Anda di halaman 1dari 101

Vol. 1, No.

2, 2013

ISSN 2338-7297

Vol. 1, No. 2, 2013

ISSN 2338-7297

Jurnal Birokrasi
DEWAN REDAKSI
Ketua
Anto Hidayat
Anggota
Siti Aisyah
Susanti
Enceng
Ayi Karyana
Hanif
Jan Hotman
Yana Mulyana
Zairulsyah

Alamat
Pusat Keilmuan - LPPM Universitas Terbuka, Jalan Cabe Raya, Ciputat, Tangerang, 15418,
Indonesia
Telepon : 021-7490941 pesawat 1208, Fax : 021-7490147
pk@ut.ac.id
Website : pk.ut.ac.id

Vol. 1, No. 2, 2013

ISSN 2338-7297

Jurnal Birokrasi
PENGELOLAAN PARKIR DALAM UPAYA
MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
(PAD) KOTA PANGKALPINANG

199 - 209

SURMAN
PELAYANAN PENDAFTARAN NPWP DI KANTOR
PELAYANAN PAJAK PRATAMA SOREANG

209 - 223

ADANG SUGANDI
URGENSI PENGAWASAN KINERJA APARATUR
PEMERINTAH TERHADAP PENCEGAHAN
KORUPSI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH
DAERAH

223 - 231

I MADE MULIARTA
PENGARUH OTONOMI DESA TERHADAP
KINERJA PEMERINTAH DESA
DUKUHSEMBUNG

231 - 246

SRI DARWATI
TINGKAT KEMANDIRIAN PEMERINTAH DESA
DUKUHSEMBUNG PASCA KEBIJAKAN
PEMERINTAH MELALUI OTONOMI DAERAH

246 - 259

SABAR
PENGGUNAAN SENJATA API PADA SATUAN
POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN TEGAL

259 - 268

DHIAN SURYA UTAMA SW


PERAN KEPEMIMPINAN DALAM
MENGEFEKTIFKAN ORGANISASI

268 - 278

DESI ABRIYANTI
ANALISA KEBIJAKAN PEMERINTAH
MENGENAI JAMINAN PERSALINAN (
JAMPERSAL ) BAGI BIDAN DI KAB. BANGKA
TENGAH

278 - 289

YUMIGA
DAMPAK PERTAMBANGAN TIMAH BAGI
MASYARAKAT JELUTUNG 1 KECAMATAN
NAMANG
SUPANDI

289 - 296

PENGELOLAAN PARKIR DALAM UPAYA MENINGKATKAN


PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA PANGKALPINANG

SURMAN
015754785

(man.bae99@gmail.com)
Administrasi Negara

ABSTRAK

Pengelolaan perparkiran yang baik dan benar akan mampu menjadi salah satu
sumber pendapatan bagi suatu daerah. Artikel ini merupakan salah satu
penggambaran dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah di
Pemerintahan Kota Pangkalpinang melalui upaya peningkatan pengelolaan
parkir di Kota Pangkalpinang. Dalam artikel ini dijelaskan hambatan yang
dihadapi dalam pengelolaan parkir di Pangkalpinang, antara lain: rendahnya
pemahaman juru parkir tentang aturan lalulintas, rekrutmen juru parkir yang
tidak tepat, lemahnya pengawasan keuangan, sarana dan prasarana yang kurang,
kurangnya pembinaan, sosialisasi pentingnya parkir bagi PAD, zona parkir
yang tidak jelas dan kurangnya personil pengawasan parkir. Sedangkan upaya
dalam meningkatkannya dapat ditempuh melalui upaya-upaya antara lain: p
embinaan teknis dan etis bagi juru parkir, regulasi dan koordinasi yang tegas
dalam hal penyetoran uang parkir sehingga dapat menekan kebocoran,
penetapan zona parkir harus strategis, penerapan peraturan dan sanksi yang
tegas sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi pelanggaran parkir,

199

sosialisasi dan penempatan sarana dan prasarana informasi seperti rambu dan
papan informasi agar memudahkan pemakai jasa, pengawasan dan pembinaan
yang efektif dari Dishubkominfo Kota Pangkalpinang agar tercipta SDM yang
handal dalam pengelolaan parkir sehingga PAD dapat lebih ditingkatkan.

Kata kunci : Pengelolaan, Parkir, Pendapatan Asli Daerah, Retribusi

PENDAHULUAN
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
pasal 155 ayat (1) menegaskan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan
belanja daerah (APBD), dan pada pasal 157 serta pada Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan
Pemerintah Daerah Pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa sumber pendapatan daerah
terdiri atas:
a. pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu:
1. hasil pajak daerah;
2. hasil retribusi daerah;
3. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4. lain-lain PAD yang sah.
b. dana perimbangan; dan

200

c. lain-lain pendapatan daerah yang sah.


Dari pasal tersebut di atas dapat diketahui pula bahwa sumber pendapatan
daerah salah satunya adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari empat
sektor. Keempat sektor ini menjadi sumber kekayaan bagi keuangan daerah apabila
digali secara optimal berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam upaya meningkatkan penerimaan maka pemerintah kabupaten/kota harus
mampu menggali dan memanfaatkan sumber-sumber yang dapat meningkatkan
pendapatan asli daerah, salah satunya adalah melalui pemungutan retribusi daerah.
Berbagai kebijakan , program dan strategi di tempuh pemerintah daerah di
berbagai daerah dalam upaya menggali dan memanfaatkan sumber-sumber PAD
tersebut. Salah satu contoh yang penulis kemukakan didalam tulisan ini adalah upaya
yang ditempuh oleh Pemerintah kota Pangkalpinang Provinsi Bangka Belitung dalam
meningkatkan PAD-nya. Salah satu sektor yang masih dirasakan belum maksimal
memberikan kontribusinya bagi PAD Kota Pangkalpinang adalah sektor pengelolaan
parkir melalui pemungutan retribusi. Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika Kota Pangkalpinang selama 3 (tiga) tahun terakhir (Tahun
Anggaran 2010-1012) pencapaian target dalam sektor retribusi parkir cenderung
menurun. Pada tahun anggaran 2010 prosentase pencapaian target mampu mencapai 98
%, namun hal ini tidak diikuti oleh pencapaian target 2 (dua) tahun berikutnya, yakni
pada tahun 2011 prosentace capaian hanya mampu mencapai 36 %, dan tahun 2012
mencapai 43 % saja. Data ini dapat lebih jelas dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel Target dan Realisasi Retribusi Parkir Kota Pangkalpinang


Tahun Anggaran 2010-2012
No
1
2
3

Tahun Anggaran
2010
2011
2012

Target (Rp)
225.000.000
630.000.000
900.000.000

Realisasi (Rp)
220.600.000
225.000.000
388.544.000

Persentase (%)
98
36
43

Sumber : Dishubkominfo Kota Pangkalpinang

Fenomena belum maksimalnya pengelolaan sektor parkir dalam upaya


meningkatkan pendapatan asli daerah Kota pangkalpinang mengusik keprihatinan
penulis. Hal ini yang kemudian melatarbelakangi ketertarikan penulis untuk menulis
artikel ini. Penulis mencoba menjelaskan persoalan-persoalan yang menyebabkan

201

pengelolaan perpakiran, khususnya penyelengaaraan retribusi belum maksimal. Penulis


berharap artikel sederahana ini secara teoritis berguna dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan strategi efektif terutama dalam pengelolaan retribusi di lapangan,
khususnya di Kota Pangkalpinang. Secara praktis tulisan ini bisa menjadi suatu
sumbangan pemikiran khususnya dalam pelaksanaan penyelenggaraan dan pengelolaan
retribusi parkir guna terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang efektif.
Berdasarkan uraian di atas, penulis mencoba mengemas ide tulisan ini dalam sebuah
judul artikel, PENGELOLAAN PARKIR DALAM UPAYA MENINGKATKAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA PANGKALPINANG .

PEMBAHASAN

Pengelolaan Retribusi Kota Pangkalpinang


Pengelolaan diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang
dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam mencapai
tujan tertentu. Definisi pengelolaan oleh para ahli terdapat perbedaan perbedaan hal ini
disebabkan karena para ahli meninjau pengertian dari sudut yang berbeda- beda. Ada
yang meninjau pengelolaan dari segi fungsi, benda, kelembagaan dan yang meninjau
pengelolaan sebagai suatu kesatuan. Namun jika dipelajari pada prinsipnya definisidefinisi tersebut mengandung pengertian dan tujuan yang sama. Menurut Wardoyo
(1980:41) pengelolaan adalah suatu rangkai kegiatan yang berintikan perencanaan ,
pengorganisasian, pengerakan dan pengawasan dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Adapun Harsoyo (1977:121) mengatakan pengelolaan adalah suatu istilah yang berasal
dari kata kelola mengandung arti serangkaian usaha yang bertujuan untuk menggali dan
memanfaatkan segala potensi yang dimiliki secara efektif dan efisien guna mencapai
tujuan tertentu yang telah direncanakan sebelumnya.
Dari uraian di atas dapatlah penulis simpulkan, yang dimaksud dengan
pengelolaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang berintikan
perencanaan,pengorganisasian,penggerakan dan pengawasan yang bertujuan menggali
dan memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki secara efektif untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah ditentukan.

202

Sedangkan pengertian retribusi sendiri bermacam-macam. Menurut Ahmad Yani


(2002:55) Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Adapun Marihot P. Siahaan
(2005:6) mengatakan Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Sedangkan menurut
Halim (2001:22) Retribusi juga dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh
pemerintah sebagai akibat adanya kontra prestasi yang diberikan oleh Pemda,
pembayaran tersebut didasarkan atas prestasi/ pelayanan yang diberikan Pemda yang
langsung dinikmati secara perseorangan oleh warga masyarakat dan pelaksanaannya
didasarkan atas peraturan yang berlaku.

Dasar Hukum dan Proses Penerimaan Retribusi Menjadi Pendapatan Asli Daerah

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2001 tentang


Retribusi Daerah Retribusi adalah beban yang secara langsung dibayar oleh mereka
yang menikmati suatu pelayanan tertentu dari Pemerintah Daerah, dan biasanya
dimaksudkan untuk menutupi secara keseluruhan atau sebagian dari biaya pelayanan
tersebut.
Pungutan retribusi di Indonesia didasarkan pada Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Dalam pasal 1 angka 64 Undang-undang
dimaksud menyebutkan bahwa retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi
adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau badan.
Keunggulan retribusi daerah dibandingkan dengan pajak daerah adalah pungutan
retribusi daerah yang didasari oleh kontraprestasi yang diberikan oleh Pemerintah
Daerah, dimana tidak ditentukan secara limitatif seperti pada pajak daerah. Hal utama
yang membatasi pengenaan retribusi daerah oleh Pemerintah Daerah terletak pada
tersedia atau tidaknya suatu jasa layanan oleh Pemerintah Daerah
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa
Umum, maka jenis-jenis retribusi yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Pangkalpinang,
yang antara lain :
a. Retribusi Pelayanan Parkir Di Tepi Jalan Umum

203

Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah pungutan dari setiap kegiatan
kendaraan yang menggunakan tempat parkir di jalan umum. Pengelolaan pelayanan
parkir ditepi jalan umum di kota Pangkalpinang dilimpahkan kepada pihak ketiga yaitu
CV. Kobamas Abadi dan mendapat pengawasan langsung oleh Dinas Perhubungan,
Komunikasi dan Informatika Kota Pangkalpinang.
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 17 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa
Usaha, maka jenis-jenis retribusi yang dipungut pada sektor perhubungan antara lain
Retribusi Parkir Khusus. Retribusi Parkir Khusus adalah pungutan dari setiap kegiatan
kendaraan yang menggunakan tempat parkir khusus. Di Kota Pangkalpinang yang
diberlakukan Retribusi Parkir Khusus oleh Pemerintah Daerah ada tiga retribusi, yaitu :
1. Retribusi Parkir Khusus Pantai Pasirpadi
2. Retribusi Parkir Khusus RSUD
3. Retribusi Parkir Khusus TPI (Tempat Pelelangan Ikan) / PPI (Pelabuhan Pendaratan

Ikan)
Dalam pengelolaan parkir khusus ini, Pemerintah kota pangkalpinang menyerahkan
atau melimpahkan pengelolaanya kepada pihak ketiga, yaitu CV. Prima Cipta Perdana.
Namun dalam pelaksanaannya mendapat mendapat pengawasan langsung oleh Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Pangkalpinang. Dalam hal penetapan
tarif parkir di Kota Pangkalpinang harus berdasarkan Peraturaan Daearah (Perda) Kota
Pangkalpinang, yakni Perda Nomor 16 Tahun 2011. Adapun di dalam pasal 24, besaran
tarif retribusi parkir adalah sebagai berikut:
1. Sepeda Motor Rp. 1.000,2. Mobil, Truck dan kendaraan roda empat lain Rp. 2.000,-

Tarif tersebut berlaku untuk semua jenis parkir kecuali untuk daerah Pasir Padi.
Sedangkan untuk retribusi khusus yakni di kawasan pantai Pasir Padi, besaran tarif
retribusi parkir adalah:
1. Sepeda Motor Rp. 2.000,2. Mobil, Truck dan kendaraan roda empat lain Rp. 4.000,-

Gambar Skema Alur Penyetoran Pendapatan Parkir di Kota Pangkalpinang


Juru parkir
Juru parkir
Juru parkir

koordinator

204

Bendahara
Dishubkominfo
Pangkalpinang
Juru parkir
Juru parkir
Juru parkir

Kas Pemkot
Pangkalpinang

koordinator

Didalam pengelolaannya, seluruh penerimaan retribusi parkir harus disetorkan


ke kas daerah melalui petugas bendahara penerimaan atau bisa juga melalui petugas
bendahara penerimaan pembantu pada hari yang sama paling lama 1x24 jam. Setelah
diterima, setoran tersebut baru di setorkan oleh bendahara ke kas daerah.

Hambatan Dalam Pengelolaan Parkir

Hampir dalam semua aktivitas atau pekerjaan kapan dan dimanapun pekerjaan itu
berlangsung, sudah bisa dipastikan akan berhadapan dengan hambatan. Hambatan bisa
menjadi suatu tantangan bagi organisasi maupun personil dalam bekerja, bisa juga
menjadi masalah pelik yang harus diselesaikan. Bila tidak akan menggangu keseluruhan
proses aktivitas dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Demikin juga dalam
pengelolaan parkir, hambatan-hambatan tersebut kerap terjadi, Hambatan yang secara
umum terjadi di lapangan, termasuk dalam pengelolaan parkir di Kota Pangkalpinang
antara lain :
1. Hambatan yang berasal dari petugas atau disebut juru parkir itu sendiri. Dalam

pelaksanaan kegiatan perparkiran masih banyak petugas parkir yang belum


sepenuhnya menggunakan karcis parkir sebagaimana mestinya.
2. Hambatan kurang (minim)-nya lokasi parkir. Kebanyakan lokasi parkir berada di tepi
jalan umum sehingga mengganggu arus lalu lintas dan sulit dalam pengawasan untuk
proses pemungutan retribusinya.
3. Hambatan yang ada pada masyarakat pemakai jasa, yakni masih kurangnya
kesadaran masyarakat untuk membayar parkir.
4. Pengawasan oleh pemerintah daerah terhadap pengelolaan parkir oleh pihak ketiga
dirasakan kurang optimal.

Sebetulnya Pemerintah Kota Pangkalpinang telah menempuh upaya sosialisasi kepada

205

petugas parkir tentang tentang tata cara pengambilan retribusi yang baik dan benar, serta
sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya membayar retribusi parkir bagi
kepentingan pembangunan daerah. Namun upaya tersebut tampaknya tidak banyak
memberikan dampak yang berarti. Sehingga target sektor ini dalam meningkatkan PAD
kota Pangkalpinang cenderung mengalami penurunan.

Upaya-Upaya Pengelolaan Parkir Dalam Meningkatkan PAD Kota Pangkalpinang


Secara umum solusi pemecahan masalah yang diberikan oleh Pemerintah Kota
Pangkalpinang dalam mengatasi kurangnya pendapatan dari sektor parkir menurut
penulis belum maksimal. Dalam pandangan penulis masih terdapat beberapa hambatan
atau masalah penting yang harus menjadi perhatian Pemerintah Kota Pangkalpinang
dalam upaya memberdayakan sektor perparkiran ini, antara lain :
1. Minimnya pemahaman petugas parkir tentang peraturan lalu lintas yang benar,
2.
3.

4.
5.

6.

7.
8.

9.

10.

termasuk aturan memarkir kendaraan yang benar.


Proses rekrutmen petugas parkir yang masih sembarangan dan terkesan menjadi
usaha turun temurun.
Kurangnya kontrol terhadap penggunaan karcis parkir dan masih lemahnya
pengawasan terhadap uang yang masuk dan yang disetorkan yang mungkin akan
menyebabkan kebocoran.
Masih kurangnya sarana dan prasarana baik itu untuk petugas parkir dan pengguna
jasa parkir itu sendiri.
Kurangnya perhatian dari Dinas yang bersangkutan dalam hal ini Dinas
Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Pangkalpinang dalam pembinaan
dan pendekatan secara personal kepada petugas parkir.
Sosialisasi tentang pentingnya membayar retribusi untuk menambah PAD agar
pembangunan dapat lebih ditingkatkan dan akan bermuara pada kesejahteraan
masyarakat itu sendiri.
Kurangnya lokasi parkir yang tidak mengganggu arus lalu lintas (parking zone).
Tidak adanya aturan yang mengharuskan pembangunan gedung untuk menyediakan
tempat parkir sebagai sarana pokok sebelum mendirikan sebuah bangunan yang
menimbulkan bangkitan dan tarikan arus lalu lintas.
Zoning yang tidak jelas bagi pengguna jasa parkir, jadi setiap tempat boleh untuk
parkir sehingga menimbulkan asumsi bagi petugas parkir bahwa setiap kendaraan
yang parkir boleh dipungut.
Masih kurangnya personil untuk pengawasan pelaksanaan parkir karena Unit
Pelaksana Teknis Dinas untuk parkir masih digabung dengan UPTD Terminal
sehingga konsentrasi tidak sepenuhnya tercurah.

Dalam kesempatan ini penulis juga mencoba memberikan beberapa solusi dari

206

permasalahan yang timbul agar PAD dari sektor parkir dapat diserap sepenuhnya, antara
lain :
1. Pembinaan kepada petugas parkir baik tentang pengetahuan lalu lintas, sopan santun

2.

3.

4.
5.

6.

7.

8.

9.

kepada pengguna jasa parkir, penggunaan atribut yang jelas serta kelengkapan
keselamatan. Jika petugas telah bagus dalam hal atribut dan sopan santun dalam
pelaksanaan tugasnya maka pengguna jasa parkir tidak akan segan saat membayar
sehingga dapat menambah PAD Kota Pangkalpinang.
Penegasan kepada petugas parkir bahwa lahan yang dipakai untuk parkir adalah
milik Pemerintah Kota Pangkalpinang bukan milik perorangan apalagi milik petugas
parkir tersebut dan mereka harus tunduk kepada peraturan yang berlaku di wilayah
Kota Pangkalpinang sehingga akan lebih gampang dalam pembinaan dan jika
ditemui masalah saat pelaksanaannya Pemerintah Kota Pangkalpinang dapat lebih
tegas dalam pengambilan keputusan.
Regulasi penerimaan uang setoran yang masih menimbulkan celah untuk adanya
kebocoran dana, sebaiknya pemungutan setoran parkir dilakukan oleh petugas Dinas
Perhubungan itu sendiri dengan cara jemput bola, selama ini penyetoran lewat
koordinator parkir dan tanpa membandingkan dengan kartu yang terpakai sehingga
tidak dapat diketahui berapa banyak orang yang parkir pada hari itu. Jika dilakukan
oleh petugas dari dinas kemungkinan untuk kebocoran dana dapat ditekan
seminimal mungkin karena petugas tersebut akan tunduk pada aturan yang berlaku
di dinasnya.
Penggunaan karcis agar dilaksanakan sepenuhnya sehingga dinas dapat mengetahui
berapa banyak penerimaan uang pada hari itu yang sesungguhnya.
Pemerintah Kota Pangkalpinang, dalam hal ini Dinas Perhubungan Komunikasi dan
Informatika sebaiknya melakukan survey untuk mencari lokasi kantong parkir
sehingga keluar masuk kendaraan dapat diketahui karena melewati satu pintu dan
tidak mengganggu arus lalu lintas sehingga target PAD dapat tercapai bahkan
melebihi target.
Perlu adanya peraturan yang jelas dan tindakan hukum yang betul-betul sehingga
pelaksanaan dilapangan dapat berjalan sesuai harapan. Misalnya kendaraan yang
parkir tidak pada tempatnya ditilang atau di derek sehingga pemilik kendaraan
berpikir dua kali untuk parkir di tempat yang bukan peruntukan untuk parkir.
Penambahan papan pengumuman untuk pemberitahuan tentang besaran biaya parkir
untuk setiap jenis kendaraan dan papan himbauan kepada pengguna jasa parkir yang
menggugah sehingga mau membayar retribusi.
Pemasangan rambu larangan parkir untuk daerah yang dilarang untuk parkir,
mengharuskan gedung yang akan dibangun atau yang telah dibangun agar
menyediakan lahan parkir sehingga tidak mengganggu arus lalu lintas dan
kendaraan yang parkir tersebut dapat dipungut parkirnya sehingga dapat menambah
PAD Kota Pangkalpinang.
Pendataan para juru parkir dan lokasi parkir yang ada sehingga dapat diketahui

207

seberapa besar potensi yang dapat di hasilkan dari retribusi parkir dan dapat
mengurangi kebocoran dana sehingga hasil yang didapatkan benar-benar maksimal
untuk PAD Kota Pangkalpinang.
10. Pembinaan ke dalam, pembinaan kepada petugas Dinas Perhubungan, Komunikasi
dan Informatika itu sendiri khususnya yang berada di bawah UPTD Terminal dan
Parkir, baik itu pembinaan dengan cara menambah pengetahuan dengan diklat
tentang parkir, cara membaca potensi parkir, survey lokasi parkir, inventarisir
kendaraan yang mungkin parkir untuk suatu tempat parkir, cara pembinaan juru
parkir, pengetahuan tentang produk hukum tentang parkir dan lain-lain dimana
selama ini belum diterapkan oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika,
diharapkan dari kegiatan tersebut dapat tercipta SDM yang handal dalam
pengelolaan parkir sehingga pendapatan asli daerah dapat lebih ditingkatkan lagi
dan pembangunan kota Pangkalpinang akan lebih maju dengan adanya sumber dana
yang banyak.

PENUTUP
Kesimpulan
Dalam upaya memaksimalkan PAD Kota Pangkalpinang dari sektor parkir yang
dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika masih terdapat
beberapa hal yang belum diterapkan oleh Dinas yang bersangkutan sehingga
mengakibatkan masih kurangnya pendapatan dari sektor parkir. Adapun solusi dari
masalah seperti yang telah diuraikan diatas mudah-mudahan dapat diterapkan oleh
Dinas sehingga PAD dari sektor parkir dapat diserap secara maksimal yang nantinya
akan bermuara pada kesejahteraan rakyat lewat pembangunan yang berkesinambungan
karena telah dibiayai oleh uang rakyat itu sendiri dari membayar retribusi parkir.
SARAN
Sebagai penulis yang juga sebagai aparatur Pemerintah Pemerintah Kota
Pangkalpinang, menyarankan beberapa hal :
1.

2.
3.

Perlu adanya peraturan yang jelas mengenai tata cara pelaksanaan


pemungutan retribusi.
Melakukan pendataan ulang dan pembinaan terhadap petugas parkir.
Melakukan patroli ke titik-titik lokasi parkir sebagai bentuk peran aktif
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika dalam melaksanakan
tugasnya.

208

4.

Membuka layanan pengaduan masyarakat terhadap pelayanan jasa publik ,


khususnya terhadap pelayanan retribusi parkir.

DAFTAR PUSTAKA

Halim, Abdul dan Iqbal Muhammad. 2012. Pengelolaan Keuangan Daerah.


