Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah. Keadaan demikian membuat
Indonesia sebenarnya memiliki banyak potensi dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya
melalui pemanfaatan yang maksimal terhadap kekayaan tersebut. Kekayaan Indonesia meliputi
keanekaragaman hayati dan non hayati. Keduanya apabila mampu termanfaatkan dengan baik,
maka Indonesia diproyeksikan akan mampu menjadi negara yang mandiri.
Lingkungan yang alami memiliki banyak potensi dan peranan bagi kehidupan. Keadaan
lingkungan yang alami juga memegang peranan yang penting, hal tersebut dikarenakan
lingkungan yang alami bisa dijadikan wisata yang menjanjikan. Pemanfaatan sumberdaya
lingkungan seperti kawasan gunung untuk dijadikan tempat wisata bisa dikatakan sebagai
peningkatan nilai tambah di lingkungan tersebut. Setiap kegiatan atau kebijakan yang
diberlakukan pada lingkungan akan selalu menimbulkan dampak, maka sebagai upaya untuk
menjaga keberlangsungan lingkungan tersebut sangat diperlukan pemberian nilai (harga)
terhadap dampak dari kebijakan yang diberlakukan pada lingkungan tersebut.
Nilai dari keindahan suatu lingkungan jika dimanfaatkan secara ekonomi maka akan
menimbulkan harga untuk kawasan lingkungan tersebut. Hal itu sangat penting dalam proses
pengambilan kebijakan untuk lingkungan tersebut. Dalam hal ini, ukuran harga dapat ditentukan
oleh waktu, barang atau uang yang dikorbankan seseorang untuk dapat menikmati keindahan
lingkungan tersebut.
Jawa Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki banyak wisata
alam yang menarik. Salah satunya adalah wisata alam Gunung Kelud. Wisata alam Gunung
Kelud sebelum erupsi di tahun 2014 merupakan wisata alam yang sangat tertata dan mempunyai
daya tarik tinggi terhadap wisatawan lokal maupun mancanegara. Ketika saat itu wisata alam
Gunung Kelud memiliki beberapa obyek selain pemandangan yang alami yaitu pemandian air
panas belerang dan kuliner khas Jawa Timur yang lengkap. Nilai ekonomis saat itu bisa
didapatkan dengan total pendapatan yang didapatkan dari aktivitas ekonomi di wisata alam
Gunung Kelud tersebut.
Gunung Kelud tentu saja memiliki fungsi yang lain selain sebagai wisata alam yaitu
menjaga kestabilan lingkungan disekitarnya. Status dari Gunung Kelud yang masih aktif telah
membuat tanah disekitarnya menjadi subur. Hutan disekitar Gunung Kelud masih terjaga alami.
Pertanian dan perkebunan disekitar Gunung Kelud juga berjalan dengan lancar sehingga Gunung
Kelud dianggap anugerah bagi daerah disekitarnya.
Pada tanggal 13 Februari 2014, Gunung Kelud mengalami erupsi yang dianggap dahsyat
daripada erupsi di tahun 1990 yang padahal di saat itu Gunung Kelud erupsi selama 45 hari.
Erupsi pada tahun 2014 hanya berlangsung selama dua hari. Dampak abu vulkanik dari erupsi
tidak hanya menimpa daerah sekitar lokasi Gunung Kelud, namun juga berdampak di lokasi yang
cukup jauh seperti Kabupaten Ponorogo, Surabaya, Yogyakarta bahkan sampai Ciamis Jawa
Barat. Hujan abu juga sempat melumpuhkan tujuh bandara yaitu di Yogyakarta, Surakarta,
Surabaya, Malang, Semarang,Cilacap dan Bandung. Industri manufaktur dan pertanian
mengalami kerugian tinggi akibat peristiwa ini.

