Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 3 Tentang Sistem pendidikan
Nasional menyebutkan bahwa fungsi Pendidikan nasional adalah Untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Dengan ditetapkan tujuan pendidikan nasional akan terciptanya keselaran
dalam antar daerah diseluruh nusantara. Melalui kurikulum, pemerintah
menjabarkan maksud, fungsi dan tujuan pendididkan nasional.
Kurikulum 2013 sebagai kurikulum yang yang baru memiliki arah dan
paradigma yang berbeda dibandingkan kurikulum-kurikulum sebelumnya, yakni
kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004 dan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006. Teori tentang kurikulum dijabarkan
melalui teori pendidikan. Sukmadinata (dalam Sudrajat, 2008) mengemukakan
empat teori pendidikan yang berhubungan dengan kurikulum, yaitu: (1)
pendidikan klasik; (2) pendidikan pribadi; (3) teknologi pendidikan dan (4) teori
pendidikan interaksional. Setiap kurikulum akan mencerminkan teori pendidikan
yang digunakan. Pada teori-teori pendidikan itu, penilaian tetap menjadi hal
penting dibicarakan.
Pada setiap kurikulum, sistem penilaian menjadi hal yang sangat penting
untuk diperhatikan, mengingat penilaian merupakan proses mengumpulkan
informasi/bukti

melalui

pengukuran,

menafsirkan,

mendeskripsikan,

dan

menginterpretasi bukti-bukti hasil pengukuran. Kurikulum 2013 mengisyaratkan


penting sistem penilaian diri, dimana peserta didik dapat menilai kemampuannya
sendiri. Sistem penilaian mengacu pada tiga (3) aspek penting, yakni: knowledge,
skill dan attitude.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep penilaian dalam kurikulum 2013?
1

2. Bagaimana penilaian dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik?


3. Bagaimana perbandingan sistem penilaian dalam KTSP dan kurikulum
2013?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui konsep penilaian dalam kurikulum 2013.
2. Mengetahui penilaian dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
3. Mengetahui perbandingan sistem penilaian dalam KTSP dan kurikulum
2013.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KONSEP DASAR PENILAIAN DALAM KURIKULUM 2013
Penilaian (assesment) adalah proses pengumpulan dan pengolahan
informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
Berdasarkan kurikulum 2013, konsep penilaian yang digunakan adalah
penilaian autentik. Penilaian autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara
komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran
(output) pembelajaran, yang meliputi ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Penilaian autentik menilai kesiapan peserta didik, serta proses dan hasil belajar
secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga komponen (input proses output)
2

tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan hasil belajar peserta didik,
bahkan mampu menghasilkan dampak instruksional (instructional effects) dan
dampak pengiring (nurturant effects) dari pembelajaran.
Secara konseptual asesmen autentik lebih bermakna secara signifikan
dibandingkan dengan tes pilihan ganda terstandar sekali pun. Ketika menerapkan
asesmen autentik untuk mengetahui hasil dan prestasi belajar peserta didik, guru
menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, aktivitas
mengamati dan mencoba, dan nilai prestasi luar sekolah.
Asesmen autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah
dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Karena, asesmen
semacam ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik
dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lainlain. Asesmen autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau
kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka
dalam pengaturan yang lebih autentik. Karenanya, asesmen autentik sangat
relevan dengan pendekatan tematik terpadu dalam pembelajaran, khususnya
jenjang sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang sesuai.
Asesmen Autentik terdiri dari berbagai teknik penilaian. Pertama,
pengukuran langsung keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil
jangka panjang pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja. Kedua, penilaian
atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja yang
kompleks. Ketiga, analisis proses yang digunakan untuk menghasilkan respon
peserta didik atas perolehan sikap, keteampilan, dan pengetahuan yang ada.
Dengan demikian, asesmen autentik akan bermakna bagi guru untuk
menentukan cara-cara terbaik agar semua siswa dapat mencapai hasil akhir, meski
dengan satuan waktu yang berbeda. Konstruksi sikap, keterampilan, dan
pengetahuan dicapai melalui penyelesaian tugas di mana peserta didik telah
memainkan peran aktif dan kreatif. Keterlibatan peserta didik dalam
melaksanakan tugas sangat bermakna bagi perkembangan pribadi mereka.
1. Prinsip dan Pendekatan Penilaian
Penilaian hasil belaja peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut.

1. Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar (prosedur dan kriteria


yang jelas) dan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas penilai.
2. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana,
menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan.
3. Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporannya.
4. Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar
pengambilan keputusan dapatdiakses oleh semua pihak.
5. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak
internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan
hasilnya.
6. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap
dengan mengikuti langkah-langkah baku.
7. Edukatif, berarti penilaian bersifat mendidik dan memotivasi peserta didik
dan guru.
2. Jenis-jenis Asesmen Autentik
Dalam rangka melaksanakan asesmen autentik yang baik, guru harus
memahami secara jelas tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, guru harus bertanya
pada diri sendiri, khususnya berkaitan dengan: (1) sikap, keterampilan, dan
pengetahuan apa yang akan dinilai; (2) fokus penilaian akan dilakukan, misalnya,
berkaitan dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan; dan (3) tingkat
pengetahuan apa yang akan dinilai, seperti penalaran, memori, atau proses.
Beberapa jenis asesmen autentik disajikan berikut ini.
1. Penilaian Kinerja
Asesmen autentik sebisa mungkin melibatkan parsisipasi peserta didik,
khususnya dalam proses dan aspek-aspek yangg akan dinilai. Penilaian kinerja
memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertama, langkah-langkah
kinerja harus dilakukan peserta didik untuk menunjukkan kinerja yang nyata
untuk suatu atau beberapa jenis kompetensi tertentu. Kedua, ketepatan dan
kelengkapan aspek kinerja yang dinilai. Ketiga, kemampuan-kemampuan khusus
yang

diperlukan

oleh

peserta

didik

untuk

menyelesaikan

tugas-tugas

pembelajaran. Keempat, fokus utama dari kinerja yang akan dinilai, khususnya
4

indikator esensial yang akan diamati. Kelima, urutan dari kemampuan atau
keerampilan peserta didik yang akan diamati.
Penilaian kinerja memuat penilaian diri (self assessment). Penilaian diri
merupakan suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta untuk menilai
dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi
yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu. Teknik penilaian diri dapat
digunakan untuk mengukur kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor.

2. Penilaian Proyek
Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan penilaian
terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik menurut periode/waktu
tertentu. Penyelesaian tugas dimaksud berupa investigasi yang dilakukan oleh
peserta didik, mulai dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian,
pengolahan, analisis, dan penyajian data. Dengan demikian, penilaian proyek
bersentuhan dengan aspek pemahaman, mengaplikasikan, penyelidikan, dan lainlain.
Penilaian proyek berfokus pada perencanaan, pengerjaan, dan produk
proyek. Dalam kaitan ini serial kegiatan yang harus dilakukan oleh guru meliputi
penyusunan rancangan dan instrumen penilaian, pengumpulan data, analisis data,
dan penyiapkan laporan. Penilaian proyek dapat menggunakan instrumen daftar
cek, skala penilaian, atau narasi. Laporan penilaian dapat dituangkan dalam
bentuk poster atau tertulis.
Produk akhir dari sebuah proyek sangat mungkin memerlukan penilaian
khusus. Penilaian produk dari sebuah proyek dimaksudkan untuk menilai kualitas
dan bentuk hasil akhir secara holistik dan analitik. Penilaian produk dimaksud
meliputi penilaian atas kemampuan peserta didik menghasilkan produk, seperti

makanan, pakaian, hasil karya seni (gambar, lukisan, patung, dan lain-lain),
barang-barang terbuat dari kayu, kertas, kulit, keramik, karet, plastik, dan karya
logam. Penilaian secara analitik merujuk pada semua kriteria yang harus dipenuhi
untuk menghasilkan produk tertentu. Penilaian secara holistik merujuk pada
apresiasi atau kesan secara keseluruhan atas produk yang dihasilkan.

3. Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan
pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta
didik dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta
didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau
informasi lain yang relevan dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
dituntut oleh topik atau mata pelajaran tertentu.Fokus penilaian portofolio adalah
kumpulan karya peserta didik secara individu atau kelompok pada satu periode
pembelajaran tertentu. Penilaian terutama dilakukan oleh guru, meski dapat juga
oleh peserta didik sendiri.
Memalui penilaian portofolio guru akan mengetahui perkembangan atau
kemajuan belajar peserta didik. Misalnya, hasil karya mereka dalam menyusun
atau membuat karangan, puisi, surat, komposisi musik, gambar, foto, lukisan,
resensi buku/ literatur, laporan penelitian, sinopsis, dan lain-lain. Atas dasar
penilaian itu, guru dan/atau peserta didik dapat melakukan perbaikan sesuai
dengan tuntutan pembelajaran.
4. Penilaian Tertulis
Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut peserta didik mampu
mengingat,

