Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pemeliharaan personal hygiene sangat menentukan status kesehatan,
dimana individu secara sadar dan atas inisiatif pribadi menjaga kesehatan dan
mencegah terjadinya penyakit. Upaya kebersihan diri ini mencakup tentang
kebersihan rambut, mata, telinga, gigi, mulut, kulit, kuku, serta kebersihan dalam
berpakaian (Notoatmodjo,2003).
Salah satu upaya personal hygiene adalah merawat kebersihan kulit karena
kulit berfungsi untuk melindungi permukaan tubuh, memelihara suhu tubuh dan
mengeluarkan kotoran-kotoran tertentu. Mengingat kulit penting sebagai
pelindung organ-organ tubuh, maka kulit perlu dijaga kesehatannya. Penyakit
kulit dapat disebabkan oleh jamur, virus, kuman, parasit. Salah satu penyakit kulit
yang disebabkan oleh parasit adalah Skabies ( Djuanda, 2000).
Skabies merupakan infeksi parasit pada kulit yang disebabkan oleh
Sarcoptes scabei var hominis (Chin, 2006). Insiden skabies di negara berkembang
menunjukkan siklus fluktuasi (Harahap, 2000). Distribusi, prevalensi,dan insiden
penyakit infeksi parasit pada kulit ini tergantung dari area dan populasi yang
diteliti. Penelitian di suatu kota miskin di Bangladesh menunjukkan bahwa semua
anak usia kecil dari 6 tahun menderita skabies, serta di pengungsian Sierra Leone
ditemukan 86% anak pada usia 5-9 tahun terinfeksi Sarcoptes scabei (WHO,
2009). Indonesia mempunyai prevalensi skabies yang cukup tinggi dan cenderung
tinggi pada anak-anak sampai dewasa (Asra, 2010). Pada tahun 2010, penyakit
kulit infeksi termasuk 10 penyakit terbanyak di Sumatera Barat dengan kejadian

106.568 kasus (Depkes Sumbar, 2010). Penyakit kulit infeksi di Kota Padang
merupakan penyakit kedua terbanyak, yaitu 24.058 kasus baru dan 13.148 kasus
lama. Kasus skabies di kota Padang banyak ditemukan di daerah Air Dingin
dengan jumlah 1.781 kasus pada tahun 2010. Kejadian skabies pada umumnya
terjadi peningkatan setiap bulan. Pada bulan Oktober 2010 kasus skabies
berjumlah 142 kasus, 157 kasus pada bulan November 2010, dan mengalami
sedikit penurunan pada bulan Desember 2010, yaitu 129 kasus. (Dinas Kesehatan
Kota Padang, 2010).
Siswa pondok pesantren merupakan subjek penting dalam permasalahan
skabies. Karena dari data-data yang ada sebagian besar yang menderita skabies
adalah siswa pondok pesantren. Penyebabnya adalah tinggal bersama
dengan sekelompok orang di pondok pesantren memang beresiko
mudah tertular berbagai penyakit terutama penyakit kulit. Perilaku hidup
bersih

dan

sehat

terutama

kebersihan

perseorangan

umumnya

kurang

mendapatkan perhatian dari para santri. Tinggal bersama dengan sekelompok


orang seperti di pesantren memang berisiko mudah tertular berbagai penyakit
kulit, khusunya penyakit skabies. Penularan terjadi bila kebersihan pribadi dan
lingkungan tidak terjaga dengan baik. Masih ada pesantren yang tumbuh dalam
lingkungan yang kumuh, tempat mandi dan wc yang kotor, lingkungan yang
lembab, dan sanitasi yang buruk (Depkes, 2007). Ditambah lagi dengan perilaku
tidak sehat, seperti menggantung pakaian dalam kamar, tidak membolehkan santri
wanita menjemur pakaian dibawah terik matahari, dan saling bertukar benda
pribadi, seperti sisir dan handuk.

Berdasarkan survey awal pada tanggal 9 Februari 2012, peneliti


mendapatkan informasi dari Puskesmas Air Dingin bahwa beberapa santri Pondok
Pesantren Darul Ulum menderita skabies. Peneliti juga mendapat informasi dari
pengelola pondok pesantren bahwa sebelumnya tidak pernah dilakukan penelitian
kesehatan di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum dan hampir sebagian siswa
mengeluhkan adanya penyakit pada kulit dengan keluhan gatal-gatal. Pondok
Pendidikan Islam Darul Ulum terdiri dari 138 orang santri.
Berdasarkan

penjelasan

diatas,

maka

peneliti

ingin

mengetahui

Hubungan Tingkat Personal Hygiene Siswa Dengan Kejadian Skabies di Pondok


Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik Air Pacah, Kecamatan Koto Tangah,
Padang Tahun 2013.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini
adalah : Apakah ada hubungan personal hygiene siswa dengan kejadian skabies
di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum Tahun 2013?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan
personal hygiene siswa dengan kejadian skabies di Pondok Pendidikan
Islam Darul Ulum.
1.3.2. Tujuan khusus
1.3.2.1 Mengetahui kejadian skabies siswa
1.3.2.2 Mengetahui kebiasaan siswa dalam hal kebersihan diri

1.4 Manfaat
Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti
Dengan penelitian ini, peneliti dapat manambah wawasan, kemapuan
menerapkan ilmu yang dipelajari dan untuk memberikan informasi kepada
siswa pondok pesantren tentang kebiasaan yang baik dalam menjaga
kebersihan.
2. Bagi Siswa
Diharapkan siswa pondok pesantren dapat mengetahui betapa penting
menjaga kebersihan dalam mencegah penyakit menular, khususnya
skabies.
3. Bagi Pengelola
Sebagai masukan supaya terwujudnya perilaku hidup bersih dan sehat di
pondok pesantren khususnya dalam hal kebersihan serta supaya pihak
pengelola lebih memperhatikan perilaku kebersihan diri siswa sehingga
penularan dan pencegahan penyakit skabies dapat diminimalisir.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Personal Hygiene
2.1.1 Definisi

Kebersihan diri atau personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu
personal yang artinya perorangan dan hygiene yang berarti sehat. Kebersihan
perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto, 2011).
Personal hygiene merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk
mempertahankan kesehatan baik secara fisik maupun psikologis (Alimul, 2006).
2.1.2

Macam-macam Personal Hygiene

Kebersihan diri atau personal hygiene ini mencakup tentang kebersihan


rambut, mata, telinga, gigi, mulut, kulit, kuku, serta kebersihan dalam berpakaian
(Notoatmodjo, 2003).
2.1.2.1 Berdasarkan tempat (Perry & Potter, 2005)
1) Perawatan kulit
Kotoran dan tumpukan sel-sel kulit mati yang menyumbat di pori-pori
dapat menyebabkan kulit tampak kusam, apabila kotoran dan sel-sel
kulit mati tersebut tidak dibersihkan, maka akan bertambah tebal
sehingga menganggu penyerapan vitamin & nutrisi bagi kulit. Oleh
sebab itu menjaga kebersihan kulit merupakan hal yang paling utama.
Mandi atau merawat kulit merupakan bagian keperawatan hygiene
total. Mandi dapat membersihkan kotoran dan sel sel kulit mati yang
menempel di tubuh.
2) Perawatan rambut
Kebersihan rambut membantu lancarnya sirkulasi darah pada kulit
kepala. Rambut yang bersih membantu tumbuh dan berkembang
secara normal.
3) Perawatan telinga
Perawatan telinga merupakan suatu tidakan yang dilakukan untuk
menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada bagian disekitar