Gunung Kelud setelah mengalami letusan di tahun 2014 tersebut mengakibatkan hancurnya
kubah yang menyumbat jalur keluarnya lava dan membuat terbentuknya kawah kering yang
dimungkinkan terbentuk danau kawah kembali setelah beberapa tahun. Bangunan bangunan
berupa rumah makan dan pendopo pendopo yang berada di sekitar puncak Gunung Kelud
semua hancur rata dengan tanah dan dilaporkan ada 12.304 bangunan hancur dengan kerugian
sekitar Rp.55 miliar (Wikipedia,2016)
Beberapa bulan setelah Gunung Meletus sudah mulai dikunjungi kembali oleh
wisatawan. Jalan disekitar puncak Gunung Kelud yang masih rusak sampai sekarang belum bisa
diperbaiki oleh pemerintah sekitar. Keadaan tersebut lantas tidak membuat Gunung Kelud
menjadi kawasan mati pengunjung, justru beberapa bulan setelah Gunung Kelud meletus,
kawasan disekitar puncak kelud mulai ramai kembali dikunjungi oleh wisatawan. Sarana dan
prasarana yang masih belum tertata dengan baik, bahkan bisa dikatakan sekadarnya saja ternyata
tidak membuat antusiasme wisatawan yang ingin mengetahui keadaan Wisata Gunung Kelud
setelah erupsi. Maka penting sekali bagi pemerintah terkait untuk segera membangun kembali
kawasan wisata alam Gunung Kelud tersebut.
Objek wisata alam pada dasarnya tidak memiliki nilai yang pasti, maka pemberian nilai
pada penelitian ini adalah menggunakan Contigent Valuation Method (CVM) untuk mengukur
nilai ekonomi Wisata Gunung Kelud sebagai acuan dalam perumusan strategi pengembangan
Wisata Gunung Kelud. Untuk itu, diperlukan adanya kesediaan untuk membayar bagi
pengunjung ( Willingness to Pay) yang datang ke Wisata Gunung Kelud sebagai sumber dana
dalam pengembangan Wisata Alam Gunung Kelud pasca erupsi sehingga dapat memberikan
manfaat yang lebih besar lagi dan dapat menarik wisatawan lebih banyak lagi.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka yang menjadi rumusan masalah
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Berapa besar nilai ekonomi Wisata Gunung Kelud melalui pendekatan valuasi
ekonomi lingkungan dengan Contingent Valuation Method (CVM) pasca erupsi di
tahun 2014?
2. Apakah faktor faktor yang mempengaruhi Willingness to Pay pengunjung Wisata
Gunung Kelud pasca erupsi di tahun 2014?
3. Bagaimana strategi pengembangan Wisata Gunung Kelud pasca erupsi di tahun 2014?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang penulis ajukan, maka tujuan dari penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui besarnya nilai ekonomi Wisata Gunung Kelud melalui pendekatan
valuasi ekonomi lingkungan dengan Contingent Valuation Method (CVM) pasca
erupsi di tahun 2014
2. Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi Willingness to Pay pengunjung
Wisata Gunung Kelud pasca erupsi di tahun 2014
3. Merumuskan strategi pengembangan Wisata Gunung Kelud pasca erupsi di tahun
2014.
1.4

Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai valuasi ekonomi Wisata Gunung Kelud pasca erupsi mempunyai
manfaat sebagai berikut :
1. Bagi akademisi dan peneliti, penelitian ini diharapkan menjadi pelengkap khasanah
keilmuan ekonomi sumber daya alam dan lingkungan.
2. Bagi pemerintah daerah, penelitian ini diharapkan menjadi acuan dalam penerapan
kebijakan pengelolaan Wisata Gunung Kelud pasca erupsi di tahun 2014
3. Bagi masyarakat setempat, penelitian ini diharapkan mapu untuk menambah
pengetahuan mengenai keilmuan ekonomi sumber daya alam dan lingkungan
khususnya mengenai pembayaran jasa lingkungan.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
2.1