STIM YKPN: Yogyakarta.
http://bangka.tribunnews.com/2013/01/15
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2108155
http://www.antarababel.com/berita/941
http://www.reportasebangka.com/report-babel/pangkalpinang/2467
Siahaan, Marihot P, 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Edisi I,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

209

PELAYANAN PENDAFTARAN NPWP DI KANTOR PELAYANAN


PAJAK PRATAMA SOREANG

Disusun oleh:

Nama : Adang Sugandi


NIM : 014774469
Alamat Email : regiagandi@gmail.com.
Program Studi : Administrasi Negara

210

UNIVERSITAS TERBUKA
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
2013

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan
karuniaNyalah, karya ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik, tepat pada waktunya Adapun
tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memenuhi tugas Tugas Ahir Program
Administrasi Negara di tahun ajaran 2013, dengan judul Pelayanan Pendaftaran NPWP di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Soreang. Dengan membuat tugas ini kami diharapkan mampu
untuk mengapresiasikan pekerjaan tugas pelayanan, yang merupakan salah satu pelayanan
unggulan yang dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Soreang untuk meningkatkan
penambahan wajib pajak.
Dalam penyelesaian karya ilmiah ini, kami banyak kami mengucapkan terima kasih berkat
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya karya ilmiah ini dapat terselesaikan.
Karena itu, sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Mas Halimah
yang telah membimbing dalam membuat karya ilmiah ini. Kami sadar, sebagai seorang
mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan karya ilmiah ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang
bersifat positif, guna penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Harapan kami, semoga karya ilmiah yang sederhana ini, dapat memberi kesadaran tersendiri
bagi penulis bahwa kita juga harus mengetahui tugas dan pekerjaan yang dilaksanakan, karena
kita harus menjalankan pekerjaan yang di tugaskan sebagai amanah dan ibadah.

Penyusun

211

ABSTRAK.

PELAYANAN PENDAFTARAN NPWP DI KANTOR PELAYANAN PAJAK


PRATAMA SOREANG

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aperatur Negara No.63/Kep/M.PAN/2003


tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik termasuk pelayan administratif,
pelayanan berdasarkan instrument pajak dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
PER-44/PJ./2003 tentang tata cara pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak, sesuai dengan self
assessment setiap wajib pajak yang memenuhi persyaratan subyektf dan obyektif sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri untuk memilik Nomor
Pokok Wajib Pajak. Pelayanan NPWP diberikan kepada wajib pajak yang belum mempunyai
Nomor Pokok Wajib Pajak. Jangka waktu pelaksanaan penyelesaian Pelayanan NPWP sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan adalah satu hari kerja sejak permohonan
pendaftaran NPWP secara diterima secara lengkap.
Pelayanan NPWP di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Soreang menjadi salah satu layanan
unggulan yang diselesaikan dalam 5 menit. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Soreang meliputi
sebagian Kabupaten Bandung yang terdiri dari 16 Kecamatan yang merupakan daerah yang
sedang berkembang. Upaya penambahan wajib pajak dilaksanakan dengan berbagai cara
diantaranya dengan penyuluhan, Sensus Pajak Nasional, Sosilaisai, Mapping dan lain
sebagainya.

Kata Kunci : Pelayanan Pendaftaran NPWP

212

PELAYANAN PENDAFTARAN NPWP DI KANTOR PELAYANA PAJAK PRATAMA


SOREANG

1.

Pendahuluan

NPWP merupakan sarana administrasi identitas wajib pajak sebagai syarat subyektif dan
obyektif, tanda pengenal atau identitas sesuai dengan perundang-undangan perpajakan.Wajib
Pajak hanya diberikan satu nomor pokok wajib pajak sebagai sarana untuk dipergunakan dalam
melakukan pelaporan dan pembayaran pajak. Permasalahan pertama proses administrasi Pajak
adalah Pelayanan NPWP, yang merupakan pelaksanaan dari sistem pelayanan unggulan yang di
laksanakan KPP Pratama Soreang. Latar belakang Penulisan artikel tentang pelayanan NPWP
penulis bekerja di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Soreang. Ditunjang dengan perbaikan
system komputerisasi, persyaratan yang makin disederhanakan, peraturan yang terus
disempurnakan serta petunjuk pelaksanaan dalam proses kepastian jangka waktu penyelesaian
pelaksanaanya, didukung sumber daya manusia yang yang terus dilakukan perbaikan untuk
memudahkan wajib pajak dalam mendapatkan kartu NPWP. Dengan system e-Registration
wajib pajak bisa mendaftarkan diri secara on line sesuai dengan domisili, tidak perlu datang ke
kantor pajak. Bermacam-macam motivasi para pencari kartu NPWP diantaranya sebagai
persyaratan pengajuan keridit ke Bank, untuk persyaratan melamar kerja, sebagai transaksi jual
beli tanah, untuk bepergian ke luar negeri guna mendapatkan fasilitas bebas fiskal dan lainnya
sesuai keperluannya. Dalam artikel ini penulis membatasi pembahasan tentang pelayanan
NPWP dengan tujuan mengetahui permasalahan dalam pelayanan proses pembuatan NPWP.
Penambahan jumlah wajib pajak terus diupayakan dengan bebagai cara seperti ektesifikasi atau
perluasan, sensus pajak nasional, mapping serta data dari dinas perijinan, dinas tenaga kerja,
pihak swasta dengan tujuan menjaring calon wajib pajak baru yang potensial seperti :

a. Pemilik Usaha
b.Pemilik tanah dan bangunan mewah
c.Pemilik Mobil Mewah
d.Pemilik Modal atau Saham diperusahan dalam negeri atau luar negeri
e.Orang Asing

213

f.Pemilik Kapal Pesiar


g.Pengembang perumahan real estate
h.Pegawai tetap yang mempunyai penghasilan diatas PTKP dan wajib pajak yang belum
mempunyai NPWP.
Dengan luas Wilayah Kabupaten Bandung yang berpenduduk 1.2 juta kepala keluarga meliputi
16 Kecamatan dimungkinkan penambahan wajib pajak baru yang lebih banyak. Penambahan
wajib pajak terus dilakukan dengan tujuan utama memperbanyak wajib pajak karena dari data
yang ada diadministrasi KPP Pratama Soreang yang baru mempunyai NPWP dan terdaftar
sebagai wajib pajak 256 ribu orang dibandingkan dengan jumlah kepala keluarga yang ada di
Kabupaten Bandung yang hanya 20% belum signifikan. Dilihat dari geografis wilayah
Kabupaten Bandung perpotensi dan berkembang disektor pembanguan perumahan, pariwisata
dan pertanian .

2.Metode
Metode yang dipakai dalam penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Menurut
Bogdan dan Taylor (1975:5) yang dikutip oleh melong (2007:4) mendefinisikan metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis dan Kutipan Melong(2007:5) pengertian dari Denzim dan Lincoln pengertian bahwa
penelitian kualitatif diartikan penelitian yang menggunakan dasar ilmiah, dengan tujuan
menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode
yang ada

Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan dua teknik penyusunan data dengan :
a.Teknik pengumpulan data secara penelitan langsung .
Observasi secara langsung yaitu penelitian secara langsung dengan mengumpul kan data
ditempat yang menjadi obyek penelitian ( penulis mengumpulkan data
yang menjadi obyek penelitian ditempat pendaftaran NPWP Kantor Pelayanan Pajak

214

Soreang).
Interviev (wawancara) : yaitu pengumpulan data dengan meminta penjelasan kepada
pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti ( penulis
mengadakan wawancara dengan pemohon NPWP ).
b.Teknik pengumpulan data sekunder dengan melalui study kepustakaan. Penulis
mengumpulkan informasi data dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku dan
brosur yang ada kaitanya dengan karya ilmiah.
c.Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data berupa perundang-undangan, kebijakan
pemerintah dan peraturan-peraturan.
d.Teknik analisis data yaitu menganalisa data pendaftaran tahun sebelumnya dibandingkan
dengan jumlah wajib pajak terdaftar tahun sekarang.

3.Pembahasan
Pelayanan umum dapat diartikan sebagai perbuatan atau kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah dalam mengurus hal-hal yang diperlukan masyarakat. Peran layanan umum dalam
proses administrasi bertindak selaku katalisator yang mempercepat proses sesuai dengan apa
telah ditetapkan. Pelayanan sebagai katalisator artinya aparat atau pegawai yang ada dalam
organisasi dalam berperan melaksanakan tugas-tugas pelayanan harus sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Berkaitan dengan tugas pelayanan umum, terkandung makna yang dilayani adalah
kepentingan umum. Secara singkat kepentingan umum adalah himpunan dari kepentingan
pribadi yang tidak bertentangan dengan norma masyarakat serta aturan yang berlaku( dikutip
dari modul manajemen pelayanan umum).
3

Sesuai dengan pembahasan artikel NPWP, sistem self assessment maka wajib pajak mempunyai
kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi
tempat tinggal atau kedudukan wajib pajak untuk diberikan NPWP, pendaftaran dapat juga
dilakukan dengan e-regisrtation yaitu suatu cara pendaftaran NPWP melalui media elektronik
melalui situs pajak (www.pajak.go.id).
Standar Operaating Pelayanan.
Setiap penyelenggara pelayanan harus memiliki standard dan publikasikan sebagai jaminan
adanya kepastian bagi penerima layanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan
dalam penyelenggara pelayanan yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan.
Standar pelayanan sebagai upaya untuk mencapai output pelayanan meliputi prosedur pelayanan,

215

waktu penyelesaian(dikutip dari modul manajemen pelayanan umum). Kegiatan pelayanan


NPWP dimulai pada saat wajib pajak menyampaikan berkas permohonan pendaftaran dan
berakhir pada saat petugas Kantor Pelayanan Pajak menyerahkan surat keterangan terdaftar
(SKT) dan kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) kepada wajib pajak. Output yang
dihasilkan oleh jenis pelayanan ini adalah SKT dan NPWP yang cepat dan mudah. Tempat
Pelayanan Terpadu (TPT) di KPP Pratama Soreang terdiri dari lima orang petugas yang
melayani proses permohonan wajib pajak. Wajib Pajak diberikan informasi, mengisi formulir
serta melengkapi permohonan untuk selanjutnya dipanggil oleh petugas pelayanan. Dengan
penyederhanaan prosedur kerja, peraturan yang mendukung proses petunjuk pelaksaan
pekerjaan, pembuatan NPWP yang dijadikan layanan unggulan di KPP Paratama Soreang dapat
dilakukan tepat waktu, sesuai SOP pelaksanaan pelayanan NPWP satu hari kerja menjadi 5
menit NPWP selesai .
Nomor pokok wajib pajak (NPWP)
NPWP dalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri

atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.Wajib pajak (WP)
adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak,
yang mempunyai hak dan keawajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
perpajakan.
Fungsi NPWP sendiri bagi wajib pajak adalah :
a.Sarana dalam administrasi perpajakan
b.Tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakan
c.Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi
perpajakan
d.Setiap wajib pajak hanya diberikan satu NPWP.
e.Menjadi persyaratan dalam pelayanan umum, misalnya passport, kredit ke bank

216

dan lelang.
Mamfaat langsung lainnya memiliki NPWP :
a.Memenuhi salah satu persyaratan ketika melakukan pengurusan Surat Izin
Usaha Perdagangan (SIUP), TDP
b.Salah satu syarat pembuatan rekening Koran di bank
c.Memenuhi persyaratan untuk bisa mengikuti tender yang dilakukan oleh
Pemerintah,BUMN,BUMD.
d.Pembuatan passport
e.Pembayaran pajak final ( PPh final, PPN dan BPHTB)
Persyaratan yang harus dilampirkan wajib pajak untuk memperoleh NPWP:
a.Bagi wajib pajak orang pribadi yang mempunyai usaha atau pekerjaan bebas
dengan mengisi formulir pendaftaran menandatangani dan melampirkan poto
copi KTP yang masih berlaku.
b.Bagi wajib pajak badan, yayasan ditambah akte pendirian atau perubahan,
NPWP pimpinan atau penangung jawab, KTP bagi penduduk Indonesia atau
paspor bagi orang asing bagi penanggung jawab.

Yang dilakukan setelah mempunyai NPWP


Setelah memperoleh NPWP wajib pajak usahawan orang pribadi atau badan mempunyai
kewajiban menyetor dan melaporkan pajak setiap bulan, bagi pegawai segera memberitahukan
bagian personalia tempat bekerja agar NPWP dicatat bagian bendahara atau penggajian. Hal ini
untuk memastikan bukti potong pajak
penghasilan 21 atau karyawan yang akan dibuat oleh kantor atau perusahaan tempat bekerja

217

nantinya mencantumkan NPWP. Selain itu juga untuk memastikan nama dan alamat yang
tertera dibukti potong sesuai nama, alamat yang tertera dalam kartu NPWP. Perusahaan atau
kantor tempat bekerja memiliki kewajiban untuk memotong pajak atas gaji/penghasilan yang
dibayarkan kepada karyawan setiap bulan dan menyetorkan ke kas Negara sehingga gaji yang
dibayarkan kepada karyawan adalah gaji bersih setelah dipotong pajak. Perusahaan mewajibkan
setiap karyawan mempunyai NPWP guna menghindari pemotongan gaji karyawan yang
mencapai 6% pertahunnya. Pegawai atau Karyawan meminta bukti potong formulir 1721
A1/A2 selama setahun untuk melengkapi pelaporan Surat Pemberi Tahunan (SPT).
Pelayanan Permohon NPWP di KPP Pratama Soreang
Sasaran layanan dalam hal ini adalah kepuasan. Meskipun sasaran ini sederhana tetapi
mencapainya diperlukan kesungguhan dan syarat-syarat yang sering tidak mudah dilakukan. Hal
ini berkaitan dengan masalah kepuasan yang tidak dapat diukur dengan positif, tetapi dapat
dikenali dari beberapa sudut seperti banyaknya
pemohon NPWP per hari mencapai 50 calon wajib pajak, dari sekian banyak pemohon yang
diterima paling banyak adalah pegawai swasta dan pegawai negeri sipil, yang digunakan
melengkapi permohonan pencari kerja dan melengkapi administrasi. Sedangkan untuk PNS
tujuanya pemohon NPWP disamping melengkapi data administrasi digunakan juga melengkapi
persyaratan pinjaman ke bank, pengajuan keridit rumah dan sertifikasi bagi para pengajar.
Sedangkan untuk pemohon usahawan, NPWP diguna melengkapi permohonan SITU, SIUP,
TDP mengikuti tender, pengajuar keridit usaha. Dengan kemudahan persyaratan, pelayanan
yang cepat dan bentuk NPWP terus disesuaikan dari
6

berbentuk kertas menjadi sama dengan kartu ATM atau KTP maka diharapkan masyarakat
makin tertarik untuk memiliki NPWP, penambahan wajib pajak terdaftar pertahunnya terus
meningkat. Dari sumber data wajib pajak yang terdaftar di administrasi KPP Pratama Soreang
penambahan pertahunnya dapat digambarkan tabel sebagai berikut:

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Tahun Pajak
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013

Penambahan
Wajib Pajak
24.251
42.714
16.819
15.741
15.366
2.751

Jumlah Wajib
Pajak
34.407
58.658
101.372
118.191
133.932
149.298
152.049

218

Data penambahan wajib pajak tersebut seharusnya dibarengi dengan kepatuhan dalam
melaksankan kewajiban pembayaran dan pelaporan secara benar. Dari data tersebut diatas
penulis dapat menganalisa bahwa penambahan Wajib Pajak setiap tahunnya belum dibarengi
dengan kepatuhan dalam pembayaran dan pelaporan. Data kepatuhan pelaporan SPT Tahunan
wajib pajak tersebut dapat digambarkan tabel sebagai berikut:

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tahun Pajak
2007
2008
2009
2010
2011
2012

Jumlah
Wajib Pajak
34.407
58.658
101.372
118.191
133.932
149.298

Melaporkan
SPT Tahunan
8.885
26.654
32.864
37.254
44.452
9.276

TidakMelaporkan
SPT Tahunan
25.522
32.004
68.508
80.937
89.480
140.022

Wajib pajak masih belum sadar akan pentingnya pajak untuk membiayai pembanguan.Wujud
pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah mempunyai NPWP adalah
melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau harta dan kewajiban,
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan melalui Surat Pemberitahuan (
SPT ) sesuai dengan Pasal 1 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16
Tahun 2009 (selanjutnya penulis sebut Undang-undang KUP).Pengertian Pajak itu sendiri
adalah Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Wajib pajak
terdaftar di KPP Pratama Soreang wajib melakukan kewajiban pelaporan sampai dengan bulan
maret 2013 tercatat 152 ribu dari jumlah tersebut hanya 57 persen yang patuh melaksanakan
pelaporan, jadi tingkat kepatuhan yang masih rendah.
Langkah-langkah prepentif yang dilakukan KPP Pratama Soreang dalam upaya
memberikan pemahaman antara lain sebagai berikut:
Upaya meningkatkan kualitas pelayanan tidak hanya ditempuh melalui kebijakan yang
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan, tetapi juga melalui peningkatan kopetensi
aparatur dalam memberikan pelayanan serta dilakukan upaya lainya seperti:
Sosialisasi
Berperan aktip melaksanakan sosialisasi ke masyarakat, perusahaan, kantor, dinas, satker,

219

tentang hak dan kewajiban sebagai wajib pajak yang berperan dalam melaksanakan kewajiban
perpajakan.
Penyuluhan
Media masa dan radio mempunyai peran penting dalam memberikan penyuluhan dengan iklan
layanan masyarakat, wajib pajak dapat menanyakan tentang masalah yang belum diketahui
tentang NPWP dan seputar pajak. Memberikan penyuluhan

kepada wajib pajak baru untuk dapat melaksankan pemenuhan hak dan kewajiban sebagai wajib
pajak tata cara pengisian pelaporan masa/bulanan, tahuanan.
Membuat brosur dan pamplet
Membuat buku panduan, brosur, pamplet, spanduk, reklame yang memberikan informasi
mengenai layanan NPWP dengan menyebar dan membagikan kepada masyarakat.
Gathering Pajak
Mengundang wajib pajak untuk memberikan informasi dan wawancara apa saja kendala yang
dialami wajib pajak dan memberikan solusi dalam masalah pemenuhan hak dan kewajiban.
Mapping
Pemetaan wilayah perlu dilakukan untuk penggalian potensi daerah yang sedang berkembang
dan potensial di mana usaha disuatu tempat yang lagi banyak dilakukan untuk target
ektensifikasi dan sensus pajak nasional.
Penghapusan NPWP dilakukan apabila Wajib Pajak :
a.Sudah tidak memenuhi persyaratan subyektif dan obyektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b.Wajib pajak orang pribadi meninggal dunia dengan tidak meninggalkan
warisan dan tidak mempunyai ahli waris.
c.Meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
d.Wajib pajak badan dalam rangka likuiditas atau pembubaran karena penghentian

220

kegiatan usahanya.
e.Wajib pajak dalam usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.
f.Wajib pajak orang pribadi tidak mempunyai penghasilan atau tidak usaha
bekerja.
Tata cara wajib pajak mengajukan penghapusan NPWP dengan mengajukan secara tertulis
kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat kedudukan atau domisili dengan memberikan
alasan-alasan dan melampirkan Akte pembubaran untuk badan/yayasan , surat kematian untuk
orang pribadi serta persyaratan pendukung lainnya.
9

Proses penghapusan NPWP adalah serangkaian pemeriksaan yang dilakukan Kantor Pelayanan
Pajak atas usulan wajib pajak, pruduk hukum yang dihasilkan berupa laporan hasil pemeriksaan
yang isinya memberikan alasan-alasan apakah wajib pajak memenuhi persyaratan untuk dihapus.
Kendala-kendala dalam penambahan wajib pajak melalui pendaptaran NPWP
Masalah yang dihadapi dalam jumlah wajib pajak di KPP Pratama Soreang:
a.Budaya masyarakat, tingkat pendidikan yang masih rendah.
b.Rendahnya disiplin dan tanggung jawab sosial masyarakat
c.Kuarangnya kesadaran masyarakat
d.Ketidak percayaan masyarakat kepada aparatur pemerintahan

4.Kesimpulan
Pelayanan pendaftaran NPWP adalah proses dimana wajib pajak mendaftar untuk diberikan
NPWP dengan mengisi formulir pendaftaran dan melengkapi persyaratan sesuai ketentuan yang
berlaku dengan output Surat Keterangan Terdaftar dan Kartu NPWP. Berbagai macam motivasi
pendaftar NPWP di KPP Pratama Soreang diantaranya sebagai persyaratan pengajuan keridit ke
Bank, persayaratan melamar kerja, transaksi jual beli tanah, fiskal, persayaratan pengurusan
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), TDP, membuat rekening koran dan persyaratan
mengikuti tender. Jumlah wajib pajak yang terus bertambah tiap tahunnya namun belum
dibarengi dengan kepatuhan dalam pelaporan dan pembayaran. Berbagai upaya yang dilakukan
untuk memberikan pemahaman seperti penyuluhan, sosilasisasi, gathering, mapping.Wajib

221

Pajak mendaftar NPWP bukan kesadaran untuk membayar pajak tetapi karena ada kepentingan
sebagai persyaratan administari tertentu.

5.Saran
Pelayanan pendaftaran NPWP yang sudah berjalan dengan baik untuk dipertahankan dan lebih
ditingkatkan lagi kuwalitas pelayanannya dan waktu penyelesaiannya.
10

6.Daftar Pustakan
Artikel Pajak; www.pajak.go.id
Buku Panduan Wajib Pajak terbitan; Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan
Masyarakat terbitan 2011
Bendahara Mahir Pajak terbitan; Direktorat Jenderal Pajak
Susunan Dalam Satu Naskah Undang-Undang Perpajakan terbitan; Kanwil DJP Jabar I
Buku Panduan NPWP terbitan; KPP Pratama Soreang.

222

11

223

URGENSI PENGAWASAN KINERJA APARATUR PEMERINTAH


TERHADAP PENCEGAHAN KORUPSI
DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH

OLEH
I MADE MULIARTA
015696755

Abstrak
Pengawasan terhadap kinerja aparatur pemerintah merupakan salah satu fungsi manajemen
dalam rangka meniadakan penyimpangan penyimpangan yang dilakukan oleh aparat itu sendiri.
Penyimpangan penyimpangan dalam tubuh organisasi khususnya organisasi pemerintah daerah
yang secara langsung menghambat tujuan organisasi untuk mensejahterakan masyarakat dengan
dampak (outcome) semakin meluasnya rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja
pemerintah harus segera dicegah dengan penguatan fungsi pemerintah itu sendiri guna
mewujudkan pemerintah yang kredibel, bersih dan transparan.
Dewasa ini korupsi seolah olah merupakan bagian yang hampir mustahil dipisahkan dengan
praktek penyelenggaraan Negara di seluruh penjuru tanah air yang pada prinsipnya merupakan
patologi dalam tubuh pemerintahan yang memerlukan keberanian dan tentu saja keikhlasan dari
para manajer/ pimpinan organisasi pemerintah untuk memeranginya. Salah satunya dengan cara
peningkatan fungsi pengawasan kinerja aparatur pemerintah itu sendiri.
Pengawasan dapat berwujud pengawasan legislatif yang lebih dikenal dengan pengawasan
politik, pengawasan fungsional dan pengawasan masyarakat yang jika dapat berjalan sesuai
dengan rambu rambu yang ada maka perilaku korup tersebut dapat dikekang.

Kata kunci : Pengawasan, kinerja, korupsi.

Pendahuluan
Diberlakukannya Undang undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
membawa dampak terhadap restrukturisasi organisasi Pemerintah Daerah, reposisisi pegawai
dan reaktualisasi kebijakan kebijakan Pemda yang secara materi bergeser dari peraturan
perundang undangan yang sebelumnya dibalut dengan bola reformasi yang bergulir secara nyata
mengakibatkan masyarakat untuk lebih mengidam idamkan suatu pelayanan pemerintahan yang
baik sejalan dengan prinsip Good Government sehingga pada gilirannya pemerintahan yang

224

bersih dari praktek korupsi menjadi dambaan setiap insan. Dengan demikian, pemerintahan
yang bersih dan supremasi hukum seharusnya pula didukung oleh partisipasi masyarakat luas
dengan menekankan aspek kontrol sosial terhadap pelaksanaan tugas pemerintahan umum dan
pembangunan.
Pelaksanaan Desentralisasi yang merupakan salah satu tuntutan reformasi telah dituangkan
dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang mengisyaratkan kewenangan yang besar Pemerintah
Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri yang membutuhkan sumber
daya manusia yang profesional dan akuntabel. Menurut Situmorang (1994) penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang menyimpang terlihat dari tindakan otoritarian aparat, kurang taatnya
para penyelenggara negara pada rambu rambu hukum dan peraturan perundang undangan,
minimnya transparansi dan akuntabilitas serta tingkat partisipasi masyarakat yang masih rendah.
Dengan adanya penyimpangan tersebut akan berdampak sistemik yang menghancurkan sendi
sendi kehidupan sosial masyarakat. Instruksi Presiden RI nomor 1 tahun 1989 menyatakan
bahwa pengawasan sangat dipengaruhi oleh kualitas legislatif secara kelembagaan maupun
individu, dimana hal ini mengisyaratkan segala bentuk pengawasan perlu ditujukan kepada
aparat individu dan kelembagaan.

Kerangka Dasar Teori


Pengawasan
Pengawasan dalam kamus besar bahasa Indonesia (1990) istilah pengawasan berasal dari kata
awas yang bermakna mengamati dan menjaga baik baik, menurut Siagian (1989) pengawasan
merupakan proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin
agar semua pekerjaan berjalan sesuai dengan rencana.