telinga. Adapun karakter kotoran pada telinga ada 2 yaitu kotoran yang
bertekstur lembek dan kotoran bertekstur keras. Pada kotoran yang
bertekstur keras lebih beresiko dari pada yang lembek.
4) Perawatan mulut
Suatu tindakan membersihkan bagian mulut seperti rongga mulut, gigi
dan lidah untuk mempertahankan agar mulut tetap bersih dan sehat.
Tujuannya yaitu supaya mulut dan gigi tetap bersih serta tidak bau,
membersihkan sisa makanan, mencegah infeksi pada mulut serta
memberikan perasaan segar.
5) Perawatan kuku kaki dan tangan
Perawatan kuku kaki dan kuku tangan sering kali memerlukan
perhatian khusus untuk mencegah infeksi dan bau.
6) Perawatan genetalia
Suatu tindakan membersihkan bagian genetalia. Hal ini dilakukan
untuk mencegah dari infeksi ataupun jamur yang menempel pada
bagian genetalia.
2.1.2.2 Berdasarkan Waktu (Alimul, 2006)
1) Perawatan dini hari
Merupakan perawatan diri yang dilakukan pada waktu bangun tidur
seperti mencuci muka, tangan, dan menjaga kebersihan mulut.
2) Perawatan pagi hari
Perawatan yang dilakukan setelah melakukan makan pagi dengan
melakukan perawatan diri seperti pemenuhan kebutuhan eliminasi
(buang air besar dan buang air kecil), mandi, mencuci rambut,
melakukan perawatan kulit, melakukan pijatan pada punggung,
membersihkan mulut, kuku, dan rambut.
3) Perawatan siang hari
Perawatan yang dilakukan setelah makan siang. Berbagai tindakan
perawatan diri yang dapat dilakukan antara lain mencuci muka dan

tangan, membersihkan mulut, merapikan tempat tidur, dan melakukan


pemeliharan kebersihan lingkungan kesehatan.
4) Perawatan menjelang tidur
Perawatan diri yang dilakukan pada saat menjelang tidur agar dapat
tidur atau istirahat dengan tenang. Berbagai kegiatan yang dapat
dilakukan, antara lain pemenuhan kebutuhan eliminasi, mencuci
tangan dan muka, dan membersihkan mulut (Alimul, 2006).

2.1.3

Faktor faktor Yang Mempengaruhi Personal Hygiene


2.1.3.1 Faktor Internal
a. Citra tubuh
Penampilan umum seseorang dapat menggambarkan pentingnya
hygiene pada orang tersebut. Citra tubuh merupakan konsep subjektif
seseorang tentang penampilan fisiknya (Perry dan Potter, 2002).
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan
diri misalnya karena ada perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli terhadap kebersihannya (Tarwoto dan Wartonah, 2011).
b. Pengetahuan
Pengetahuan tentang pentingnya hygiene dan implikasinya bagi
kesehatan mempengaruhi praktik hygiene, karena pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan kesehatan (Tarwoto dan Wartonah, 2011).
c. Kebiasaan seseorang
Setiap individu mempunyai pilihan kapan untuk mandi, bercukur dan
melakukan

perawatan

menggunakan

produk

rambut.
tertentu

Ada

kebiasaan

orang

dalam

perawatan

diri,

yang
seperti

penggunaan sabun, sampo dll (Tarwoto dan Wartonah, 2011).


d. Kondisi fisik
Pada keadaan sakit, tentu kemampuan untuk merawat diri berkurang
dan perlu bantuan untuk melakukannya (Perry dan Potter, 2005).

2.1.3.2 Faktor Eksternal


a. Variabel kebudayaan
Kepercayaan kebudayaan dan nilai pribadi mempengaruhi perawatan
hygiene. Orang dari latar kebudayaan yang berbeda mengikuti praktik
perawatan diri yang berbeda. Di sebagian masyarakat, apabila individu
sakit tertentu maka tidak boleh dimandikan.
b. Praktik sosial
Kelompok-kelompok sosial dapat mempengaruhi praktek hygiene
pribadi. Selama masa kanak-kanak, anak-anak mendapatkan praktik
hygiene dari orang tua mereka. Kebiasaan keluarga, jumlah orang
dirumah, dan ketersediaan air panas atau air mengalir merupakan
beberapa faktor yang mempengaruhi perawatan kebersihan (Perry dan
Potter, 2002). Pada anak-anak yang selalu dimanja dalam kebersihan
diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene
(Tarwoto dan Wartonah, 2011).
c. Status sosial ekonomi
Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat
praktik kebersihan yang digunakan (Perry dan Potter, 2002). Personal
hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, sampo, alat alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya (Tarwoto dan Wartonah, 2011).

2.1.4

Dampak Yang Sering Timbul Pada Masalah Personal Hygiene

(Tarwoto & Wartonah, 2011).


a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpelihara kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang

sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran


mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada
kuku.
b. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,
kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi sosial.
2.2 Skabies
2.2.1 Definisi
Skabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabei varian
hominis (Harahap, 2000). Menurut Djuanda 2007, Skabies adalah penyakit kulit
yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabei var
hominis dan produknya.
Skabies adalah penyakit kulit menular yang ditandai keluhan utama gatal
terutama di malam hari yang disebabkan oleh Sarcoptes scabei var hominis
(Airlangga, 2009). Skabies merupakan infeksi parasit pada kulit yang disebabkan
oleh kutu, penetrasi pada kulit terlihat jelas berbentuk papula, vesikula, atau
berupa saluran kecil berjejer berisi kutu atau telurnya (Chin, 2006).

2.2.2 Epidemiologi
Skabies merupakan penyakit endemi pada banyak masyarakat. Penyakit ini
dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Insidens antara pria dan
wanita sama. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan dewasa muda, tetapi
dapat mengenai semua umur. (Harahap, 2000).

Insiden skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi


(Harahap, 2000). Beberapa faktor yang dapat membantu penyebarannya adalah
kemiskinan, hygiene yang buruk, tidur dalam satu kasur, seksual promiskuitas,
demografi, kurangnya akses ke pelayanan kesehatan, ekologi, dan derajat
sensitisasi individual. (Djuanda, 2007 . WHO, 2009).
2.2.3 Etiologi
Skabies disebabkan oleh tungau kecil berkaki delapan, Sarcoptes scabei var
hominis, dan didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan orang yang
menderita (Graham, 2005). Selain kontak fisik penularannya juga dapat melalui
pakaian dalam, handuk, sprei, tempat tidur, dan perabot rumah (Harahap, 2000).
Sarcoptes scabei var hominis ini termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida,
ordo Ackarima, super famili Sarcoptes. Secara morfologi merupakan tungau kecil
berbentuk oval, punggungnya cembung, dan bagian perut rata. Tungau ini
translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya, yang betina
berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih
kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron (Djuanda, 2007).
2.2.4 Bentuk-bentuk skabies
Terkadang diagnosis skabies sukar ditegakkan karena lesi kulit bisa
bermacam-macam.
Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk khusus skabies
antara lain :
a. Skabies pada orang bersih

10

Skabies pada orang yang tingkat kebersihannya cukup bisa salah diagnosis.
Karena sangat sukar ditemukan terowongan. Tungau biasanya hilang akibat mandi
secara teratur (Harahap, 2000).
b. Skabies Nodula
Bentuk ini merupakan suatu bentuk hipersensitivitas terhadap tungau skabies.
Lesi berupa nodul yang gatal, merah cokelat, terdapat biasanya pada genitalis lakilaki, inguinal dan ketiak yang dapat menetap selama berbulan-bulan bahkan
hingga satu tahun walaupun mendapatkan pengobatan anti skabies (Harahap,
2000).
c. Skabies Incognito
Gejala dan tanda skabies dapat disamarkan oleh pemberian obat steroid
topikal atau sistemik, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan
dengan steroid topikal yang lama dapat menyebabkan lesi bertambah hebat
(Harahap, 2000).
d. Skabies Pada Bayi dan Anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh
kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder.
Pada bayi lesi terdapat di wajah (Harahap, 2000).
e. Skabies Norwegia
Skabies jenis ini sering disebut juga skabies berkrusta (crusted scabies) yang
memiliki karakteristik lesi berskuama tebal yang penuh dengan infestasi tungau.
Bentuk lesi jenis skabies ini ditandai dengan tangan, kaki, kepala, dan leher
penderita ditutupi oleh krusta yang tebal dan retak-retak. Jenis ini sangat menular,
tetapi rasa gatalnya sangat sedikit. Tungau dapat ditemukan dalam jumlah yang

11

besar. Jenis ini dapat ditemukan pada penderita retardasi mental, kelemahan fisis,
gangguan imunologik, dan psikosis (Djuanda, 2007). Skabies berkrusta sering
sukar diobati dengan obat-obatan topikal, dan biasanya memerlukan beberapa kali
pengolesan skabisida. Pengobatan hendaknya diberikan diseluruh tubuh, termasuk
kepala dan leher (Graham, 2003)
2.2.5 Patogenesis
Siklus hidup tungau ini setelah perkawinan yang terjadi di atas kulit, yang
jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam
terowongan yang dibuat betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari
sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai jumlah 40 atau 50.
Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan
menetas biasanya dalam waktu 3 sampai 5 hari, dan akan menjadi larva. Siklus
hidup kutu ini dari telur sampai dewasa membutuhkan 8-12 hari (Djuanda, 2007).
Rasa gatal yang ditimbulkan oleh sensitisasi tungau akan terasa oleh hospes
setelah 4-6 minggu (Graham,2003). Menurut james chin, 2000, rasa gatal timbul
setelah adanya masa inkubasi 2 sampai 6 minggu pada orang yang sebelumnya
belum pernah terpajan. Orang yang sebelumnya pernah menderita skabies gejala
akan muncul 1 sampai 4 hari setelah infeksi ulang.