memahami,

mengorganisasikan,

menerapkan,

menganalisis,

mensintesis, mengevaluasi, dan sebagainya atas materi yang sudah dipelajari. Tes

tertulis berbentuk uraian sebisa mungkin bersifat komprehentif, sehingga mampu


menggambarkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.
Pada tes tertulis berbentuk esai, peserta didik berkesempatan memberikan
jawabannya sendiri yang berbeda dengan teman-temannya, namun tetap terbuka
memperoleh nilai yang sama. Misalnya, peserta didik tertentu melihat fenomena
kemiskinan dari sisi pandang kebiasaan malas bekerja, rendahnya keterampilan,
atau kelangkaan sumberdaya alam. Masing-masing sisi pandang ini akan
melahirkan jawaban berbeda, namun tetap terbuka memiliki kebenaran yang
sama, asalkan analisisnya benar. Tes tersulis berbentuk esai biasanya menuntut
dua jenis pola jawaban, yaitu jawaban terbuka (extended-response) atau jawaban
terbatas (restricted-response). Hal ini sangat tergantung pada bobot soal yang
diberikan oleh guru. Tes semacam ini memberi kesempatan pada guru untuk dapat
mengukur hasil belajar peserta didik pada tingkatan yang lebih tinggi atau
kompleks.
2.2 PENILAIAN RANAH KOGNITIF, AFEKTIF DAN PSIKOMOTORIK
1. Penilaian Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak).
Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk
dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir,
termasuk

didalamnya

kemampuan

menghafal,

memahami,

mengaplikasi,

menganalisis, mengevaluasi, dan kemampuan mencipta.


Contoh penilaian ranah kognitif dalam pembelajaran dapat dilakukan
dengan memberikan tes kepada peserta didik. Tes yang yang diberikan dapat
berupa butir-butir soal yang berkaiatan dengan domain tingkatan aspek
taksonomi. Adapun contoh soal sebagai berikut:
Tingkatan mengingat (C1)
Indikator

soal:

Menyebutkan

nama

ilmuwan

berdasarkan

teori

yang

dikemukakannya. Siapa ilmuwan yang berhasil membuktikan teori Oparin?


a. Harold Urey
b. Stanley Miller
c. F. Redi
d. L. Pasteur

e. Aristoteles

Tingkatan memahami (C2)


Indikator soal: Mengubah tampilan data pertumbuhan tanaman ke dalam bentuk
diagram batang. Di bawah ini adalah data yang diperoleh dari hasil pengukuran
pertumbuhan tinggi tanaman tomat:
Minggu ke1
2
3

Tinggi Tanaman (cm)


5
17
25

Berdasarkan data di atas, buatlah diagram batang pertumbuhan tinggi tanaman


tomat dalam kurun waktu 3 minggu!
Tingkatan menganalisis (C4)
Indikator soal: Mengaitkan defisiensi terhadap suatu zat makanan dengan
penyakit yang ditimbulkan.Uji biuret pada suatu produk makanan menunjukkan
hasil negatif (tidak timbul warna merah atau ungu). Apabila produk makanan
tersebut dijadikan sumber makanan satu-satunya, maka akan menimbulkan....
a. penyakit kwashiorkor
b. gangguan penyerapan kalsium
c. gangguan transportasi vitamin A, D, E, dan K
d. penyakit marasmus
e. pH darah tidak stabil

2. Penilaian Ranah Afektif


Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah
afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.
Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan
perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi.
Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai
tingkah laku. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu:
1. Receiving atau attending (= menerima atua memperhatikan)
Adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari
luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lainlain.
2. Responding (= menanggapi)
Mengandung arti adanya partisipasi aktif. Jadi kemampuan menanggapi
adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya
secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu
cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving.
3. Valuing (menilai=menghargai)
Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai atau memberikan
penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu
tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing
adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan
responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak
hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan
untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk.
4. Organization (=mengatur atau mengorganisasikan)
Artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru
yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau
mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem
organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai
pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya.

lain,

5. Characterization by evalue or calue complex (=karakterisasi dengan


suatu nilai atau komplek nilai)
Yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang,
yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses
internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hirarki nilai. Nilai
itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi
emosinya. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang
telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga
membentuk karakteristik pola hidup tingkah lakunya menetap, konsisten dan
dapat diramalkan.
Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif seseorang terhadap
kegiatan suatu objek diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap,
yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya
adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Ada tiga komponen sikap,
yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan
seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi berkenaan dengan perasaan
dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan
kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu, sikap

selalu

bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.


Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai utamanya
menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis penilaian ranah
afektif dilakukan melalui dua hal yaitu: a) laporan diri oleh siswa yang biasanya
dilakukan dengan pengisian angket anonim, b) pengamatan sistematis oleh guru
terhadap afektif siswa dan perlu lembar pengamatan.

3.

