Anda di halaman 1dari 25

BAB I

VARIABILITAS DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS


BAHAN ALAM

Tanaman obat merupakan semua bagian tanaman yaitu daun (folium), akar (radix),
bunga (flos), buah (fructus), biji (semen) dan sebagainya yang digunakan baik dalam
bentuk ekstrak/fraksi atau senyawa isolatnya untuk menghasilkan obat untuk kepentingan
manusia/hewan.
Tumbuhan menghasilkan dua metabolit yaitu metabolit primer dan metabolit
sekunder. Metabolit primer merupakan senyawa yang secara langsung memiliki fungsi
atau terlibat dalam proses metabolisme utama, jalur anabolime dan katabolisme pada
tumbuhan. Contoh dari metabolit primer yaitu asam lemak, asam amino, karbohidrat,
protein dan sebagainya. Sedangkan metabolit sekunder merupakan senyawa yang tidak
memiliki fungsi untuk pertumbuhan dan perkembangan secara langsung. Senyawa ini
penting untuk kelangsungan hidup dan interaksi tumbuhan dengan lingkungan. Fungsi
metabolit sekunder diantaranya sebagai proteksi terhadap serangan mikroba, gangguan
serangga, atau hewan herbivora, proteksi diri terhadap gangguan lingkungan (seperti sinar
UV), dan untuk menarik serangga pollinator atau hewan herbivor untuk membantu
penyebaran biji. Kebanyakan senyawa aktif dari tumbuhan dikelompokan ke dalam
golongan metabolit sekunder. Sebagai senyawa aktif untuk berinteraksi dengan ekosistem,
biosintesis metabolit sekunder memiliki karakteristik yang bersifat adaptif (bereaksi
terhadap ransang), spesifik (ekspresi respon terhadap rangsang yang bersifat khas), dan
variatif ( rangsang yang sama terhadap organ yang berbeda dapat menghasilkan respon
yang berbeda).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas senyawa bioaktif dalam tumbuhan
hidup
Secara alamiah, kualitas senyawa bioaktif dalam tumbuhan hidup ditentukan oleh
faktor internal yaitu genetik dan umur tanaman serta dipengaruhi oleh faktor eksternal
1

seperti klimatik, geografi, hama dan penyakit. Selain kedua faktor tersebut, waktu panen
dan penanganan pascapanen juga dapat berpengaruh terhadap kualitas simplisia.
1. Pengolahan dan Penanaman
Faktor- faktor yang mempengaruhi kualitas senyawa bioaktif dalam tumbuhan pada
saat pengolahan yaitu :
a. Genetika
Yang dimaksud dengan faktor genetika di sini adalah dari mana tanaman
tersebut berasal. Berdasarkan bahan bakunya, simplisia diperoleh dari tanaman liar
atau dari

tanaman yang dibudidayakan atau dikultur. Tanaman liar diartikan

sebagai tanaman yang tumbuh dengan sendirinya di hutan-hutan atau ditempat lain
di luar hutan atau tanaman yang sengaja di tanam tetapi bukan untuk tujuan
memperoleh simplisia untuk obat (misalnya tanaman hias dan tanaman pagar).
Sedangkan tanaman kultur diartikan sebagai tanaman budidaya, yang sengaja
ditanam untuk tujuan mendapatkan simplisia. Dibandingkan dengan tanaman
budidaya, tanaman liar mempunyai beberapa kelemahan dalam menghasilkan
simplisia dengan mutu yang memenuhi standar. Hal ini disebabkan karena :
Unsur tanaman pada waktu pengumpulan tanaman atau organ tanaman
sulit atau tidak dapat ditentukan oleh pengumpul. Sehingga dapat

mempengaruhi senyawa aktif yang dikehendaki.


Jenis (spesies) tanaman yang dikehendaki sering tidak tetap dari suatu
waktu pengumpulan ke waktu pengumpulan berikutnya. Perbedaan jenis

suatu tanaman akan menyebabkan perbedaan kandungan senyawa aktif.


Perbedaan tempat tumbuh jenis tanaman yang dikehendaki. Ketinggian,
cuaca, dan keadaan tanah yang berbeda dapat menyebabkan kandungan
senyawa aktif dalam tumbuhan yang sama akan berbeda.

Simplisia yang diperoleh dari tanaman budidaya, keseragaman umur, masa


panen, dan galur tanamannya dapat dipantau. Namun tanaman budidaya juga ada
kerugiannya yaitu pemeliharaan yang rutin menyebabkan tanaman menjadi manja
dan mudah terserang hama dan penyakit tanaman yang lainnya. Serta penggunaan
pestisida juga menyebabkan konsekuensi tercemarnya simplisia dengan residu
pestisida.
2