2.2.6 Manifestasi Klinis


Terdapat lesi pada kulit dan dua tipe utama lesi kulit pada skabies adalah
terowongan dan ruam skabies. Terowongan kecil, sedikit meninggi, berwarna

12

putih keabu-abuan ( bila belum ada infeksi sekunder ), dan panjangnya kurang
lebih 10 mm (Airlangga, 2009). Terowongan terutama ditemukan pada tangan dan
kaki, bagian samping jari tangan dan jari kaki, sela-sela jari, pergelangan tangan,
dan punggung kaki. Pada bayi terowongan sering terdapat pada telapak tangan,
telapak kaki, dan bisa juga pada badan, leher, kepala. Terowongan pada badan
biasanya ditemukan pada usia lanjut. Terowongan bisa juga ditemukan pada
genitalia pria dan biasanya tertutupi oleh papula yang meradang. Papula yang
ditemukan pada skrotum dan penis adalah patognomonis untuk skabies.

Ruam

skabies berupa erupsi papula kecil yang meradang, yang terutama terdapat
terdapat di daerah aksila, umbilikus, dan paha. Ruam ini merupakan suatu reaksi
alergi tubuh terhadap tungau (Graham, 2003).
2.2.7 Diagnosis
Ada 4 tanda kardinal, yaitu :
1. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok. Misalnya dalam sebuah
anggota keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi.
Begitu pula dengan sebuah perkampungan yang padat penduduknya,
sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau
tersebut.
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi berwarna
putih keabu-abuan
4. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik.
Diagnosis dapta dibuat dengan menemukan 2 dari 4 gejala kardinal tersebut
(Djuanda, 2007)

13

Menurut Harahap (2000), selain 4 tanda kardinal diatas diagnosis skabies juga
dapat ditegakkan dengan tanda penyembuhan cepat setelah pemberian obat
antiskabies topikal yang efektif. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan
ditemukannya kutu dewasa, telur, larva dari dalam terowongan. Cara
mendapatkannya

dengan

membuka

terowongan

dan

mengambil

parasit

menggunakan pisau bedah atau jarum steril. Kutu betina akan tampak sebagai
bintik kecil gelap atau keabuan di bawah vesikula. Cara lain dengan meneteskan
minyak immersi pada lesi dan epidermis diatasnya dikerok secara perlahan-lahan.
Tangan dan pergelangan tangan merupakan tempat terbanyak ditemukan kutu.
2.2.8 Diagnosis Banding
Ada pendapat yang menyatakan penyakit skabies merupakan The great
imitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal.
Sebagai diagnosis bandingnya adalah Pyoderma, Pedikulosis korporis, Dermatitis,
Prurigo (Djuanda, 2007 . Airlangga, 2009)
2.2.9 Tatalaksana
Syarat pengobatan yang ideal ialah harus efektif terhadap semua stadium
tungau, harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik, tidak berbau atau kotor
serta tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya
murah. Cara pengobatannya ialah seluruh anggota keluarga harus diobati
(Djuanda, 2007).
Obat-obatan topikal harus dioleskan mulai dari leher sampai jari kaki, dan
pasien diingatkan untuk tidak membasuh tangannya sesudah melakukan
pengobatan. Pada bayi, orang lanjut usia, dan orang imunokompromasi,
terowongan tungau dapat terjadi di kepala dan leher sehingga pemakaian obat

14

perlu diperluas pada daerah tersebut. Setelah pengobatan, rasa gatal tidak hilang
segera, tetapi pelan-pelan akan terjadi perbaikan dalam waktu 2-3 minggu, saat
epidermis superfisial yang mengandung tungau terkelupas (Graham, 2003).
Jenis-jenis obat topikal yang dipakai untuk pengobatan skabies adalah
(Djuanda, 2007)
1. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk
salap atau krim. Kekurangannya adalah berbau dan mengotori pakaian dan
kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi kurang dari
2 tahun.
2. Emulsi benzil-benzoas dengan kadar 20-25%, efektif terhadap semua
stadium. Diberikan setiap malam selama tiga hari.
3. Gama benzena heksa klorida (Gammexane) kadarnya 1% dalam krim atau
losio. Termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium,
mudah digunakan, dan jarang memberikan iritasi. Obat ini tidak
dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksin
terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika
masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.
4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio. Mempunyai dua efek yaitu
antiskabies dan atigatal.
5. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim. Kurang toksik dibandingkan
dengan gammeksan, efektivitasnya sama dengan gameksan. Aplikasi
hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi
setelah seminggu.
2.2.10 Prognosis

15

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat


pengobatan dan dengan menghilangkan faktor predisposisi (antara lain hygiene),
maka penyakit ini dapat di berantas dan memberikan prognosis yang baik
(Djuanda, 2007)

BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka konseptual pada penelitian ini adalah :


Kebersihan Pakaian
Kebersihan Kulit
Variabel
independen
PERSONAL
HYGIENE

Kebersihan Tangan
dan Kuku
16

Variable
dependen
KEJADIAN
SKABIES

Kebersihan Genitalia
Kebersihan Handuk
Kebersihan Tempat
Tidur dan Sprei
3.2 Hipotesis
Hipotesis ada dua yaitu hipotesis nol dan hipotesis alternatif. Hipotesis nol
adalah hipotesis negatif yang menyangkal jawaban sementara yang dirancang oleh
peneliti yang harus diuji kebenarannya. Hipotesis alternatif adalah pernyataan
adanya hubungan antara dua variabel yaitu variabel dependen dan variabel
independen.
Ha

: Ada hubungan personal hygiene siswa dengan kejadian skabies di


Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik Air Pacah,
Kecamatan Koto Tangah, Padang Tahun 2013.

Ho

: Tidak ada hubungan personal hygiene siswa dengan kejadian


skabies di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik Air
Pacah, Kecamatan Koto Tangah, Padang Tahun 2013.

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis dan desain penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian analitik observasional
dengan

pendekatan

cross

sectional

karena

variabel

dependen

dan

independennya diukur pada waktu bersamaan, maksudnya variabel hanya diukur

17

dan diobservasi satu kali saja. Variabel dependennya adalah kejadian skabies dan
variabel independennya adalah personal hygiene.
4.2 Populasi dan sampel penelitian
4.2.1 Populasi
Populasi yang dimaksud pada penelitian ini adalah semua
santri di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik Air Pacah,
Kecamatan Koto Tangah, Padang.
4.2.2 Sampel
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan
sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi.