Kinerja
Menurut Mangkunegara (2005) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai seseorang pegawai sesuai dengan tanggung jawabnya, sedangkan Mahmudi (2005)
berpendapat bahwa kinerja sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang dalam suatu
organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing masing untuk mencapai tujuan
organiasi secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Korupsi
Dalam ensiklopedia Indonesia disebut korupsi ( dari bahasa latin : Coruptio = penyuapan;
corruptore = merusak) gejala dimana pejabat, badan badan negara menyalahgunakan wewenang
dengan terjadinya penyuapan dan ketidakberesan lainnya. Situmorang (1994) menyatakan
bahwa korupsi merupakan sesuatu yang buruk jahat dan merusak, dengan demikian saya
menarik kesimpulan bahwa korupsi merupakan penyelewengan dan penggelapan uang negara
melalui kekuasaan yang dimilikinya sebagai aparatur dan atau pejabat negara untuk kepentingan
diluar kepentingan negara.

225

Tujuan Pembahasan
Pembahasan ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengawasan dalam pencegahan
tindakan korupsi dan untuk menganalisis kinerja aparatur dalam pencegahan tindakan Korupsi
di Lingkup Pemerintahan Daerah.

Manfaat pembahasan
Secara umum pembahasan diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran yang
berharga bagi setiap aparatur di Lingkup Pemerintahan daerah agar untuk kedepan mampu
memberikan kontribusi yang nyata dan positif untuk berdaya gunanya pemerintah daerah secara
khusus dan pemerintah secara umum.

Pembahasan
Korelasi Pengawasan dan Kinerja
Wiradarma (2008) mengidentifikasi faktor faktor yang mempengaruhi kinerja pejabat
Pemerintah antara lain : lingkungan pekerjaan, kepuasan terhadap gaji, kesempatan
mengembangkan Karier, supervisi / pengawasan, perasaan merasa dihargai, kelekatan misi,
motivasi melayani dan beban kerja. Dari identifikasi tersebut pengawasan merupakan faktor
yang sangat krusial yang dapat dilakukan setiap saat mulai dari tahap perencanaan sampai
dengan tahap evaluasi. Kontz dan O Donnel (1980) berpendapat bahwa perencanaan dan
pengawasan merupakan dua belah mata uang yang sama, dengan demikian maka tanpa
perencanaan, pengawasan tidak mungkin dilaksanakan karena tidak ada pedoman untuk
melaksanakan pengawasan, sebaliknya rencana tanpa pengawasan akan berarti timbulnya
penyimpangan penyimpangan tanpa alat pencegahnya. Kemudian Handoko (1984) bahwa
pengawasan adalah proses untuk mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang telah
dilakukan bawahannya telah sesuai dengan rencana, perintah dan kebijakan yang telah
ditentukan. Dengan demikian pengawasan adalah tugas yang tidak boleh terlupakan karena
harus selalu berpijak pada rencana yang sudah ditentukan, perintah untuk melaksanakan
pekerjaan, sasaran yang hendak dicapai dan kebijakan yang sudah ditentukan.

Pengawasan dan Manajemen


Menurut situmorang (1994) pengawasan terdapat pada setiap tingkat manajemen, yang apabila
fungsi fungsi fundamental manajemen lainnya yakni perencanaan, pengorganisasian dan
penggerakan dilaksanakan dengan sempurna maka pengawasan tidak akan banyak diperlukan.
Dari pendapat ini dapat diketahui bahwa pengawasan dalam manajemen juga mengandung
volume yang cukup besar. Hall dan Quinn (1994) dalam buku berjudul Organitational Theory
and Public Policy telah mengemukakan pentingnya pengawasan atau evaluasi dengan kriteria
kriteria penilaian yang sah, pemrosesan kebijakan kebijakan yang tidak hanya memperhatikan
kaidah kaidah politis, legal dan formal akan tetapi beranjak dari peran moralitas.

226

Indikator Kinerja
Kinerja sebagai tingkat pencapaian hasil dapat digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan suatu
Organisasi dalam mencapai misinya. Kinerja seorang pegawai akan baik bila yang bersangkutan
mempunyai skill, bersedia bekerja karena imbalan yang sepadan dan harapan masa depan yang
lebih baik. Menurut Mahmudi (2005) standar ukuran kinerja ada tiga yakni : kualitas hasil
pekerjaan yang terdiri dari ketepatan waktu, ketelitian dan kerapihan; kuantitas hasil pekerjaan
yang terdiri dari jumlah pekerjaan regular dan tambahan dan; ketangguhan dalam bekerja yakni
mengikuti petunjuk keselamatan.

Penilaian Kinerja
Guna mengetahui kinerja seseorang digunakan penilaian kinerja yang merupakan salah satu
tugas penting yang dilakukan oleh manajer/pimpinan organisasi yang merupakan proses
evaluasi untuk mengukur pekerjaan berdasarkan standar. Mangkunegara (2005) secara lebih
spesifik mengatakan bahwa penilaian kinerja mempunyai lima tujuan yaitu meningkatkan saling
pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja; mencatat dan mengakui hasil kinerja
seorang karyawan / pegawai sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik atau
sekurang kurangnya sama berprestasinya dengan yang lalu; memberikan peluang kepada
karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian
terhadap karir dan pekerjaan; mendefinisikan kembali sasaran masa depan, sehingga
memotivasi karyawan untuk berkreasi sesuai potensi dan memeriksa rencana pelaksanaan dan
pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan.

Faktor faktor yang mempengaruhi kinerja


Dalam diri setiap individu sebagai pegawai pemerintahan selalu terdapat perbedaan kinerja.
Secara garis besar perbedaan kinerja individu disebabkan oleh ciri ciri personel individu yang
meliputi : bakat, intelegensi, pendidikan, minat, motivasi, kepribadian, pengetahuan mengenai
pekerjaan dan lain lain ( Mahsun : 2005 ) dan seharusnya para pimpinan organisasi
menyadarinya sehingga dapat diketahui tingkat kinerja setiap pegawai agar dapat menyusun
suatu kebijakan yang mendukung hal tersebut.

Urgensi Pencegahan Korupsi


Korupsi merupakan penyakit pemerintah yang mengakar khususnya di Negara dunia ketiga
seperti Indonesia yang sangat sukar diberantas. Maka dari itu perlunya suatu strategi yang
mengakar pula (sistemik) untuk pemberantasannya. Enam bidang pokok perubahan yang
mendukung pelaksanaan strategi anti korupsi yang menyeluruh yaitu : kepemimpinan, program
publik, perbaikan organisasi pemerintah, penegakan hukum, kesadaran masyarakat dan
penguatan lembaga pemberantas korupsi ( Klitgaard 2000).

Kepemimpinan

227

Kepemimpinan menurut Borcel Bedding adalah lebih dari sekedar atribut pribadi, suatu sifat
yang dapat dibiaskan kedalam spektrum sifat sifat kepemimpinan namun juga merupakan
peranan yang diharapkan oleh kelompok, lembaga atau organisasi. Lebih jauh George Terry
merumuskan bahwa Leadership is the relationship in which one person or the leader influence
others to work together willingly onrelated task to attain that which the leader desire. Dari
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan aktivitas untuk
mempengaruhi orang orang dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi itu sendiri.
Hal ini menjelaskan pula bahwa kinerja seorang bawahan dapat dikekang untuk mendapatkan
hasil yang gemilang demi tujuan organisasi dengan adanya kepemimpinan yang mantap.
Kepemimpinan merupakan seni untuk menciptakan kesesuaian paham yang artinya setiap
pemimpin harus mampu membuat para bawahan mampu mencapai hasil yang ditetapkan
organisasi.

Program Publik
Demi mewujudkan cita cita bangsa, pemerintah sebagai personifikasi Negara harus mampu
menentukan program program yang mengisi gap tersebut. Indonesia yang tergolong negara
yang dalam tahap perkembangan memerlukan suatu prioritas program yang menunjang
keberhasilan pembangunan. Untuk mewujudkan pembangunan tersebut maka dibutuhkan
sumber daya manusia yang profesional yang tersebar diseluruh tingkat pemerintahan. Dengan
adanya sumber daya manusia yang mumpuni maka diharapkan mampu menyusun program
program pemerintahan yang tepat pada sasaran yang pada akhirnya bermuara pada
kesejahteraan masyarakat.

Perbaikan Organisasi Pemerintah


Max weber dalam Silalahi (2002) mengartikan organisasi sebagai tatanan hubungan sosial yang
mempunyai batasan batasan tertentu, suatu kumpulan tata aturan dan suatu kerangka hubungan
yang menunjukkan wewenang, tanggung jawab dan pembagian kerja untuk menjalankan fungsi
tertentu. Menurut Sondang P. Siagian hakikat organisasi dapat ditinjau dari dua sudut pandang
yakni sebagai wadah dan sebagai proses. Sebagai wadah yaitu tempat kegiatan administrasi dan
manajemen yang sifatnya relatif statis atau tidak berubah ubah, sebagai proses yaitu interaksi
antara orang orang yang menjadi anggota organisasi dan sifatnya dinamis. Organisasi daerah
memiliki karakteristik masing masing sehingga diperlukan wadah yang sesuai dengan
keunggulan komparatif daerah tersebut. Namun perlu diperhitungkan pula proses dari
pelaksanaan masing masing kegiatan sehingga mampu mengurangi kesempatan penyelewengan
penyelewengan yang justru menyebabkan organisasi tidak berjalan efektif dengan cara
penyusunan organisasi yang lebih ramping dan flat. Dengan bentuk organisasi yang lebih
ramping maka manajer atau pimpinan mampu melakukan pengawasan terhadap organisasi
sebagai proses secara mendalam karena keunggulan organisasi flat itu sendiri. Perilaku korup
yang terjadi di organisasi pemerintah harus dipandang sebagai variabel bawaan dan organisasi
yang terkesan kacau balau merupakan awal dari penyebab perilaku tersebut.

Penegakan Hukum

228

Diberlakukannya peraturan perundangan undangan dengan materi yang mengandung


pelarangan terhadap perbuatan yang dapat merugikan Negara secara materiil telah digulirkan
pemerintah bahkan telah dibentuk peraturan peraturan khusus tindak pidana korupsi. Namun
dalam pelaksanaannya masih jauh dari harapan sebab banyak kasus kasus korupsi baik yang
melibatkan pihak eksekutif maupun legislatif dirasa kurang oleh masyarakat dan pemerhati
hukum khususnya. Dalam hal ini maka penegakan hukum harus ditunjang pula oleh variabel
variabel tersebut lainnya agar mampu bekerja secara efektif.

Kesadaran Masyarakat
Masyarakat dalam Negara yang menganut paham demokrasi mempunyai kebebasan dalam hak
menunjukan sikap terhadap pemerintah yang telah diatur oleh undang undang dasar 1945 yang
tertuang pada pasal 28. Dalam hubungannya dengan pemerintah maka masyarakat dituntut
untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah sebagai bentuk pengawasan
masyarakat.

Penguatan Lembaga Pemberantas Korupsi


Instansi Kepolisian di Indonesia yang telah terpisah dengan pranata militer, dalam
perjalanannya yang masih terbilang masih muda dihadapkan dengan persoalan korupsi yang
menyelimuti pemerintahan dimana memerlukan suatu penanganan yang serius akibat dari
seriusnya masalah tersebut (extra ordinary crime). Di bentuknya sebuah Komisi oleh Dewan
Perwakilan Rakyat yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan wujud keseriusan
pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Pentingnya Pengawasan terhadap Pencegahan Korupsi


Pengawasan dari segi pelaksana terdiri dari pengawasan intern, yaitu pengawasan yang
dilakukan oleh aparat yang berada didalam lingkungan organisasi dan pengawasan ekstern,
yaitu pengawasan yang dilakukan oleh suatu instansi / organisasi yang berada di luar
lingkungan organisasi. Dilihat dari segi proses terdiri dari pengawasan preventif yaitu
pengawasan yang dilakukan sebelum dilakukannya suatu kegiatan yang berwujud peraturan
peraturan dan prosedur prosedur dan pengawasan represif yaitu pengawasan yang dilakukan
sesudah berlangsungnya suatu kegiatan. Silety (2006) dalam kajian analisisnya ditemukan
bahwa pengawasan dan kinerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pencegahan
tindakan Korupsi. Hasil tersebut dapat diketahui dari pengujian hipotesis yang telah
dilakukannya. Lebih lanjut Silety memaparkan bahwa pengawasan merupakan tugas dan
tanggung jawab pimpinan organisasi yang harus melaksanakan manajemen pengawasan
terhadap kinerja pegawai secara efektif dan efesien di lingkungan organisasi guna pencegahan
korupsi (pengawasan internal). Dalam Lingkungan pemerintah daerah, Kepala daerah sebagai
eksekutif mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap organisasi pemerintah
daerah dalam bentuk pengawasan melekat bersama dengan pimpinan eksekutif dibawahnya.
Selain itu pemerintah daerah memiliki Badan pengawas Internal / Bawasda yang melakukan
tugas pengawasan secara teknis terhadap organisasi pemerintah daerah.

229

Pengawasan Intern
Adapun instansi intern pemerintahan yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan
pelaksanaan kegiatan pemerintahan dalam hal ini Pemerintahan Daerah yakni inspektorat
Daerah. Inspektorat selaku aparat pengawasan yang bersifat teknis administratif dihadapkan
dengan pertanyaan bagaimana mengawasi pegawai agar bekerja sesuai dengan rambu rambu
yang ada. Oleh sebab itu Inspektorat harus menggunakan pedoman pedoman atau juklak juklak
agar dapat mengetahui dan memperbandingkan antara kinerja nyata dengan kinerja sesuai yang
prosedur dan selanjutnya sebagai bahan masukan berupa laporan kepada Kepala Daerah. Selain
Inspektorat, Kepala daerah sebagai unsur pimpinan yang dalam prakteknya juga berwenang
untuk mengawasi kinerja bawahannya baik secara preventif dalam wujud pembentukan
peraturan peraturan ditingkat daerah maupun represif dalam wujud tindak lanjut terhadap
peraturan yang telah diterapkan.

Pengawasan Ekstern
1. 1.Peran DPRD
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD sebagai lembaga pengawas ekstern pemerintahan
melakukan pengawasan politik terhadap kinerja eksekutif menjalankan fungsi pengawasannya
dengan cara ikut menyusun APBD (pengawasan Preventif) dan apabila diduga terjadi
penyimpangan yang terjadi pada badan eksekutif maka DPRD mempunyai hak angket untuk
menyelidiki sebagai bentuk pengawasan Represif. Berdasarkan Undang Undang Nomor 32
tahun 2004, posisi DPRD sebagai mitra Pemda melemah karena tidak dapat menjatuhkan
Kepala Daerah, sebagai gantinya DPRD hanya mampu melaporkan hasil penyelidikannya
kepada Menteri Dalam Negeri / Presiden.

1. 2.Peran BPK
Pengawasan BPK merupakan pengawasan eksternal pemerintah yang bersifat investigatif.
Melalui penyidiknya melakukan pengawasan terhadap kinerja aparat pemerintah dan jika
ditemukan suatu penyelewengan dalam bentuk korupsi keuangan Negara maka akan diteruskan
dan ditindaklanjuti oleh aparat hukum baik KPK maupun Polri.

1. 3.Peran Masyarakat
Intelektualitas masyarakat untuk menemukan kejanggalan yang dilakukan oleh aparat
pemerintah sangat diperlukan dalam membentuk suatu pemerintahan yang bersih dari tindakan
korupsi. Biasanya perilaku korup yang dilakukan oleh aparatur pemerintah tidak secara
langsung diketemukan oleh masyarakat namun masyarakat dalam hal ini perlu mendukung
aparat terkait yang telah melakukan investigasi atau penyidikan agar perilaku korup dapat
ditekan. masyarakat bisa menuntut pemerintah (dalam arti luas) untuk melakukan
pemberantasan tindakan Korupsi di pemerintahan sebagai wujud Negara yang demokratis.

230

Kesimpulan
Dengan adanya konsistensi dan profesionalitas dalam pengawasan terhadap kinerja aparat
pemerintah tersebut berdasarkan nilai nilai yang telah dipedomani seperti yang telah dijelaskan
diatas maka tindakan korupsi yang telah menjalar luas di pemerintahan daerah dapat ditekan,
diminimalisir bahkan ditiadakan sehingga dapat sejalan dengan prinsip prinsip good
government sebagai tuntutan reformasi yang berujung (outcome) pada tatanan kehidupan sosial
masyarakat yang sesuai dengan cita cita bangsa indonesia. Disarankan agar pejabat pemerintah
daerah untuk memupuk kemauan yang tinggi untuk pemberantasan korupsi, Menciptakan
kemitraan antara Pemda dan masyarakat sebagai pengawas jalannya roda pemerintahan dan
transparansi agar memudahkan akses masyarakat untuk melakukan pengawasan serta perlunya
peningkatan SDM pegawai pemerintah guna peningkatan kinerja yang lebih profesional sesuai
dengan tuntutan reformasi.

Daftar Pustaka
Silety. 2006. Pengaruh pengawasan melekat dan pemberdayaan aparatur terhadap peningkatan
pemberantasan KKN. Maluku Tenggara Barat.
Mangkunegara , A. 2005. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Bandung: PT. Refika
Aditma.
Situmorang, V. M. 1998. Aspek Hukum Pengawasan Melekat Dalam Lingkungan Aparatur
Pemerintah. Rineka Cipta.
Klitgaard, R. A., Maclean. 2005. Strugling Coruption in Local Government. 23-24.
Siagian, S. P. 1989. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. UUP STIM YKPN.
Mahsun, M. 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik, Yogyakarta: BPFE.
Hall & Quinn. 1994. Organitational Theory and Public Policy.
Wiradarma. 2005. Manajemen Kinerja, Falsafah, Teori dan Penerapan. Yogyakarta: Pusat
Pelajar.
Silalahi, Ulber. 2002. Pemahaman Praktis Asas asas Manajemen. Bandung: Bandar Maju.
Siagian, Sondang. 1995. Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta: Gadjah Mada University
Press.
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

231

PENGARUH OTONOMI DESA TERHADAP KINERJA


PEMERINTAH DESADUKUHSEMBUNG

Sri Darwati1
NIM. 016031879
Ilmu Pemerintahan

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan pemerintahan desa setelah
adaanya otonomi desa dan pengaruhnya terhadap kinerja pemerintah Desa Dukuhsembung.
Penelitian ini berlokasi di Desa Dukuhsembung Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan, penelitian lapangan berupa
observasi, wawancara mendalam dan penelitian dokumen. Narasumber dari penelitian ini
adalah Kepala Desa Dukuhsembung, Sekretaris, Bendahara, Kaur Pemerintahan, Kaur
Pembangunan dan seorang warga. Analisis data dilakukan dengan cara pengumpulan data,
reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi data. Penelitian ini
menggunakan metode analisis data kualitatif. Peneliti menggunakan pendekatan analisis data
kualitatif ini untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang proses pengelolaan
pemerintahan di Desa Dukuhsembung Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal setelah adanya
otonomi desa dan pengaruhnya terhadap kinerja pemerintah desa. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pengelolaan pemerintahan dalam pembangunan yang dilaksanakan di
Desa Dukuhsembung Kecamatan Pangkah Kabupaten sudah cukup baik, dapat terlihat dari
system pelayanan terhadap masyarakat lebih cepat dan menerapkan peraturan-peraturan yang
sesuai dengan otonomi desa yang telah diterapkan.

Kata Kunci : Otonomi desa, kinerja pemerintah desa dan pembangunan

PENDAHULUAN
Dukuhsembung merupakan suatu desa di Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal

232

yang terletak di dekat pusat pemerintahan Kabupaten Tegal. Desa yang memiliki luas
lahan 67.619 ha/m2ini dihuni oleh sekitar 2.873 orang pada tahun 2012 (Profil Potensi
Desa, 2012). Wilayah Desa Dukuhsembung dibagi menjadi dua dusun, yaitu
DusunDukuhsembung dan Dusun Jetak. Jalan yang menghubungkan antardusun
tersebut hampir sudah diaspal semuanya, tetapi ada beberapa bagian jalan yang
rusakatau yang belum diaspal. Sedangkan untuk mengakses ke Dusun Jetak harus
memutar jalan melalui wilayah Kecamatan Slawi karena akses ke Dukuh Jetak dari
Dusun Dukuhsembung terputus oleh aliran sungai Kaligung dan belum dibangun
jembatan penghubung kedua dusun tersebut. Secara umum untuk mengakses ke masing
masingdusun bisa jalan kaki dan menggunakan alat transportasi. Selain menggunakan
sepeda motor,ada alat transportasi lain yang memiliki peranan penting sebagai alat
transportasi umum danyang utama bagi masyarakat yaitu angkudes.
Penduduk di Desa Dukuhsembung, sebagian besarmasyarakatnya pekerjaan
sehari-harinya sebagai buruh. Selebihnya ada yang bekerja sebagaipetani, peternak,
pedagang dan juga sebagai pengrajin caping. Kerajinan caping ini adalahpenghasilan
ekonomi yang paling menonjol di Desa Dukuhsembung. Kerajinan caping tersebut
sudahcukup dikenal, baik di Kabupaten Tegal sendiri maupun di luar daerah Tegal.
Tujuan penyusunan karya ilmiah ini adalah untuk :
1.
Mengetahui tingkat pelayanan pemerintah desa terhadap masyarakat
2.
Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi pemerintah desa dalam
pelaksanaan pemerintahan desa
3.
Mengetahui sistem pelaksanaan pemerintahan desa

TINJAUAN PUSTAKA
Pemerintah desa adalah suatu kebulatan atau keseluran proses atau kegiatan berupa
antara lain proses pembentukan atau penggabungan desa, pemilihan kepala desa,
peraturan desa, kewenangan, keuangan desa dan lain-lain yang terdiri dari berbagai
komponen badan publik seperti Perangkat Desa, Badan Pemusyawaratan Desa, dan
Lembaga Kemasyarakatan Desa. Otonomi desa merupakan hak, wewenang dan
kewajiban untuk mengaturdan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakatberdasarkan hak asal-usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada
padamasyarakat untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desatersebut.
Urusan pemerintahan berdasarkan asal-usul desa, urusan yangmenjadi wewenang
pemerintahan Kabupaten atau Kota diserahkanpengaturannya kepada desa.Namun harus
selalu diingat bahwa tiada hak tanpa kewajiban, tiadakewenangan tanpa tanggungjawab
dan tiada kebebasan tanpa batas. Olehkarena itu, dalam pelaksanaan hak, kewenangan
dan kebebasan dalampenyelenggaraan otonomi desa harus tetap menjunjung

233

nilai-nilaitanggungjawab terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia


denganmenekankan bahwa desa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari bangsadan
negara Indonesia.

Peraturan Desa
Berdasarkan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah, Desa atau yang diberi
kewenangan untuk mengatur dan mengur - us kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam rangka pengaturan kepentingan masyarakat, maka guna meningkatkan
kelancaran dalam penyelenggaraan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada
masyarakat sesuai dengan perkembangan dan tuntutan reformasi serta dalam rangka
mengimplementasikan pelaksanaan UU No. 32 Th. 2004, ditetaplcanlah Peraturan
Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa.
Peraturan Desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
dengan demikian maka Peraturan Desa harus merupakan penjabaran lebih lanjut dari
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, serta
harus memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat, dalam upaya
mencapai tujuan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat jangka
panjang, menengah dan jangka pendek.

Daerah Otonom
Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasl 1 ayat 6 menyebutkan bahwa
daerah otonomi selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Profesor Oppenhein (dalam Mohammad Jimmi Ibrahim, 1991:50) bahwa
daerah otonom adalah bagian organis daripada negara, maka daerah otonom mempunyai
kehidupan sendiri yang bersifat mandiri dengan kata lain tetap terikat dengan negara
kesatuan. Daerah otonom ini merupakan masyarakat hukum yaitu berhak mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri.

234

Hakekat, Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah


a.

Hakekat Otonomi Daerah

Pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan


kesejahteraan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan sesuai
dengan kehendak dan kepentingan masyarakat. Berkaiatan dengan hakekat otonomi
daerah tersebut yang berkenaan dengan pelimpahan wewenang pengambilan keputusan
kebijakan, pengelolaan dana publik dan pengaturan kegiatan dalam penyelenggaraan
pemerintah dan pelayanan masyarakat maka peranan data keuangan daerah sangat
dibututuhkan untuk mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan
besar belanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan
secara efektif dan efisien. Data keuangan daerah yang memberikan gambaran statistik
perkembangan anggaran dan realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran dan
analisa terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat
kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah untuk meliahat kemampuan/
kemandirian daerah (Yuliati, 2001:22)

b.