Landasan Teori

2.1.1. Pengertian Ekonomi Lingkungan


Ekonomi lingkungan adalah ilmu yang mempelajari tentang kegiatan manusia dalam
memanfaatkan lingkungan sedemikian rupa sehingga fungsi/peranan lingkungan dapat
dipertahankan atau bahkan dapat ditingkatkan dalam penggunaannya untuk jangka panjang.
Adapun yang dimaksud dengan lingkungan hidup seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang
Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23/1997 adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhuk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lainnya.
Sesungguhnya fungsi/peranan lingkungan yang utama adalah sebagai sumber bahan
mentah untuk diolah menjadi barang jadi atau untuk langsung dikonsumsi, sebagai assimilator
yaitu sebagai pengelola limbah secara alami, dan sebagai sumber kesenangan (amenity). Seiring
berkembangnya waktu dan semakin meningkatnya pembangunan demi meningkatkan
kesejahteraan manusia, ternyata fungsi atau peranan lingkungan telah menurun dari waktu ke
waktu. Jumlah bahan mentah yang dapat disediakan lingkungan alami telah semakin berkurang
dan menjadi langka. Kemampuan alam untuk mengelola limbah juga semakin berkurang karena
terlalu banyaknya limbah yang harus ditampung melebihi daya tampung lingkungan, dan
kemampuan alam menyediakan kesenangan juga semakin berkurang karena banyak sumber daya
alam dan lingkungan yang telah diubah fungsinya atau karena meningkatnya pencemaran
(Suparmoko, 2000 : 2).
2.1.2

Penentuan Nilai (Valuation) Lingkungan

Penentuan nilai dari dampak lingkungan suatu kegiatan atas suatu kebijakan sangat
diperlukan khususnya dalam studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Dalam
AMDAL ataupun studi mengenai kelayakan dari suatu kegiatan atau kebijakan pertama kali
harus diusahakan untuk memperkirakan dampak fisik apa saja yang secara potensial akan terjadi
yang dapat meliputi dampak fisik-kimia, biologis, sosial ekonomi, dan dampak terhadap
kesehatan masyarakat. Dalam praktiknya studi AMDAL masih belum sampai pada perkiraan
nilai rupiah dari suatu dampak, melainkan hanya sampai pada pernyataan apakah dampak itu
penting atau tidak. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 1999
tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, kriteria mengenai dampak besar dan
penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup, antara lain:
1. jumlah manusia yang akan terkena dampak,
2. luas wilayah persebaran dampak,
3. intensitas dan lamanya dampak berlangsung,

4. banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak,


5. sifat kumulatif dampak,
6. berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.
Walaupun macam dampak penting itu telah diidentifikasikan secara fisik, manfaat analisis akan
semakin tinggi apabila semua dampak fisik itu dapat dinyatakan dalam nilai uang (rupiah), oleh
sebab itu diperlukan adanya penilaian (valuation) terhadap dampak lingkungan tersebut
(Suparmoko, 2000 : 46).
Nilai aset lingkungan dapat diukur oleh preferensi individu untuk konservasi dan
penggunaan komoditas ini. Berdasarkan preferensi dan selera yang ada, maka individu-individu
akan menilai objek ke dalam berbagai assigned value. Untuk mendapatkan nilai ekonomis total,
maka para pakar ekonom dalam penilaiannya membedakan use value dan non use value dari
objek yang dinilainya. Use value merupakan penggunaan aktual dari lingkungan. Sedangkan
yang agak rumit adalah nilai pilihan (option value) untuk menggunakan lingkungan pada masa
depan. Karena nilai ini merupakan ekspresi preferensi (willingness to pay) untuk konservasi
sistem lingkungan atau komponen sistem dari peluang individu yang akan menggunakannya
kelak. Selain itu, nilai lainnya adalah bequest value, yaitu willingness to pay untuk konservasi
lingkungan bagi kepentingan generasi mendatang. Hal ini bukan merupakan use value untuk
individu, tetapi merupakan non use value atau penggunaan untuk masa yang akan datang bagi
generasi yang akan datang atau anak turunannya. Sedangkan non use value merupakan nilai non
instrumental yang merupakan nilai alam real dari sumberdaya tersebut, yang tidak berkaitan
dengan penggunaan aktual atau penggunaan sumberdaya tersebut. Nilai ini merupakan entiti
yang menggambarkan preferensi orang- orang, yang mencakup simpati dan respek terhadap hakhak dan keberlangsungan hidup makhluk lainnya, baik flora maupun fauna. Meskipun nilai-nilai
ini masih anthropocentris tetapi mencakup sebuah pengakuan terhadap nilai keberlangsungan
hidup spesies tertentu atau ekosistem keseluruhan. Jadi nilai ekonomis total tersusun dari nilai
pengunaan aktual nilai pilihan dan nilai keberadaaan untuk makhluk atau ekosistem tersebut.
(Tresnadi, 2000).
Valuasi ekonomi merupakan upaya untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang
dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan, baik atas dasar nilai pasar
(market value) maupun nilai nonpasar (non market value). Valuasi ekonomi sumberdaya
merupakan suatu alat ekonomi (economic tool) yang menggunakan teknik penilaian tertentu
untuk mengestimasi nilai uang dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan
lingkungan. Pemahaman tentang konsep valuasi ekonomi memungkinkan para pengambil
kebijakan dapat menentukan penggunaan sumberdaya alam dan lingkungan yang efektif dan
efisien. Hal ini disebabkan aplikasi valuasi ekonomi menunjukkan hubungan antara konservasi
SDA dengan pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, valuasi ekonomi dapat dijadikan alat yang
penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan dan pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan. (Suparmoko, 2000 : 48)