Agar sampel yang diambil tidak menyimpang dari


karakteristik yang diinginkan dalam penelitian ini, maka perlu
ditentukan terlebih dahulu kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun
kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah:
a) Kriteria inklusi
1) Santri yang

bersedia

menjadi

subjek

penelitian
b) Kriteria ekslusi
1) Santri yang tidak hadir ketika penelitian
berlangsung
4.3 Variabel penelitian dan definisi operasional variabel
Variabel dependen dari penelitian ini adalah kejadian skabies sedangkan
variabel independennya adalah personal hygiene.
Definisi operasional variabel diperlukan dalam suatu penelitian bertujuan
untuk membatasi ruang lingup variabel yang diteliti. Oleh karena itu, definisi
18

operasional variabel perlu dijelaskan mengenai definisi operasional, alat ukur,


skala ukur, dan hasil ukur dari variabel.
Variabel dependen: skabies
Definisi operasional
Skabies

adalah

Alat Ukur

ada

atau Observasi dan

tidaknya

gejala

skabies

dengan

tanda

kecil,

sedikit

terowongan
meninggi,

penyakit wawancara

berwarna

keabu-abuan

Skala Ukur Hasil Ukur


Skala

Skabies

nominal

atau tidak
skabies

putih

terutama

ditemukan pada tangan dan


kaki, bagian samping jari
tangan dan jari kaki, sela-sela
jari, pergelangan tangan, dan
punggung kaki serta adanya
ruam skabies berupa erupsi
papula kecil yang meradang,
serta

pernah

mendapatkan

obat skabies.
Variabel independen : personal hygiene
Definisi operasional

Alat Ukur

Personal Hygiene adalah Kuisioner

Skala Ukur

Hasil Ukur

Skala ordinal

Personal

kebiasaan perorangan yang

hygiene baik

meliputi

atau buruk

kebersihan

19

pakaian, kebersihan kulit,


kebersihan

tangan

dan

kuku, kebersihan genitalia,


kebersihan handuk, tempat
tidur, dan sprei.
4.4 Bahan dan instrument penelitian
Instrumen pengumpulan data yang digunakan berupa kuesioner
untuk menilai tingkat personal hygiene dan observasi dan wawancara
untuk menilai skabies. Kuisioner digunakan dengan pertanyaan terstruktur
untuk mengetahui tingkat personal higinie berhubungan dengan kejadian
skabies pada siswa Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik Air Pacah,
Kecamatan Koto Tangah, Padang tahun 2013. Kuesioner diuji dengan uji validitas
dan uji reliabilitas. Kuisioner mengambil rujukan dari penelitian Frenki
tahun 2011.
4.5 Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik Air
Pacah, Padang. Alasan pemilihan tempat ini adalah adanya santri yang menderita
skabies dan belum ada yang melakukan penelitian tentang masalah tersebut di
tempat ini. Sedangkan waktu penelitian akan dilaksanakan bulan November 2011Maret 2013.
4.6 Prosedur dan pengumpulan data
Pengumpulan data adalah suatu usaha untuk memperoleh data dengan metode
yang ditentukan oleh peneliti.
Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:

20

a. Meminta surat izin dari instansi dan mengajukan izin penelitian kepada
pimpinan Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik Air Pacah, Kecamatan
Koto Tangah, Padang.
b. Setelah peneliti mendapatkan izin Pimpinan maka peneliti mencari calon
responden yang sesuai dengan kriteria inklusi.
c. Sebelum peneliti melakukan penelitian terhadap responden, peneliti
memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian.
d. Memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden dan jika responden
menyetujui diminta untuk menandatangani lembar persetujuan.
e. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan memberikan kuisioner
kepada responden untuk diisi dan memberikan penjelasan cara mengisi kuisioner.
f. Peneliti melakukan wawancara serta observasi setelah responden selesai
mengisi kuisioner.
g. Peneliti mengecek kembali kelengkapan kuisioner dan melengkapi kekurangan
dengan memberikan penjelasan.
4.7 Pengolahan data
4.7.1. Penyusunan Data
Untuk memudahkan penilaian dan pengecekan apakah semua data yang
diperlukan dalam menguji hipotesis dan untuk mencapai tujuan penelitian
itu sudah lengkap.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam metode pengolahan data,
diantaranya adalah :
4.7.1.1. Editing

21

Merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isi kuesioner jika


ada hal-hal yang salah atau perlu perbaikan. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam mengedit data, yaitu :
a) Apakah data sudah lengkap dan sempurna, maksudnya semua
pertanyaan sudah terisi
b) Apakah jawaban sudah cukup jelas untuk dibaca
c) Apakah jawaban relevan dengan pertanyaannya
d) Apakah jawaban-jawaban pertanyaan konsisten

dengan

pertanyaan yang lainnya


4.7.1.2. Coding
Merupakan kegiatan mengubah semua data berbentuk kalimat atau huruf
menjadi data yang berbentuk angka atau bilangan.
4.7.1.3. Entry
Merupakan kegiatan memasukkan data, berupa jawaban dari responden
berbentuk kode. Dalam penelitian ini proses entry menggunakan bantuan
perangkat lunak komputer.
4.7.1.4. Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang telah masuk, bertujuan
untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode ataupun
ketidaklengkapan data, kemudian dilakukan perbaikan kembali.
4.7.2 Analisis Data
4.7.2.1. Analisis univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian. Pada penelitian ini menghasilkan distribusi dan persentase dari
tiap variabel.

22

Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari


masing-masing variabel dependen (Kejadian Skabies) dan variabel
independen (Personal Hygiene) dengan menggunakan rata-rata (mean).
Adapun rumus yang digunakan adalah:
= f x
n
Keterangan :
: mean (rata-rata)
fx

: nilai x ke 1 sampai ke n

: jumlah sampel

Dengan rumus diatas didapatkan:


-

Jumlah skor responden , maka personal hygiene baik

Jumlah skor responden < , maka personal hygiene buruk

4.7.2.2. Analisis bivariat


Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan dari masingmasing variabel independen (Personal Hygiene) pada santri Pondok
Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik Air Pacah, Kecamatan Koto Tangah
Padang dengan variabel dependen (Kejadian Skabies). Dalam penelitian
ini akan digunakan uji chi square dengan menggunakan aplikasi SPSS.
Hasil ini akan mendapatkan hubungan bermakna jika nilai P < 0,05.

23

BAB V
HASIL PENELITIAN

Pengumpulan data dilakukan selama 3 hari, yaitu 21-23 Januari 2013. Alur
pengumpulan data dimulai dengan pengisian surat persetujuan menjadi responden
dan melakukan wawancara serta membagikan kuisioner kepada responden.
Alasan dipilihnya santri Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum adalah
setelah dilakukan survey awal pada tanggal 9 Februari 2012 di puskesmas air
dingin dan Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum bahwa beberapa santri Pondok
Pendidikan Islam Darul Ulum menderita skabies.
5.1 Gambaran Umum Pondok Pendidikan Darul Ulum
Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum terletak di Palarik Air Pacah,
Kecamatan Koto Tangah, Padang. Jumlah santriwan dan santriwati
sebanyak 138 orang. Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum berdiri dengan

24

bangunan permanen dan beberapa bangunan semipermanen untuk asrama


pria. Kamar berukuran 3x3,5 m dan dihuni oleh 4-5 orang santri setiap
kamar.
5.2 Karakteristik responden
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh informasi tentang
karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, umur, dan kelas
sebagai berikut:
5.2.1

Jenis Kelamin Responden

Pada

penelitian

ini

distribusi

frekuensi

responden

berdasarkan

karakteristik jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.1


Tabel 5.1 Distribusi frekuensi jenis kelamin santri Pondok
Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik, Air Pacah
No
1
2

Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah

Frekuensi
76
62
138

%
55,1
44,9
100

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui sebagian besar santri di Pondok


Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik, Air Pacah berjenis kelamin lakilaki yaitu sebanyak 76 orang (55,1%).
5.2.2

Umur Responden
Pada penelitian ini distribusi frekuensi responden berdasarkan
karakteristik umur dapat dilihat pada tabel 5.2
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi umur santri Pondok Pendidikan
Islam Darul Ulum Palarik, Air Pacah
No
1.
2.
3.

Umur
10
12
13

Frekuensi
1
11
37

25

%
0,7
8
26,8

4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

14
15
16
17
18
19
20
Jumlah

25
19
28
7
5
3
2
138

18,1
13,8
20,3
5,1
3,6
2,2
1,4
100

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui santri Pondok Pendidikan Islam


Darul Ulum Palarik, Air Pacah, paling banyak berumur 13 tahun yaitu
sebanyak 37 orang (26,8%).