Tujuan Otonomi Daerah

Menurut Mardiasmo (Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah) adalah: Untuk


meningkatkan pelayanan publik (public service) dam memajukan perekonomian daerah.
Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal, yaitu:
Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan
masyarakat.
Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah.
Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk
berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Selanjutnya tujuan otonomi daerah menurut penjelasan Undang-undang No 32 tahun
2004 pada dasarnya adalah sama yaitu otonomi daerah diarahkan untuk memacu
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat,
menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat secara nyata, dinamis, dan
bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi
beban pemerintah pusat dan campur tangan di daerah yang akan memberikan peluang
untuk koordinasi tingkat lokal.

235

c.

Prinsip Otonomi Daerah

Menurut penjelasan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, prinsip penyelenggaraan


otonomi daerah adalah :
1.
Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan aspek demokrasi,
keadilan, pemerataan serta potensi dan keaneka ragaman daerah.
2.
Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan
bertanggung jawab.
3.
Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah dan
daerah kota, sedangkan otonomi provinsi adalah otonomi yang terbatas.
4.
Pelaksanaan otonomi harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap
terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
5.
Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah
kabupaten dan derah kota tidak lagi wilayah administrasi. Demikian pula di
kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah.
6.
Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi
badan legislatif daerah baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawasan,
mempunyai fungsi anggaran atas penyelenggaraan otonomi daerah.
7.
Pelaksanaan dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukan
sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah
tertentu dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
8.
Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya di pemerintah
daerah dan daerah kepada desa yang disertai pembiayaan, sarana dan pra sarana
serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan
mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan.
METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan di Desa Dukuhsembung Kecamatan Pangkah Kabupaten
Tegal. Adapun pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, dasar penetapan subjek penelitian
adalah relevansi, artinya peneliti baru dapat menentukan siapa yang menjadi subjek dan
jumlahnya secara kongkret setelah berada dikancah penelitian. Sumber data yang ada
diambil secara purposif, untuk mendapatkan informasi maksimal mengenai unsur-unsur
yang diteliti.
Sumber datanya berupa manusia, meliputi Kepala Desa Dukuhsembung,
Sekretaris Desa, Bendahara, Kaur Pemerintahan dan masyarakat Desa Dukuhsembung.
Kemudian sumber lainnya adalah benda-benda yang berupa dokumen, Peraturan Bupati
Kabupaten Tegal tentang Alokasi Dana Desa, Rencana Kerja Anggaran dan Profil Desa
Dukuhsembung. Data tersebut kemudian dikumpulkan dengan teknik wawancara secara
mendalam, dokumentasi dan observasi berperan serta. Kemudian analisis data dilakukan

236

sejak awal penelitian hingga akhir penelitian. Sementara itu, model yang digunakan
adalah analisis data interaktif, yakni (1) reduksi data (2) Penyajian data, dan (3) menarik
kesimpulan/verifikasi. Untuk mengetahui sejauhmana temuan-temuan dilapangan
benar-benar representatif, maka digunakan teknik triangulasi, yaitu membandingkan
antara hasil wawancara dengan hasil observasi, antara ucapan sumber data di depan
umum dan ketika sendirian secara informal, antara hasil wawancara dan dokumentasi
yang diperoleh.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1.

Dasar Hukum

Desa adalah merupakan satu kesatuan sumber daya manusia dan pola
perilakutradisional yang terwujud oleh adanya modal sosial yang tertanam dalam
sebuah kulturmasyarakat tradisional. Di mana sistem pengetahuan dan budaya lokal
masih menjadi dasaruntuk menjalani kehidupan masyarakat di pedesaanKehidupan
masyarakat desa sekarang ini, sejauh perkembanganya semakin lama tidakdapat kita
pisahkan dengan proses jalannya Pemerintahan Desa. Bahkan saat ini punpemerintahan
desa sangat terkait dengan adanya isu otonomi pedesaan. Isu otonomi pedesaanini
mempunyai dampak yang begitu kompleks terhadap jalannya suatu pemerintahan desa.

2.

Kemandirian

Pemerintahan desa yang sudah diatur dalam undang-undang No.22 tahun 1999,
dijelaskansuatu pemerintahan desa ini diharapkan akan mewujudkan suatu
kemandirianpedesaan. Kemandirian tersebut juga berhubungan dengan adanya
undang-undang yang mengaturmengenai otonomi pedesaan , yaitu undang-undang
No.32 Tahun 2004. Kemandirianpedesaan itu dipengaruhi beberapa faktor seperti,
desentralisasi kewenangan, penguatankeuangan desa, penguatan kelembagaan desa dan
kelembagaan masyarakat, kapasitas danperangkat desa (SDM) serta pemberdayaan
masyarakat desa.Secara tidak langsung arti dari undang-undang mengenai otonomi desa
adalahsegala sesuatu hal yang berkaitan dengan upaya peningkatan kemandirian desa
diberikansepenuhnya kepada desa dalam hal ini otoritas tertinggi dikelola oleh
Pemerintah Desa.
Adapun kemandirian ekonomi yang sangat menonjol dan dapat menyerap tenaga
kerja di Desa Dukuhsembung antara lain adalah:
Jumlah Tenga
No
Nama Pengusaha
Jenis Usaha ekonominya
Kerja

237

Ir. Moch Syaukhani

Moch Gautsun

Usaha ekonomi dibidang


pengolahan / pengergajian log
pinus dari bahan mentah
menjadi barang setengah jadi
Usaha ekonomi di bidang
Makanan yaitu berupa Rumah
Makan ciri khas ikan bakar
dengan nama Media Bambu

+ 35 orang

+ 25 orang

Sumber : Nama-nama Pengusaha yang ada di Desa Dukuhsembung yang disajikan oleh
Kasi Ekbang Dukuhsembung
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang sudah diatur dengan Undang-undang
No. 32 Tahun 2004, yang ditindaklanjuti dengan Perda Kabu. Tegal No. 07 Tahun 2006,
punya peran serta kemandirian yang sangat penting dalam pelaksanaan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan masyarakat desa.
Berikut data Tupoksi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai berikut:
1. Definisi
Badan permusyawaratan desa adalah lembaga yang merupakan perwujudan
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah desa.
2. Kedudukan
BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara dalam pemerintah desa
3. Keanggotaan
-

Wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah


berdasarkan musyawarah.

Jumlah anggota ditetapkan dengan jumlah ganjil antara 5 sampai dengan 11


orang

Peresmian anggota BPD ditetapkan dengan Keputusan Bupati

Pimpinan BPD terdiri dari 1 ketua, 1 wakil ketua dan 1 sekretaris yang dipilih
dari dan oleh anggota BPD.

Pimpinan dan anggota BPD tidak boleh merangkap sebagai Kepala Desa dan
Perangkat Desa

Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 kali
masa jabatan selanjutnya.
4. Fungsi

Menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa

238

Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat


5. Wewenang
Membahasa rancangan peraturan desa bersama kepala desa.
Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan
kepala desa.

Mengusulkan Pengangkatan dan pemberhentian kepala desa

Membentuk panitia pemilihan kepala desa

Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi


masyarakat.

Menyusun tata tertib BPD


6. Hak BPD

a.
b.

Meminta keterangan kepada pemerintah desa


Menyatakan pendapat
7. Hak Anggota BPD

a.

Mengajukan rancangan peraturan desa

b.

Mengajukan pertanyaan

c.

Menyampaikan usul dan pendapat

d.

Memilih dan dipilih

e.

Memperoleh tunjangan
8. Kewajiban Anggota BPD

a.

Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-undang Dasar Negara Republik


Indonesia tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan.

b.

Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah desa.

c.

Mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara


Kesatuan Republik Indonesia

d.

Menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.

e.

Memproses pemilihan kepala desa

239

f.

Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok dan


golongan.

g.

Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat dan

h.

Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.
9. Rapat BPD

a.

Rapat dipimpin oleh pimpinan BPD san sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya
satu per dua dari jumlah anggota BPD

b.

Keputusan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.

c.

Dalam hal tertentu rapat BPD dinyatakan sah apabila dihadiri sekurangnya dua
per tiga jumlah anggota BPD dan keputusan ditetapkan dengan persetujuan
sekuragnnya satu per dua ditambah satu dari jumlah anggota BPD yang hadir.

d.

Hasil rapat BPD ditetapkan dengan keputusan BPD dan dilengkapi dengan notulen
rapat yang dibuat oleh sekretaris BPD.
10. Pendanaan BPD

a.

Pimpinan dan anggota BPD menerima tunjangan sesuai dengan kemampuan


keuangan desa

b.
c.

Tunjangan pimpinan dan anggota BPD ditetapkan dalam APB Desa


Untuk kegiatan BPD disediakan biaya operasional sesuai kemampuan keuangan
desa yang dikelola oleh Sekretaris BPD dan ditetapkan setiap tahun dalam APB
Desa.
11. Hal yang perlu dicermati oleh Pengurus BPD dalam proses penyelenggaraan
Pemerintah Desa:

Penyusunan rencana pembangunan jangka menegah desa (RPJMDes)

Proses Pilkades

Penyusunan APB-Des

Pertanggungjawaban Kades

Musrenbangdes

Evaluasi Kegiatan
12. Pemberdayaan masyarakat pada semua program yang masuk desa

240

APBN

APBD I

APBD II
Beragam program dan kegiatan di desa

PPID

Bantuan desa berkembang

Bantuan penataan lingkungan

Program pemugaran rumah miskin

Bantuan pasar desa

UEDSP

UPM

PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan

Kemandirian peranan PKK dalam kegiatan Posyandu dan Kesejahteraan Keluarga


1. Pengertian PKK
PKK adalah merupakan suatu gerakan yang tumbuh dari, oleh, dan untuk
masyarakat dan wanita sebagai motor penggeraknya untuk mewujudkan keluarga
bahagia sejahtera, maju dan mandiri
Latar belakang PKK dalam era reformasi adalah Tap MPR No. IV/MPR/1999
tentang Garis-garis Besar Haluan Negara serta melaksanakan Otonomi Daerah, TP
PKK pusat mengadakan penyesuaian dalam Rapat Kerja Nasional Luar Biasa. PKK
Tahun 2000 sebgai dasar rumusan Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi
Daerah Nomor : 53 Tahun 2000 dijabarkan pada Pedoman Umum Gerakan PKK
antara lain yaitu perubahan nama gerakan Pembinaaan Kesejahteraan Keluarga
menjadi Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga.
2. Tujuan Gerakan PKK
Adalah memberdayakan keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan lahir bathin
mewujudkan keluarga yang berbudaya, bahagia sejahtera maju mandiri dan hidup
dalam suasana harmonis, beriman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3. Sasaran Gerakan PKK
Sasaran gerakan PKK adalah keluarga di perdesaan dan perkataan yang perlu
ditingkatkan dan dikembangkan kemampuan dan kepribadiannya.

241

Posyandu adalah merupakan kegiatan dari, oleh dan untuk masyarakat dalam rangka
memperoleh pelayanan kesehatan dasar.
Tujuan Posyandu
Memelihara dan meningkatkan kesehatan dalam rangka mewujudkan
ketahanan dan kesejahteraan keluarga
Meningkatkan kegotongroyongan masyarakat.
Sebagai tempat untuk saling memperoleh dan memberikan berbagai informasi.
Kegiatan kader dalam pelaksanaan Posyandu :
a.
Merencanakan kegiatan
b. Mengajak kelompok sasaran
c.
Memberitahu sasaran
d. Mempersiapkan alat-alat dan mebagi tugs antar kader.
e.
Mencatat seluruh hasil kegiatan ke dalam buku dan SIP
Kegiatan Revitalisasi Posyandu
Mempertahankan dan meningkatkan status gizi
Peningkatan efektifitas pembinaan dengan refungsionalisasi pokjanal
Posyandu
Melibatkan berbagai kelompok atau forum yang ada di Desa (LKMD, PKK,
LSM, dll)
Keterpaduan pelaksanaan berbagai program kegiatan (JPS-BK, MP-ASI,
PMT Pemulihan, dll)
Pemerataan jangkauan kegiatan Posyandu
Adanya upaya peningkatan gairah kerja kader.

3.

Kinerja Pemerintahan Desa

Dari hasil penelitian, kinerja perangkat Desa Dukuhsembung sangatlah baik,


bahkan cenderung mandiri. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pelayanan yang diberikan
kepada masyarakatnya. Pelayanan administrasi seperti misalnya mengurus KTP, Akta
Kelahiran dan surat-surat lainnya dilayani dengan cepat. Dalam hal bantuan juga,
pemerintah Desa Dukuhsembung sangat tanggap, baik itu pengelolaan bantuan Raskin
maupun bantuan lainnya misal dari PNPM Mandiri.

242

Berikut data sebagian penerima bantuan raskin Desa Dukuhsembung :

No.

Nama Kepala
Rumah
Tangga
(KRT)

Nama
Pasangan
Rumah
Tangga (PKRT)

1.

Maksum

Satria

2.

Suherman

Suharti

3.

Riyanto

Darningsih

4.

Santoni

Purwanti

5.

Danudin

Kumyanah

6.

Durjan

Sudarti

7.

Suinto

Sri Wasriah

8.

Munawar

Juminah

9.

Soleh

Warsiati

10.

Raijin

Sari

Alamat Lengkap

Dukuhsembung Rt.03
Rw. 03
Dukuhsembung Rt.03
Rw. 03
Dukuhsembung Rt.01
Rw. 01
Dukuhsembung Rt.01
Rw. 01
Dukuhsembung Rt.01
Rw. 01
Dukuhsembung Rt.01
Rw. 01
Dukuhsembung Rt.01
Rw. 01
Dukuhsembung Rt.01
Rw. 01
Dukuhsembung Rt.01
Rw. 01
Dukuhsembung Rt.01
Rw. 01

Alasan Dikeluarkan
RT
Seluruh
Pindah
Anggota RT
Meninggal
-

RT
Tercatat
Lebih Dari
Satu Kali
-

RT
Kaya

Sumber : Formulir Rekapitulasi Pengganti RTS-PM Raskin Desa Dukuhsembung


Kinerja pemerintah Desa Dukuhsembung ini sendiri didukung oleh masyarakat
dan pemerintah yang ada diatasnya seperti kecamatan dan kabupaten. Hal ini tidak
terlepas dari otonomi yang diberikan kepada desa untuk mengatur kegiatan
pemerintahannya sendiri. Kemandirian ini lah yang menciptakan peran aktif bagi
pemerintah desa untuk menjalankan roda pemerintahan. Contoh kinerja pemerintah
Desa Dukuhsembung dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat, misalnya :
pelayanan pengurusan KTP, Kartu Keluarga (KK), Surat Jalan dan Pendistribusian
beras miskin (Raskin), semuanya dilayani dengan cepat sekitar satu hari selesai, tetapi
jika pelayanan yang berkaitan dengan kecamatan maka pemerintah desa bisa membantu
hanya sesuai prosedur dan layanan yang diberikan sekitar satu minggu.

4.

Perizinan

243

Dari hasil penelitian kinerja perangkat Desa Dukuhsembung sudah cukup


baik dan tertib dengan tetap mengedepankan lembaga desa yang paling bawah yaitu
RT dan RW dengan alur kerja sebagai berikut :
Masyarakat Pengurus RT Pengurus RW Pemerintahan Desa
Berikut data sebagian pembuat perizinan :
No Nama
Lamat
Keperluan
Ket
1
Dukri
RT.13/RW.03
Ijin Mendirikan Bangunan
2
Teguh
RT. 14/RW.03
Ijin Khajatan
3
Maksum
RT. 03/RW.01
Ijin Mendirikan CV
4
Suprapto
RT. 09/RW.02
Ijin Usaha (SIUP
Sumber : Buku Registrasi Pemerintah Desa Dukuhsembung
Otonomi dan desentralisasi memang sangat berpengaruh terhadap
jalannyapemerintah desa saat ini. Di mana dulu modal sosial di dalam desa khususnya
di Jawa adalahyang paling utama, dan urusan yang menguntungkan untuk kepentingan
pribadi tidak pernahterjadi. Masyarakat yang dulunya egaliter sekarang terlihat sangat
berbeda dan bisa dibilangterdiferensiasi. Otonomi desa pada persamaan dan perbedaan
dengan otonomi daerah.Persamaannya adalah dalam hal penyelenggaraannya yang
dibatasi oleh UU yang berlaku.Adapun perbedaan antara otonomi desa dan otonomi
daerah adalah dalam hal asal usul keduaotonomi tersebut. Otonomi desa adalah otonomi
asli yang ada sejak desa itu terbentuk(tumbuh di dalam masyarakat) dan bersumber dari
hukum adat yang mencakup kehidupanlahir dan batin penduduk desa. Otonomi desa
bukan berasal dari pemberian pemerintah danbukan sebagai akibat dari pelaksanaan
asas desentralisasi tetapi diperoleh secara tradisional.Sedangkan otonomi daerah adalah
pemberian dari pemerintah dan sebagai akibat daripelaksanaan asas desentralisasi
(sebagai pendistribusian kewenangan dari pemerintah diatasnya). Otonomi daerah
diperoleh secara formal dan pelaksanaannya diatur denganperaturan
perundang-undangan. Jika dikorelasikan adalah dimana otonomi desa inisebenarnya
mendesak masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya.

KENDALA
1.
Sistem pemerintahan yang telah menjadi otonomi desa tidak didukung oleh
fasilitas yang memadai sebagai sarana untuk penerapan otonomi desa yang
menuntut untuk mandiri.
2.
Aparat pemerintah desa yang sebagian besar hanya mengenyam pendidikan
tingkat SMA/SMP belum mampu secara garis besar mengikuti pola
pemerintahan yang mengedapankan kemandirian karena belum mengerti akses
untuk melakukan pengembangan.

244

UPAYA PERBAIKAN
1.
Secara bertahap perlu diupayakan fasilitas berupa komputerisasi demi
penerapan otonomi desa yang lebih tertib dan lebih mandiri.
2.
Pemerintahan Desa Dukuhsembung secara bertahap perlu diprogramkan dan
dilaksanakan pelatihan-pelatihan dan kursus-kursus, baik tentang administrasi
maupun cara-cara mengakses komputerisasi demi peningkatan Sumber Daya
Manusia (SDM) Aparatur Pemerintah Desa yang ada.

KESIMPULAN DAN SARAN


a.
Kesimpulan
1.

Tingkat pelayanan Pemerintah Desa Dukuhsembung terhadap masyarakatnya


sudah cukup baik, hal ini terlihat dari system administrasi yang terkelola dengan
baik

2.

Kendala yang dihadapi dalam penerapan sistem otonomi desa hanya terletak pada
dukungan fasilitas dan tingkat pendidikan dari pemerintah desa yang sebenarnya
dituntut untuk lebih aktif dan mandiri dalam pelaksanaan pemerintahan

3.

Pelaksanaan otonomi desa di Desa Dukuhsembung perlahan berjalan dan


diterapkan dengan baik tetapi masih perlu penyesuaian dibeberapa titik pelayanan
terhadap masyarakat

4.

Secara bertahap perlu diupayakan fasilitas berupa komputerisasi demi penerapan


otonomi desa yang lebih tertib dan lebih mandiri.

5.

Pemerintahan Desa Dukuhsembung secara bertahap perlu diprogramkan dan


dilaksanakan pelatihan-pelatihan dan kursus-kursus, baik tentang administrasi
maupun cara-cara mengakses komputerisasi demi peningkatan Sumber Daya
Manusia (SDM) Aparatur Pemerintah Desa yang ada.

b.

Saran

1.

Pemerintah pusat harus tetap memberikan peran serta pendampingan dan


dukungan terhadap pelaksanaan dan penerapan sistem pemerintahan otonomi desa

2.

Menyediakan fasilitas pendukung untuk terlaksananya pemerintah desa yang


mandiri

245

Daftar Pustaka

Mohammad Jimmi Ibrahiin. 1991. Prospek Otonomi Daerah. Semarang : Dahara


Prize.
Peraturan Perundang-undangan Tentang Pemerintah Desa :
Soemardjan, Selo, 1992. Otonomi Desa: Apakah Itu?, Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial
Undang-undang Dasar 1945 setelah Amandemen (2001). Jakarta: Sinar Grafika.
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang Otonomi Daerah 1999 dan Juklak (2000). Jakarta: Sinar Grafika.
UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Desa.
UU RI. 2004. Undang-UndangRipublikIndonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah.
Yujiro Hayani dan Masao Kikuchi, Dilema Ekonomi Desa, Suatu
pendekatanekonomi terhadap Perubahan di Desa, Yayasan Obor Indonesia,
1987.
Yuliati. 2001. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam menghadapai
Otonomi Daerah, Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP YKPN

246

TINGKAT KEMANDIRIAN PEMERINTAH DESA


DUKUHSEMBUNG PASCA KEBIJAKAN PEMERINTAH
MELALUI OTONOMI DAERAH

Oleh :
Nama
NIM
Fakultas/Program Studi
Email

:
:
:
:

Sabar
016031808
ISIP/Pemerintahan
bapaksabar@gmail.com

ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

247

UNIVERSITAS TERBUKA
2013

TINGKAT KEMANDIRIAN PEMERINTAH DESA


DUKUHSEMBUNG PASCA KEBIJAKAN PEMERINTAH
MELALUI OTONOMI DAERAH
Sabar1
NIM. 016031808
Ilmu Pemerintahan
bapaksabar@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini di beri judul Tingkat Kemandirian Pemerintah Desa Dukuhsembung Pasca
Kebijakan Pemerintah Melaui Otonomi Daerah. Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui pengelolaan kemandirian desa dan hambatan-hambatan yang di hadapi oleh
pemerintah desa dalam pengelolaan pemerintahan. Penelitian ini berlokasi di Desa
Dukuhsembung Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal. Pengumpulan data dilakukan
dengan cara penelitian kepustakaan, penelitian lapangan berupa observasi, wawancara
mendalam dan penelitian dokumen. Narasumber dari penelitian ini adalah Kepala Desa
Dukuhsembung, Sekretaris, Bendahara, Kaur Pemerintahan, Kaur Pembangunan dan
seorang warga. Analisis data dilakukan dengan cara pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi data. Penelitian ini menggunakan
metode analisis data kualitatif. Peneliti menggunakan pendekatan ini untuk mendapatkan
gambaran yang menyeluruh tentang proses pengelolaan pemerintahan di Desa
Dukuhsembung Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa: 1. Penerapan otonomi desa di Desa Dukuhsembung dilaksanakan berdasarkan
beberapa dasar hukum yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa. 2.
Penguatan akuntabilitas pemerintahan desa dalam rangka penerapan otonomi desa di

248

Desa Dukuhsembung dilakukan melalui pertanggungjawaban pemerintah Desa


Dukuhsembung dalam menyelenggarakan pemerintahan desa dalam kurun waktu satu
tahun yang terdiri dari 3 (tiga) bentuk pertanggungjawaban. 3. Kegiatan belanja publik
dan pemberdayaan masyarakat kegiatannya mencapai 70 %.

Kata Kunci : Otonomi desa, kemandirian dan pembangunan

PENDAHULUAN
Dukuhsembung merupakan suatu desa di Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal
yang terletak di dekat pusat pemerintahan Kabupaten Tegal. Desa yang memiliki luas
lahan 67.619 ha/m2 ini dihuni oleh sekitar 2.873 orang pada tahun 2012 (Profil Potensi
Desa, 2012). Desa yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai buruh ini
memiliki banyak potensi untuk dikembangkan, seperti misalnya kerajinan caping yang
banyak digeluti juga oleh masyarakatnya. Pemerintah Desa Dukuhsembung sangat
peduli terhadap masyarakatnya, hal ini tercermin dari pelayanan yang diberikan secara
maksimal kepada masyarakatnya.
Pemerintah Desa Dukuhsembung terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa,
sedangkan Perangkat Desa terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat lainnya, yaitu
sekretariat desa, pelaksana teknis lapangan dan unsur kewilayahan, yang jumlahnya
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya di desa. Pemerintah desa
diberikan wewenang penuh untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri. Hal ini
sesuai dengan pemberlakuan undang-undang yang mengatur tentang otonomi daerah.
Berdasarkan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah, Desa diberi kewenangan
untuk mengatur dan mengur-us kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul
dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hal ini didukung oleh undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah mengenai pelaksanaan sistem desentralisasi di Negara Indonesia, dimana
pemerintah pusat memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk
melakukan serangkaian proses, mekanisme dan tahapan perencanaan yang dapat
menjamin keselarasan pembangunan. Landasan pemikiran dalam pengaturan tentang
desa yang dianut UU No. 32/2004 sesungguhnya tetap mempertahankan apa yang
dianut dalam UU No. 22/1999, yaitu keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,
demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat. tegas mengarah pada penyeragaman
bentuk dan susunan pemerintahan desa dengan corak nasional.