b. Persiapan lahan dan penanaman


Persiapan lahan disini dapat diartikan sebagai pengolahan tanah. Pada
dasarnya pengolahan tanah bertujuan untuk menyiapkan tempat atau media
tumbuh yang serasi bagi pertumbuhan tanaman. Tanah yang baik untuk tanaman
adalah tanah yang memiliki kesuburan fisik maupun kimiawi. Kesuburan fisik
sangat erat hubungannya dengan struktur tanah yang menggambarkan susunan
butiran tanah, udara, dan air sehingga dapat menjamin aktivitas akar dalam
mengambil zat-zat hara yang diperlukan tanaman. Sedangkan kesuburan kimiawi
erat hubungannya dengan kemampuan tanah menyediakan kebutuhan nutrisi untuk
tanaman. Di samping itu, pengolahan tanah mencakup pula menghilangkan gulma
yang merupakan saingan tanaman, menimbun atau meratakan bahan organik, dan
menjaga saluran drainase untuk mencegah terjadinya kelebihan air.
Dalam penanaman tanaman dikenal dua cara yaitu penanaman tanaman secara
langsung pada lahan (stek atau benih) dan disemaikan terlebih dahulu baru
kemudian diadakan pemindahan tanaman ke lahan yang telah disediakan. Dalam
penanaman juga harus diperhatiakan jarak atau kerapatan penanaman antara
tanaman yang satu dengan tanaman yang lainnya sehingga dapat mempermudah
dalam pemeliharaan, penyiangan yang intensif guna menekan populasi gulma
serta memperbaiki saluran drainase untuk mencegah terjadinya genangan air yang
dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
c. Faktor Geofisika

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu :

Temperatur
Perubaha temperatur secara berkala dan pergantian musim berpengaruh
terhadap senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh tumbuhan, misalnya pada
tanaman Matricaria chamomilla, kandungan minyak atsirinya paling tinggi
pada tanaman yang ditanam pada temperatur siang 25 0 C, atau malam hari

pada temperatur 150 C.


Cahaya
Lama pencahayaan, intensitas dan radiasi dapat mempengaruhi kualitas
senyawa bioaktif yg dihasilkan oleh tumbuhan.
3

Curah hujan
Ketersediaan air dalam tanah dapat mempengaruhi kualitas senyawa
bioaktif dalam tumbuhan hidup.
Ketinggian diatas permukaan laut, iklim, dan angin
Keadaan tanah
Seperti sifat fisik (tanah yang gembur dan keras), kimia, kondisi
mikrobiologi tanah, termasuk adanya cemaran pestisida.
Kandungan nutrisi tanah termasuk kandungan mineral Mn, Mo, Mg dan B
(misalnya dapat mempengaruhi biogenesis minyak atsiri).

d. Faktor Biotik
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu :
Infeksi tanaman karena jamur, bakteri, dan virus
Berkurangnya kadar vinvaleukoblastin dari tanaman Vinca rosea karena
terinfeksi virus. Berkurangnya kadar morfin dari tanaman Papaver

somniverum karena pertumbuhan jamur.


Keberadaan serangga (hama)
Misalnya terdapat telur serangga di daun atau batang tanaman yang dapat
menyebabkan terganggunya proses respirasi atau fotosintesis sehingga

produksi metabolit sekundernya berkurang.


Adanya hewan herbivora yang berkompetisi.
Banyaknya tanaman per area penanaman (planting density) atau kerapatan
penanaman.
Adanya kompetisi dengan tanaman lain.
Misalnya benalu pada tanaman anggrek.

II. Pemanenan atau Pemungutan Hasil


a. Waktu Panen
Waktu panen sangat berhubungan erat dengan pembentukan senyawa bioaktif
dalam organ tanaman tersebut. Waktu yang tepat untuk panen adalah pada saat
senyawa bioaktif berada dalam jumlah maksimal pada organ tanaman yang
dikumpulkan. Adapun garis besar pedoman panen adalah sebagai berikut :
Akar (Radix)
Dipanen saat proses pertumbuhan terhenti. Untuk pohon akar besar tidak boleh
diambil semua. Contoh : akar pule, kelembak.
Rimpang (Rhizoma)
Dipanen pada saat awal musim kemarau. Diakhir musim kemarau kandungan
senyawa bioaktifnya tidak ada. Contoh : kunyit.
Umbi lapis (Bulbus)
4

Panen dilakukan pada akhir pertumbuhan karena merupakan tanaman semusim.


Contoh : bawang merah.
Kulit Batang (Cortex)
Hanya dilakukan pada tanaman yang sudah cukup umur. Panen yang paling baik
adalah awal musim kemarau. Contoh : kulit kina.
Daun (Folium) atau Herba
Saat proses fotosintesis maksimal, yaitu saat mulai berbunga atau buah menjadi
masak. Pada saat ini proses fotosintesis berhenti sementara. Contoh : daun jati
belanda, herba meniran.
Pucuk daun
Panen dilakukan pada saat warna pucuk daun belum berubah menjdi seperti
warna daun tua. Contoh : ginseng.
Bunga (Flos)
Panen bunga tergantung tujuan dan pemanfaatan kandungan senyawa
bioaktifnya, yaitu saat menjeleng penyerbukan, saat masih kuncup (melati), dan
saat bunga mekar (mawar).
Buah (Fructus)
Panen buah tergantung tujuan dan pemanfaatan kandungan senyawa bioaktifnya,
yaitu saat menjelang masak (piper/cabe), setelah benar-benar masak (adas),
dengan melihat perubahan warna, tingkat kekerasan, kadar air dan bentuknya
(belimbing wuluh, timun).
Biji (Semen)
Panen biji dilakukan saat mulai mengeringnya buah atau sebelum semuanya
pecah. Contoh: biji jarak.
Selain waktu panen, dalam pengumpulan simplisia juga harus diperhatikan
keadaan atau cuaca pada saat proses pengumpulan. Misalnya, pada tanaman
Mentha piperita harus dipanen pada saat cuaca terang. Jika dipanen pada saat
mendung, kandungan menthol yang terdapat dalam tanaman tersebut akan berubah
menjadi menthone yang rasanya sangat pahit.
b. Teknik Pengumpulan
Pemanenan (pengumpulan)