5.2.3

Pendidikan Responden
Pada penelitian ini distribusi frekuensi responden berdasarkan
karakteristik pendidikan dapat dilihat pada tabel 5.3
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi pendidikan santri Pondok
Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik, Air Pacah
No
1.
2.

Pendidikan
Wustha
MAS
Jumlah

Frekuensi
110
28
138

%
79,7
20,3
100

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui santri Pondok Pendidikan Islam


Darul Ulum Palarik, Air Pacah, paling banyak sedang menempuh
pendidikan Wustha yaitu sebanyak 110 orang (79,7%).
5.3 Hasil Analisis Univariat
5.3.1

Variabel Dependen
-

Kejadian skabies

26

Pada penelitian ini distribusi frekuensi responden berdasarkan kejadian


skabies yang diderita responden dapat dilihat pada tabel 5.4
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi kejadian skabies santri Pondok
Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik, Air Pacah
No
1
2

Kejadian Skabies
Skabies
Tidak skabies
Jumlah

Frekuensi
34
104
138

%
24,6
75,4
100

Berdasarkan tabel 5.4 diatas diketahui santri Pondok Pendidikan Islam


Darul Ulum Palarik, Air Pacah, menderita penyakit skabies yaitu
sebanyak 34 orang (24,6%).

5.3.2

Variabel independen
5.3.2.1 Kebersihan Pakaian
Pada penelitian ini frekuensi tingkat kebersihan pakaian responden
dapat dilihat pada tabel 5.5
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi tingkat kebersihan pakaian santri
Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik,
Air Pacah
No
1
2

Kebersihan pakaian
Hygiene baik
Tidak Hygiene
Jumlah

Frekuensi
104
34
138

%
75,4
24,6
100

Berdasarkan tabel 5.5 diatas diketahui sebagian besar santri


Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik, Air Pacah, mempunyai
tingkat kebersihan pakaian baik yaitu sebanyak 104 orang (75,4%).
5.3.2.2 Kebersihan Kulit

27

Pada penelitian ini frekuensi tingkat kebersihan kulit responden


dapat dilihat pada tabel 5.6
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi tingkat kebersihan kulit santri
Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik,
Air Pacah
No
1
2

Kebersihan Kulit
Hygiene baik
Tidak Hygiene
Jumlah

Frekuensi
42
96
138

%
30,4
69,6
100

Berdasarkan tabel 5.6 diatas diketahui sebagian besar santri


Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik, Air Pacah, mempunyai
tingkat kebersihan kulit tidak baik yaitu sebanyak 96 orang (69,6%).

5.3.2.3 Kebersihan Tangan dan Kuku


Pada penelitian ini frekuensi tingkat kebersihan tangan dan kuku
responden dapat dilihat pada tabel 5.7
Tabel 5.7 Distribusi frekuensi tingkat kebersihan tangan dan
kuku santri Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum
Palarik, Air Pacah
No
1
2

Kebersihan Tangan
dan Kuku
Hygiene baik
Tidak Hygiene
Jumlah

Frekuensi

66
72
138

47,8
52,2
100

Berdasarkan tabel 5.7 diatas diketahui sebagian besar santri


Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik, Air Pacah, mempunyai
tingkat kebersihan tangan dan kuku tidak baik yaitu sebanyak 72
orang (52,2%).

28

5.3.2.4 Kebersihan Genitalia


Pada penelitian ini frekuensi tingkat kebersihan genitalia
responden dapat dilihat pada tabel 5.8
Tabel 5.8 Distribusi frekuensi tingkat kebersihan genitalia santri
Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik,
Air Pacah
No
1
2

Kebersihan Genitalia
Hygiene baik
Tidak Hygiene
Jumlah

Frekuensi
106
32
138

%
76,8
23,2
100

Berdasarkan tabel 5.8 diatas diketahui sebagian besar santri


Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik, Air Pacah, mempunyai
tingkat kebersihan genitalia baik yaitu sebanyak 106 orang (76,8%).

5.3.2.5

Kebersihan Handuk
Pada penelitian ini frekuensi tingkat kebersihan handuk responden
dapat dilihat pada tabel 5.9
Tabel 5.9 Distribusi frekuensi tingkat kebersihan handuk santri
Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik,
Air Pacah
No
1
2

Kebersihan Handuk
Hygiene baik
Tidak Hygiene
Jumlah

Frekuensi
76
62
138

%
55,1
44,9
100

Berdasarkan tabel 5.9 diatas diketahui sebagian besar santri


Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik, Air Pacah, mempunyai
tingkat kebersihan handuk baik yaitu sebanyak 76 orang (55,1%).
5.3.2.6 Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei

29

Pada penelitian ini frekuensi tingkat kebersihan tempat tidur dan


sprei responden dapat dilihat pada tabel 5.10
Tabel 5.10 Distribusi frekuensi tingkat kebersihan tempat tidur
dan sprei santri Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum
Palarik, Air Pacah
No
1
2

Kebersihan Tempat
Tidur dan Sprei
Hygiene baik
Tidak Hygiene
Jumlah

Frekuensi

83
55
138

60,1
39,9
100

Berdasarkan tabel 5.10 diatas diketahui sebagian besar santri


Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik, Air Pacah, mempunyai
tingkat kebersihan tempat tidur dan sprei baik yaitu sebanyak 83 orang
(60,1%).

5.3.2.7 Personal Hygiene


Pada penelitian ini distribusi frekuensi responden berdasarkan
tingkat personal hygiene responden dapat dilihat pada tabel 5.11
Tabel 5.11 Distribusi frekuensi personal hygiene santri Pondok
Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik, Air Pacah
No
1
2

Personal Hygiene
Hygiene baik
Tidak Hygiene
Jumlah

Frekuensi
70
68
138

%
50,7
49,3
100

Berdasarkan tabel 5.11 diatas diketahui sebagian besar santri


Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik, Air Pacah, mempunyai
tingkat personal hygiene baik yaitu sebanyak 70 orang (50,7%).
5.4
5.4.1

Analisis Bivariat
Hubungan kebersihan pakaian dengan kejadian skabies

30

Pada penelitian dapat dilihat hubungan personal hygiene dengan


kejadian skabies pada tabel 5.12
Tabel 5.12 Hubungan kebersihan pakaian dengan kejadian
skabies santri Pondok Pendidikan Islam Darul
Ulum Palarik, Air Pacah
Kejadian Skabies
Skabies
Kebersiha
n
pakaian

Tidak
Hygiene

12 (35,3%)

Tidak
skabies
22 (64,7%)

Hygiene baik 22 (21,2%) 82 (78,8%)


Jumlah
34 (24,6%) 104(75,4%)

Total

P
Value

34(100%)
104(100%)0,97
138(100%)

Berdasarkan tabel 5.12 diketahui hasil analisis hubungan antara


kebersihan pakaian dengan kejadian skabies, didapatkan sebanyak 12
orang menderita skabies dengan kebersihan pakaian yang tidak baik.
Sedangkan 22 orang menderita skabies dengan kebersihan pakaian
yang baik.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p>0,05 yaitu 0,97, maka
disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna dari kejadian skabies
dengan kebersihan pakaian.
5.4.2

Hubungan kebersihan kulit dengan kejadian skabies


Pada penelitian dapat dilihat hubungan kebersihan kulit dengan
kejadian skabies pada tabel 5.13
Tabel 5.13 Hubungan kebersihan kulit dengan kejadian
skabies santri Pondok Pendidikan Islam Darul
Ulum Palarik, Air Pacah
Kejadian Skabies
Skabies

31

Tidak

Total

P
Value

Kebersiha
n kulit

Tidak
Hygiene
Hygiene
baik
Jumlah

30 (31,3%)

skabies
66 (68,8%)

96(100%)

4 (9,5%)

38 (90,5%)

42(100%)0,06

34 (24,6%) 104(75,4%)

138(100%)

Berdasarkan tabel 5.13 diketahui hasil analisis hubungan antara


kebersihan kulit dengan kejadian skabies, didapatkan sebanyak 30
orang menderita skabies dengan kebersihan kulit yang tidak baik.
Sedangkan 4 orang menderita skabies dengan kebersihan kulit yang
baik.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p>0,05 yaitu 0,06 maka
disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna dari kejadian skabies
dengan kebersihan kulit.