249

Pemberian otonomi daerah seluas-luasnya berarti pemberian kewenangan dan


keleluasaan (diskreksi) kepada daerah untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya
daerah secara optimal. Pengelolaan keuangan dan ekonomi desa dapat dijadikan sebagai
sebagai knowledge based society.
Kemandirian dalam mengelola potensi daerah dan rumah tangga pemerintah desa
sangatlah penting. Kemandirian pemerintah desa akan lebih mempercepat pembangunan
desa karena memangkas banyak jalur birokrasi yang biasanya cenderung lebih lama dan
rumit. Pengelolaan keuangan untuk pembangunan desa ini didukung dengan
diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri No.37/2007
tentang pengelolaan keuangan desa memberikan landasan bagi semakin otonomnya
desa secara praktik, bukan hanya sekedar normatif. Dengan adanya pemberian
kewenangan pengelolaan keuangan desa (berdasarkan Permendagri 37/2007) dan
adanya Alokasi Dana Desa (berdasarkan PP 72/2005), seharusnya desa semakin terbuka
dan responsibilitas terhadap proses pengelolaaan keuangan.
Dalam Ketentuan Umum Permendagri No. 37/2007 disebutkan bahwa
Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,
penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggung-jawaban dan pengawasan
keuangan desa. Sehingga dengan hak otonom tersebut harapannya desa dapat mengelola
keuangannya secara mandiri. Baik mengelola pendapatan dan sumber-sumber
pendapatan juga mengelola pembelanjaan anggaran, tetapi, pada kenyataannya sangat
banyak desa yang belum dapat memanfaatkan keistimewaannya tersebut.
Tujuan penyusunan karya ilmiah ini adalah untuk :
1.

Mengetahui praktek penerapan dan pelaksanaan peraturan undang-undang


otonomi daerah dan implementasinya terhadap pemerintahan Desa Dukuhsembung

2.

Mengetahui tingkat pertanggungjawaban pemerintah Desa Dukuhsembung atas


penerapan pelaksanaan peraturan undang-undang otonomi daerah kepada
pemerintah kabupaten dalam kurun waktu tertentu

3.

Mengetahui kendala yang dihadapi pemerintah Desa Dukuhsembung dalam


penerapan peraturan undang-undang otonomi daerah terutama kaitannya dengan
masyarakat

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Desa
Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa Sansekerta, deca yang berarti tanah

250

air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau village
diartikan sebagai a groups of hauses or shops in a country area, smaller than a town.
Desa menurut H.A.W. Widjaja dalam bukunya yang berjudul Otonomi Desa
menyatakan bahwa Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran
dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,
demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat (Widjaja, 2003: 3).
Tujuan pembentukan desa adalah untuk meningkatkan kemampuan
penyelenggaraan pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna dan peningkatan
pelayanan terhadap masyarakat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemajuan
pembangunan. Dalam menciptakan pembangunan hingga di tingkat akar rumput, maka
terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk pembentukan desa yakni: Pertama,
factor penduduk, minimal 2500 jiwa atau 500 kepala keluarga, kedua, faktor luas yang
terjangkau dalam pelayanan dan pembinaan masyarakat, ketiga, factor letak yang
memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun, keempat, faktor sarana
prasarana, tersedianya sarana perhubungan, pemasaran, sosial, produksi, dan sarana
pemerintahan desa, kelima, factor sosial budaya, adanya kerukunan hidup beragama dan
kehidupan bermasyarakat dalam hubungan adat istiadat, keenam, faktor kehidupan
masyarakat, yaitu tempat untuk keperluan mata pencaharian masyarakat.
Otonomi Luas, Nyata dan Bertanggungjawab
Lahirnya reformasi kebijakan desentralisasi pertama kali melalui Undang- Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang
kemudian dilanjutkan dengan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undangundang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah dimaksudkan agar daerah mampu mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat menurut prakarsanya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pemberian kewenangan otonomi harus berdasarkan asas desentralisasi dan
dilaksanakan dengan prinsip luas, nyata, dan bertanggungjawab (Hari Sabarno, 2007:
30).
Konsep Otonomi Desa
Widjaja (2003: 165) menyatakan bahwa otonomi desa merupakan otonomi asli,
bulat, dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari pemerintah. Sebaliknya
pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh desa tersebut.
Dengan dimulai dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang

251

kemudian disempurnakan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun


2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan landasan kuat bagi desa dalam
mewujudkan Development Community dimana desa tidak lagi sebagai level administrasi
atau bawahan daerah tetapi sebaliknya sebagai Independent Community yaitu desa dan
masyarakatnya berhak berbicara atas kepentingan masyarakat sendiri.
Pengakuan otonomi di desa, Taliziduhu Ndraha (1997:12) menjelaskan
sebagai berikut :
a. Otonomi desa diklasifikasikan, diakui, dipenuhi, dipercaya dan dilindungi oleh
pemerintah, sehingga ketergantungan masyarakat desa kepada kemurahan hati
pemerintah dapat semakin berkurang.
b. Posisi dan peran pemerintahan desa dipulihkan, dikembalikan seperti sediakala atau
dikembangkan sehingga mampu mengantisipasi masa depan.
Akuntabilitas
Miriam Budiarjo (1998: 78) mendefinisikan akuntabilitas sebagai
pertanggungjawaban pihak yang diberi kuasa mandat untuk memerintah kepada yang
memberi mereka mandat. Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan
menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga
pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan
kondisi saling mengawasi.
Hughes dalam Joko Widodo (2001:147) menegaskan bahwa Government
organitation are created by the public and to be accountability to if, (organisasi
pemerintah dibuat oleh publik, karenanya perlu mempertanggungjawabkannya kepada
publik). Media pertanggungjawaban akuntabilitas tidak terbatas pada laporan
pertanggungjawaban, akan tetapi juga mencakup aspek-aspek kemudahan pemberi
mandat untuk mendapatkan informasi, baik langsung maupun tidak langsung secara
lisan maupun tulisan, sehingga akuntabilitas dapat tumbuh pada lingkungan yang
mengutamakan keterbukaan sebagai landasan pertanggungjawaban (Hiskia dan Ambar,
2011:71).

Tipe Akuntabilitas
Menurut Jabra dan Dwidevi sebagaimana yang dijelaskan oleh Sadu Wasistiono
(2007: 50) mengemukakan adanya lima perspektif akuntabilitas yaitu: (1) akuntabilitas
administratif, (2) akuntabilitas legal, (3) akuntabilitas politik, (4) akuntabilitas

252

profesional, (5) akuntabilitas moral. Akuntabilitas administratif yaitu dimana di


dalamnya terdapat pertanggungjawaban antara pejabat yang berwenang dengan unit
bawahanya dalam hubungan hirarki yang jelas.
Parameter Akuntabilitas Penyelenggaraan Pemerintahan
Untuk menilai kinerja pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan harus
dengan parameter dan tolak ukur yang pasti. Hal ini dimaksudkan agar kesinambungan
pembangunan dan pelayanan publik dapat dikontrol dengan kriteria yang terukur.
Terdapat tiga aspek untuk menilai akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan, ketiga
aspek tersebut adalah: (1) parameter kerja, (2) tolak ukur yang obkektif, (3) tata cara
yang terukur. Parameter kenerja pemerintah harus dijadikan acuan untuk menilai apakah
suatu program yang direncanakan berhasil atau tidak dan upaya untuk mengevaluasi
kenerja pemerintahan yang telah dilaksanakan pada periode tersebut. Selanjutnya tolak
ukur yang objektif merupakan syarat penting dalam menilai keberhasilan suatu program
pemerintah. Hal ini terkait erat dengan penilaian suatu pertanggungjawaban.

METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan di Desa Dukuhsembung Kecamatan Pangkah Kabupaten
Tegal. Adapun pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, dasar penetapan subjek penelitian
adalah relevansi, artinya peneliti baru dapat menentukan siapa yang menjadi subjek dan
jumlahnya secara kongkret setelah berada dikancah penelitian. Sumber data yang ada
diambil secara purposif, untuk mendapatkan informasi maksimal mengenai unsur-unsur
yang diteliti.
Sumber datanya berupa manusia, meliputi Kepala Desa Dukuhsembung,
Sekretaris Desa, Bendahara, Kaur Pemerintahan dan masyarakat Desa Dukuhsembung.
Kemudian sumber lainnya adalah benda-benda yang berupa dokumen, Peraturan Bupati
Kabupaten Tegal tentang Alokasi Dana Desa, Rencana Kerja Anggaran dan Profil Desa
Dukuhsembung. Data tersebut kemudian dikumpulkan dengan teknik wawancara secara
mendalam, dokumentasi dan observasi berperan serta. Kemudian analisis data dilakukan
sejak awal penelitian hingga akhir penelitian. Sementara itu, model yang digunakan
adalah analisis data interaktif, yakni (1) reduksi data (2) Penyajian data, dan (3) menarik
kesimpulan/verifikasi. Untuk mengetahui sejauhmana temuan-temuan dilapangan
benar-benar representatif, maka digunakan teknik triangulasi, yaitu membandingkan
antara hasil wawancara dengan hasil observasi, antara ucapan sumber data di depan
umum dan ketika sendirian secara informal, antara hasil wawancara dan dokumentasi
yang diperoleh.

253

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kapasitas Pemerintah Desa, Antara Tugas dan Pengabdian
Sebagai pemerintah yang berhadapan langsung dengan masyarakat, pemerintah
Desa Dukuhsembung memang memiliki beban tugas tidak dapat dianggap ringan.
Mereka (para Kepala desa) mungkin tidak pernah mendapatkan pelatihan public
servicing seperti para eksekutif di sebuah perusahaan. Namun bagi para kepala desa,
tanpa perlu risau apakah tuntutan gaji mereka dipenuhi atau tidak, mereka akan siap
bekerja, menyapa, menyambangi masyarakatnya dengan senyum. Pada hasil
pengamatan di lapangan, dapat disimpulkan bahwa pemerintah.
Desa Dukuhsembung menjalankan empat fungsi utama. Pertama, sebagai
kepanjangan tangan birokrasi pemerintah dengan memberikan pelayananan
administratif (surat menyurat) kepada warga. Kedua, fungsi sosial yang bercampur aduk
dengan fungsi pribadi, yaitu beranjangsana dengan warga masyarakat melalaui
silaturrahmi. Anjangsana sosial adalah kearifan lokal yang mempunyai makna simbolik,
mendekatkan pamong desa dengan rakyatnya. Ketiga, fungsi pembangunan seperti
menggerakkan perencanaan dari bawah, merancang proposal yang disampaikan kepada
pemerintah desa, mengalokasikan bantuan ke masyarakat serta memobilisasi dana dan
tenaga masyarakat melalui gotong royong. Keempat, mengumpulkan pungutan seperti
pajak bumi dan bangunan (PBB). Hal ini dilakukan pemerintah Desa Dukuhsembung
untuk memberikan peningkatan terhadap pelayanan publik.

Pengelolaan Pembangunan
Pelaksanaan pembangunan merupakan usaha kegiatan yang dilakukan secara sadar
terencana, dan bertanggung jawab dalam mencapai tujuan kearah perubahan yang lebih
baik, yakni kesejahteraan dan kemakmuran yang merata dan adil bagi rakyat. Menurut
Ginanjar dalam Riyadi (2005:4) mengatakan bahwa pembangunan merupakan suatu
proses perubahan kearah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana.
Pembangunan merupakan rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan
secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu Negara menuju modernitas dalam
rangka pembinaan bangsa. Proses pembangunan desa merupakan mekanisme dari
keinginan pemerintahan yang dipadukan dengan partisipasi masyarakat. Perpaduan
tersebut sangat menentukan keberhasilan pembangunan.
Pembangunan di Desa Dukuhsembung sudah cukup baik, hal ini dapat terlihat dari
tata ruang desa yang bagus. Jalanan yang sudah diaspal, bangunan kantor desa yang
bagus dan juga didukung oleh lingkungan yang bersih dan nyaman, tetapi kegiatan

254

pembangunan di Desa Dukuhsembung masih mengalami kendala lain. Untuk


pembangunan secara berlanjut atau dalam peningkatan pembangunan terdapat kedala
pada lahan yang sudah tidak memadai. Seperti contohnya untuk pembangunan gedung
PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) terdapat bantuan tapi karena pemerintah desa yang
tidak mampu menyediakan lahan sekitar 500 m2 maka pembangunan gedung PAUD pun
tidak terlaksana, sehingga diperlukan kerja sama yang lebih dari aparat dan masyarakat
desa untuk lebih mensukseskan pembangunan.
Mekanisme pembangunan desa merupakan perpaduan yang serasi antara kegiatan partisipasi
masyarakat disatu pihak dan kegiatan pemerintah dipihak lain. Pada hakekatnya pembangunan
desa dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.

Alokasi Dana Desa (ADD)


Alokasi Dana Desa biasa disebut dengan ADD adalah Alokasi khusus Desa yang
dialokasikan oleh Pemerintah melalui Pemerintah Daerah (Kabupaten). Tujuan utamanya adalah
untuk mempercepat pembangunan tingkat Desa baik pembangunan fisik (sarana pra-sarana)
maupun sumber daya manusia. Dalam PP 72/2005 pasal 1 ayat 11 disebutkan : Alokasi Dana
Desa adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk Desa, yang
bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
Kabupaten/Kota. Kemudian Pasal Penjelas PP 72/2005 menegaskan bahwa yang dimaksud
dengan bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah adalah terdiri dari dana bagi hasil
pajak dan sumber daya alam ditambah Dana Alokasi Umum (DAU) setelah dikurangi belanja
pegawai. Dalam Pasal Penjelas pula disebutkan bahwa Alokasi Dana Desa adalah 70% untuk
pemberdayaan masyarakat dan pembangunan serta 30% untuk Pemerintahan Desa dan BPD.
Alokasi Dana Desa selanjutnya disebut ADD adalah dana yang bersumber dari APBD yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar desa untuk mendanai
kebutuhan desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan
serta pelayanan masyarakat.
Hambatan-hambatan Yang Dihadapi Dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa
a. Kualitas Sumber Daya Manusia Pemerintah Desa
Kualitas Sumber Daya Manusia yang ada di Desa Dukuhsembung Kecamatan Pangkah
Kabupaten Tegal sebagai faktor internal yang pada umumnya tergolong rendah. Penyebabnya
dilatar belakangi oleh pendidikan dari aparatur pemerintah desa yang ada ditingkat desa masih
kurang, tetapi sebenarnya masalah ini dapat diatasi dengan memberikan bimbingan dan
kesempatan untuk mendapatkan pelatihan. Kurangnya kemampuan yang dimliki oleh perangkat
desa menyebabkan munculnya suatu masalah bahkan untuk mendiskusikan suatu masalah
pemerintah desa Dukuhsembung mengalami kesulitan.

255

Hal ini juga berakibat pada pengoperasian komputer. Berikut ini hasil wawancara penulis
dengan informan inti dan informan lain yang menanyakan masalah hambatan-hambatan yang
dihadapi pemerintah Desa Dukuhsembung dalam mengalokasikan dana desa. Dari hasil
wawancara penulis dengan Bendahara Desa Dukuhsembung, mengemukakan bahwa : Kami
kesulitan pada saat menyusun surat pertanggung jawaban untuk pencairan selanjutnya, karena
sebagian dari aparat kami sebagian besar tidak memahami dalam mengoperasikan komputer
sehingga lambat dalam menyelesaikan surat pertanggung jawaban tersebut. Selain itu sebagian
dari data kadang-kadang tidak tersimpan. Berdasarkan hasil wawancara diatas, maka salah satu
hambatan yang dihadapi oleh pemerintah desa Dukuhsembung adalah minimnya kualitas
sumber daya manusia aparat desa. Hal ini merupakan suatu faktor internal yang datang dari
dalam diri pemerintah desa Dukuhsembung dalam hal membuat laporan pertanggung jawaban
atas kegiatan yang sudah dilakukan diwilayahnya.
Koordinasi Yang kurang Baik
Berikut ini hasil wawancara penulis dengan informan inti yang menanyakan masalah
hambatan-hambatan yang di hadapi dalam mengalokasikan dana tersebut. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan penulis dengan Kepala Desa Dukuhsembung, Wantoro
mengemukakan bahwa : Hambatan yang di hadapi pemerintah desa yaitu kurangnya koordinasi
dari Kecamatan, Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) dan Sekretariat Daerah
Kabupaten Tegal Bagian Keuangan masalah surat pertanggung jawaban (SPJ), sebenarnya
aturan tentang pembuatan surat pertanggung jawaban (SPJ) tersebut sudah jelas.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Kepala Desa Dukuhsembung Kecamatan Pangkah
Kabupaten Tegal tersebut maka dapat diketahui bahwa adanya koordinasi yang kurang baik
terhadap instansi terkait sehingga menghambat proses pelaksanaan program tersebut dalam
pengelolaan Alokasi Dana Desa tersebut sehingga menyulitkan perangkat desa.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1. Penerapan otonomi desa di Desa Dukuhsembung dilaksanakan berdasarkan
beberapa dasar hukum yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2005 Tentang Desa. Dalam prakteknya, penerapan otonomi di Desa
Dukuhsembung, memuat tiga agenda, yaitu pertama, kewenangan desa, Kedua,
perencanaan pembangunan desa, yangmerupakan sebuah sistem perencanaan
sendiri (self-planning) yang meng-cover urusan-urusan pembangunan dan
pemerintahan yang menjadi kewenangan dan tanggungjawab desa. Dan ketiga,
keuangan desa.

256

2. Penguatan akuntabilitas pemerintahan desa dalam rangka penerapan otonomi desa


di Desa Dukuhsembung dilakukan melalui pertanggungjawaban pemerintah Desa
Dukuhsembung dalam menyelenggarakan pemerintahan desa dalam kurun waktu
satu tahun yang terdiri dari 3 (tiga) bentuk pertanggungjawaban yaitu:
a. Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa kepada Bupati (LPPD)
b. Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa kepada BPD
c. Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada
3. Kendala yang dihadapi dalam menguatkan akuntabilitas pemerintahan desa di
Desa Dukuhsembung diantaranya yaitu, masih kurang tanggapnya masyarakat atas
informasi laporan penyelenggaraan pemerintahan desa yang telah disampaikan,
pengawasan atas pertanggungjawaban pemerintah desa dari pihak inspektorat
yang diterjunkan oleh kabupaten dirasakan kurang, dan evaluasi terhadap LPPD
yang seharusnya dilakukan oleh bupati yang nantinya dapat digunakan sebagai
dasar evaluasi bagi pemerintah desa dalam menyelenggarakan pemerintah desa
sampai saat ini belum dilakukan.
Saran
1. Diperlukan partisipasi aktif dari masyarakat untuk member tanggapan atas
informasi laporan pertanggungjawaban pemerintah desa yang telah disampaikan
kepada masyarakat. Karena dengan adanya tanggapan dari masyarakat dapat
dijadikan evaluasi dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di Desa
Dukuhsembung.
2. Dalam hal pengawasan, sebaiknya inspektorat yang diterjunkan oleh pihak
kabupaten dapat meninjau pelaksaksanaan pertanggungjawaban pemerintah desa
secara merata dan teratur. Karena dengan tinjauan secara teratur akan
mengurangi celah untuk melakukan ketidaktransparanan dalam penyelenggaraan
pemerintah desa. Dan apabila ada pengaduan dari dari pihak desa atau
kecamatan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah desa, pihak
kabupaten diharapkan dapat segera menindaklanjuti secara langsung.
3. Seyogyanya bupati memberikan evaluasi atas laporan pertanggungjawaban
pemerintah desa yang telah disampaiakan oleh pemerintah desa sehingga dapat
dijadikan evaluasi bagi pelaksanaan pertanggungjawaban pemerintah desa di
tahun berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

257

Hari Sabarno. 2007. Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa.


Jakarta: Sinar Grafika

HAW. Widjaja. 2003. Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat, dan
Utuh. Jakarta: Rajawali Pres
__________. 2005. Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Indonesia (Dalam
Rangka Sosialisasi UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah).
Jakarta: Rajagrafindo Persada

Haskia Charles dan Ambar.2011. Strategi dan Struktur Birokrasi Menuju Good
Governance dalam Ambar Teguh Memahami Good Governance (Dalam
Perspektif Sumber Daya Manusia). Yogyakarta: Gava Media

Joko Widodo. 2001. Good Governance-Telaah dari Dimensi: Akuntabilitas dan


Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Surabaya:
Insan Cendekia

Miriam Budiarjo. 1998. Menggapai Kedaulatan Rakyat. Jakarta: Mizan

Sadu Wasistiono. 2007. Desentralisasi, Demokratisasi dan Pembentukan Good


Governance. Jakarta: LIPI Press

Tri Ratnawati. 2006. Potret Pemerintahan Lokal di Indonesia di Masa Perubahan


(Otonomi Daerah Tahun 2000-2005). Yogyakarta.

Pustaka Pelajar Undang-Undang:


Undang-Undang No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

258

Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah


Peraturan Pemerintah:
PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa

259

PENGGUNAAN SENJATA API PADA


SATUAN POLISI PAMONG PRAJA
KABUPATEN TEGAL
Dhian Surya Utama sw
NIM : 016167008
Email : dhiansurya@rocketmail.com
Program studi : Administrasi Negara ( S1 )

ABSTRAK
Dhian surya, 2013 "Penggunaan Senjata Api Pada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP )
Kabupaten Tegal" karya tulis ilmiah ini membahas tentang penggunaan senjata api pada Satpol
PP Kabupaten Tegal sebagai kelengkapan anggota Satpol PP dan untuk mengatasi masalah yang
terjadi di wilayah Kabupaten Tegal. Hal ini mendapat perhatian diberbagai kalangan masyarakat
khususnya di wilayah Kabupaten Tegal, dimana masyarakat banyak yang pro dan kontra.
Penulis menyajikan karya ilmiah ini berusaha memberi gagasan dalam penyelesaian konflik
dimana dalam mengatasi suatu masalah di wilayah Kabupaten Tegal tidak harus menggunakan
pendekatan struktural namun dapat menggunakan alternatif lain yaitu dengan menggunakan
pendekatan sosio budaya atau pendekatan kultural. Penulisan ini berusaha menjawab bahwa
melalui pendekatan kultural penggunaan senjata api bagi Satpol PP Kabupaten Tegal dalam
mengatasi dan menyelesaikan masalah atau konflik yang terjadi di wilayah Kabupaten Tegal
tidak relevan lagi. Hasil studi menunjukkan bahwa masyarakat di Kabupaten Tegal mudah
diatur dan mudah diajak kerjasama oleh Pemerintah Daerah sehingga dalam mengatasi dan
menyelesaikan masalah atau konflik dapat dilakukan dengan cara berdialog, humanis, atau
dengan mediasi yang dilakukan oleh ormas, pemuka agama dan tokoh masyarakat yang ada.

Kata kunci : Satpol PP, Kabupaten Tegal, senpi

260

PENDAHULUAN
Pentingnya keberadaan Satpol PP Kabupaten Tegal sudah tidak dapat dielakan lagi karena
keberadaan Satpol PP sangat dibutuhkan guna menegakan Perda dan menyelenggarakan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat, hal tersebut
semakin jelas mengenai tugas pokok dan fungsi Satpol PP dengan diterbitkannya Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja. Sesuai dengan Pasal 4
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai tugas
menegakkan Perda dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta
perlindungan masyarakat.
Memperhatikan tugas penegakkan Perda dan menjaga ketertiban daerah yang dapat
membawa resiko bagi anggota Satpol PP, dimana masyarakat yang kini semakin kompleks yang
mudah terpancing emosi dan berbuat anarkis yang menjurus ke penyerangan kepada para
petugas seperti kejadian peristiwa " mbah priyuk " pada tanggal 14 April 2010 maka pemerintah
mengeluarkan regulasi yang memperbolehkan anggota Satpol PP dibekali dengan senjata api.
Dan pada tanggal 25 Maret 2010 ditetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun
2010 tentang Penggunaan Senjata Api Bagi Anggota Satuan Polisi Pamong Praja. Namun
demikian banyak banyak pro dan kontra dari kalangan masyarakat maupun
organisasi-organisasi yang ada.
Pemerintah menerbitkan Regulasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 tahun 2010
tentang Penggunaan Senjata Api Bagi Satuan Polisi Pamong Praja. Diterbitkannya Permendagri
tersebut adalah untuk memberikan kelengkapan pengamanan bagi Satpol PP dalam rangka
menunjang kinerja Satpol PP dalam penegakan Perda dan menjaga ketertiban atau diperuntukan
dalam tugas yang beresiko tinggi. Namun Permendagri No. 26 th. 2010 ini menjadi polemik di
masyarakat ada yang pro dan juga ada yang kontra, banyak masyarakat yang menjadi khawatir
dengan dipersenjatainya Satpol PP yang berasumsi nantinya akan mencelakakan masyarakat
dengan tindakan arogansi petugas Satpol PP.
Dengan ditetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2010 tentang Penggunaan
Senjata Api Bagi Anggota Satuan Polisi Pamong Praja. Banyak kalangan yang pro dan kontra
atas adanya Permendagri tersebut, yang dapat pula disebut sebagai konflik. Konflik organisasi
(Organization conflict). Robbins (1996 dalam Juanita) dalam "Organization Behavior"
menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya
ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang
terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Sedang menurut Luthans dalam Juanita
(1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentengan.
Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Konflik dapat disebabkan karena
perasaan sensitif, perbedaan pendapat, salah paham, dan ada pihak yang dirugikan.