tanaman

dapat

dilakukan

secara

manual

(pemetikan dengan tangan) ataupun secara mekanik ( pemetikan dengan


menggunakan mesin). Apabila pengumpulan dilakukan secara manual, maka
ketrampilan pemetik dalam menentukan dan memetik organ yang sesuai dari
tanaman sangat penting diperhatikan. Dalam hal ini pengalaman dari pemetik
5

memegang peranan penting. Ketrampilan diperlukan untuk memperoleh simplisia


yang benar dan tepat serta tidak merusak tanaman induk.
Untuk simplisia yang dikumpulkan dengan menggunakan alat (misalnya pisau)
atau menggunakan mesin, maka harus dipilih alat atau mesin yang tepat untuk
memetiknya. Alat dari

logam tidak digunakan jika merusak secara kimiawi

senyawa aktif dalam simplisia (misalnya simplisia yang mengandung golongan


fenol, glikosida).
Cara pemanenan mekanik dengan menggunakan mesin diperlukan apabila dari
segi pertimbangan ekonomi, keadaan simplisia yang dikumpulkan dapat
dilaksanakan. Penggunaan mesin biasanya digunakan untuk memanen simplisia
III.

dari tanaman sekali panen.


Penanganan Pasca Panen
a. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran kotoran atau bahan
bahan asing lainya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari
akar suatu tanaman obat, bahan bahan seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun,
akar yang telah rusak, serta pengotor lainya harus dibuang.
b. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainya yang
melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air
dari mata air, air dari sumur atau air PAM.
c. Pengubahan Bentuk
Pengubahan bentuk bertujuan untuk memperluas permukaan simpisia.
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan
bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan
penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang tetapi dijemur
dengan keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau,
dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan
dengan ukuran yang dikehendaki.
d. Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi
kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau
6

perusakan simplisia. Pengeringn dapat dilakukan secara alamiah dengan cara dijemur
di bawah panas sinar matahari langsung atau dengan diangin-anginkan ditempat
sejuk. Sedangkan untuk pengeringan buatan dapat digunakan alat yang dapat diatur
suhu, kelembaban, tekanan, dan sirkulasi udaranya misalnya oven.
e. Sortasi kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan
simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda benda asing seperti bagian
bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor pengotor lain yang masih ada
dan tertinggal pada simplisia kering.
f. Pengepakan dan penyimpanan
Pada penyimpaan simplisia perlu diperhatikan beberapa hal yang dapat
mengakibatkan kerusakan simplisia, yaitu cara pengepakan, pembungkusan dan
pewadahan, persyaratan gudang simplisia, cara sortasi dan pemeriksaan mutu, serta
cara pengawetanya. Penyebab kerusakan pada simplisia yang utama adalah air dan
kelembaban. Cara pengemasan simplisia tergantung pada jenis simplisia dan tujuan
penggunaan pengemasaan. Bahan dan bentuk pengemasan harus sesuai, dapat
melindungi dari kemungkinan kerusakan simplisia, dan dengan memperhatikan segi
pemanfaatan ruang untuk keperluan pengangkutan maupun penyimpananya.
g. Pemeriksaan mutu
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau pembelian
dari pengumpul atau pedagang simplisia. Simplisia yang diterima harus berupa
simplisia murni dan memenuhi persyaratan umum untuk simplisia seperti yang
disebutkan dalam Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia ataupun
Materia Medika Indonesia Edisi VI.

BAB II
STANDARISASI DAN SPESIFIKASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara
turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Klasifikasi Obat Asli Indonesia


Jamu
Adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Pada umumnya,
jamu ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang disusun dari
berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5 10 macam
bahkan lebih. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis,
tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun-menurun
selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan
keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu.
Logo jamu :

Contoh produk jamu yaitu : Jamu Air Mancur, Nyonya Meneer , dan
Jamu jago
8

Obat Herbal Terstandar (OHT)


Adalah sediaan obat yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam
yang dapat berupa tanaman obat. Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan
peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang
mendukung dengan pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak. Selain
proses produksi dengan teknologi maju, jenis ini pada umumnya telah ditunjang
dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik seperti standar
kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar
pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis.
Logo Obat Herbal Terstandar (OHT) :

Contoh obat herbal terstandar yaitu : Diabmeneer, Glucogarp,


Tolak Angin, Kiranti, Virugon,dan sebagainya.
Fitofarmaka
Adalah bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan
obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan uji
pra klinik dan uji klinik pada manusia.. Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para
profesi medis untuk menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan.
Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena manfaatnya
jelas dengan pembuktian secara ilmiah.
Logo Fitofarmaka :