5.4.3

Hubungan kebersihan tangan dan kuku dengan kejadian skabies


Pada penelitian dapat dilihat hubungan kebersihan tangan dan kuku
dengan kejadian skabies pada tabel 5.14
Tabel 5.14 Hubungan kebersihan tangan dan kuku dengan
kejadian skabies santri Pondok Pendidikan Islam
Darul Ulum Palarik, Air Pacah
Kejadian Skabies
Skabies
Kebersiha
n tangan
dan kuku

Tidak
Hygiene

27 (37,5%)

Tidak
skabies
45 (62,5%)

Hygiene
baik
Jumlah

7 (10,6%)

59 (89,4%)

34 (24,6%) 104(75,4%)

32

Total

P
Value

72 (100%)
66 (100%)0,00
138(100%)

Berdasarkan tabel 5.14 diketahui hasil analisis hubungan antara


kebersihan tangan dan kuku dengan kejadian skabies, didapatkan
sebanyak 27 orang menderita skabies dengan kebersihan tangan dan
kuku yang tidak baik. Sedangkan 7 orang menderita skabies dengan
kebersihan tangan dan kuku yang baik.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p<0,05 yaitu 0,00 maka
disimpulkan ada hubungan yang bermakna dari kejadian skabies
dengan kebersihan tangan dan kuku.
5.4.4

Hubungan kebersihan genitalia dengan kejadian skabies


Pada penelitian dapat dilihat hubungan kebersihan genitalia dengan
kejadian skabies pada tabel 5.15

Tabel 5.15 Hubungan kebersihan genitalia dengan kejadian


skabies santri Pondok Pendidikan Islam Darul
Ulum Palarik, Air Pacah
Kejadian Skabies
Skabies
kebersihan
genitalia

Tidak
Hygiene
Hygiene
baik
Jumlah

Total

P
Value

13 (40,6%)

Tidak
skabies
19 (59,4%)

32 (100%)

21 (19,8%)

85 (80,2%)

106(100%)0,17

34 (24,6%) 104(75,4%)

138(100%)

Berdasarkan tabel 5.15 diketahui hasil analisis hubungan antara


kebersihan genitalia dengan kejadian skabies, didapatkan sebanyak 13
orang menderita skabies dengan kebersihan genitalia yang tidak baik.

33

Sedangkan 21 orang menderita skabies dengan kebersihan genitalia


yang baik.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p>0,05 yaitu 0,17, maka
disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna dari kejadian skabies
dengan kebersihan genitalia.
5.4.5

Hubungan kebersihan handuk dengan kejadian skabies


Pada penelitian dapat dilihat hubungan kebersihan handuk dengan
kejadian skabies pada tabel 5.16

Tabel 5.16 Hubungan kebersihan handuk dengan kejadian


skabies santri Pondok Pendidikan Islam Darul
Ulum Palarik, Air Pacah
Kejadian Skabies
Skabies
kebersihan
handuk

Tidak
Hygiene
Hygiene
baik
Jumlah

18 (29%)

Tidak
skabies
44 (71%)

16 (21,1%)

60 (78,9%)

34 (24,6%) 104(75,4%)

Total

P
Value

62 (100%)
76 (100%)0,279
138(100%)

Berdasarkan tabel 5.16 diketahui hasil analisis hubungan antara


kebersihan handuk dengan kejadian skabies, didapatkan sebanyak 18
orang menderita skabies dengan kebersihan handuk yang tidak baik.

34

Sedangkan 16 orang menderita skabies dengan kebersihan handuk


yang baik.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p>0,05 yaitu 0,279, maka
disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna dari kejadian skabies
dengan kebersihan handuk.
5.4.6

Hubungan kebersihan tempat tidur dan sprei dengan kejadian


skabies
Pada penelitian dapat dilihat hubungan kebersihan tempat tidur dan

sprei dengan kejadian skabies pada tabel 5.17

Tabel 5.17 Hubungan kebersihan tempat tidur dan sprei


dengan kejadian skabies santri Pondok Pendidikan
Islam Darul Ulum Palarik, Air Pacah
Kejadian Skabies
Skabies
kebersihan
tempat
tidur dan
sprei

Tidak
Hygiene

20 (36,4%)

Tidak
skabies
35 (63,6%)

Hygiene
baik
Jumlah

14 (16,9%)

69 (83,1%)

34 (24,6%) 104(75,4%)

Total

P
Value

55 (100%)

83 (100%)0,09
138(100%)

Berdasarkan tabel 5.17 diketahui hasil analisis hubungan antara


kebersihan tempat tidur dan sprei dengan kejadian skabies, didapatkan

35

sebanyak 20 orang menderita skabies dengan kebersihan tempat tidur


dan sprei yang tidak baik. Sedangkan 14 orang menderita skabies
dengan kebersihan tempat tidur dan sprei yang baik.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p>0,05 yaitu 0,09, maka
disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna dari kejadian skabies
dengan kebersihan tempat tidur dan sprei.
5.4.7

Hubungan personal hygiene dengan kejadian skabies


Pada penelitian dapat dilihat hubungan personal hygiene dengan
kejadian skabies pada tabel 5.18

Tabel 5.18 Hubungan personal hygiene dengan kejadian


skabies santri Pondok Pendidikan Islam Darul
Ulum Palarik, Air Pacah
Kejadian Skabies
Skabies
Personal
hygiene

Tidak
Hygiene
Hygiene baik
Jumlah

Total

Tidak
skabies
38 (55,9%)

68(100%)

4 (5,7%)
66 (94,3%)
34 (24,6%) 104(75,4%)

70(100%)
138(100%)

30 (44,1%)

P
Value

0,000

Berdasarkan tabel 5.18 diketahui hasil analisis hubungan antara


personal hygiene dengan kejadian skabies, didapatkan sebanyak 30
orang menderita skabies dengan personal hygiene yang tidak baik.

36

Sedangkan 4 orang menderita skabies dengan personal hygiene yang


baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p<0,05 yaitu 0,000. Dapat
disimpulkan ada hubungan yang bermakna dari kejadian skabies yang
memiliki kriteria personal hygiene baik dan tidak baik.

BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Responden
6.1.1

Jenis Kelamin Responden


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa

sebagian besar santri yang menderita skabies adalah berjenis kelamin lakilaki. Hasil ini senada dengan penelitian Andayani (2005) bahwa insiden
skabies laki-laki lebih banyak dari perempuan. Muin (2009), perempuan
akan lebih kecil risiko terpapar penyakit skabies karena perempuan lebih
cenderung merawat diri dan menjaga penampilan sedangkan laki-laki

37

cenderung tidak memperhatikan penampilan diri dan akan berpengaruh


terhadap perawatan kebersihan diri.
Dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapatkan sesuai dengan
penelitian sebelumnya. Responden yang laki-laki akan lebih beresiko
terserang skabies. Dengan perawatan diri yang bagus maka resiko
terpaparnya skabies akan berkurang.
6.1.2

Umur Responden
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa

responden berada pada kelompok umur antara 10-20 tahun. Dari kelompok
umur tersebut, responden yang mengalami skabies dengan prevalensi
terbanyak adalah berumur 13 tahun. Hal ini sesuai dengan Frenki (2011),
insiden skabies adalah responden yang berumur 12-13 tahun. Noor
(2008), beberapa penyakit menular tertentu menunjukkan bahwa umur
muda mempunyai resiko yang tinggi.
Dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapatkan sesuai dengan
teori dan penelitian sebelumnya. Responden yang berumur muda lebih
beresiko terserang skabies. Tingkat kerentanan dan pengalaman terhadap
penyakit tersebut biasanya sudah dialami oleh mereka yang berumur tinggi
(Noor, 2008)
6.1.3

Pendidikan responden
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa

santri yang mengalami skabies sebagian besar berpendidikan kelas 1


Wustha. Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2003) bahwa tingkat

38

pendidikan seseorang dapat meningkatkan pengetahuan itu termasuk


pengetahuan tentang kesehatan.
Dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapatkan sesuai dengan
teori sebelumnya. Responden dengan tingkat pendidikan lebih rendah
lebih beresiko tertular penyakit skabies. Semakin tinggi pendidikan
seseorang semakin banyak mendapatkan pelajaran bagaimana cara
pencegahan penyakit yang menular.
6.2

Hubungan personal hygiene dengan kejadian skabies


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan ada
hubungan antara personal hygiene dengan kejadian skabies. Hasil
penelitian ini senada dengan penelitian Wijayanti (2008), hygiene
perorangan merupakan faktor risiko terjadinya penyakit skabies. Hygiene
perseorangan merupakan salah satu usaha yang dapat mencegah kejadian
skabies (Djuanda,2007 Harahap,2000).
Dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian sesuai dengan teori dan
penelitian sebelumnya. Dari 34 orang yang menderita skabies didapatkan
30 orang dengan personal hygiene yang tidak baik. Personal hygiene
yang tidak baik merupakan salah satu faktor yang bisa meningkatkan
kejadian skabies.