261

Konflik yang terjadi atas Permendagri no. 26 tahun 2010 tentang penggunaan senjata api
bagi anggota satuan polisi pamong praja disebabkan kesalah pahaman pemikiran pada
masyarakat. Dalam teori konflik, konflik dapat diselesaikan melalui penyelesaian yang berifat
sturktural dan hierarki dengan cara : 1) Melakukan perubahan struktural; 2) Meningkatkan
peran integrasi; 3) Menyesuaikan hierarki kewenangan dengan kebutuhan organisasi.
Situasi dan kondisi yang relatif aman dan terkendali untuk penyelesaikan masalah yang
terjadi di Kabupaten Tegal tidak harus serta merta menggunakan pendekatan Struktural dalam
hal ini adalah pengimplementasian Permendagri No. 26 tahun 2010, dengan kondisi Kabupaten
Tegal yang seperti itu maka tidak harus Satpol PP Kabupaten Tegal menggunaka senjata api
dalam menyelesaikan masalah yang ada. Masalah dapat diselesaikan dengan melalui pendekatan
sosio budaya atau pluralisme budaya.
Menurut Kathy S. Stolley ( 2005 ), budaya merupakan sebuah konsep yang luas. Bagi
kalangan sosiolog, budaya terbangun dari seluruh gagasan (ide), keyakinan, perilaku, dan
produk-produk yang dihasilkan secara bersama, dan menentukan cara hidup suatu kelompok.
Budaya meliputi semua yang dikreasi dan dimiliki manusia tatkala mereka saling berinteraksi.
Vygotsky ( 1978 ) juga berpendapat, bahwa Jalan pikiran seseorang dapat dimengerti dengan
cara menelusuri asal usul tindakan sadarnya dari interaksi sosial (aktivitas dan bahasa yang
digunakan) yang dilatari sejarah hidupnya. Teorinya yang menjelaskan tentang potret
perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan
budaya. Dalam hal ini dengan dialog dapat menjadi pendekatan baru, yang mungkin saja dapat
menghapus konflik. Masyarakat Kabupaten Tegal merupakan masyarakat berdialog karena
segala sesuatu yang penting dalam kehidupannya ditentukan secara damai dalam dialog.
Merujuk pada nilai budaya Masyarakat Kabupaten Tegal tersebut, maka sesungguhnya dialog
dapat menjadi cara yang baik untuk menyelesaikan konflik.
Tujuan penulisan adalah untuk menjelaskan bahwa kondsi sosial budaya dapat dijadikan
sebagai media pendekatan dalam menyelesaikan masalah di Kabupaten Tegal sehingga
penggunaan senjata api bagi Satpol PP Kabupaten Tegal bersifat kondisional.

PENDEKATAN STRUKTURAL
Di Jawa dan Madura Satuan Polisi Pamong Praja dibentuk tanggal 3 Maret 1950
berdasarkan Surat Keputusan Menteri dalam Negeri NO. UR32/2/21/Tahun 1950; dengan
susunan Formasinya:
1 Manteri Polisi; 5 Calon Agen Polisi Pamong Praja; 5 Pembantu Keamanan
Pada Tahun I960 dimulai pembentukan Polisi Pamong Praja di luar Jawa dan Madura

262

berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah No. 7 Tahun I960 tanggal
30 Nopember I960 dengan susunan formasi tiap-tiap Kecamatan sebanyak-banyaknya, 1 Orang
Manteri Polisi Muda; 5 Agen Polisi Pamong Praja.
Satpol PP mulai terkenal sejak pemberlakuan UU No 5/1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah. Pada Pasal 86 (1) disebutkan, Satpol PP merupakan perangkat wilayah
yang melaksanakan tugas dekonsentrasi. Saat ini UU 5/1974 tidak berlaku lagi, digantikan UU
No 22/1999 dan direvisi menjadi UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam Pasal 148 UU 32 / 2004 disebutkan, Polisi Pamong Praja adalah perangkat
pemerintah daerah dengan tugas pokok menegakkan perda, menyelenggarakan ketertiban umum
dan ketenteraman masyarakat sebagai pelaksanaan tugas desentralisasi.
Tugas keamanan dan ketertiban umum juga memiliki keterkaitan dengan tugas Polri.
Berdasarkan Pasal 14 (1) huruf g UU No.2 Tahun 2002 dinyataka bahwa Polri bertugas
melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, PPNS,
dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa lainnya. Karena itulah tugas kepolisian dan Satpol PP
harus bisa diselaraskan. Berdasarkan Pasal 148 dan 149 UU No.32 Tahun 2004 diamanatkan
bahwa Satpol PP bertugas membantu Kepala Daerah dalam menegakkan Perda dan
penyelenggara ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Salah satu urusan wajib yang
diserahkan kepada daerah adalah penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat. Tugas ini sangat strategis karena Satpol PP sekarang ini di dalamnya juga
menyelenggarakan fungsi perlindungan masyarakat.
Satpol PP merupakan bagian dari perangkat daerah di bidang penegakan Perda, ketertiban
umum dan ketentraman masyarakat. Dalam kesehariannya secara administratif kepala Satpol PP
bertanggung jawab kepada sekretaris daerah namun demikian bukan berarti kepala Satpol PP
dibawah sekretaris daerah tetapi secara struktural kepala Satpol PP berada langsung di bawah
kepala daerah, hal ini yang sering menjadikan Satpol PP over dalam mengatasi dan
menyelesaikan masalah atau konflik, Satpol PP lebih mengarah ke pendekatan represif dalam
menjalankan tugasnya.
TABEL : KEGIATAN PENEGAKAN PERDA ( GAKDA )
No
1
2
3
4

Jenis Kegiatan
Penertiban PKL
Penertiban Spanduk
Operasi PEKAT
Operasi Legalitas Usaha
Jumlah

Jumlah Kegiatan
15
30
10
40
95

Keterangan
Terjadi konflik
10 kasus
20 kasus
2 kasus
30 kasus
52 kasus

Tidak terjadi konflik


5 kasus
10 kasus
8 kasus
10 kasus
33 kasus

Sumber : Kantor Satpol PP Kabupaten Tegal

263

Konflik yang terjadi dapat berupa unjuk rasa, demo besar-besaran dengan mendatangi
kantor Pemerintah Daerah bahkan bisa terjadi di lapangan saat Satpol PP melaksanakan tugas
dan fungsinya. Dengan data diatas dapat disimpulkan kegiatan Satpol PP dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya lebih banyak mengalami konflik atau menyebabkan konflik karena
cenderung menggunakan pendekatan struktural. Sikap Satpol PP yang lebih mengedepankan
pendekatan represif untuk mangatasi dan menyelesaikan masalah dalam menjalankan tugasnya
menimbulkan kemarahan, kebencian masyarakat dan masyarakat pun enggan untuk bersikap
kooperatif karena tindakan Satpol PP tersebut.
Masyarakat semakin khawatir dengan adanya Permendagri yang melegalkan Satpol PP
menggunakan senpi, masyarakat semakin takut jika tindakan atau dalam melakukan tugasnya
Satpol PP semakin arogan dengan dibekalinya Satpol PP dengan senpi. Penanganan dalam
menyelesaikan konflik di masyarakat inilah yang perlu di tinjau lagi, agar dalam menjalankan
kebijakan pemerintah daerah Satpol PP dapat lebih berperan humanis dan bermartabat.

PENDEKATAN KULTURAL
Pengimplementasian teori atau pendekatan struktural / represif masih kurang tepat untuk
menyelesaikan masalah agar semua pihak tidak ada saling dirugikan baik pemerintah maupun
masyarakat dengan arti Permendagri tetap dapat berjalan sesuai regulasinya dan masyarakat pun
tidak merasa khawatir maka seharusnya mengatasi konflik yang ada adalah melalui model
pluralisme budaya. Model pluralisme budaya, dapat membantu untuk melakukan resolusi
konflik. Misalnya, individu atau kelompok diajak memberikan reaksi tertentu terhadap
pengaruh lingkungan sosial dengan mengadopsi kebudayaan yang baru masuk. Inilah yang
kemudian disebut sebagai asimilasi budaya. Selain asimilasi, faktor yang bisa membuat kita
menyelesaikan konflik adalah akomodasi. Dalam proses akomodasi, dua kelompok atau lebih
yang mengalami konflik harus sepakat untuk menerima perbedaan budaya, dan perubahan
penerimaan itu harus melalui penyatuan penciptaan kepentingan bersama.
Dengan artian dapat disesuaikan dengan kultural masing-masing wilayah, dimana wilayah
satu dengan yang lain pasti berbeda serta tingkat gesekan antar masyarakat dalam satu wilayah
dengan wilayah yang lain juga berbeda. Dengan demikian Permendagri tersebut dapat
diimplementasikan secara tepat dalam suatu wilayah dan tidak perlu diimplementasikan pada
daerah tertentu. Contoh di daerah ibukota dengan begitu besarnya kemajemukan masyarakat
berbagai macam suku, ras, agama yang berbeda dan tingkat kepadatan yang tinggi
mengakibatkan timbulnya gesekan-gesekan antar masyarakat, masyarakat dengan pemerintah
sangat diperlukan ekstra pengamanan oleh Satpol PP dan perlunya alat pengamanan diri seperti
halnya senpi dengan asumsi bahwa dengan dipersenjatai senpi Satpol PP dapat lebih percaya

264

diri dalam melaksanakan tugasnya dan bagi masyarakat yang akan membuat semacam tindakan
anarkis dapat berfikir dua kali atau segan terhadap Satpol PP.
Lain hal nya wilayah Kabupaten Tegal dengan jumlah penduduk yang tidak terlalu padat
dengan kultur dan sosial budaya masyarakat yang boleh dikatakan dapat berjalan secara
beriringan, hal ini dibuktikan dengan banyaknya pemuka agama, tokoh masyarakat, organisasi
masyarakat yang tumbuh berkembang namun dapat berkerjasama untuk menciptakan
pemerintahan Kabupaten Tegal yang aman dan kondusif. Adapun datanya sebagai berikut :

Tabel : jumlah penduduk, ormas dan tokoh masyarakat Kabupaten Tegal


No
1
2
3
4

Data
Jumlah penduduk
Pemuka agama
Tokoh masyarakat
Organisasi masyarakat

Jumlah
1.587.664 jiwa
290 orang
525 orang
70 ormas

Bottom of Form 1

Sumber : Kantor KabupatenTegal

Dengan data tersebut dapat disimpulkan bahwa wilayah Kabupaten Tegal dengan jumlah
penduduk yang relatif tidak padat maka gesekan-gesekan antar masyarakat, gesekan masyarakat
dengan pemerintah sangatlah kecil dan banyaknya jumlah organisasi masyarakat, tokoh
masyarakat dan pemuka agama maka masalah-masalah atau konflik di Kabupaten Tegal dapat
diselesaikan atau diantisipasi melalui pendekatan kultural atau dengan model pluralisme budaya.
Melihat kultur budaya Kabupaten Tegal yang demikian konflik dapat diselesaikan dengan cara
berdialog dengan peranan-peranan seperti yang dikatakan oleh Jorgensen dan Hernandez
(1994), ada beberapa peran pekerjaan sosial dalam penanganan konflik. Tiga peran itu adalah
mediator, fasilitator dan broker. Sangat relevan dalam proses penanganan konflik dan dapat
dijadikan model bagi para pendamai, Peran mediator dilakukan pada tahap berlangsungnya
konflik. Sedangkan peran fasilitator dan broker umumnya dilakukan pada fase paska konflik
dimana konflik sudah menurun. Dua peran ini sering pula diterapkan pada tahap pra-konflik
atau pencegahan konflik.

265

Jika Satpol PP dalam bertindak menjalankan tugasnya lebih elegan, humanis dan
bermartabat dengan cara melakukan pendekatan kultural, kemungkinan besar masyarakat lebih
bisa memahami apa yang di inginkan oleh pemerintah daerah karena terjalin komunikasi yang
baik antara masyarakat dengan Satpol PP, yang dalam hal ini Satpol PP melaksanakan
kebijakan pemerintah daerah. Jika masyarakat sudah mengerti maksud dan tujuannya maka
dengan sendirinya masyarakat akan bersikap kooperatif, Satpol PP tidak perlu melakukan
tindakan represif apalagi mengunakan senpi dalam menangani dan menyelesaikan masalah.
Pendekatan kultural ini dapat diterapkan di wilayah Kabupaten Tegal untuk mengatasi dan
menyelesaikan masalah yang terjadi.
Maka pengunaan senpi pada Satpol PP Kabupaten Tegal tidak begitu efesien atau relevan,
melihat situasi dan kondisi kabupaten tegal yang terbilang terkendali. Permendagri nomor 26
Tahun 2010 tentang Penggunaan Senjata Api Bagi Anggota Satuan Polisi Pamong Praja tidak
harus diimplementasikan pada Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Tegal. Penggunaan
Senjata api dapat dilakukan manakala dalam situasi tertentu atau bersifat kondisional saja.
Namun demikian bukan berarti Satpol PP Kabupaten Tegal tidak perlu adanya alat pengamanan
diri, bagaimana pun Satpol PP harus memiliki perlengkapan pengamanan guna antisipasi
adanya kerusuhan atau demonstrasi yang dilakukan warga masyarakat Kabupaten Tegal.
Adapun kelengkapan pengamanan Satpol PP Kabupaten Tegal yang harus dimiliki yang
sesuai dengan kondisi wilayah di Kabupaten Tegal yaitu perlengkapan standart pengamanan S
atpol PP diantaranya adalah ;
1. Helm huru hara
2. Tameng huru hara
3. Rompi huru hara
4. Tongkat
Semua itu dikenakan manakala terjadi kerusuhan atau demontrasi yang berpotensi
terjadinya sikap anarkis oleh para demonstran, jika dalam keseharian Satpol PP Kabupaten
Tegal cukup menggunakan pakaian dinas seperti biasanya tanpa membawa perlenkapan
keamanan,seperti yang tertuang dalam Permendagri nomor 35 tahun 2005 tentang PEDOMAN
PAKAIAN DINAS, PERLENGKAPAN DAN PERALATAN SATUAN POLISI PAMONG
PRAJA Satpol PP Kabupaten Tegal harus lebih mengedepankan tindakan pendekatan sosio
budaya atau pendekatan kultural kepada masyarakat.

PENUTUP

266

1. Kesimpulan
Kabupaten Tegal mempunyai masyarakat yang mudah diatur oleh pemerintah daerah maka
penggunaan senjata api bagi Satpol PP tidak relevan untuk masyarakat Kabupaten Tegal, untuk
menyelesaikan masalah yang timbul di Kabupaten Tegal dapat diselesaikan melalui pendekatan
sosial budaya. Yang dapat dilakukan oleh pemeritah daerah melalui mediasi dengan ormas yang
ada, pemuka agama, maupun tokoh masyarakat yang ada di Kabupaten Tegal. Penggunaan
senjata api hanya dipakai dalam situasi tertentu saja atau kondisional.
2. Saran
l

Satuan Polisi Pamong Praja harus meningkatkan kualitas diri agar dapat menyikapi
permasalahan dengan cara pendekatan persuasif.

Pemerintah Kabupaten Tegal harus lebih memperhatikan eksistensi Satuan Polisi


Pamong Praja Kabupaten Tegal dengan memberi sarana prasarana dan pelatihan
kepada Satuan Polisi Pamong Praja agar lebih menunjang kinerja.

DAFTAR PUSTAKA
Fadilla, facry, Teori konflik, http://fachryfadilla15.blogspot.com, 2012
Hertanto, luhur, mendagri tetap memberi senpi pada Satpol PP, http://news.detik.com,
2010
http://www.google.com
http://www.library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-juanita3.pdf
Islamy, M.Irfan, Kebijakan Publik, Universitas Terbuka, 2009
James D. Jorgensen dan Santos H. Hernandez (1994), The Integration of Social Work Practice,
California: Brooks/Cole
Joko Purwanto, Agus, Teori Organisasi, Universitas Terbuka, 2009
Kab. Tegal, sistem informasi profil daerah (SIPD), demografi, http://www.tegalkab.go.id,
2012
Kathy S. Stolley, The Basics of Sociology, Connecticut: Greenwood Press, 2005.
Luthans F. Organizational Behavior, Mc Graw Hill, Singapore, 1981

267

Maulidy navastara, Ardy, manajemen konflik, http://jepits.org, 2012


Ngadisah, Dra, MA, Dalail, Drs, MS, Darmanto, Drs, M.Ed, Birokrasi, Universitas
Terbuka, 2002
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2005 Tentang Pedoman Prosedur Tetap
Operasional Satuan Polisi Pamong Praja.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong
Praja.
Robbins, SP. Organizational Behaviour, Prentice Hall, Siding, 1979.
Suharto, Edi, Pendampingan Sosial, http://www.policy.hu, 2002
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Vygotsky, L. S, Mind in society, 1978.
Wijaya, endiarto, Satpol PP dan senjata api, http://birokrasi.kompasiana.com, 2010

268

PERAN KEPEMIMPINAN DALAM MENGEFEKTIFKAN


SUATU ORGANISASI
Desi Abriyanti, desiabriyanti@gmail.com, Administrasi Negara
Abstrak
Kepemimpinan adalah kemampuan dan keterampilan seseorang yang
menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi
orang lain, terutama bawahannya, untuk berfikir dan bertindak sedemikian
rupa sehingga melalui perilaku yang positif ia memberikan sumbangan yang
nyata dalam pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan pengertian peran
adalah perilaku yang diatur dan diharapkan dari seseorang dalam posisi
tertentu. Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa peran
kepemimpinan dalam mengefektifkan suatu organisasi adalah seperangkat
perilaku yang diharapkan dilakukan oleh seseorang sesuai kedudukannya
sebagai seorang pemimpin. Adapun Macam-macan peran kepemimpinan
yaitu Peranan Kepemimpinan dalam pengambilan Keputusan, Peran
Kepemimpinan Dalam Membangun Tim, Peran Pembangkit Semangat, dan
Peran Kepemimpinan Dalam Mengendalikan Konflik.
Kata Kunci : Kepemimpinan, Peran, Organisasi.

Dalam kehidupan sehari-hari, baik dilingkungan keluarga, lingkungan


organisasi maupun dilingkungan pemerintahan kita sering mendengar istilah
Pemimpin, Kepemimpinan, serta Kekuasaan, ketiga istilah ini memamg
memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Sedangkan
Organisasi pada dasarnya merupaka suatu tempat atau wadah dimana
orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis untuk
mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai Keberhasilan dalam suatu Organisasi
harus ada seorang yang mampu memainkan Perannya sebagai Pemimpin yang
bisa Memimpin dan mampu mempengaruhi, mengarahkan dan memotivasi
bawahannya demi tercapainya tujuan yang di inginkan. Namun pada Era
sekarang ini Peran Kepemimpinan dalam mengefektifkan suatu organisasi
kurang ditingkatkan karena para pegawai kurang menerima cara kepemimpinan
seseorang, maka dari itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
kepemimpinan dapat berperan dengan baik dalam sutau Organisasi, antara lain:
a.

Yang menjadi dasar utama dalam efektivitas kepemimpinan bukan


pengangkatan atau penunjukannya, melainkan penerimaan orang lain

269

terhadap kepemimpinan yang bersangkutan.


b.

Efektivitas kepemimpinan tercermin dari kemampuannya untuk


tumbuh dan

berkembang.
c. Efektivitas kepemimpinan menuntut kemahiran untuk membaca situasi.
d. Perilaku seseorang tidak terbentuk begitu saja, melainkan melalui
pertumbuhan dan perkembangan.
e. Kehidupan organisasi yang dinamis dan serasi dapat tercipta bila setiap
anggota
mau menyesuaikan cara berfikir dan bertindaknya untuk mencapai tujuan
organisasi.
Jadi Suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal sebagian besar
ditentukan oleh Peran kepemimpinan seorang Pemimpin. Pemimpinlah yang
bertanggungjawab atas kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan. Hal ini
menunjukkan bahkan suatu Pemimpin dalam suatu organisasi pada posisi yang
terpenting. Demikian juga pemimpin dimanapun letaknya akan selalu
mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan kepemimpinannya. Dari
waktu ke waktu kepemimpinan menjadi perhatian manusia. Kepemimpinan
dibutuhkan manusia, karena adanya suatu keterbatasan dan
kelebihan-kelebihan tertentu pada manusia.
Berdasarkan luasnya aspek-aspek Peran Kepemimpinan dalam suatu
organisasi maka, Karya Ilmiah ini dibatasi dalam lingkup Peran
Kepemimpinan dalam Mengefektifkan suatu Organisasi.
Karya Ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui peran seorang pemimpin dalam
mengefektifkan organisasi dan untuk membuktikan berapa besar peran seorang
pemimpin dalam mengefektifkan organisasi.
Selain itu Karya Ilmiah ini juga mempunyai beberapa manfaat antara lain
adalah untuk mengetahui peran kepemimpinan yang bagaimanakah agar
organisasi bisa bekerjasama dengan baik dan tujuan yang diinginkah bisa
tercapai, selain itu juga untuk memberikan sumbangan pemikiran yang
berhubungan degan peran kepemimpinan dalam suatu organisasi.

270

PEMBAHASAN
Sebelum membahas tentang macam-macam peran kepemimpinan terlebih
dahulu kita akan memaparkan tentang pengertian peran kepemimpinan itu
sendiri.
Kepemimpinan adalah adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah
kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan ( Stogdill, 1948 ).
Menurut Tead; Terry; Hoyt (Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu
kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang
didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain
dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
George R. Terry (Sutarto, 1998 : 17) Kepemimpinan adalah hubungan yang ada
dalam diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja
secara sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Ordway Tead (1929) Kepemimpinan sebagai perpaduan perangai yang
memungkinkan seseorang mampu mendorong pihak lain menyelesaikan
tugasnya.
Wexley & Yuki [1977], kepemimpinan mengandung arti mempengaruhi orang
lain untuk lebih berusaha mengarahkan tenaga, dalam tugasnya atau merubah
tingkah laku mereka.
Sedangkan pengertian peran adalah perilaku yang diatur dan diharapkan dari
seseorang dalam posisi tertentu. Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan
bahwa peranan kepemimpinan adalah seperangkat perilaku yang diharapkan
dilakukan oleh seseorang sesuai kedudukannya sebagai seorang pemimpin (
Ibid ).
Dari Pengertian kepemimpinan Para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
Kepemimpinan adalah kemampuan dan keterampilan seseorang yang
menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi orang

271

lain, terutama bawahannya, untuk berfikir dan bertindak sedemikian rupa


sehingga melalui perilaku yang positif ia memberikan sumbangan nyata dalam
pencapaian tujuan organisasi.
Dibawah ini merupakan Peran-peran Kepemimpinan dalam Suatu Organisasi,
yaitu :
1)

Peran Kepemimpinan dalam pengambilan Keputusan

Kepemimpinan seseorang dalam sebuah organisasi sangat besar perannya


dalam setiap pengambilan keputusan, sehingga membuat keputusan dan
mengambil tanggung jawab terhadap hasilnya adalah salah satu tugas
pemimpin. Sehingga jika seorang pemimpin tidak mampu membuat keputusan,
seharusnya dia tidak dapat menjadi pemimpin.
Kegiatan pengambilan keputusan merupakan salah satu bentuk kepemimpinan,
sehingga:
1.

Teori keputusan meupakan metodologi untuk menstrukturkan dan


menganalisis situasi yang tidak pasti atau berisiko, dalam konteks ini
keputusan lebih bersifat perspektif daripada deskriptif .

2.

Pengambilan keputusan adalah proses mental dimana seorang manajer


memperoleh dan menggunakan data dengan menanyakan hal lainnya,
menggeser jawaban untuk menemukan informasi yang relevan dan
menganalisis data; manajer, secara individual dan dalam tim, mengatur
dan mengawasi informasi terutama informasi bisnisnya.

3.

Pengambilan keputusan adalah proses memlih di antara


alternatif-alternatif tindakan

untuk mengatasi masalah.


Dalam pelaksanaannya, pengambilan keputusan dapat dilihat dari beberapa
aspek, yaitu: proses dan gaya pengambilan keputusan (Ibid, 152) .
1. Proses pengambilan keputusan
Prosesnya dilakukan melalui beberapa tahapan seperti:
a. Identifikasi masalah
b. Mendefinisikan masalah

272

c. Memformulasikan dan mengembangkan alternatif


d. Implementasi keputusan
e. Evaluasi keputusan
2. Gaya pengambilan keputusan
Selain proses pengambilan keputusan, terdapat juga gaya pengambilan
keputusan.
Gaya adalah lear habit atau kebiasaan yang dipelajari.
Gaya pengambilan keputusan merupakan kuadran yang dibatasi oleh dimensi:
1. Cara berpikir, terdiri dari:
a. Logis dan rasional; mengolah informasi secara serial
b. Intuitif dan kreatif; memahami sesuatu secara keseluruhan.
2. Toleransi terhadap ambiguitas
a. Kebutuhan yang tinggi untuk menstruktur informasi dengan cara
meminimalkan ambiguitas
b. Kebutuhan yang rendah untuk menstruktur informasi, sehingga dapat
memproses banyak pemikiran pada saat yang sama.
Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa seorang pemimpin harus
mampu mengambil keputusan yang efektif dan efisien sehingga organisasi yang
dipimpinnya bisa mencapai tujuan yang diinginkan.