Contoh Fitifarmaka yaitu : Nodiar, Rheumaneer, Stimuno,


Tensigard, dan

X-gra

Standarisasi
Standarisasi adalah seluruh informasi dan kontrol yang diperlukan untuk
menghasilkan produk secara konsisten (McCutcheon, 2002). Standarisasi juga dapat
didefinisikan sebagai serangkaian parameter prosedur dan cara pengukuran yang
9

hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam


artian memenuhi syarat standar (kimia, biologi, farmasi) (Depkes, 2007). Selain itu,
ada juga yang mendefinisikan standar sebagai suatu proses merumuskan, menetapkan,
menerapkan, merevisi standard yang dilaksanakan secara tertib dan kerjasama semua
pihak. (SSN, 1998).
Sedangkan pengertian standar ialah spesifikasi teknis atau sesuatu yang
dibakukan, yang disusun berdasarkan konsesus semua pihak terkait dengan
memperhatikan syarat-syarat kesehatan, keamanan, keselamatan, lingkungan,
perkembangan IPTEK serta berdasarkan pengalaman, perkembangan masa kini dan
masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
Tujuan dari standarisasi adalah

konsistensi produk dari batch ke batch,

jumlah ekstrak per unit dosis (mempermudah formulasi), indikasi adanya kehilangan
atau degradasi selama proses produksi (stabilitas), dan mencegah pemalsuan.
Keuntungan yang diperoleh konsumen dengan adanya standarisasi adalah
kandungan aktif dalam produk konstan sehingga tujuan terapi tercapai. Sedangkan
keuntungan bagi produsen adalah proses produksi lebih efektif,

dipercaya

masyarakat, dan meminimalkan kesalahan dan kerugian.


Selain memiliki keuntungan, dalam melakukan standarisasi juga ditemukan
kendala-kendala yaitu, susah dilakukan untuk obat dengan efek farmakologi tidak
terukur misalnya antioksidan,

butuh biaya besar (relatif), butuh peralatan dan

keahlian khusus, zat aktif tidak diketahui, dan senyawa standar tidak tersedia.
Pengatasannya dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa marker yaitu senyawa
tertentu yang digunakan sebagai petunjuk spesifik dengan metode tertentu.
Standarisasi Simplisia
Standarisasi yang dilakukan terhadap simplisia mengacu pada 3 konsep yaitu :
Simplisia sebagai bahan baku harus memenuhi 3 parameter mutu umum (non
spesifik) suatu bahan yi. Kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian, aturan
penstabilan (wadah, penyimpanan, distribusi)
Simplisia sebagai bahan dan produk siap pakai harus memenuhi trilogi QualitySafety-Efficacy
Simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang berkontribusi terhadap
respon biologis, harus memiliki spesifikasi kimia yi. Komposisi (jenis dan kadar)
senyawa kandungan
10

Standarisasi simplisia harus dilakukan pada setiap tahap penyiapan simplisia.


Meliputi penyiapan bibit, budidaya (sesuai GAP) sampai dengan proses pemanenan
dan penanganan pasca panen (pengeringan). Penyiapan bibit dapat melalui proses
selective breeding atau perbaikan galur (senyawa kimia/rekayasa genetik).
Standarisasi obat tradisional perlu dilakukan dari hulu ke hilir. Standarisasi
dapat dilakukan melalui penerapan teknologi yang tervalidasi pada proses menyeluruh
yang meliputi penyediaan bibit unggul (pre- farm), budidaya tanaman obat (off-farm),
ekstraksi, formulasi, uji klinik serta produksi.
Pre-Farm
Teknologi produksi benih/bibit unggul tumbuhan obat, secara konvensional

ataupun bioteknologis.
On-Farm
Teknologi budidaya tumbuhan obat yang mengacu Good Agriculture

Practices .
Off-Farm
Teknologi panen yang mempehatikan kandungan senyawa aktif berkhasiat obat

maupun parameter kualitas lainnya yang dipersyaratkan.


Teknologi pasca panen/pengolahan yang menghasilkan simplisia yang

memenuhi persyaratan.
Teknologi ekstrak standar untuk mendapatkan ekstrak yang tervalidasi

kandungan senyawa aktif.


Teknologi pengujian khasiat dan toksisitas pada tingkat pre klinik yang

memenuhi persyaratan validitas (Herbal terstandar).


Teknologi pengujian khasiat dan toksisitas pada tingkat klinik yang memenuhi

persyaratan validitas (Fitofarmaka).


Teknologi produksi obat-obat herbal

yang

mengacu

pada

Good

Manufacturing Practice.
Standarisasi Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa
aktif dari simplisia nabati/hewani dengan pelarut sesuai. Faktor-faktor yang
mempengaruhi mutu ekstrak, yaitu :
Faktor biologi dan geografi yaitu tumbuhan obat dikontrol dengan penerapan
GAP (Good Agricultural Practice)
11

