Anda di halaman 1dari 15

Panduan Praktis Klinis

RSD dr.Soebandi Jember


2015
Kasus
Trauma Tajam Bola Mata
1.
Pengertian (Definisi) Rusaknya jaringan pada bola amata, kelopak mata, saraf mata dan
atau rongga orbita karena adanya benda tajam yang mengenai mata
2.

Anamnesis

dengan keras/cepat ataupun lambat/


a. Riwayat terkena benda tajam
b. Penglihatan kabur
c. Keluar air mata
d. Berdarah
e. Nyeri dan silau

3.

Pemeriksaan Fisik

1. Blefarospasme
2. Visus menurun, TIO menurun / hipotoni
3. BMD dangkal, pupil irreguler, prolaps iris, kadang ada hifema
4. Konjungtiva hiperemi, kemosis, laserasi (+)
5. Kornea edema, laserasi (+), kapsula lensa ruptur, massa lensa di
BMD

4.

Criteria Diagnosis

a. Visus menurun
b.Laserasi (+)
c. Riwayat trauma benda tajam

5.
6.

Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding

Trauma tajam bola mata


a. Trauma tumpul bola mata

7.

Pemeriksaan

a. Tes fluoresin

Penunjang

b. Tes siedel
c. Slit lamp

d. Funduskopi
e. USG mata
f. CT scan
8.

Terapi

1. Pertahankan bola mata, jahit setiap kebocoran


2. Setiap jaringan yang keluar digunting atau dibuang, bila prolaps
>24 jam. Bila prolaps <24 jam dapat direposisi
3. Antibiotik tetes mata tiap jam dan antibiotik injeksi
subkonjungtiva. Antibiotik profilaksis secara sistemik (IV)
4. Laserasi konjungtiva robek > 1 cm jahit dengan polyglactine
5.
6.
7.
8.
9.

8.0
Laserasi sklera jahit dengan nylon atau virgin silk 8.0
Laserasi kornea jahit dengan nylon 10.0
Kapsul lensa pecah lensa dikeluarkan
Prolaps iris >24 jam iridektomi
Prolaps vitreus > 24 jam vitrektomi

9.

Edukasi

a. Jangan dimanipulasi mata yang cedera


b. Bebat tekan mata
c. Harus menggunakan alat pelindung mata saat bekerja

10.

Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam

11.
12.

Tingkat evidens
Tingkat

13.

Rekomendasi
Penelaah Kritis

I/II/III/IV
A/B/C
a.
b.
c.
d.

14.

Indikator medis

15.

Kepustakaan

1. Danny N, (ed) 2001-2002, Basic and Clinical Sciences


Course, External Disease and Cornea, sect. 7, American
Academy of Ophthalmology, p.364-368
2. Paton & Goldberg, 1985, Management of ocular injuries,
2nded., WB Saunders Co. USA, p. 188-198
3. Roper Hall MJ., 1987, Eye Emergencies, Churchill
Livingstone New York, p. 88-90
4. Rhee, JD, PyferMF., (ed), 1999, Office and Emergency
Room, Diagnosis and Treatment of Eye Disease, The Wills
Eye Manual, 3th ed., Lippincott Williams & Wilkins, p. 3237
5. Vaughan D, General Ophthalmology, 1999, 15th ed., Lange
Medical Publication, Maruzen Asia, p. 351

Panduan Praktis Klinis


RSD dr.Soebandi Jember
2015
Kasus
Trauma Kimia Mata
1.
Pengertian (Definisi) Kelainan pada mata yang disebabkan oleh bahan kimia basa atau
asam
a. Riwayat terpapar bahan kimia asam atau basa pada mata
b. Nyeri (+)
c. Tidak bisa membuka mata
d. Berair
e. Pandangan kabur dan silau

2.

Anamnesis

3.

Pemeriksaan Fisik

1.
2.
3.
4.
5.

4.

Criteria Diagnosis

a. Visus menurun

Visus menurun
Kelopak mata bengkak, kadang ada luka bakar
Konjungtiva hiperemi, kemosis
Kornea edema
Kekeruhan kornea

b. Mata merah, nyeri, berair, pandangan kabur dan silau


c. Riwayat trauma kimia
d. edema kornea, kekeruhan kornea
5.
6.

Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding

7.

Pemeriksaan

Trauma kimia mata


a. Konjungtivitis
b. Keratokonjungtivitis sicca
c. Ulkus kornea
a. Tes fluoresin

Penunjang

b. Slit lamp
c. Kertas pH meter

8.

Terapi

1.
2.
3.
4.
5.

Irigasi dengan air bersih


Anastesi lokal tetes mata
Sikloplegik jangka panjang (atropin 2%)
Antibiotik tetes mata
Vitamin C tetes mata

9.

Edukasi

6. Kortikosterois tetes mata


a. Jika terkena trauma kimia lagi harus segera dibilas dengan air
b. Harus menggunakan alat pelindung mata saat bekerja

10.

Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam

11.
12.

Tingkat evidens
Tingkat

13.