2.1.3

Konsep Dasar Penilaian Lingkungan

Pada dasarnya nilai lingkungan terdiri dari dua kelompok yaitu nilai ekonomi atas dasar
penggunaan/pemanfaatan (instrumental value/use value) dan nilai ekonomi atas dasar bukan
penggunaan/pemanfaatan (intrinsic value/ non-use value). Nilai atas dasar penggunaan
menunjukkan kemampuan lingkungan apabila digunakan untuk memenuhi kebutuhan,
sedangkan nilai atas dasar bukan penggunaan adalah nilai yang melekat pada lingkungan
tersebut. Atas dasar penggunaannya nilai itu dibedakan lagi menjadi nilai atas dasar penggunaan
langsung (direct use value), nilai penggunaan tidak langsung (indirect use value), dan nilai atas
dasar pilihan penggunaan (option use value) dan nilai yang diwariskan (bequest value).
Selanjutnya nilai atas dasar bukan penggunaan juga dibedakan menjadi nilai atas dasar warisan
dari generasi sebelumnya (bequest value) dan nilai karena keberadaannya (existence value)
(Suparmoko, 2000 : 52).
2.1.4

Manfaat Valuasi Ekonomi

Peran valuasi ekonomi terhadap pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan sangat
penting dalam penentuan suatu kebijakan pembangunan. Menurunnya kualitas sumber daya alam
dan lingkungan merupakan masalah ekonomi, sebab kemampuan sumber daya alam tersebut
menyediakan barang dan jasa menjadi semakin berkurang, terutama pada sumber daya alam
yang tidak dapat dikembalikan seperti semula (irreversible). Oleh karena itu, kuantifikasi
manfaat (benefit) dan kerugian (cost) harus dilakukan agar proses pengambilan keputusan dapat
berjalan dengan memperhatikan aspek keadilan (fairness). Tujuan valuasi ekonomi pada
dasarnya adalah membantu pengambil keputusan untuk menduga efisiensi ekonomi (economic
efficiency) dari berbagai pemanfaatan yang mungkin dilakukan (Soemarno, 2010).
Valuasi ekonomi diperlukan dalam memutuskan pilihan kebijakan pembangunan yang
berhubungan dengan sumberdaya alam dan lingkungan. Oleh karena itu, kuantifikasi manfaat
(benefit) dan kerugian (cost) harus dilakukan agar proses pengambilan keputusan dapat berjalan
dengan memperhatikan aspek keadilan (fairness). Melihat manfaat valuasi ekonomi yang begitu
penting dalam memutuskan pilihan kebijakan, maka yang perlu diketahui adalah hasil dari studi
valuasi ekonomi sumberdaya alam umumnya tidak bersifat definitf dan tidak dapat ditransfer
pada lokasi dan kondisi yang berbeda. Artinya, hasil valuasi ekonomi sumberdaya lahan
umumnya bersifat spesifik lokasi, karena umumnya didasarkan pada persepsi kelompok tertentu
pada suatu tempat dan waktu tertentu, dan tidak valid secara universal. Oleh karena itu, sebelum
melakukan valuasi ekonomi perlu diketahui tujuan dari kegiatan valuasi ekonomi tersebut dan
kepada siapa hasilnya akan diperuntukkan. Jika tujuan valuasi ekonomi adalah untuk
meyakinkan pengguna lahan (misalnya petani) akan pentingnya melaksanakan teknik konservasi
tanah dan air pada lahan yang dimanfaatkan, maka valuasi ekonomi sebaiknya difokuskan pada
konsekuensi langsung pada penggunaan lahan. Misalnya keuntungan ekonomi dan dampaknya
pada erosi, runoff, penurunan kesuburan tanah. Sebaliknya jika valuasi ekonomi ditujukan untuk
stakeholders yang lebih luas (misalnya pemerintah), maka valuasi ekonomi sumberdaya lahan