2)

Peran Kepemimpinan Dalam Membangun Tim

Unit kerja yang solider yang mempunyai identifikasi keanggotaan maupun


kerja sama yang kuat.
a.

Proses pembentukan Ruang lingkup peran hubungan yang melekat


pada pemimpin meliputi peran pemimpin dalam pembentukan dan
pembinaan tim-tim kerja; pengelolaan tata kepegawaian yang berguna
untuk pencapaian tujuan organisasi; pembukaan, pembinaan dan

273

pengendalian hubungan eksternal dan internal organisasi serta


perwakilan bagi organisasinya.
Tim adalah kelompok kerja yang dibentuk dengan tujuan untuk
menyukseskan tujuan bersama sebuah kelompok organisasi atau masyarakat.
Tujuan dari pembentukan tim di sini adalah membangun
Pedoman umum dalam membentuk atau membangun tim, yaitu:
1. Menanamkan pada kepentingan bersama
2. Menggunakan seremoni dan ritual-ritual
3. Menggunakan simbol-simbol untuk mengembangkan identifikasi dengan
unit
Kerja
4. Mendorong dan memudahkan interaksi sosial yang memuaskan
5. Mengadakan pertemuan-pertemuan membangun tim
6. Menggunakan jasa konsultan bila diperlukan.
b. Anggota tim
Keberhasilan tugas dalam tim akan tercapai jika setiap orang bersedia untuk
bekerja dan memberikan yang terbaik. Anggota tim yang baik harus:
1. Mengerti tujuan yang baik
2. Memiliki rasa saling ketergantungan dan saling memiliki
3. Menerapkan bakat dan pengetahuannya untuk sasaran tim
4. Dapat bekerja secara terbuka
5. Dapat mengekspresikan gagasan, opini, dan ketidaksepakatan
6. Mengerti sudut pandang satu dengan yang lain.
7. Mengembangkan keterampilan dan menerapkanya pada pekerjaan.

274

8. Mengakui bahwa konflik adalah hal yang normal.


9. Berpartisipasi dalam keputusan tim.
Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa suatu tim akan mempunyai
kerjasama tim yang kuat dan baik bila seorang pemimpin mampu memberikan
timbal balik antara anggota dan pemimpin serta bisa membuat orang-orang yang
tergabung dalam suatu tim itu terlibat dan terikat.

3) Peran Pembangkit Semangat


Salah satu peran kepemimpinan yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin
adalah peran membangkitkan semangat kerja. Peran ini dapat dijalankan
dengan cara memberikan pujian dan dukungan. Pujian dapat diberikan dalam
bentuk penghargaan dan insentif. Penghargaan adalah bentuk pujian yang tidak
berbentuk uang, sementara insentif adalah pujian yang berbentuk uang atau
benda yang dapat kuantifikasi. Pemberian insentif hendaknya didasarkan pada
aturan yang sudah disepakati bersama dan transparan. Insentif akan efektif
dalam peningkatan semangat kerja jika diberikan secara tepat, artinya sesuai
dengan tingkat kebutuhan karyawan yang diberi insentif, dan disampaikan oleh
pimpinan tertinggi dalam organisasi , serta diberikan dalam suatu event khusus.
Peran membangkitkan semangat kerja dalam bentuk memberikan dukungan,
bisa dilakukan melalui kata-kata , baik langsung maupun tidak langsung, dalam
kalimat-kalimat yang sugestif. Dukungan juga dapat diberikan dalam bentuk
peningkatan atau penambahan sarana kerja, penambahan staf yang berkualitas,
perbaikan lingkungan kerja, dan semacamnya.

4) Peran Kepemimpinan Dalam Mengendalikan Konflik


Konflik adalah pertentangan dalam hubungan kemanusiaan ( intrapersonal dan
interpersonal ) antara satu pihak dengan pihak yang lain dalm mencapai suatu
tujuan, yang timbul akibat adanya perbedaan kepentingan, emosi/ psikologi,
dan nilai.
Adapun konflik organisasi adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih
anggota-anggota atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena

275

adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya-sumber daya


yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan/atau kenyataan bahwa mereka
mempunyai perbedaan status, nilai, atau persepsi.

Secara umum konflik itu terdiri atas 3 komponen, yaitu : Interest (kepentingan), yakni
sesuatu yang memotivasi orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu,
Emotion (emosi), yang sering diwujudkan melalui perasaan yang menyertai sebagian
besar interaksi manusia seperti marah, kebencian, takut, dan penolakan.Values (nilai),
yakni komponen konflik yang paling sulit dipecahkan karena nilsi itu merupakan hal
yang tidak bisa diraba dan dnyatakan secara nyata. Nilai berada pada kedalaman akar
pemikiran dan perasaan tentang benar dan salah, baik dan buruk yang mengarahkan dan
memelihara perilaku manusia.
Seorang pemimpin harus mampu mampu menyelesaikan konflik yang ada dalam suatu
organisasi, antara lain dengan cara memberikan kesempatan kepada semua anggota
kelompok untuk mengemukakan pendapatnya tentang kondisi-kondisi penting yang
diinginkan, meminta ssatu pihak menempatkan diri pada posisi orang lain dan
memberikan pendapat yang kuat mengenai posisi tersebut, dan juga kewenangan
seorang pimpinan bisa menjadi sumber kekuatan kelompok dalam pengambilan
keputusan atau memecahkan masalah yang terjadi pada kelompok tersebut.

PENUTUP
Kepemimpinan adalah kemampuan dan keterampilan seseorang yang
menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi orang
lain, terutama bawahannya, untuk berfikir dan bertindak sedemikian rupa
sehingga melalui perilaku yang positif ia memberikan sumbangan yang nyata
dalam pencapaian tujuan organisasi. Rahasia utama kepemimpinan adalah
kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan
kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Seorang pemimpin sejati selalu
bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk memperbaiki orang lain.
Sedangkan pengertian peran adalah perilaku yang diatur dan diharapkan dari
seseorang dalam posisi tertentu. Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan
bahwa peran kepemimpinan dalam mengefektifkan suatu organisasi adalah
seperangkat perilaku yang diharapkan dilakukan oleh seseorang sesuai
kedudukannya sebagai seorang pemimpin. Adapun Macam-macan peran
kepemimpinan yaitu Peranan Kepemimpinan dalam pengambilan Keputusan,
Peran Kepemimpinan Dalam Membangun Tim, Peran Pembangkit Semangat,

276

dan Peran Kepemimpinan Dalam Mengendalikan Konflik.


Kepemimpinan yang baik tidak harus terpaku pada apa yang sudah ditentukan,
kunci keberhasilan seorang pemimpin hanyalah menjaga kepercayaan para
pengikut dan mengunakan kekuasaan itu dengan sebenar-benarnya.
Peran Kepemimpinan akan berhasil bila Seorang Pemimpin berperan dalam
pengambilan keputusan, pemimpin mampu berperan dalam membangun suatu
tim, seorang pemimpin mampu berperan membangkitkan semangat para
pegawainya, seorang pemimpin mampu dalam mengendalikan konflik baik itu
konflik yang timbul dati dalam tim maupun luar tim.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini Novia, Kepemimpinan dalam organisasi
(noviaanggraini27.blog.com).
Fitrianty Rina, Kepemimpinan (www.scribd.com).
Griffin,R.2006.Business,8th Edidtion.NJ:Prentice Hall.
Ihsan, Peran kepemimpinan (www.Ruang ihsan,net).
Organisasi (www.wikipedia.com).
Umbara Dani, Kepemimpinan (www.scribd.com).
Utami Putri Dini, Pengaruh kepemimpinan terhadap efektifitas pegawai (
www.google.com).
Vitheal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku organisasi, (Jakarta:PT.Raja
Grafindo Persada,2007), 176

277

278

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN


PROGRAM JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL)
BAGI BIDAN DI KABUPATEN BANGKA TENGAH

ABSTRAK

Dana Jampersal untuk Bangka Tengah tahun 2012 mencapai 1 milyar rupiah
dengan 6 kali pencairan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Di Bangka
Tengah ada 7 kabupaten yang ikut Jampersal dengan jumlah bidan desa yang ikut
sebanyak 63 bidan, bidan praktek mandiri sebnyak 4 orang, puskesmas 7 dan 1 rumah
sakit. Jadi total pelayanan kesehatan yang melayani jampersal ada 75 pelayanan
kesehatan. Dengan adanya Jampersal, beban bidan bertambah drastis. Untuk
mendapatkan uang dari pemerintah mereka harus membuat laporan terlebih dahulu dan
kemudian menunggu cukup lama (bisa sampai 3 bulan bahkan lebih). Padahal mereka
juga manusia yang punya keluarga dan kebutuhan sendiri. Keberadaan kebijakan
pemerintah tentang Jampersal tidak berjalan sesuai keinginan pemerintah. Masih
banyak bidan yang merasa pengurusan klaim dana jampersal sulit dan tidak sesuai.
Proses pencairan jampersal yang terhitung lama mengakibatkan sebagian bidan tidak
mau melayani jampersal. Diharapkan pemerintah dapat terus melakukan intropeksi
bagaimana melaksanakan Jampersal, terutama mengenai sosialisasinya agar bisa
bermanfaat bagi masyarakat dan bidan serta penggunaan jampersal diberlakukan hanya
untuk masyarakat kalangan ekonomi menengah ke bawah. Pemerintah sebaiknya dapat
merevisi kembali kebijakan proses pengklaiman dana jampersal agar bidan merasa bisa
melayani persalinan dengan jampersal tanpa perlu memikirkan proses klaim yang sulit
dan lama.

Kata kunci : Kebijakan, Jampersal, Bidan

279

280

PENDAHULUAN
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa penurunan angka
kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup masih terlalu lamban untuk mencapai
target tujuan pembangunan Millineum Development Goals (MDGs) dalam rangka
mengurangi tiga per empat jumlah peerempuan yang meninggal selama hamil dan
melahirkan pada 2015. Menurut data WHO, sebanyak 99 % kematian ibu akibat
masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian
ibu di negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu
per 100 ribu kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di 9
negara maju dan 51 negara persemakmuran (Republika, 2011).
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007
menyebutkan bahwa AKI untuk periode 5 tahun sebelum survei (2003-2007) sebesar
228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini lebih rendah dari hasil SDKI tahun
20022003 yang mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2010).
Menurut Menteri Kesehatan RI No.2562/Menkes/PER/XII/2011 tentang
Petunjuk Teknis JAMPERSAL 2011 disebutkan, JAMPERSAL adalah jaminan
pembiayaan pelayanan persalinan meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan
persalinan, pelayanan nifas, termasuk pelayanan KB pasca persalinan dan pelayanan
bayi baru lahir yang dilakukan oleh tenaga kesehatan difasilitas kesehatan yang ada.
Program Jaminan Persalinan (Jampersal) gratis tahun 2011,dinilai tidak berjalan
maksimal. Pasalnya sejak program itu diluncurkan pada januari 2011 lalu, belum
seluruh bidan di Propinsi Bangka Belitung yang melaporkan ibu hamil dan melahirkan
masuk dalam program jampersal.
Jumlah dana Jampersal untuk Bangka Tengah tahun 2012 mencapai 1 milyar
rupiah dengan 6 kali pencairan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Di
Bangka Tengah ada 7 kabupaten yang ikut Jampersal dengan jumlah bidan desa yang
ikut sebanyak 63 bidan , bidan praktek mandiri sebnyak 4 orang, puskesmas 7 dan 1
rumah sakit. Jadi total pelayanan kesehatan yang melayani jampersal ada 75 pelayanan
kesehatan.
Minat masyarakat memanfaatkan Jaminan Persalinan (Jampersal) terutama di
Bangka Tengah (Bateng) memang rendah. Buktinya, berdasarkan data yang ada
semenjak April hingga Agustus 2011, baru 4 persen dari Rp231.893.000 dana Jampersal

281

yang terserap. Menurut Desta Noviar kepala Bidang (Kabid) Binkesmas dan Promkes
Dinas kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bateng, pelaksanaan Jamkesmas dan Jampersal
yang dilakukan pihaknya sudah optimal.
Dalam perawatan pihak kita sifatnya hanya sebatas penanganan medis Rawat
Jalan Tingkat Pertama (RJTP) di puskesmas dan jajarannya yakni Polindes, sementara
jika pasien membutuhkan perawatan medis dengan menggunakan alat medis yang tidak
di miliki Puskesmas, maka kita melakukan rujukan ke Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Bateng. Lebih lanjut katanya, sebanyak 4 persen serapan tersebut terdiri dari
Jampersal Rp.11.380.000 dan biaya Jamkesmas sebanyak Rp.6.834.500. Penggunaan
dana tersebut bervariasi, mulai dari kontrol kehamilan sampai rawat inap pasien di
Puskesmas serta rujukan ke RSUD Bateng.
Memang perbandingan antara total kunjungan pasien dengan realisasi
pengeluaran biaya relatif lebih kecil dari apa yang harus dikeluarkan. Hal ini disebabkan
karena banyak pasien yang dirujuk ke RSUD Bateng, maupun di Pangkalpinang,
katanya. Ia mencontohkan, pengguna Jampersal melakukan kontrol di Polindes dan
Puskesmas, lalu saat hendak melahirkan dengan alasan memerlukan peralatan medis
lebih lengkap, kemudian dirujuk ke Rumah Sakit umum di Bateng maupun di
Pangkalpinang. Pada kesempatan itu, Noviar mengakui memang kerap terjadi salah
persepsi pada masyarakat yang ingin dapatkan pelayanan Jampersal saat hendak
melahirkan di rumah sakit. Menyikapi hal ini, Noviar mengungkapkan bahwa pasien
yang melahirkan di rumah sakit memang tanpa dilengkapi surat rujukan dan Kartu Ibu
dan Anak (KIA) sebagai persyaratan administrasi.
Jadi jika pasien tidak mengikuti prosedur admistrasi, maka pihak rumah sakit
tetap menganggap pasien itu merupakan pasien umum. Tidak ada koordinasi dengan
bidan desa jika ada pasien yang ingin dapatkan Jampersal, namun tanpa dilengkapi surat
rujukan dan Kartu Ibu dan Anak (KIA). Tapi jika syarat admistrasi itu lengkap maka
pihak rumah sakit pasti tidak memungut biaya apapun sampai dengan ibu dan anak yang
dilahirkan sehat," terangnya.
Agar masyarakat lebih mengetahui cara mendapatkan Jampersal dan Jamkesmas,
pemerintah telah mengintruksikan kepada pihak Puskesmas dan jajarannya untuk
mensosialisasikan kedua program itu kepada masyarakat dengan cara berkoordinasi
bersama pemerintahan desa setempat. Ia juga menghimbau kepada masyarakat Bateng,
untuk tidak malu bertanya kepada bidan desa terkait proses Jampersal, karena bidan
desa mengetahui program-program kesehatan kebidanan itu. Untuk biaya bantuan
Jamkesmas dan Jampersal ke Dinkes Bateng, memang disatukan mengingat Dinkes
hanya memiliki satu rekening saja, namun hal itu bukan lah suatu hambatan untuk
mencapai masyarakat yang sehat dan sejahtera melalui program Jampersal dan

282

Jamkesmas ini," pungkasnya.


Hal ini yang membuat saya ingin menulis tentang keadaan pelayanan Jampersal
di Bangka Tengah, tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan keadaan pelayanan
jampersal yang ada di Bangka Tengah. Tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
penulis dan pembaca, selain untuk menambah pengetahuan tentang keadaan jampersal
di Bangka Tengah juga dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam penilaian
efektifitas jampersal bagi bidan dan masyarakat khususnya di daerah Bangka Tengah.

PEMBAHASAN
A. Jaminan Persalinan Normal ( Jampersal )
Menurut Menteri Kesehatan RI No.2562/Menkes/PER/XII/2011 tentang
Petunjuk Teknis JAMPERSAL 2011 disebutkan, JAMPERSAL adalah jaminan
pembiayaan pelayanan persalinan meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan
persalinan, pelayanan nifas, termasuk pelayanan KB pasca persalinan dan pelayanan
bayi baru lahir yang dilakukan oleh tenaga kesehatan difasilitas kesehatan yang ada.
Eliyahu M. Goldratt, yang terkenal dengan The theory of constraints-nya,
mengatakan bahwa sistem adalah seperti rantai. Kekuatan rantai ditentukan oleh
mata rantai yang terlemah. Dua kalimat yang sederhana ini menjadi paradigma
manajemen baru yang membalikkan banyak paradigma manajemen. Salah satu
aplikasi praktisnya adalah tidak ada manfaatnya memperbaiki elemen yang lain

283

selama ada elemen lain yang lebih lemah.


Saya ingat teori ini ketika dalam berbagai kesempatan kedaerah mendiskusikan
berbagai kebijakan kesehatan. Dalam beberapa tahun ini, pemerintah pusat telah
menggariskan kebijakan kesehatan yang pro rakyat. Pada 2008, diluncurkan
Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) yang merupakan perbaikan dari
Askeskin (Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin) dan diklaim mencakup 76,4 juta
penduduk Indonesia yang tidak mampu. Pada pertengahan 2010, diluncurkan BOK
(Bantuan Operasional Kesehatan) untuk membantu kinerja puskesmas. Kebijakan
nasional yang lahir pada tahun ini adalah Jampersal (Jaminan Persalinan) yang
menggratiskan pelayanan ibu hamil dan ibu bersalin mulai 1 Januari 2011.
Dengan berbagai macam kebijakan nasional semacam itu, mestinya tidak ada
masalah bagi penduduk (miskin terutama) untuk menggunakan pelayanan kesehatan
pemerintah. Namun, sering kali kita membaca di berbagai media massa tentang
penduduk miskin yang ditolak dirawat di berbagai rumah sakit pemerintah. Di lain
pihak, di berbagai daerah saya juga menjumpai belum optimalnya penyerapan
berbagai dana bantuan pemerintah ini. Jawaban masalah ini akan juga sederhana
kalau kita menggunakan logika teori hambatan Goldratt itu. Jadi, kita mesti membuat
mata rantai atau berbagai elemen sistem yang terlibat, mulai dari dari peluncuran
kebijakan sampai ke penggunaan sistem ini oleh berbagai sasaran di wilayah
operasional (mulai dari staf puskesmas, bidan di desa, kader, hingga penduduk).
Kesulitan pertama biasanya adalah persoalan pemahaman. Entah mengapa
kita tidak pernah belajar bahwa sosialisasi tidak sekadar menerbitkan aturan, atau
mencetak buku, atau penjelasan searah tanpa dialog yang memadai. Memang jamak
ada waktu jeda dari mulai dikeluarkan kebijakan sampai dikeluarkan petunjuk
bagaimana melaksanakannya. Tetapi, mestinya kita belajar bagaimana
memperpendek waktunya.
Dampak takut salah yang lain adalah keluarnya aturan daerah yang malah lebih
kaku dibanding aturan aslinya. Dana BOK, misalnya, bisa direalokasikan ke wilayah
puskesmas lain dalam kabupaten yang lama, tetapi tidak banyak yang melakukan itu.
Di wilayah Mamuju, Jampersal tidak banyak dipakai karena dianggap lebih sulit
aturannya, bahkan dibanding Jaminan Kesehatan Daerah. Salah satunya karena
Jampersal meminta KTP sebagai persyaratan, sedang di Mamuju dan banyak daerah
lainnya, tidak banyak penduduk punya KTP. Kalau Jamkesda cukup dengan surat
dari lurah sudah OK. Padahal, kalau kita baca di buku saku Jampersal (yang sekarang
bisa didownload dari banyak tempat), bunyinya adalah kartu identitas diri. Jadi,
mestinya bisa dimudahkan.

284

Secara singkat, pelaksanaan dari berbagai kebijakan nasional ini adalah


penyediaan waktu untuk dialog: mendengarkan pandangan orang di daerah. Misalnya,
keengganan bidan di desa menggunakan Jampersal adalah persoalan praktis. Pertama,
ibu masih sering bersalin di rumah, atau sering kali memang mendadak melahirkan
di rumah, tidak keburu ke pelayanan kesehatan. Kedua, pembayaran Jampersal
sifatnya adalah klaim. Artinya dibayar belakangan. Banyak bidan di desa yang perlu
datang 2-3 kali ke dinas untuk mengajukan klaim, tetapi belum bisa dibayar. Padahal,
sudah menghabiskan waktu, usaha, dan uang untuk melakukannya. Belum lagi kalau
dapatnya tidak utuh. Selama masalah ini tidak didengarkan dan dijembatani maka
kebijakan itu tetap jadi kebijakan.
Kalau menggunakan paradigma Cina: bumi dan langit harus dijadikan satu, di
situ letaknya peran manusia. Inisiatif dari pejabat harus ketemu perseptif dari rakyat,
di situ letaknya peranan kita.

B. Jampersal Di Bangka Tengah


Dana Jampersal untuk Bangka Tengah tahun 2012 mencapai 1 milyar rupiah
dengan 6 kali pencairan dari APBD. Di Bangka Tengah ada 7 kabupaten yang ikut
Jampersal dengan jumlah bidan desa yang ikut sebanyak 63 bidan , bidan praktek
mandiri sebnyak 4 orang, puskesmas 7 dan 1 rumah sakit. Jadi total pelayanan
kesehatan yang melayani jampersal ada 75 pelayanan kesehatan.
Program Jaminan Persalinan (Jampersal) gratis tahun 2011,dinilai tidak
berjalan maksimal. Pasalnya sejak program itu diluncurkan pada januari 2011 lalu,
belum seluruh bidan di Propinsi Bangka Belitung yang melaporkan ibu hamil dan
melahirkan masuk dalam program jampersal.
Keberadaan Jampersal dipertanyakan oleh sejumlah bidan khususnya bidan di
Kabupaten Bangka Tengah, keberadaan Jampersal hingga kini belum dilaksanakan
oleh seluruh bidan dikarenakan biaya pelayanan tidak seimbang dengan jasa dan
obat-obat yang digunakan serta sulitnya pencairan dana program Jaminan Persalinan
Gratis (Jampersal) lantaran dana dari pemerintah pusat belum turun.
Pengakuan sebagian bidan, Pengklaiman dana Jampersal pada tahun 2012 masih
banyak yang belum cair. Selain itu penggunaan Jampersal sangat tidak efektif karena
dapat di gunakan oleh kalangan ekonomi menengah keatas dengan jumlah kelahiran
anak yang tidak dibatasi. Dengan demikian perbandingan antara ketersediaan bidan

285

dengan jumlah pengguna jampersal menjadi tidak seimbang dan persalinan dengan
Jampersal yang tidak dibatsi kelahirannya tidak dapat menekan angka kepadatan
penduduk.
Bidan merasa Pemerintah kurang memperhatikan kesejahteraan tenaga
kesehatan khusunya bidan dalam pelayanan persalinan yang telah diberikan. Hal ini
dapat di lihat dari masih banyaknya persalinan yang di bantu oleh dukun, tidak ada
kebijakan nyata dari pemerintah tentang wewenang pertolongan persalinan oleh
dukun yang menyebabkan angka kematiian ibu dan bayi masih tinggi.
Hal yang tidak diketahui masyarakat sebelum datang ke bidan mereka harus
melakukan pemeriksaan setidaknya 4 kali selama kehamilan. Jadi bidan dapat
mengetahui apakah ibu hamil itu dapat menggunakan Jampersal atau tidak.
Jampersal tidak akan dibatasi tetapi ibu-ibu yang setelah melahirkan akan diminta
untuk mengikuti program keluarga berencana (KB), apalagi bagi yang telah
melahirkan diatas 3 kali, karena berisiko tinggi untuk keselamatan ibu dan bayi.
Program Jaminan Persalinan (Jampersal) yang meliputi antara lain cakupan
pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, dan pelayanan nifas ibu, oleh tenaga
kesehatan yang pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah alias gratis. Namun
dalam perjalanannya proses pembayaran kepada tenaga kesehatan itu sendiri,
khususnya para bidan yang melakukan pelayanan tingkat pertama, hingga kini belum
cair, seperti dikeluhkan oleh beberapa bidan.
C. Dampak Jampersal Bagi Bidan Di Bangka Tengah
Keberadaan Jampersal dipertanyakan oleh sejumlah bidan khususnya bidan di
Kabupaten Bangka Tengah, keberadaan Jampersal hingga kini belum dilaksanakan
oleh seluruh bidan dikarenakan biaya pelayanan tidak seimbang dengan jasa dan
obat-obat yang digunakan serta sulitnya pencairan dana program Jaminan Persalinan
Gratis (Jampersal) lantaran dana dari pemerintah pusat belum turun.
Pengakuan sebagian bidan, Pengklaiman dana Jampersal pada tahun 2012
masih banyak yang belum cair. Selain itu penggunaan Jampersal sangat tidak efektif
karena dapat di gunakan oleh kalangan ekonomi menengah keatas dengan jumlah
kelahiran anak yang tidak dibatasi. Dengan demikian perbandingan antara
ketersediaan bidan dengan jumlah pengguna jampersal menjadi tidak seimbang dan
persalinan dengan Jampersal yang tidak dibatsi kelahirannya tidak dapat menekan
angka kepadatan penduduk.
Bidan merasa Pemerintah kurang memperhatikan kesejahteraan tenaga
kesehatan khusunya bidan dalam pelayanan persalinan yang telah diberikan. Hal ini

286

dapat di lihat dari masih banyaknya persalinan yang di bantu oleh dukun, tidak ada
kebijakan nyata dari pemerintah tentang wewenang pertolongan persalinan oleh
dukun yang menyebabkan angka kematiian ibu dan bayi masih tinggi.
Dengan adanya Jampersal, beban bidan bertambah drastis. Untuk
mendapatkan uang dari pemerintah mereka harus membuat laporan terlebih dahulu
dan kemudian menunggu cukup lama (bisa sampe 3 bulan bahkan lebih). Padahal
mereka juga manusia yang punya keluarga dan kebutuhan sendiri. Mereka bukan
pekerja sosial, apalagi jika sampai terjadi apa apa terhadap ibu atau bayi mereka
dapat dituntut. Layakkah kompensasi yang diberikan pemerintah dalam program
jampersal ini? Negara yang besar harusnya dapat menghargai pahlawannya, dan bagi
saya seorang bidan yang rela ditempatkan sendirian di desa yang terpencil sendirian
dengan tugas dan kewajiban sebanyak itu seharusnya bukankah dianggap sebagai
pahlawan?.
Menurut saya pribadi sebaiknya program ini ditinjau ulang. Mungkin lebih
bijak jika negara ini menempuh kebijakan yang sama dengan yang dilakukan di RRC
dimana setiap keluarga hanya boleh memiliki satu anak dan jika memiliki lebih,
maka mereka harus membayar pajak untuk itu. Intensi dari program jampersal ini
saya rasa sangat baik, namun mungkin perlu dievaluasi apakah sudah tepat cara yang
dilakukan.
Para bidan mengeluhkan, uang jasa yang seharusnya didapat pencairannya
sangat lama, padahal menurut mereka, segala persyaratan untuk klaim, sudah
dipenuhinya. Hal tersebut menjadi wajar, sebab biasanya para bidan yang membuka
praktek dan melayani persalinan, menerima bayaran secara cash (Tunai) dari pasien,
namun kini sudah berbulan-bulan pelayanan mereka, belum mendapatkan
pembayaran, dikhawatirkan keterlambatan tersebut, akan mengganggu pelayanan
kepada masyarakat.
Sementara pihak pemerintah mengakui bahwa klaim Jampersal belum bisa
dicairkan dengan alasan teknis administrasi, yakni persyaratan yang belum lengkap,
meski ada yang sudah terpenuhi. Hal demikian terjadi karena tadinya, Dinkes
memakai sistem kolektif dalam pengajuan klaimnya, namun pada kenyataannya,
puskesmas yang sudah lengkap, menjadi terhambat oleh puskesmas lain yang belum
lengkap untuk diajukan klaimnya.