Faktor kimia meliputi, faktor internal melalui jenis senyawa aktif, komposisi
kualitatif dan kuantitatif senyawa aktif, kadar total rata-rata senyawa aktif. Dan
faktor

eksternal

melalui

metode

ekstraksi,

alat

ekstraksi,

ukuran

kekeringan/kadar air simplisia, pelarut, kandungan logam berat, pestisida,


dikontrol dengan GMP (Good Manufacturing Practice).
Mutu ekstrak dipandang dari senyawa-senyawa kimia yang ada dalam ekstrak
yang berkontribusi terhadap respon biologis. Senyawa kimia dalam ekstrak meliputi
senyawa kandungan asli dari tumbuhan asal (standarisasi komposisi senyawa
kandungan asli), senyawa hasil perubahan dari senyawa asli, senyawa kontaminasi
(polutan/residu proses), dan senyawa hasil interaksi kontaminasi dengan senyawa
asli/senyawa perubahan.
Standarisasi ekstrak meliputi :
Standarisai fisik dengan penampilan (makroskopis & mikroskopis) dan
kadar air.
Standarisasi kimia dengan identifikasi (Reaksi kimia, Instrumen), kadar
kandungan kimia tertentu, dan marker/profil metabolit.
Standarisasi mikrobiologis
Standarisasi respon farmakologis.
Standarisasi ekstrak juga harus memenuhi parameter standar Umum (Buku
Standar: WHO, AHP, Buku PSE (Depkes RI 2000), yang meliputi :
Parameter Umum Non Spesifik, yang terdiri dari :
1. Susut Pengeringan
Dengan menggunakan metode gravimetrik.
2. Bobot Jenis
Bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan kimia yang terlarut.
3. Kadar air
Bertujuan untuk memberikan batasan minimal/rentang besarnya
kandungan air di dalam bahan.
4. Kadar abu
Bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak.
5. Sisa Pelarut
Bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa selama proses tidak
meninggalkan sisa pelarut yang memang seharusnya tidak boleh.
6. Residu Pestisida
12

Bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung


pestisida melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya bagi kesehatan.
7. Cemaran Logam Berat
Bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung
logam berat tertentu (Hg, Pb, Cd, dll) melebihi nilai yang ditetapkan
karena berbahaya bagi kesehatan.
8. Cemaran mikroba
Bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung
mikroba patogen dan tidak mengandung mikroba non patogen melebihi
nilai yang ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan
berbahaya bagi kesehatan.
9. Cemaran kapang, khamir, dan aflatoksin
Bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung
cemaran jamur melebihi nilai yang ditetapkan karena berpengaruh pada
stabilitas ekstrak dan aflatoksin yang berbahaya bagi kesehatan.
Parameter Umum Spesifik, yang terdiri dari :
1. Identitas Ekstrak
Bertujuan untuk memberikan identitas objektif dari nama dan spesifik dari
senyawa marker.
2. Organoleptik Ekstrak
Bertujuan untuk pengenalan awal yang sederhana, seobjektif mungkin.
3. Uji Senyawa Terlarut Dalam Pelarut Tertentu
Bertujuan untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan.
4. Kandungan Kimia Ekstrak
Parameter yang diuji yaitu :
Parameter kadar total golongan kandungan kimia
Bertujuan untuk memberikan informasi kadar golongan kandungan
kimia sebagai parameter mutu ekstrak dalam kaitannya dengan efek
farmakologis.
Parameter kadar kandungan kimia tertentu
Bertujuan untuk memberikan informasi kadar golongan kandungan
kimia sebagai parameter mutu ekstrak dalam kaitannya dengan efek
farmakologis.
Parameter pola kromatogram.
Bertujuan untuk memberikan gambaran awal komposisi kandungan
kimia berdasarkan pola kromatogram.

13

Sedangkan pemeriksaan mutu ekstrak dengan identitas fisik, biologis, kimia


bertujuan mencegah pemalsuan. Kemurnian, analisis kandungan kimia tertentu,
marker/profil metabolit.

BAB III
FLAVONOID

Dilihat dari stukturnya, flavonoid merupakan senyawa fenolik. Oleh sebab itu
senyawa flavonoid biasanya mengalami perubahan warna apabila direaksikan dengan basa
seperti ammonia. Substituen utama yang terdapat dalam flavonoid adalah OH atau gugus
hidroksi sehingga umumnya flavonoid larut dalam air. Semakin banyak gugus OH yang
dimiliki maka semakin mudah flavonoid tersebut larut dalam air (semakin polar).
Flavonoid merupakan suatu golongan metabolit sekunder tanaman yang memiliki inti
prenilpropanoid terdiri dari 15 C, yang dapat dimodifikasi secara luas, baik dengan penataan
ulang (rearrangement), oksidasi, alkilasi dan glikosilasi. Flavonoid mengandung cincin
aromatik, berasal dari fenil dan malonil koenzim-A (CoA, melalui jalur asam lemak).
Penggolongan Flavonoid
Dilihat dari struktur inti, flavonoid dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
Major terdiri dari :
1. Flavon
Terdapat sebagai glikosida. Ko-pigmen tak berwarna dalam bunga dan daun.
Contohnya Apigenin pada Apium graveolens dan Luteolin pada Daucus carota,
Sonchus arvensis, Apium graveolens.
2. Flavonol

14

Terdapat sebagai glikosida dan tersebar luas pada tumbuhan. Ko-pigmen tak
berwarna dalam bunga dan daun. Contohnya Kaemferol, Mirisetin, dan Kuersetin
3-rutinosida untuk pengobatan kerapuhan pembuluh kapiler pada manusia.
3. Flavanonol
penyebaran Ko-pigmen tak berwarna dalam bunga dan daun. Contoh : Kuersetin ,
Kaemferol

4. Xanton
Terbatas pada Gentianaceae, Guttiferae, Moraceae dan Polygalaceae. Contohnya
Xanthon dari A. paniculata sebagai antimalaria, Mangiferin (Hypericum sp.,
Cratoxylem pruniflorum, Swertia chirata) sebagai antiinflamasi, antihepatotoksik,
antivirus dan Garciniaxhanton dari Garcinia dulcis sebagai antimalaria.
Minor terdiri dari :
1. Chalkon
Merupakan pigmen kuning yang terdapat khas pada Compositae terutama
Coreopsis.