harus dilakukan secara konprehensif dengan melibatkan variabel penelitian yang lebih besar,
sehingga analisis datanya menjadi kompleks. (Suparmoko, 2000 : 54)
2.1.5 Konsep Nilai untuk Sumber Daya dan Willingness To Pay (WTP)
Pengertian nilai atau value, khususnya yang menyangkut barang dan jasa yang dihasilkan
oleh sumber daya alam dan lingkungan memang bisa berbeda jika dipandang dari berbagai
disiplin ilmu, karena itu diperlukan suatu persepsi yang sama untuk penilaian ekosistem tersebut.
Salah satu tolak ukur yang relatif mudah dan bisa dijadikan persepsi bersama berbagai disiplin
ilmu tersebut adalah pemberian price tag (harga) pada barang dan jasa yang dihasilkan sumber
daya alam dan lingkungan. Dengan demikian, kita menggunakan apa yang disebut nilai ekonomi
sumber daya alam.
Secara umum, nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum
seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya.
Secara formal, konsep ini disebut keinginan membayar atau willingness to pay (WTP) seseorang
terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan. Dengan
menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis ekosistem bisa diterjemahkan ke dalam bahasa
ekonomi dengan mengukur nilai moneter barang dan jasa. Keinginan membayar juga dapat
diukur dalam bentuk kenaikan pendapatan yang menyebabkan seseorang berada dalam posisi
indifferent terhadap perubahan eksogenous. Perubahan eksogenous ini bisa terjadi karena
perubahan harga (misalnya akibat sumber daya makin langka) atau karena perubahan kualitas
sumber daya. Dengan demikian konsep WTP ini terkait erat dengan konsep Compensating
Variation dan Equivalent Variation dalam teori permintaan. WTP dapat juga diartikan sebagai
jumlah maksimal yang seseorang bersedia bayarkan untuk menghindari terjadinya penurunan
terhadap sesuatu.
Selain dari pengukuran nilai ekonomi dapat juga dilakukan melalui pengukuran
kesediaan menerima atau willingness to accept (WTA) yang tidak lain adalah jumlah minimum
pendapatan seseorang untuk mau menerima penurunan sesuatu. Dalam praktik pengukuran nilai
ekonomi, WTP lebih sering digunakan daripada WTA, karena WTA bukan pengukuran yang
berdasarkan insentif (insentive based) sehingga kurang tepat untuk dijadikan studi yang berbasis
perilaku manusia (behavioural model) (Fauzi, 2004 : 20).
2.1.6 Contigent Valuation Method (CVM)
Pendekatan CVM pertama kali diperkenalkan oleh Davis (1963) dalam penelitian
mengenai perilaku perburuan (hunter) di Miami. Pendekatan ini disebut contigent (tergantung)
karena pada praktiknya informasi yang diperoleh sangat tergantung pada hipotesis yang
dibangun. Misalnya, seberapa besar biaya yang harus ditanggung, bagaimana pembayarannya,
dan sebagainya (Mratihatani, 2013). Pendekatan CVM ini pada hakikatnya bertujuan untuk
mengetahui keinginan untuk membayar (willingness to pay atau WTP) dan keinginan menerima
(willingness to accept atau WTA) dari masyarakat. Karena teknik CVM didasarkan pada asumsi