Rekomendasi
Penelaah Kritis

I/II/III/IV
A/B/C
a.
b.
c.
d.

14.

Indikator medis

15.

Kepustakaan

1. Danny N, (ed) 2001-2002, Basic and Clinical Sciences Course,


External Disease and Cornea, sect. 7, American Academy of
Ophthalmology, p.364-368
2. Paton & Goldberg, 1985, Management of ocular injuries, 2nded.,
WB Saunders Co. USA, p. 188-198
3. Roper Hall MJ., 1987, Eye Emergencies, Churchill Livingstone
New York, p. 88-90
4. Rhee, JD, PyferMF., (ed), 1999, Office and Emergency Room,
Diagnosis and Treatment of Eye Disease, The Wills Eye
Manual, 3th ed., Lippincott Williams & Wilkins, p. 32-37
5. Vaughan D, General Ophthalmology, 1999, 15th ed., Lange
Medical Publication, Maruzen Asia, p. 351

Panduan Praktis Klinis


RSD dr.Soebandi Jember
2015
Kasus
Hifema pada trauma tumpul
1.
Pengertian (Definisi) Perdarahan dalam bilik mata depan yang berasal dari pecahnya
pembuluh darah pada iris atau badan siliar akbiat rudapaksa
tumpul / trauma tumpul
a. Nyeri disertai penglihatan kabur
b. Riwayat trauma tumpul

2.

Anamnesis

3.

Pemeriksaan Fisik

1.
2.
3.
4.
5.

4.

Criteria Diagnosis

a. Visus menurun

Visus menurun
TIO normal / menurun / meningkat
Bentuk pupil normal / midriasis / lonjong (oftalmoplegi interna)
Pelebaran pembuluh darah perikornea
Hifema (+)

b. Nyeri disertai penglihatan kabur


c. Hifema (+)
d. Riwayat trauma tumpul
5.
6.

Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding

Hifema pada trauma tumpul


a. Herpes simpleks keratitis
b. Komplikasi glaukoma
c. Xanthogranuloma juvenil

7.

Pemeriksaan

a. Tes fluoresin

Penunjang

b. Slit lamp

Terapi

1. Konservatif
a. Tirah baring sempurna dengan posisi kepala lebih tinggi
b. Istirahat mata dengan bebat mata
c. Antibiotik tetes mata bila ada tanda infeksi atau

8.

kortikosteroid tetes mata bila ada inflamasi


d. Antifibrinolitik oral / injeksi
2. Operatif

9.

Edukasi

a. Kompres singin mata


b. Mata diistirahatkan dengan bebat tekan mata
c. Pola makan gizi seimbang

10.

Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

11.
12.

Tingkat evidens
Tingkat

13.

Rekomendasi
Penelaah Kritis

I/II/III/IV
A/B/C
a.
b.
c.
d.

14.

Indikator medis

15.

Kepustakaan

1. Danny N, (ed) 2001-2002, Basic and Clinical Sciences Course,


External Disease and Cornea, sect. 7, American Academy of
Ophthalmology, p.364-368
2. Paton & Goldberg, 1985, Management of ocular injuries, 2nded.,
WB Saunders Co. USA, p. 188-198
3. Roper Hall MJ., 1987, Eye Emergencies, Churchill Livingstone
New York, p. 88-90
4. Rhee, JD, PyferMF., (ed), 1999, Office and Emergency Room,
Diagnosis and Treatment of Eye Disease, The Wills Eye
Manual, 3th ed., Lippincott Williams & Wilkins, p. 32-37
5. Vaughan D, General Ophthalmology, 1999, 15th ed., Lange
Medical Publication, Maruzen Asia, p. 351

Panduan Praktis Klinis


RSD dr.Soebandi Jember
2015
Kasus
Xeroftalmia
1.
Pengertian (Definisi) Kata xeroftalmia (bahasa latin) berarti mata kering karena terjadi
kekeringan pada selaput lendir (konjungtiva) dan selaput bening
2.

Anamnesis

(kornea) mata, akibat kekurangan vitamin A


a. Ibu mengeluh anaknya tidak bisa melihat saat sore hari
b. Ibu mengeluh mata anaknya tampak kering/berubah warna
kecoklatan
c. Ibu mengeluh mata anaknya tampak bersisik
d. Bola mata menjadi mengecil
e. Mata tidak bisa melihat sama sekali

3.

Pemeriksaan Fisik

1. Xerosis konjungtiva : konjungtiva kurang mengkilat,


berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam; mata kering
2. Bercak bitot : sklera seperti busa sabun; tampak bergelembung
3. Xerosis korne : edema stroma; kornea seperti kulit jeruk
4. Keratomalasia : ulkus kornea; hipopion; perforasi kornea; lesi
warna kuning keabuan
5. Sikatrik kornea : kornea warna putih; bola mata mengecil; buta
total
6. Fundus xeroftalmia : dengan oftalmoskop tampak gambaran
seperti cendol pada fundus

4.