Terbatas pada famili tertentu yaitu Compositae (Coreopsis),

dan

Moraceae (Artocarpus champeden: Morachalkon). Deteksi melalui, diuapi dengan


basa/ amonia dan warnanya berubah menjadi merah jingga atau merah. Yang
artinya menunjukkan berbagai aktivitas farmakologis seperti antimalaria
(Morachalkon dan Licochalkon).
2. Auron
Merupakan pigmen kuning, umumnya dalam bentuk glikosida. Penyebarannya
terbatas pada famili tertentu. Deteksi melalui diuapi dengan basa/amonia dan
warnanya berubah menjadi merah jingga atau merah. Menunjukkan berbagai
aktivitas farmakologis
3. Flavanon
Penyebaran tidak berwarna, dlm daun dan buah (terutama Citrus). Contohnya
Eridictyol pada Yerba santa dan Liquiritigenin pada Liquorice.
4. Isoflavon
15

Tidak berwarna, terbatas hanya pada Leguminosae (akar). Contohnya 7,4dihidroksi isoflavon (daidzein) dan 5,7,4-trihidroksi isoflavon (genistein) yang
terdapat pada Trifolium pratense dan Pueraria spp. Menunjukkan berbagai
aktivitas farmakologis.

Flavanoid
terdiri dari :
1. Katekin larut dalam air, etanol,etil asetat,eter,tidak larut dalam kloroform dan PE,
apabila dipanaskan dengan asam maka akan muncul endapan merah coklat yang
disebut flobafen dan warna larutannya coklat.
2. Leukoantosian larut dalam air, etanol,etil asetat, tidak larut dalam eter, kloroform,
dan PE.
Contoh : Katekin dan leukoantosian pada teh (Camelia sinensis).
Antosianin
Merupakan pigmen warna yang penting dan tersebar luas pada tumbuhan dan merupakan
penyebab warna merah, ungu dan biru pada pada daun bunga, daun dan buah pada
tumbuhan tinggi serta dapat larut dalam air. Beberapa sifat antosianin larut dalam air,
etanol, dan pelarut beroksigen, tidak stabil sebagai zat warna, bila terdapat gugus o-OH
dapat membentuk khelat dengan logam berat. Contoh antosianin adalah sianidin pada
bunga jagung, Rosa sp. (merah) dan Pelargonidin pada bunga pelargonium (merah
oranye).
Cara deteksi flavonoid dalam tanaman yaitu menggunakan reaksi kimia seperti FeCl 3dan
uap Amonia. Selain itu deteksi juga dapat dilakukan dengan KLT melalui pengamatan dengan
UV (254 atau 365 nm) menggunakan pereaksi semprot serta pengamatan spektra (lebih spesifik)
Flavonoid memiliki berbagai aktivitas farmakologis seperti, antioksidan, antibakteri, ntifungi,
antiviral, antiparasit, antiinflamasi, diuretik, antikanker, antispasmodik, antiulcer, dan antifertilit.
16

BAB IV
TANIN, PEPTIDA, DAN RESIN
I.

TANIN
Tanin merupakan suatu zat yang pertama kali digunakan untuk menyebut zat
samak. Tetapi dalam perkembangannya, ditemukan bahwa tidak semua zat samak itu
tannin. Secara kimia, tanin merupakan senyawa kompleks campuran polifenol yang
sulit dipisahkan karena tidak dapat dikristalkan. Tanin teristribusi pada kulit batang,
kayu, daun, buah, akar dan biji tumbuhan tinggi.
Penggunaan Tanin
Bagi tumbuhan, tanin digunakan untuk proteksi terhadap infeksi, gangguan
serangga dan hewan herbivora. Sedangkan bagi manusia, tanin yang mengandung zat
samak tersebut digunakan untuk mengolah kulit binatang contohnya kulit sapi atau
kulit domba menjadi kerajinan tangan seperti tas atau barang-barang lain yang terbuat
dari kulit. Disamping itu, manusia juga memanfaatkan tanin sebagai antidiare (pada
tanaman jambu biji), antidiuretik, antitumor duodenum, antiinflamasi, dan antiseptik
(pada tanaman sirih). Belakangan ini juga telah dilakukan penelitian ilmiah tentang
manfaat tanin sebagai antiviral (HIV), antibakteri, dan antitumor. Produksi tanin akan
semakin meningkat apabila tumbuhan dilukai (disayat atau terinfeksi oleh serangga).
Penggolongan Tanin
17

Tanin dikelompokkan menjadi dua bagian jika dilihat dari Bobot Molekulnya
(BM), yaitu :
1. Tanin Sejati (True Tanin)
Tanin sejati mempunyai bobot molekul yang tinggi yaitu antara 1000
sampai dengan 5000. Jika dideteksi dengan skin test, tanin ini menunjukkan hasil
positif .
2. Pseudo Tanin
Pseudo tanin mempunyai bobot molekul yang rendah kurang dari 1000.
Jika dideteksi dengan skin test, tanin ini menunjukkan hasil negatif.