mendasar mengenai hak pemilikan, jika individu yang ditanya tidak memiliki hak atas dasar
barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam, pengukuran yang relevan adalah
keinginan membayar yang maksimum (maximum willingness to pay) untuk memperoleh barang
tersebut. Sebaliknya, jika individu yang kita tanya memiliki hak atas sumber daya, pengukuran
yang relevan adalah keinginan untuk menerima (willingness to accept) kompensasi yang paling
minimum atas hilang atau rusaknya sumber daya alam yang ia miliki (Mubarok dan
Ciptomulyono, 2012)
Tresnadi (2000) menyatakan bahwa CVM menilai barang lingkungan dengan
menanyakan pada responden salah satu dari pertanyaan berikut:
A. Berapa jumlah maksimum uang yang akan dibelanjakan oleh anda atau rumahtangga
anda (Willingness to Pay, WTP) setiap bulan atau tahun untuk mendapatka atau
memperoleh perbaikan kualitas lingkungan (environment improvement)
B. Berapa jumlah uang minimum yang anda/ rumah tangga anda dapat terima (Willingness
to Accept, WTA) setiap bulan / tahun untuk menerima kerusakan atau penurunan kualitas
lingkungan (environment deterioration)

Kedua pertanyaaan diatas penting dalam membentuk pasar hipotetis perubahan lingkungan, yaitu
pasar yang terbentuk dimana responden mau membeli (WTP) dan menerima (WTA) barangbarang lingkungan pada kondisi kualitas yang lebih baik atau lebih buruk.
CVM telah mendapatkan perhatian luas dalam ekonomi dan kebijakan lingkungan. Hal
ini disebabkan oleh beberapa faktor, yakni:
a. CVM merupakan satu-satunya cara praktis dalam memperkirakan berbagai benefit
lingkungan, misalnya jika pembuat kebijakan ingin memperkirakan nilai eksistensi
habitat alam yang unik atau daerah hutan konservasi pada masyarakat, maka CVM
merupakan prosedur estimasi benefit yang tersedia.
b. Perkiraan benefit lingkungan yang diperoleh dari survei contingent valuation, yang
dilakukan dan didesain dengan baik, sama baiknya dibandingkan dengan hasil perkiraan
diperoleh dengan metode lainnya
c. Kemampuan mendesain dan melakukan survei skala besar dan analisis rinci dalam
menginterpretasikan informasi yang diperoleh telah meningkat dengan adanya kemajuankemajuan dalam teori sampling, teori ekonomi estimasi benefit, manajemen data yang
terkomputerisasi dan Poll opini publik.

2.2

Studi Terkait

Surya Perdana Hadi (2015), dalam penelitian tersebut mengukur nilai ekonomi Wisata
Gunung Banyak yang berlokasi di Kota Batu. Pendektan yang dialakukan dalam penelitian
tersebut adalah menggunakan pendekatan Individual Travel Cost yang dimana data didapatkan
secara langsung secara primer di lokasi penelitian. Hasil penelitian tentang valuasi ekonomi
wisata Gunung Banyak yaitu karakteristik pengunjung objek wisata Gunung Banyak yang
dominan pada saat penelitian adalah 50 orang responden menunjukkan bahwa mayoritas
pengunjung berjeniskelamin laki laki dengan perbedaan jumlah yang tidak mencolok dengan
perempuan. Mayoritas berusia 18 25 tahun dan berprofesi sebagai mahasiswa. Berdasarkan
perhitungan, maka didapatkan rata rata kesediaan membayar pengunjung untuk berpartisipasi
dalam menjaga dan merawat wisata alam Gunung Banyak yaitu sebesar Rp 6.570,-. Surplus
konsumen yang dirasakan pengunjung yaitu sebesar Rp 121.847,5 per individu per tahun atau
47.596,68 per individu per satu kali kunjungan lebih besar dari kesediaan membayar pengunjung
yaitu sebesar Rp 6.570,-. Dengan demikian berarti objek wisata Gunung Banyak memiliki
potensi memberikan manfaat yang lebih besar dari apa yang ditawarkan terhadap pengunjung
saat ini. Sehingga pengunjung dapat dengan sukarela membayar sesuai kesediaan membayarnya
untuk mendapatkan manfaat yang semaksimal mungkin dari objek wisata Gunung Banyak.
Darmawan (2015), dalam penelitian tersebut mengukur nilai ekonomi layanan ekosistem
kawasan objek wisata Gunung Menumbing di Kabupaten Bangka Barat. Metode yang
dipergunakan dalam penelitian tersebut adalah dominant quantitative-less dominant qualitative.
Analisa kuantitatif menggunakan valuasi ekonomi total dengan pendekatan biaya penggantian,
kesediaan membayar, harga pasar, benefit transfer dari layanan ekosistem objek wisata Gunung
Menumbing. Analisa kualitatif dilakukan dengan wawancara menggunakan teknik porpusive
sampling. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa nilai ekonomi layanan ekosistem
kultural sebagai objek wisata adalah sebesar Rp. 5.250.210.334,-, layanan ekosistem penyediaan
sebagai sumber air sebesar Rp. 9.252.654.516,- dan layanan ekosistem pendukung sebagai
sumber oksigen sebesar Rp. 1.235.077.875.000,-. Nilai ekonomi total kawasan Gunung
Menumbing pada tahun penelitian adalah sebesar Rp. 1.384.024.556.678,-. Proyeksi lima tahun
yang akan datang menunjukkan kenaikan signifikan nilai ekonomi total kawasan objek wisata
Gunung Menumbing apabila dijaga dengan baik keberadaannya.
Penelitian Ahyar Ismail, dkk. (2008) menganalisis permintaan dan nilai ekonomi taman
wisata Waduk Selorejo sebagai tempat rekreasi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
sebagian besar pengunjung adalah laki laki (61%) dengan tingkat pendapatan pengunjung
sekitar Rp. 18.000.000 Rp. 30.000.000 per tahun. Para pengunjung menghabiskan uang mereka
di lokasi lebih dari Rp.20.000 Rp.40.000. Dari 12 variabel independen dalam model, terdapat 6
variabel yang secara signifikan mempengaruhi permintaan wisata yaitu biaya perjalanan,
pendapatan responden, jumlah rombongan / tanggungan, umur, status hari kunjungan, rekreasi
alternatif, dan waktu berada dilokasi wisata. Nilai surplus konsumen adalah Rp. 29.070 per
kunjungan per individu dengan pendekatan metode biaya perjalanan individu. Nilai ekonomi
yang diperoleh dari surplus konsumen dikalikan dengan jumlah pengunjung selama satu tahun
pada tahun 2008 2009 (211.998 orang) menghasilkan nilai sebesar Rp. 6.162.491.160. nilai

