang yang mengikat perilaku setiap masyarakat tertentu
(Suharso dkk, 2008:221).
Hukum adalah keseluruhan norma, yang oleh penguasa Negara
atau

penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan hukum,

55

dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan peraturan yang mengikat


sebagian atau seluruh masyarakat, dengan tujuan untuk mengadakan
suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut (Lubis, 2010:2).
Hukum merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang
mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, dan juga mencakupi
lembaga-lembaga dan proses-proses yang mewujudkan berlakunya
kaidah-kaidah itu dalam kenyataan (Kusumaatmadja, 2007:34).
Berdasarkan beberapa pengertian hukum diatas maka dapat
disimpulkan bahwa hukum adalah suatu peraturan baik tertulis maupun
tidak tertulis yang mengikat sebagian atau seluruh masyarakat yang
dikehendaki oleh penguasa.
2. Kewenangan Bidan
a. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Republik
Indonesia Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Izin dan
Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan
tertuang pada Pasal 14 yang berbunyi sebagai berikut:
Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan
pelayanan yang meliputi :
1) Pelayanan kebidanan.
2) Pelayanan keluarga berencana.
3) Pelayanan kesehatan masyarakat.
Dalam Pasal 24 kewenangan Bidan adalah dalam menjalankan
praktik

harus

membantu

program

pemerintah

dalam

56

meningkatkan

derajat

kesehatan

masyarakat

khususnya

kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana.


Dalam Pasal 25 kewenangan Bidan meliputi:
a) .Bidan dalam menjalankan praktik harus sesuai dengan
kewenangan yang diberikan, berdasarkan pendidikan dan
pengalaman

serta

dalam

memberikan

pelayanan

berdasarkan standar profesi.


b) Di samping ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bidan

dalam

melaksanakan

praktik

sesuai

dengan

kewenangannya harus :
(1) Menghormati hak pasien.
(2) Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani.
(3) Menyimpan

rahasia

sesuai

dengan

peraturan

perundang-undangan yang berlaku.


(4) Memberikan informasi tentang pelayanan yang akan
diberikan.
(5) Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan.
(6) Melakukan catatan medik (medical record) dengan
baik.
b. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Republik
Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/2007.
1) Standar kompetensi yang berhubungan dengan Nifas dan
Menyusui

57

Kompetensi ke-5 :
Bidan memberikan asuhan kepada ibu nifas dan menyusui
yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.
Pengetahuan dasar
a) Fisiologi nifas
b) Proses involusi dan penyembuhan sesudah persalinan/
abortus
c) Proses laktasi/ menyusui dan tehnik menyusui yang benar
serta

penyimpangan

yang

lazim

terjadi

termasuk

pembengkakan payudara, abses, mastitis, puting susu lecet,


puting susu masuk
d) Nutrisi ibu nifas, kebutuhan istirahat, aktifitas dan
kebutuhan fisiologis lainnya seperti pengosongan kandung
kemih
e) Kebutuhan nutrisi bayi baru lahir
f) Adaptasi psikologis ibu sesudah bersalin/abortus
g) Bounding and Attacchment orang tua dan bayi baru lahir
untuk menciptakan hubungan yang positif
h) Indikator sub involusi misalnya perdarahan yang terus
menerus, infeksi
i) Indikator masalah-masalah laktasi

58

j) Tanda dan gejala yang mengancam kehidupan misalnya


perdarahan pervaginam menetap, sisa plasenta, renjatan
(syok) dan pre-eklamsia post partum
k) Indikator pada komplikasi tertentu dalam periode post
partum seperti anemia kronis, hematoma vulva, retensi
urine dan incontinentia ani.
l) Kebutuhan asuhan dan konseling selama dan konseling
sesudah abortus
m) Tanda dan gejala komplikasi abortus
Ketrampilan dasar
a) Mengumpulkan data tentang riwayat kesehatan yang
terfokus termasuk keterangan rinci tentang kehamilan,
persalinan dan kelahiran.
b) Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus pada ibu.
c) Pengkajian involusi uterus serta penyembuhan perlukaan
vulva/ jahitan
d) Merumuskan diagnosa masa nifas
e) Menyusun perencanaan
f) Memulai dan mendukung pemberian ASI eksklusif
g) Melaksanakan pendidikan kesehatan pada ibu meliputi
perawatan diri sendiri, istirahat, nutrisi, dan perawatan bayi
baru lahir

59

h) Mengidentifikasi hematoma vulva dan melaksanakan


rujukan bilamana perlu.
i) Mengidentifikasi infeksi pada ibu, mengobati sesuai
kewenangan atau merujuk untuk tindakan yang sesuai
j) Penatalaksanaan ibu post partum abnormal : sisa plasenta,
renjatan dan infeksi ringan
k) Melakukan konseling kepada ibu tentang seksualitas dan
KB paska persalinan
l) Melakukan konseling dan memberikan dukungan untuk
wanita pasca persalinan
m) Melakukan kolaborasi atau rujukan pada komplikasi
tertentu
n) Memberikan antibiotika yang sesuai
o) Mencatat dan mendokumentasikan temuan-temuan dan
intervensi yang dilakukan
Ketrampilan tambahan
Melakukan insisi pada hematoma vulva
c. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik
Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:
Dalam pasal 9 Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk
memberikan pelayanan yang meliputi:

60

1) Pelayanan kesehatan ibu


2) Pelayanan kesehatan anak
3) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana
Dalam pasal 10 Kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:
1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa
persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua
kehamilan.
2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a) Pelayanan konseling pada masa pra hamil.
b) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal.
c) Pelayanan persalinan normal.
d) Pelayanan ibu nifas normal.
e) Pelayanan ibu menyusui.
f) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
3) Bidan dalam memeberikan pelayanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berwenang untuk :
a) Episiotomi.
b) Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II.
c) Penanganan
perujukan.

kegawat-daruratan,

dilanjutkan

dengan

61

d) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil.


e) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas.
f) Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan
promosi air susu ibu (ASI) eksklusif.
g) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan
postpartum.
h) Penyuluhan dan konseling.
i) Bimbingan pada kelompok ibu hamil.
j) Pemberian surat keterangan kematian.
k) Pemberian surat keterangan cuti bersalin.
Analisa :
Pada ayat di atas dapat dianalisa bahwa dalam memberikan
pelayanan kesehatan pada ibu, bidan hanya berwenang dalam
memberikan pelayanan pada ibu bersalin dengan episiotomi,
penjahitan luka jalan lahir derajat I dan II, penanganan kegawat
daruratan, dilanjutkan dengan perujukan, pemberian uterotonika
pada managemen aktif kala tiga dan post partum.

Anda mungkin juga menyukai