Penilaian Ranah Psikomotor


Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan

(skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar

10

tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik,
misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil
belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan
bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya
merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan
hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungankecenderungan berperilaku).
Ryan (1980) menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur
melalui (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama
proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran,
yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur
pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran
selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Sementara itu Leighbody (1968)
berpendapat bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup: (1) kemampuan
menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan
dan menyusun urut-urutan pengerjaan, (3) kecepatan mengerjakan tugas, (4)
kemampuan membaca gambar dan atau simbol, (5) keserasian bentuk dengan
yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan. Penilaian psikomotorik
dapat dilakukan dengan menggunakan observasi atau pengamatan. Observasi
sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu
ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi
yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain, observasi dapat
mengukur atau menilai hasil dan proses belajar atau psikomotorik. Misalnya
tingkah laku peserta didik ketika praktik, kegiatan diskusi peserta didik,
partisipasi peserta didik dalam simulasi, dan penggunaan alins ketika belajar. Tes
untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan atau
kinerja (performance) yang telah dikuasai oleh peserta didik. Tes tersebut dapat
berupa tes paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja.
1. Tes simulasi

11

Kegiatan psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini, jika tidak ada alat
yang sesungguhnya yang dapat dipakai untuk memperagakan penampilan peserta
didik, sehingga peserta didik dapat dinilai tentang penguasaan keterampilan
dengan bantuan peralatan tiruan atau berperaga seolah-olah menggunakan suatu
alat yang sebenarnya.
2. Tes unjuk kerja (work sample)
Kegiatan psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini, dilakukan dengan
sesungguhnya dan tujuannya untuk mengetahui apakah peserta didik sudah
menguasai/terampil menggunakan alat tersebut. Misalnya dalam melakukan
praktik pengaturan lalu lintas di lapangan yang sebenarnya
2.3 PERBANDINGAN PENILAIAN DALAM KTSP DAN KURIKULUM
2013
Penilaian kurikulum 2013 mengalami perubahan dari KTSP. Penilaian
hasil belajar mengalami pergeseran dari penilaian melalui tes (mengukur
kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil saja), menuju penilaian autentik
(mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan
proses dan hasil). Dalam proses penilaian, kurikulum 2013 berbasis pada
kemampuan melalui penilaian proses dan output sedangkan KTSP hanya berfokus
pada pengetahuan melalui penilaian output. Penilaian dalam kurikulum 2013
menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik secara proporsional Penilaian
test dan portofolio saling melengkapi. Dalam KTSP, menekankan aspek kognitif
test menjadi cara penilaian yang dominan.Pada kurikulum 2013 skala nilai tidak
lagi 0-100, malainkan 1-4 untuk aspek kognitif dan psikomotor, sedangkan untuk
aspek afektif menggunakan SB= Sangat Baik, B= Baik, C= Cukup, K= kurang.
Skala nilai 1-4 dengan ketentuan kelipatan 0,33.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Konsep penilaian yang digunakan dalam kurikulum 2013 adalah penilaian
autentik. Penilaian autentik terdiri dari penilaian kinerja, penilaian proyek,
12

penilaian portofolio, dan penilaian proyek. Penilaian dalam pembelajaran memuat


3 ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penilaian ranah kognitif
mencakup kegiatan mental (otak). Penilaian ranah afektif berkaitan dengan sikap
dan nilai. Penilaian ranah psikomotorik berkaitan dengan keterampilan (skill) atau
kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.
Dalam sistem penilaian, antara kurikulum 2013 dan KTSP memiliki perbedaan,
salah satu diantaranya yaitu standar penilaian dalam kurikulum 2013 lebih
menekankan pada penilaian berbasis kemampuan melalui penilaian proses dan
output sedangkan KTSP hanya berfokus pada pengetahuan melalui penilaian
output.

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L.W & Krathwohl, D.R. (2010). Kerangka Landasan untuk
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Anwar, C. (2005). Penerapan Penilaian Kinerja (Performance Assessment)
dalam membentuk Habits of Mind Siswa pada Pembelajaran Konsep
Lingkungan. Tesis Magister pada Sekolah Pascasarjana Pendidikan IPA UPI
Bandung: tidak diterbitkan.
13

DiMarco, J. (2006). Web Portfolio and Applications. Hershey: Ide Group


Publishing.
Dirjen Pendidikan Dasar & Menengah. (2004). Pedoman Pengembangan
Portofolio Untuk Penilaian. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Klenowski, Val. (2002). Developing Portofolios for Learning and Assessment.
London: Routledge Falmer.
Popham, W.J. (2011). Classroom Assessment What Teacher Need to Know.
Boston: Pearson Education, Inc.
Rahmah,

Elin.

(2012).

Penerapan

Asesmen

Portofolio

dalam

Upaya

Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa SMP pada Praktikum Uji
Makanan. Skripsi Pendidikan Biologi UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Sudijono, A. (2001). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
Uno, Hamzah B. 2012. Assessment Pembelajaran. Jakarta: BumiAksara

14

Anda mungkin juga menyukai