6.3

Hubungan kebersihan pakaian dengan kejadian skabies


Menurut hasil penelitian Frenki (2011) bahwa ada hubungan yang
signifikan antara kebersihan pakaian dengan kejadian skabies. Kejadian
skabies dipengaruhi oleh kebersihan pakaian yang buruk. Perilaku yang
dapat mencetuskan skabies adalah memakai baju bergantian dengan teman

39

yang menderita skabies (Marufi, 2005). Menurut Wijayanti (2008) bahwa


kejadian skabies ini juga lebih berisiko pada orang yang tidak menyetrika
baju dan bergantian baju dengan teman atau anggota keluarga lain.
Responden dengan kebersihan pakaian yang baik akan kurang berisiko
tertular skabies. Dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapatkan tidak
sesuai dengan penelitian sebelumnya. Pemeliharaan kebersihan pakaian
merupakan salah satu upaya untuk menurunkan penyakit skabies. Banyak
faktor risiko lain yang membantu meningkatkan kejadian skabies, antara
lain faktor kebersihan tangan dan kuku sangat berpengaruh pada penelitian
ini.
6.4

Hubungan kebersihan kulit dengan kejadian skabies


Menurut Marufi (2005) bahwa mandi secara teratur dapat
mengurangi kejadian skabies. Kebersihan diri termasuk kebersihan kulit
sangat penting dalam usaha pemeliharaan kesehatan seperti mandi 2 kali
sehari menggunakan sabun agar terhindar dari penyakit menular (Tarwoto
dan Wartonah, 2011). Menurut penelitian frenki (2011) bahwa ada
hubungan yang signifikan antara kebersihan kulit dengan kejadian skabies
karena dengan mandi 2x sehari dan tidak memakai sabun teman adalah
salah satu upaya dalam menurunkan kejadian skabies. Dapat disimpulkan
hasil penelian tidak sesuai dengan teori dan penelitian sebelumnya.
Didapatkan dari hasil penelitian bahwa tidak ada hubungan antara
kebersihan kulit dengan kejadian skabies. Namun hasil penelitian sesuai
dengan penelitian Muslih (2012) bahwa tidak adanya hubungan yang
bermakna antara kebiasaan mandi dan bertukar sabun dengan teman

40

dengan kejadian skabies karena dengan mandi saja tidak cukup untuk
mencegah kejadian skabies, masih ada faktor lain yang dapat
mempengaruhi

penyakit

skabies.

Pemeliharaan

kebersihan

kulit

merupakan salah satu upaya dalam menurunkan risiko penyakit skabies.


6.5

Hubungan kebersihan tangan dan kuku dengan kejadian skabies


Menurut Wolf (2000), tangan harus dicuci sebelum dan sesudah
melakukan kegiatan apapun seperti sebelum makan, sesudah makan,
sesudah buang air besar ataupun buang air kecil ini dapat mencegah
terjadinya perkembangan kuman penyakit. Berdasarkan hasil penelitian
Frenki (2011), terdapat hubungan antara kebersihan tangan dan kuku
dengan kejadian skabies. Dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapatkan
sesuai dengan teori dan penelitian sebelumnya bahwa ada hubungan antara
kebersihan tangan dan kuku dengan kejadian skabies. Kebersihan tangan
dan kuku yang tidak baik dapat meningkatkan perkembangan kuman
sehingga risiko penularan penyakit semakin meningkat.

6.6

Hubungan kebersihan genitalia dengan kejadian skabies


Menurut Andayani (2005), apabila pakaian dalam tidak dijemur
dibawah terik matahari ini akan menyebabkan tungau skabies cepat
berkembang biak karena lembab. Dengan menjemur pakaian dalam
dibawah terik matahari ini akan dapat mengurangi perkembangbiakannya.
Mengganti pakaian dalam, mencuci pakaian dalam dengan detergen,
menjemur pakaian dalam dibawah terik matahari merupakan hal yang
dapat mengurangi perkembangan tungau skabies sehingga risiko kejadian
skabies berkurang. Dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian tidak sesuai

41

dengan penelitian sebelumnya. Sebagian besar responden telah melakukan


kebersihan genitalia yang baik dan terdapatnya faktor lain yang dapat
meningkatkan penularan skabies.
6.7

Hubungan kebersihan handuk dengan kejadian skabies


Menurut Andayani (2005), sebaiknya tidak memakai handuk secara
bersama-sama karena mudah menularkan skabies. Apalagi bila handuk
tidak pernah dijemur dibawah terik matahari ataupun tidak dicuci dalam
waktu yang lama maka jumlah tungau skabies yang ada pada handuk
banyak dan sangat berisiko untuk menularkan pada orang lain. Dapat
disimpulkan dari hasil penelitian tidak sesuai dengan penelitian
sebelumnya. Sebagian besar responden telah melakukan penggunaan
handuk secara pribadi, menjemur handuk setelah dipakai dibawah terik
matahari dan menggunakan dalam keadaan kering merupakan beberapa
upaya untuk mengurangi risiko penularan kejadian skabies.

6.8

Hubungan kebersihan tempat tidur dan sprei dengan kejadian skabies


Berdasarkan

hasil

penelitian

menunjukkan

bahwa

tingkat

kebersihan tempat tidur dan sprei baik. Menurut Andayani (2005), kuman
skabies paling senang hidup dan berkembang biak di perlengkapan tidur.
Dengan menjemur kasur dan mengganti sprei sekali seminggu ini bisa
mengurangi perkembangbiakan kuman skabies. Dapat disimpulkan dari
hasil penelitian tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya. Tidur bersama
dengan anggota keluarga atau teman yang menderita skabies, tidak
menjemur kasur dan tidak mengganti sprei seminggu sekali bisa menjadi
beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko terkena skabies.

42

BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti dapat
menarik kesimpulan bahwa :
1. Terdapat hubungan antara personal hygiene dengan kejadian skabies di
Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik Air Pacah.
2. Didapatkan 34 orang dari 138 orang santri yang menjadi sampel
mengalami skabies.
3. Didapatkan bahwa lebih dari setengah responden memiliki personal
hygiene yang baik dan gambaran masing-masing personal hygiene santri
baik.

43

7.2 Saran
1) Bagi pengelola pondok pesantren
Diharapkan pengelola pondok pesantren dapat bekerja sama dengan dokter
puskesmas untuk memberikan penyuluhan tentang pentingnya menjaga
personal hygiene yang baik, serta melakukan pemutusan mata rantai
skabies dengan melakukan pengobatan kepada semua santri dan bekerja
sama membersihkan semua peralatan untuk memusnahkan tungau skabies.
2) Bagi Santri perlu meningkatkan kebersihan diri tidak bergantian memakai
handuk sesama teman, menjemur pakaian dalam dibawah terik matahari
dan menjemur kasur minimal sekali seminggu.
3) Bagi peneliti selanjutnya dapat menambahkan jumlah sampel supaya
hubungan antar variabel lebih terlihat.
Daftar Pustaka
Alimul, Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Munusia:Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Andayani, Lita Sri. 2005. Perilaku Santri Dalam Upaya Pencegahan
Penyakit Skabies di Pondok Pesantren Ulumu Quran stabat.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Skripsi, Universitas Sumatera
Utara, Medan
Asra, Hajrin Pajri, 2010. Pengaruh Pengetahuan dan Tindakan Higinie
Pribadi Terhadap Kejadian Penyakit Skabies di Pondok Pesantren
Ar-Raudhatul hasanah Medan. Fakultas Kedokteran. Skripsi,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Brown, Robin Graham. 2005. Dermatologi. Jakarta:Erlangga
Chin,

James. 2006. Manual


Jakarta:Infomedika

Pemberantasan

Penyakit

Menular.