WTP pengunjung yang diukur melalui pendekatan Contingent Valuation Method adalah 12.190
yang nilai nilai tersebut mencerminkan kemampuan responden untuk membayar dalam rangka
perbaikan kualitas di taman wisata Waduk Selorejo tersebut.
2.3

Model Analisis

Nilai ekonomi total atau nilai manfaat total dari Wisata Gunung Kelud yang diteliti dirumuskan
sebagai berikut :
NMT = ML + MTL + MP + MK
Dimana :
NMT = Nilai Manfaat Total
ML

= Manfaat Langsung ( Direct Use Value)

MTL = Manfaat Tidak Langsung ( Indirect Use Value)


MP

= Manfaat Pilihan (Option Value)

MK

= Manfaat Keberadaan (Existance Value)

Masing masing manfaat di atas merupakan penjumlahan dari segenap manfaat yang
diidentifikasikan dari Wisata Gunung Kelud yang diteliti. Dengan demikian, elemen dari masing
masing manfaat tersebut adalah :
1. Manfaat Langsung (Direct Use Value)
Nilai manfaat langsung diperoleh dengan menggunakan pendekatan harga yang diterima
petani dan pedagang dikawasan Gunung Kelud. Secara matematis, manfaat langsung
tersebut dihitung dengan rumus
MLi = Pi Qi...................................................................................................(2)
Keterangan:
ML = Manfaat langsung
Pi
= Harga komoditas i yang berlaku di pasar
Qi
= Jumlah komoditas i di kawasan Gunung Kelud

2. Manfaat Tidak Langsung (Indirect Use Value)


Nilai dari manfaat tidak langsung adalah nilai yang diperoleh dari ekosistem kawasan
Gunung Kelud yang berupa harga tidak langsung manfaat yang dihasilkan oleh kawasan
Gunung Kelud tersebut. Pendekatan yang digunakan adalah nilai pariwisata dari
Kawasan Gunung Kelud pasca erupsi di tahun 2014. Secara matematis, manfaat tidak
langsung tersebut dihitung dengan rumus
MTL = Ci Qi ..............................................................................................(3)
Keterangan :
MTL = Manfaat tidak langsung