Selain itu tanin juga dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Tanin Terhidrolisis
Yaitu tanin yang dapat dihidrolisis dengan adanya asam dan enzim. Tanin
akan dipecah menjadi monomernya seperti asam galat.
Contoh tanin terkondensasi adalah :
a. Gallotanin
Tersusun dari asam galat. Gallotanin terdapat pada cengkeh dan castanea
sp.
b. Ellagitanin
Tersusun dari asam heksahidroksidifenil. Ellagitanin terdapat pada
pomegranatae (delima) dan castanea sp.
2. Tanin Terkondensasi
Tanin terkondensasi tidak mengikat gula (tidak terdapat dalam bentuk
glikosida), tetapi terdapat sebagai pigmen zat warna flavonoid (antosianin)
sehingga disebut pro antosianin. Tanin terkondensasi hanya terdiri dari inti
fenolik tetapi kadang-kadang terikat pada karbohidrat atau protein. Kebanyakan
tanin jenis ini merupakan hasil kondensasi 2 atau lebih Flavan-3-ol seperti
katekin atau Flavan-3,4-diol seperti leukosianidin. Ciri khas tanin terkondensasi
adalah terbentunya endapan berwarna merah yang disebut flabaven. Contoh tanin
terkondensasi adalah :
18

a. Pada kulit batang chincona atau kina (terdapat pula pada Red Chincona
Bark), acacia, dan kayu manis.
b. Pada bunga lime (lemon).
c. Pada biji yaitu biji cocoa (coklat), kola, dan areca (pinang).
d. Pada buah anggur.
e. Pada daun teh (green tea).
3. Tanin Kompleks
Merupakan gabungan dari tanin terhidrolisis dengan tanin terkondensasi.
yang dapat terlihat dari strukturnya di mana satu sisi merupakan tanin
terhidrolisis dan sisi lain merupakan tanin terkondensasi.
Sifat dan Ciri Khas Tanin
Tanin memiliki sifat yang khas yaitu dapat mengendapkan protein dari larutan dan
dapat berkombinasi dengan protein menyebabkan tahan terhadap enzim proteolitik.
Efek mngendapkan protein ini juga dimanfaatkan dalam penyamakan kulit hewan
yang menyebabkan kulit menjadi liat dan kuat. Efek antiseptiknya yang ringan
menyebabkan kulit yang telah disamak menjadi awet.
Di laboratorium, tanin digunakan sebagai pereaksi pendeteksi gelatin, protein,
alkaloid (kecuali morfin) dan logam berat. Tanin juga berguna sebagai antidot pada
keracunan alkaloid dengan cara berikatan dengan alkaloid dan membentuk tanat yang
tidak larut dalam air.
Efek samping dari penggunaan tanaman yang berkadar tanin tinggi seperti Areca
Catechu atau Rhus copallina adlah efek karsinogenik yang menyebabkan kanker
mulut atu esophagus.

19

II.

PEPTIDA
Peptida mencakup banyak sekali senyawa mulai dari senyawa dengan bobot
molekul rendah sampai senyawa dengan bobot molekul tinggi. Peptida dengan bobot
molekul tinggi merupakan gabungan beberapa unit asam amino membentuk peptida
protein sederhana seperti albumin, globulin, prolamin, glutanin, protein kompleks, protein
terkonjugasi seperti casein, nukleoprotein, dan lipoprotein. Sedangkan senyawa peptida
dengan bobot molekul rendah adalah antibiotik dengan struktur polipeptida siklis,
misalnya gramicidin, bacitracin, polymyxin, dan hormon peptida misal oksitosin,
vasopressin, dan glutation.
Sintesis Peptida

Secara kimia, peptida disintesis dari C-terminal asam amino yang pertama dan Nterminal dari asam amino kedua. Peptida banyak digunakan untuk mempelajari enzim dan
reseptor substratnya dan membuat antigen untuk merangsang pembentukan antibodi.
Hormon Peptida
20

Kelenjar pituitari anterior menekresikan beberapa hormone yang mempengaruhi


metabolisme tubuh, antara lain :
1. Luteinizing Hormone (LH) dan Folicle Stimulating Hormone (FSH) yang bekerja
pada gonad dan sering disebut gonadotropin hormon.
2. Prolaktin yaitu hormon yang mengontrol sekresi air susu.
3. Adenocorticotropin Hormone (ACTH) yang bekerja pada korteks adrenal untuk
mengatur pelepasan glukokortikoid.
4. Growth Hormone (hormon pertumbuhan), yang bekerja pada otot, tulang, dan liver.
Sedangkan kelenjar pituitari posterior mensekresikan hormon :
1. Antidiuretic Hormone (ADH) atu vasopressin yang berfungsi untuk merangsang
peristaltik dan menghambat diuresis, di mana kedua efek ini berhubungan dengan
aktivitas vasopressor yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah.
2. Oksitosin, yang berfungsi meningkatkan kontraksi ritmik dari uterus.
Hormon peptida dihasilkan dalam berbagai organ dan jaringan, misalnya dalam
jantung dihasilkan ANP (Atrial-natriureti peptide), dalam pancreas dihasilkan insulin, dan
dalam saluran pencernaan dihasilkan kolesitokinin dan gastrin. Kelenjar pituitari diambil
dari beberapa spesies mamalia, seperti domba dan babi, tetapi kebanyakan diambil dari
sapi karena memberikan hasil yang lebih baik. Setelah diisolasi dari mamalia
penghasilnya, kelenjar pituitari segera disimpan dalam kondisi dingin dan dijaga sampai
kelenjar tersebut digunakan Sebaiknya digunakan dalam 24 jam setelah diisolasi. Hormon
peptida lain seperti insulin, umumnya diperoleh dari pancreas babi dan sapi.