287

PENUTUP
A. Kesimpulan
1.

Keberadaan kebijakan pemerintah tentang Jampersal tidak berjalan sesuai


keinginan pemerintah.

2.

Masih banyak bidan yang merasa pengurusan klaim dana jampersal sulit dan
tidak sesuai.

3.

Proses pencairan jampersal yang terhitung lama mengakibatkan sebagian


bidan tidak mau melayani jampersal

B. Saran
Diharapkan pemerintah dapat terus melakukan intropeksi bagaimana
melaksanakan Jampersal, terutama mengenai sosialisasinya agar bisa bermanfaat
bagi masyarakat dan bidan serta penggunaan jampersal diberlakukan hanya untuk
masyarakat kalangan ekonomi menengah ke bawah.
Pemerintah sebaiknya daoat merevisi kembali kebijakan proses pengklaiman
dana jampersal agar bidan merasa bisa melayani persalinan dengan jampersal tanpa
perlu memikirkan proses klaim yang sulit dan lama.

288

REFERENSI
________. 2010. Angka Kematian Ibu dan Bayi. Depkes RI : Jakarta.
________.2013.Jampersal Baru Terserap 4%. .(http://www.radarbangka.co.id) diakses
tanggal 4 April 2013
Dinas kesehatan bangka tengah.(2012). Laporan pelayanan jampersal
Goldratt , Eliyahu M.2012. The theory of constraints.(http://www.google.com)
diakses tanggal 13 Maret 2013
Kemenkes RI. 2011. Teknis Jampersal. Kemenkes RI: Jakarta
Menteri Kesehatan RI.(2011). Petunjuk Teknis Jampersal
Republika. 2011.Angka Kematian Ibu Didunia. (http://www.republika.co.id. )
diakses tanggal 13 Maret 2013.

289

Dampak Pertambangan Timah Bagi Masyarakat Jelutung


1 Kecamatan Namang
Supandi
Supandi.jlt@gmail.com
Program Studi Ilmu Pemerintah

Abstrak
Sektor pertambangan merupakan salah satu sumber pendapatan kebanyakan
masyakat Bangka Belitung terutama masyarakat desa jelutung 1 kecamatan Namang
Kabupaten Bangka Tengah. Walau bagaimanpun juga tidak dapat dipungkiri akan
dampak positif dan negatif yang ditimbulkan dan masalah pro dan kontra yang ada
dalam pertambangan timah tersebut. Pada satu sisi, memang rakyat sangat diuntungkan
karena hasil dari penambangan tersebut bisa mensejahterakan para penambang. Hal ini
diperkuat dengan banyaknya masyarakat yang ikut serta dalam usaha penambangan
setelah menyaksikan keberhasilan para penambang yang telah lalu, walaupun mereka
tidak mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pertambangan tersebut untuk generasi
yang akan datang. Karena bagaimanapun timah tersebut merupakan salah satu sumber
daya alam yang tidak akan bisa diperbaharui dan pada waktu tertentu timah tersebut
akan habis. Disinilah dituntut peran pemerintah dari yang terkecil seperti perangkat desa,
kabupaten, provinsi bahkan pusat untuk lebih bijak menyikapai masalah
pertimahan.Demikian pula halnya dengan masyarakat desa jelutung 1 kecamatan
Namang mulai melakukan aktifitas penambangan timah pd tahun 2002. Maraknya
industri TI yang ada di Bangka Belitung dan khususnya desa Jelutung 1 kecamatan
Namang Kabupaten Bangka Tengah, telah menciptakan keuntungan bagi perekonomian
di wilayah tersebut dengan menggeliatnya sektor pertambangan dan tenaga kerja,
namun juga menimbulkan masalah yang merugikan sektor ekonomi lain, khususnya
pertanian dan perkebunan, serta meningktnya angka putus sekolah dan kerusakan
lingkungan. Sehingga banyak anak-anak yang seusia mereka seharusnya berada
dibangku sekolah malah lebih memilih untuk bekerja mencari timah, karena dengan
begitu mereka bisa mendapatkan uang lebih banyak dari hasil tersebut.
Kata kunci; usaha pertambangan, dampak positif dan negatif, kewenangan

Pendahuluan
Provinsi kepulauan bangka belitung memiliki potensi timah cukup besar,
tersebar didarat,sungai dan pantai. Potensi ini sudah ditambang sejak ratusan tahun yang

290

lalu,dan saat ini cadangan didaratan tinggal sebagaian kecil yang tersisa serta bagian
besar adalah merupakan ampas (tailing) dari penambangan masa lalu. Peranan
komoditas prima dari daerah ini telah memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi
devisa negara dan perekonomian negara. Dilain pihak dengan mengalami penurunan
pendapatan masyarakat dari lada putih yang sepuluh tahun terakhir, yang sebelumnya
merupakan primadona ekspor bagi provinsi kepulauan Bangka Belitung,membuat
masyarakat beralih ke usaha pertambangan timah yang mulai dipandang menarik dan
menjanjikan sebagai pengganti usaha lada putih.
Awal dari fenomena ini tidak terlepas dari kondisi krisis ekonomi nasional,
juga perubahan situasi politik melalui proses reformasi yang memberikan ruang gerak
demokrasi dan aspirasi masyarakat untuk pemulihan ekonomi serta terjadinya
perubahan yang mendasar dalam tata niaga timah nasional, yang diikuti pula dengan
penerapan kebijakan ekonomi daerah. Kegiatan pertambangan TI (tambang
inkonvensional) timah di pulau Bangka dan khususnya diwilayah desa jelutung
kecamatan Namang dalam beberapa tahun terakhir semakin memprihatinkan hal ini
makin diperparah dengan penambangan-penambangan yang dilakukan oleh
oknum-oknum masyarakat yang tidak bertanggung jawab.
Sebagian besar pertambangan timah di Bangka Belitung dilakukan dengan cara
terbuka. Dimana para penambang ketika selesai beroprasi meninggalkan lubang-lubang
galian bekas areal penambangan. Lubang-lubang tersebut dapat menimbulkan dampak
lingkungan jangka panjang terutama terhadap berkurangnya areal daratan serta hutan
untuk serapan air. Akibat aktifitas liar ini banyak program pertanian yang ada khusunya
didesa jelutung 1 kecamatan Namang Kabupaten Bangka Tengah tidak berjalan kerena
tidak jelas lokasi atau penempatan wilayah penambangan atau TI tersebut. Bekas-bekas
penambangan TI pada umunya dibiarkan saja tanpa ada upaya dari masyarakat atau
perangkat desa bahkan pemerintah untuk melakukan penghijauan atau reklamasi.
Penambangan timah didesa Jelutung 1 kecamatan Namang sampai sekarang ini
masih terus berjalan termasuk dikawasan hutan lindung, penghijaun atau reklamasi
peninggalan PT.Timah serta aliran sungai lempuyang yang selama ini salah satu tempat
bagi masyarakat desa Jelutung untuk mencari ikan serta bagi para pemancing dalam
menyalurkan hobi meraka. Yang mana akibat aktivitas pertambangan yang dilakukan
secara ilegal dan masal yang tentunya juga akan mengakibatkan kerusakan bagi
lingkungan, karena sebagian besar para penambang menggunakan alat berat (bachoe)
sehingga dengan mudahnya untuk merusak permukaan tanah. Sisa pembuangan tanah
dari TI menyebabkan pedangkalan pada aliran sungai dan merusak keberlangsungan
ekosistem yang berada di sungai tersebut.
Tujuan penulis untuk menulis karya tulis ini adalah agar masyarakat

291

mengetahui apa sebenarnya dampak positif dan negatif dari pertambangan timah yang
ada di Bangka Belitung itu dan mengetahui masalah yang akan ditimbulkan dari
partambanganyang dilakukan secara ilegal pada umumnya. Disamping itu penulis juga
ingin menyampaikan kepada masyarakat agar tidak salah mengartikan bahwa
penambangan itu harus dilakukan secara terus menerus dan dampaknya bagi generasi
penerus yang akan datang dan memberikan pandangan pada masyarakat khususnya
masyarakat desa Jelutung 1 kecamatan Namang Kabupaten Bangka Tengah.Penulis
juga mengharapkan pada masyarakat desa Jelutung untuk mempertimbangan
keuntungan dan kerugian yang akan di akibatkan apabila penambangan itu yang
dilakukan secara terus menerus tanpa adanya sosialisai dari para aparat desa dan
pemerintah.
Manfaat yang dapat diambil dari Karya Ilmiah ini sebagai bahan renungan bagi
saya dan masyarakat umumnya tentang manfaat dari pertambangan yang ada di Bangka
Belitung, seperti dampak positif dan dampak negatif dari pertambangan timah tersebut.
Disini juga memberikan pendidikan dan pengetahuan serta anjuran bagi masyarakat dan
pembaca tentang pertambangan supaya kita dituntut untuk lebih bijak dalam menyikapi
permasalahan yang ada disekitar kita.
Pembahasan
Sejarah Pertimahan Di Bangka Belitung
Sejarah pertimahan diBangka dan Belitung mulai dikenal sejak abad ke-13.
Pada masa itu, penduduk setempat mulai mendulang bijih timah dengan sangat
sederhana sekali. Ketika Belanda menjajah di Nusantara, pulau Bangka dan Belitung
pun dikuasai pada kira-kira tahun 1722. Belanda menguasai perdagangan timah dalam
waktu yang cukup lama. Pada tahun 1816 penambangan timah di pulau Bangka diambil
alih pemerintah Belanda dari kerajaan Sriwijaya dan diberi nama Bangka Tin Winning
Bedrijf . Setelah Jepang berkuasa,mereka menunjuk Mitsubishi Kagyo Kaisha untuk
mengusahakan tambang-tambang di Bangka, Belitung dan singkep dan dilakukan
dibawah kekuasaan Militer jepang 13. Ketika Indonesia merdeka, perusahaan timah
diambil oleh negara dan menjadi perusahaan negara yang saat ini dikenal dengan nama
PT.Koba Tin, Tbk.
Keberadaan tambang timah inkonvensional atau yang lebih dikenal dengan
sebutan TI, baru dimulai tahun 1998 pasca kerusuhan Mei 1998 di Jakarta dimana
banyak warga Tionghoa yang ke Bangka menjadi pengangguran. Bupati Bangka
kemudian meminta PT. Timah untuk mengijinkan masyarakat menambang disebagian
wilayah kuasa penambang yang ditinggalkan. Dan masyarakat sebagai konsekuensinya
harus menjual pasir timahnya hanya kepada PT. Timah. Kegiatan TI tersebut menjadi

292

semakin marak sejak dikeluarkannya SK Menperindak Nomor. 146/MMP/Kep/4/1999


tanggal 22 April 1999 bahwa timah dikategorikan barang bebas dan pencabutan timah
sebagai komoditas strategis, sehingga tidak dimonopoli lagi oleh satu BUMN dan dapat
diekspor secara bebas oleh siapapun.
Dampak Pertimahan di Bangka Belitung
Maraknya kegiatan TI tersebut pada akhirnya tentu saja berdampak pada
lingkungan. Terlepas dari pada itu masalah TI tersebut juga tak terlepas dari pro dan
kontra yang terjadi oleh beberapa kalangan masyarakat, seperti apa yang dilakukan oleh
para pemerhati lingkungan hidup. Setelah melihat faktanya dilapangan dampak
TI,ternyata telah merusak hutan, sungai, kebun, jalan, pantai, dan sumber kehidupan
lainnya. Dan setidaknya ada kubu yang berpandangan berbeda tentang pertambangan
timah tersebut, mereka menganggap TI adalah berkah. Dalam lesunya ekonomi rakyat
Babel karena hancunya harga lada, diizinkannya TI membuat rakyat bernafas lega
sehingga perekonomian di Babel menjadi semangat.
Pada awalnya TI dipelihara oleh PT. Tambang Timah ketika perusahaan itu
masih melakukan kegiatan penambangan darat di kepulauan Bangka Belitung. TI
sebetulnya muncul karena dulu PT. Tambang Timah melihat daerah-daerah yang tidak
ekonomis untuk dilakukan kegiatan pendulangan oleh PT. Tambang Timah itu sendiri.
Oleh karena itu, kepada pengelola TI diberikan peralatan pendulangan mekanis yang
sederhana. Peralatan yang dibutuhkan memang tidak terlalu rumit, cukup dengan
ekskavator, pompa penyemprot, air, dan menyediakan tempat pendulangan pasir timah.
Caranya sangat sederhana, tanah yang diambil dengan ekskavator kemudian
ditempatkan ditempat pendulangan, dan kemudian dibersihkan dengan air. Lapisan
tanah dengan sendirinya akan hanyut terbawa air, dan biasanya tersisa adalah batu dan
pasi timah.
Pada mulanya pengelola TI melakukan kegiatan didalam areal kuasa
penambangan (KP) PT. Tambang Timah dan kalau sudah habis mereka biasa pindah
ketempat lain yang sudah ditentukan oleh PT. Tambang Timah itu sendiri. Akan tetapi,
setelah masuk era reformasi, dari tahun 1998 ke atas masyarakat mulai mencari-cari
lokasi diluar KP PT. Tambang Timah sehingga jumlah TI berkembang pesat menjadi
ribuan. Dan sehingga mereka kini diluar kontrol karena menambang kebanyakan diluar
KP PT. Tambang Timah. Sehingga pada dasarnya perusahaan yang memiliki
kewenangan secara sah untuk mengelola kegiatan eksploitasi timah di Bangka Belitung
ini tidak dapat melakukan tindakan eksekusi terhadap para penambang inkonvensional
yang telah ikut andil dalam memperpuruk kondisi perusahaan tersebut.
Istilah TI sebagai kepanjangan dari Tambang Inkonvensional sudah sangat

293

dikenal di kalangan rakyat Bangka Belitung. Ini merupakan sebutan untuk


penambangan timah dengan memanfaatkan peralatan mekanis sederhana, yang biasanya
bermodalkan antara 10 juta sampai 15 juta rupiah. Untuk skala penambangan yang lebih
kecil lagi, biasanya disebut tambang rakyat (TR). TI sebenarnya dimodali oleh rakyat
dan dikerjakan oleh rakyat juga. Secara legal formal TI sebenarnya adalah kegiatan
penambangan yang melanggar hukum karena memang umumya tidak memiliki izin
penambangan, walaupun demikian tidak semuanya begitu ada juga yang memiliki izin
dan bermitra dengan PT. Timah.
Dampak Pertimahan bagi masyarakat di Desa Jelutung 1 Kecamatan Namang
Demikian pula halnya dengan masyarakat desa Jelutung 1 kecamatan Namang
mulai melakukan aktifitas penambangan timah pada tahun 2002. Maraknya industri TI
yang ada di Bangka Belitung dan khususnya desa Jelutung 1 kecamatan Namang
Kabupaten Bangka Tengah, telah menciptakan keuntungan bagi perekonomian di
wilayah tersebut dengan menggeliatnya sektor pertambangan dan tenaga kerja, namun
juga menimbulkan masalah yang merugikan sektor ekonomi lain, khususnya pertanian
dan perkebunan, serta meningkatnya angka putus sekolah dan kerusakan lingkungan.
Sehingga banyak anak-anak yang seusia mereka seharusnya berada dibangku sekolah
malah lebih memilih untuk bekerja mencari timah, karena dengan begitu mereka bisa
mendapatkan uang lebih banyak dari hasil tersebut.
Disini juga didukung oleh pola pikir dari orang tua mereka,disini mereka
berpikir jika meraka sekolah akan mengeluarkan uang banyak dan apabila jika mereka
bekerja akan menghasilkan uang. Sehingga disini rendahnya tingkat pendidikan tersebut
berdampak pada kualitas Sumber Daya Manusia yang rendah dan berdampak pada pola
pikir mereka akan pentingnya pendidikan dan masa depan anak-anak mereka.
Selanjutnya ketika terdapat usaha lain yang lebih menguntungkan dalam mencukupi
kebutuhannya, mereka akan dengan mudah akan berpaling ke usaha tersebut, dan disini
usaha yang dipandang lebih menguntungkan dan lebih cepat mendatang atau
mendapatkan uang adalah dengan melakukan penambangan timah, sehingga masyarakat
lebih tergiur untuk melakukan usaha Timah daripada usaha yang lain.
Dampak yang ditimbulkan dari pertambangan timah tidak dapat dipandang
sebelah mata. Selain kerusakan alam yang semakin hari semakin menghawatirkan,
dampak sosial juga mulai menjadi persoalan baru, misalnya muncul sikap serba instan,
apatis, dan dampak moral sebagai akibat meningkatnya penduduk musiman. Selain itu
dampak lain dari pertambangan timah tersebut telah menyebabkan terjadinya
pencemaran air,seperti air asam yang mengandung logam-logam berat yang juga dapat
berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan dalam waktu yang panjang.

294

Seperti yang terjadi didaerah desa Jelutung 1 Kecamatan Namang, sanisitas air
menjadi tercemar, khususnya diwilayah sungai yang mana selama ini menjadi salah satu
sumber air bersih yang digunakan untuk kebutuhan air sehari-hari, seperti untuk mandi,
mencuci, memasak, dan kebutuhan lainnya. Tailing atau limbah yang dihasilkan dari
operasi penambangan tersebut, juga mengandung logam-logam berat dalam kadar yang
cukup menghawatirkan,seperti tembaga, timbal atau timah hitam, merkuri, seng, dan
arsen dan juga membuat tanah menjadi tandus. Ketika masuk kedalam tubuh makhluk
hidup logam-logam berat tersebut akan terakumulasi didalam jaringan tubuh dan dapat
menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan. Tidak adanya upaya reklamasi pada
lahan bekas tambang didesa Jelutung menyebabkan kerusakan bagi cagar alam dan
hutan produksi yang ada didaerah tersebut.
Akibat banyaknya pertambangan yang di lakukan sangat marak didaerah desa
Jelutung 1 yang dilakukan tidak hanya masyarakat lokal tersebut dan tidak sedikit juga
masyarakat luar daerah seperti wilayah jawa yang bekerja sebagai penambang,
dikarnakan pekerjaan tersebut sangat menggiurkan walaupun sangat beresiko dan bisa
menyebabkan kematian bagi para pekerja tambang tersebut. Seperti yang terjadi
beberapa tahun yang lalu, tidak sedikit para pekerja yang tertimbun tanah bekas galian
tambang tersebut. Bisa dimaklumi bahwa pemerintah, baik tingkat Kabupaten maupun
tingkat Provinsi, terlihat sangat hati-hati dalam menyikapi masalah ini. Beberapa alasan
yang mungkin menjadi pertimbangan, pertama, masalah TI menyangkut masalah
kerakyatan yang berkaitan dengan dapur msyarakat. Kedua, jika dibiarkan usaha terus
menerus pertambangan tersebut bisa mengancam keseimbangan lingkungan dan
mewariskan kerusakan alam kepada generasi selanjutnya.
Pada satu sisi, memang rakyat sangat diuntungkan karena hasil dari
penambangan tersebut bisa mensejahterakan para penambang. Hal ini diperkuat dengan
banyaknya masyarakat yang ikut serta dalam usaha penambangan setelah menyaksikan
keberhasilan para penambang yang telah lalu, walaupun mereka tidak mengetahui
dampak yang ditimbulkan dari pertambangan tersebut untuk generasi yang akan datang.
Karena bagaimanapun timah tersebut merupakan salah satu sumber daya alam yang
tidak akan bisa diperbaharui dan pada waktu tertentu timah tersebut akan habis.
Disinilah dituntut peran pemerintah dari yang terkecil seperti perangkat desa,
Kabupaten, Provinsi bahkan pusat untuk lebih bijak menyikapi masalah pertimahan.
Disini diperlukan sosialisasi atau pendidikan kepada masyarakat Bangka
Belitung khususnya dikalangan pedesaan terutama desa Jelutung 1 Kecamatan Namang
Kabupaten Bangka Tengah. Untuk mempertimbangkan dampak positif dan negatif dari
usaha pertambangan timah tersebut
Penutup

295

Kesimpulan
Disini kita sebagai masyarakat dituntut jeli dalam berpikir dan bertindak secara
rasional dalam menghadapi permasalahan dalam hidup, supaya dalam bertidak harus
dipikir dulu dampak positif dan negatif yang akan ditimbulkan dalam tindakan yang
akan kita lakukan. Seperti persoalan yang dihadapi dalam provinsi Bangka Belitung.
Terutama terkait dengan pola pengaturan sumber daya alam dan ekosistem yang
berhubungan erat dengan ekonomi. Pemerintah daerah dalam satu sisi memang
membutuhkan pemasukan yang besar bagi keuangan daerah demi pembangunan, namun
disisi lain berhadapan dengan bahaya bagi ekosistem alam yang ada di daerah
penambangan.
Saran
Dari karya tulis yang dibuat diatas saran yang dapat saya sampaikan, supaya
pemerintah atau masyarakat menyadari dampak dari pertambangan tersebut dan mencari
alternatif kedua setelah pasca timah. Karena kita ketahui bahwa timah tersebut
merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui atau digali secara terus
menerus.

DAFTAR PUSTAKA
www.goole.com. kontroversi TI dan dampaknya terhadap perekonomian babel.
laporan perkembangan ekonomi dan perbankan kep.bangka belitung tahun 2006.
www.goole.com. dampak penambangan Timah bagi masyarakat Bangka Belitung.
Penulis, Dori Jukandi, program D3 perikanan. Universitas Negri Bangka Belitung.
Abdullah Husnial, 1983. Sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia di
Bangka Belitung, PT karya Unipress, jakarta.

296

Anda mungkin juga menyukai