Ci
Qi

= Biaya wahana i pariwisata kawasan Gunung Kelud


= Jumlah pengunjung wahana i pariwisata kawasan Gunung Kelud

3. Manfaat Pilihan (Option Value)


Manfaat pilihan lebih diartikan sebagai nilai yang diberikan oleh masyarakat atas adanya
pilihan untuk menikmati barang dan jasa dari sumberdaya alam di masa yang akan
datang. Manfaat pilihan dalam penelitian ini didekati dengan nilai keanekaragaman
hayati Gunung Kelud. Secara matematis, manfaat pilihan dirumuskan sebagai berikut:
MP = Nh L ........................................................................................................(4)
Keterangan :
MP
= Manfaat pilihan
Nh
= Nilai keanekaragaman hayati Gunung Kelud
L
= Luas wilayah kawasan Gunung Kelud

4. Manfaat Keberadaan (Existance Value)


Manfaat keberadaan dari kawasan Gunung Kelud dihitung dengan menggunakan metode
Contingent Valuation Method. Pendekatan ini menggunakan nilai keinginan membayar
(Willingness to Pay) atas keberadaan Gunung Kelud oleh responden. Secara matematis,
manfaat keberadaan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
MK =

N ........................................................................................(5)

Keterangan :
MK = Manfaat keberadaan
MKi = Manfaat keberadaan dari responden ke i
N
= Total responden
Adapun faktor faktor yang mempengaruhi Willingness to Pay dari pengunjung
diestimasi dengan metode regrasi sebagai berikut :
Ln W = + 1 ln A + a2 ln B + a3 ln C + e .....................................................(6)
Keterangan :
W
= Willingness to Pay
A
= Faktor pertama
B
= Faktor kedua
C
= Faktor ketiga
e
= Error

Daftar Pustaka

Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Suparmoko, M. dan Suparmoko, M. R. 2000. Ekonomika Lingkungan. Edisi Pertama. Yogyakarta
:BPFE.
Suparmoko, M. 1997. Ekonomi Sumber Daya Alam, Dan Lingkungan Suatu Pendekatan Teoritis.
Edisi Ketiga. Yogyakarta : BPFE.
Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. 1999. Jakarta.
Tresnadi, H. 2000. Valuasi Komoditas Lingkungan Berdasarkan Contigent Valuation Method.
Jurnal Teknologi dan Lingkungan. I (1) Januari, hal. 38 53.
Mubarok A. H., dan Ciptomulyono U. 2012. Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan Tambang
Marmer di Kabupaten Tulungagung dengan Pendekatan Willingness To Pay dan Fuzzy
MCDM. Teknik ITS, I (1), hal 119-121.
Hadi, Surya Perdana. 2015. Valuasi Ekonomi Objek Wisata Gunung Banyak di Kota Batu
dengan Pendekatan Individual Travel Cost. Jurnal Ilmiah FEB UB Malang.
Ismail, Ahyar., Nuva., dan Sahata Rio Pervito. 2011. Analisis Permintaan dan Nilai Ekonomi
Taman Wisata Waduk Selorejo sebagai Tempat Rekreasi dengan Metode Biaya
Perjalanan. Jurnal Ekonomi Lingkungan. VOL 15/NO 1/2011 : Institut Pertanian Bogor.
Darmawan. 2015. Valuasi Ekonomi Layanan Ekosistem Kawasan Objek Wisata Gunung
Menumbing Di Kabupaten Bangka Barat. Artikel Ilmiah. Universitas Padjadjaran
Bandung
Wikipedia. 2015. Gunung Kelud (Online), (https://id.wikipedia.org./wiki/Gunung_Kelud html,
diakses 15 Mei 2016)

Tugas Metodologi Penelitian


BAB I dan BAB II

Analisis Valuasi Ekonomi Wisata Gunung Kelud dan Strategi


Pengembangan Wisata Gunung Kelud Pasca Erupsi di Tahun 2014 :
Pendekatan Contingent Valuation Method ( CVM)
Konsentrasi Ekonomi Lingkungan

Oleh :

Mochamad Eka Toar Raja / 041311133094

Studi Program Ekonomi Pembangunan


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Airlangga
Surabaya
2016

Anda mungkin juga menyukai