Crude

insulin diperoleh dengan mengekstraksi pankreas segar dari babi dengan alkohol dan
natrium bikarbonat. Pankreas segar dapat menghasilkan 0,2% crude insulin. Insulin
merupakan hormon yang penting dalam pengobatan diabetes karena berfungsi untuk
mengotrol kadar gula dalam darah.

21

III.

RESIN
Resin merupakan sisa hasil metabolisme. Resin mempunyai 3 karakteristik utama
yaitu :
1. Karakter Fisik

Resin mempunyai bobot molekul yang lebih besar daripada air, berbentuk padatan
keras dan setengah padat, yang jika terkena panas akan menjadi lembek atau
meleleh.
2. Kelarutan Dalam Pelarut
Resin praktis tidak larut dalam air, sangat jarang larut dalam petroleum eter kecuali
colophony dan damar. Larut atau sedikit larut dalam alkohol, eter, aseton,
kloroform, karbon disulfida, larutan kloralhidrat dan minyak atsiri.
3. Komposisi Kimia
Resin merupakan campuran kompleks dari berbagai konstituen kimia seperti asam,
ester, dnglikosida. Hampir sebagian besarresin tidak mengandung unsur nitrogen
(N). Dalam penyimpanan yang cukup lama, resin dapat mengalami perubahan warna
menjadi lebih gelap dan perubahan kelarutan. Perubahan ini disebabkan karena tanin
mudah terokidasi.
Penggolongan Resin
Berdasarkan komposisi kimia yang utama, resin dibedakan menjadi :
1. Resin asam, konstituen utama adalah asam.
Misalnya : Colophony, Burgundy Pitch, Sandarac, dan Guaiacum.
2. Resin ester, konstituen utama adalah ester.
Misalnya : Benzoin dan Dragons Blood.
3. Resin campuran, tidak ada kontituen kimia yang dominan.
Misalnya : Mastich dan Shellac.
22

Tanin secara alami diproduksi dalam saluran sekresi. Salurn sekresi tersebut sudah
terdapat secara alami pada tumbuhan, atau juga bisa karena tumbuhan tersebut dilukai.

23

No

Nama

Resin

Colophony

Penghasil

Pinus

Kandungan Kimia

Kegunaan

palustris 84% abietic acid dengan Stimulan

Miller, Pinus toeda isomer , dan


Linn.,

dan

diuretik

Pinus

echinata
Pinus

Miller,
cubensis

Grisebach dan Pinus


cariboea Mor.
2

Bordeaux

Pinus

maritima Pimarinic, pimaric, dan

Turpentine

Poiret

pimarolic acid

Venice

Larix europoea DC

dan -larinolic acid

Tetraclinis articulata

85%

Turpentine
4

Sandarac

pimaric

acid

dan Untuk

sebagian kecil minyak atsiri

cat

terutama untuk
kayu-kayu
dengan

warna

terang
5

Guaiacum

Guaiacum officinale 70% dan -guaiaconic Stimulan lokal

Resin

Linn. dan Guaiacum

acid,

sanctum Linn.

acid, vanillin dan guaiac- produk-produk

11-25%

guaiaretic misalnya pada

saponin

lozenges, pada
pengobatan
gout kronis dan
reumatik

Benzoin

No

Nama Resin

Mastich

Styrax

benzoin, Asam sinamat, asam benzoat Karminativum,

Styrax

dan

paralleloneurus

(benzoresinol)

Penghasil
Pistasia

bentuk

Kandungan Kimia

Tacchardia

lacca R.Blanchard

dan
cetyl

20% -masticoresene, dan alcohol

dalam

24

Insekta

Kegunaan

acid, 30% -masticoresene, dengan


2% minyak atsiri

Shellac

dan antiseptik

lentiscus 38% dan -masticonic Stimulant

Linn.

alkoholnya ekspektoran

penyalutan
tablet enterik
Penyalut
tablet/pil enterik
setelah

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Mengenal Penggolongan Obat. Diakses tanggal 6 Maret 2010.


Anonim. 2010. Obat Tradisional dan Fitofarmaka (http://tukangobatbersahaja.
wordpress.com/2009/07/04obat-herbal-dan-fitofarmaka/). Diakses tanggal 6 Maret 2010.
Swastini, Dewa Ayu.dkk. 2007. Buku Ajar Mata Kuliah Farmakognosi. Bukit Jimbaran : Jurusan
Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana.

25

Anda mungkin juga menyukai