Departemen Kesehatan Indonesia. 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2007


Dinas Kesehatan Kota Padang. 2010. Profil Kesehatan Kota Padang 2010

44

Dinas Kesehatan Prop Sumbar. 2010. Profil Kesehatan Propinsi Sumatera


Barat 2010
Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta:Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Frenki .2011. Hubungan Personal Hygiene Santri Dengan Kejadian
Penyakit Kulit Infeksi Scabies dan Tinjauan Sanitasi Lingkungan
Pondok Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru Tahun 2011.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Skripsi, Universitas Sumatera
Utara, Medan
Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta:Hipokrates
Marufi, Isa. 2005. Faktor Sanitasi Lingkungan yang Berperan Terhadap
Prevalensi Penyakit Skabies di Pondok Pesantren Kab. Lamongan.
Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol.2 No.1
Muin. 2009. Hubungan Umur, Pendidikan, Jenis Kelamin dan Kepadatan
Hunian Ruang tidur Terhadap Kejadian Skabies. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Skripsi, Universitas Muhammadiyah,
Surakarta.
Muslih, Rifki. 2012. Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian
Skabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Ci Pasung Kabupaten
Tasikmalaya. Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Epidemiologi
dan Penyakit Tropik. Skripsi, Universitas Silinwangi.
Noor, Nasry. 2008. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Notoatmojdo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Potter, P. A, Perry, A, G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta : EGC
SMF Ilmu Kulit Kelamin Universitas Airlangga. 2009. Atlas Penyakit Kulit
dan Kelamin. Surabaya:Airlangga University Press
Tarwoto, Wartonah. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
WHO, 2009. http://www.who.int/bulletin/volumes/87/2/07-047308/en/edit
03 Juni 2012 pukul 00.06 WIB /Suci Chairiya Akmal

45

Wijayanti, Yuni. 2008. Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Hygiene


Perorangan dengan Penyakit Skabies di Desa Genting Kec. Jambu
Kab. Semarang tahun 2006. Jurnal KEMAS Vol. 3 No. 2
Wolf, dkk. 2000. Dasar-Dasar Ilmu Keperawatan. Jakarta: Gunung Agung

KUISIONER PENELITIAN
HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE SISWA DENGAN KEJADIAN
SKABIES DI PONDOK PENDIDIKAN ISLAM DARUL ULUM, PALARIK
AIR PACAH, KECAMATAN KOTO TANGAH PADANG
TAHUN 2013

Nomor responden

Tanggal

A. Identitas Diri
Nama

Umur

:
46

Jenis kelamin :
Pendidikan

Kelas

B. Personal hygiene

Kebersihan Pakaian

1. Apakah anda mengganti pakaian 2x sehari?


a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anda pernah bertukar pakaian sesama teman?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah anda mencuci pakaian anda menggunakan detergen?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah anda menyetrika baju anda?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah anda merendam pakaian disatukan dengan pakaian teman yang lain?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah anda menjemur pakaian dibawah terik matahari?
a. Ya
b. Tidak

47

Kebersihan Kulit

1. Apakah anda mandi 2 x sehari?


a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anda mandi menggunakan sabun?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah anda menggosok badan saat mandi?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah anda mandi menggunakan sabun sendiri?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah anda mandi setelah melakukan kegiatan seperti olah raga?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah teman anda pernah memakai sabun anda?
a. Ya
b. Tidak

Kebersihan Tangan dan Kuku

1. Apakah anda mencuci tangan setelah membersihkan tempat tidur anda?


a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anda mencuci tangan setelah membersihkan kamar mandi anda?

48

a. Ya
b. Tidak
3. Apakah anda memotong kuku sekali seminggu?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah anda mencuci tangan pakai sabun menggunakan sabun sesudah
BAB/BAK?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah anda mencuci tangan setelah menggaruk badan anda?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah anda menyikat kuku menggunakan sabun saat mandi?
a. Ya
b. Tidak

Kebersihan Genitalia

1. Apakah anda mengganti pakaian dalam anda sesudah mandi?


a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anda mencuci pakaian dalam anda menggunakan detergen?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakan anda kalau mandi membersihkan alat genital?
a. Ya

49

b. Tidak
4. Apakah anda menjemur pakaian dalam anda dibawak terik matahari?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah anda membersihkan alat genital setiap sesudah BAB/BAK?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah anda merendam pakaian dalam dijadikan satu sama teman anda?
a. Ya
b. Tidak

Kebersihan Handuk

1. Apakah anda mandi menggunakan handuk sendiri?


a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anda menjemur handuk setelah di gunakan untuk mandi?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah anda mencuci handuk bersamaan atau dijadikan satu dengan teman anda?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah anda menggunakan handuk bergantian dengan teman anda?
a. Ya
b. Tidak

50

5. Apakah anda menjemur handuk dibawah terik sinar matahari?


a. Ya
b. Tidak
6. Apakah anda menggunakan handuk dalam keadaan kering tiap hari?
a. Ya
b. Tidak

Kebersihan Tempat tidur dan Sprei

1. Apakah sprei yang anda gunakan untuk tidur digunakan untuk bersama-sama?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anda tidur ditempat tidur anda sendiri?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah teman anda pernah tidur ditempat tidur anda?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah anda menjemur kasur tempat tidur anda sekali seminggu?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah anda mengganti sprei tempat tidur anda sekali seminggu?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah anda mencuci sprei tempat tidur anda dijadikan satu dengan teman anda?
a. Ya

51

b. Tidak

LEMBAR PENJELASAN
Assalammualaikum Wr.Wb
Saya Suci Chairiya Akmal, mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan
dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Saya akan mengadakan
penelitian dengan judul Hubungan Personal Hygiene Siswa Dengan Kejadian
Skabies di Pondok Pesantren Darul Ulum Palarik Air Pacah, Kecamatan
Koto Tangah, Padang Tahun 2013. Saya mengikutsertakan Adik-adik siswa
Pondok Pesantren Darul Ulum dalam penelitian ini bertujuan mengetahui
hubungan kebersihan diri siswa dengan kejadian skabies di Pondok Pendidikan
Darul Ulum. Saya mengharapkan jawaban yang sebenar-benarnya dan kerja sama
dari Adik-adik Siswa pesantren. Informasi yang Adik-adik siswa berikan akan
tidak akan digunakan untuk maksud-maksud lain selain penelitian ini.

52

Partisipasi Adik-adik Siswa dalam penelitian ini bersifat sukarela, Adikadik bebas untuk ikut atau menolak tanpa adanya sanksi apapun. Kerahasiaan data
Siswa akan dijamin sepenuhnya.
Jika selama menjalankan penelitian ini ada masalah yang timbul silahkan
menghubungi saya Suci Chairiya Akmal ( HP: 07519560326).
Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi dan
kesediaan waktu Adik-adik sekalian, Saya ucapkan terima kasih.

Padang, Januari 2013


Peneliti,
Suci Chairiya Akmal

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


MENGIKUTI PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini,


Nama :
Umur :
Kelas :
Setelah membaca dan mendapat penjelasan serta saya memahami
sepenuhnya tentang penelitian,
Judul Penelitian

: Hubungan Personal Hygiene Siswa Dengan Kejadian


Skabies di Pondok Pesantren Darul Ulum Palarik Air
Pacah, Kecamatan Koto Tangah, Padang Tahun 2013 .

53

Nama Peneliti

: SUCI CHAIRIYA AKMAL

Jenis Penelitian

: analitik dengan pendekatan cross sectional

Jangka Waktu Penelitian : Januari 2013


Instansi Peneliti

: Fakultas Kedokteran UNAND

Dengan ini saya menyatakan bersedia mengikuti penelitian tersebut secara


sukarela sebagai subjek penelitian
Padang, Januari 2013

(_____________________ )

54

Anda mungkin juga menyukai