Criteria Diagnosis

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Xerosis konjungtiva (X1A)


Bercak bitot (X1B)
Xerosis kornea (X2)
Keratomalasia (X3A)
Ulserasi kornea (X3B)
Sikatriks kornea (XS)
Fundus xeroftalmia
Buta senja (XN)

5.
6.

Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding

Xeroftalmia
a. Konjungtivitis bakterial
b. Konjungtivitis alergi

7.

Pemeriksaan

a. Pemeriksaan laboratorium kadar serum retinol

Penunjang

b. Dark adaptometri
c. Rot scotometri
d. Elektroretinografi
e. Conjungtival Impression Citology

8.

Terapi

1. XN, X1A, tanpa pernah sakit campak 3 bulan terakhir beri


kapsul vitamin A (hari 1)
2. Ada salah satu gejala X1B (bercak bitot, nanah, radang, kornea
keruh, ulkus kornea, tanpa pernah sakit campak 3 bulan terakhir
beri kapsul vitamin A (hari 1,2,3)
3. X2, X3A, X3B obat tetes/salep mata antibiotik tanpa
kortikosteroid (tetrasiklin 1%, kloramfenikol 0,25-1%,
gentamisin 0,3%) dengan dosis 4x1 tetes/hari; diberikan juga
tetes mata atropin 1% dengan dosis 3x1 tetes/hari

9.

Edukasi

a. Penyakit mata ini disebabkan karena kekurangan vitamin A

10.

Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

11.
12.

Tingkat evidens
Tingkat

13.

Rekomendasi
Penelaah Kritis

I/II/III/IV
A/B/C
a.
b.
c.
d.

14.

Indikator medis

15.

Kepustakaan

1. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ke-3. Jakarta:


Balai Penerbit FakultasKedokteran Universitas Indonesia; 2005.
2. World Health Organization. Pencegahan Kebutaan Pada Anak.
Penerbit Buku Kedokteran:EGC; 1996.
3. Indonesia Sehat 2010. Deteksi Dini Xeroftalmia. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2002.
4. Vaughan, Daniel, dkk. Oftamologi Umum. Edisi Ke-14.
Jakarta : Widya Medika. 1996.
5. Ansstas George, Vitamin A Deficiency. 2012. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article

Panduan Praktis Klinis


RSD dr.Soebandi Jember
2015
Kasus
Karsinoma sel basal palpebra
1.
Pengertian (Definisi) Karsinoma yang berasal dari sel basal epitel kulit
2.
Anamnesis
a. Tumor tumbuh lambat
b. Pasien tidak merasakan nyeri
c. Banyak mengekuarkan air mata
d. Penglihatan (visus) menurun sampai buta
3.

Pemeriksaan Fisik

1. Infeksi : tidak terdapat gambaran yang khas tetapi tampak


sebagai tumor dengan pembesaran ke arah mendatar dengan tepi
yang agak meninggi serta berlilin. Ditengahnya sering terbentuk
ulkus dengan tepi bernodul yang disebut ulkus roden

4.

Criteria Diagnosis

a. Berdasarkan TNM

5.
6.

Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding

Karsinoma sel basal palpebra


a. Karsinoma epidermoid
b. Melanoma maligna
c. Adenokarsinoma kelenjar kelopak mata

7.

Pemeriksaan

a. Histopatologi

8.

Penunjang
Terapi

1. Eksisi luas diikuti rekonstruksi : tumor masih terbatas dikelopak


mata
2. Ekstraksi orbita : tumor yang sudah mengadakan invasi

9.

Edukasi

10.

Prognosis

kejaringan orbita
3. Radiasi : pada karsinoma sel basal kelopak mata yang luas
a. Kelainan ini disebabkan keganasan
b. Kelainan ini tidak dapat sembuh sendiri
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam

11.
12.

Tingkat evidens
Tingkat

13.

Rekomendasi
Penelaah Kritis

I/II/III/IV
A/B/C
a.
b.
c.
d.

14.

Indikator medis

15.

Kepustakaan

1. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ke-3. Jakarta:


Balai Penerbit FakultasKedokteran Universitas Indonesia; 2005.
2. Spencer W. H,: Ophthalmic Pathology, An Atlas and Textbook,
Vol III, 3rd ed, WB Saunders Co, Philadelphia, 1986, pp. 21692178
3. Vaughan, Daniel, dkk. Oftamologi Umum. Edisi Ke-14.
Jakarta : Widya Medika. 1996.

Panduan Praktis Klinis


RSD dr.Soebandi Jember
2015
Kasus
Kelainan mata pada penyakit grave
1.
Pengertian (Definisi) Kelainan pada mata berupa eksoftalmus yang terjadi karena adanya
infiltrasi sel radang dan proliferasi jaringan ikat dalam orbita,
2.

Anamnesis

dengan etiologi yang belum jelas


a. Banyak keringat
b. Berdebar-debar
c. Gelisah
d. Tidak tahan panas
e. Mata seperti terkena pasir, air mata berlebihan, mata tampak
membelalak

3.

Pemeriksaan Fisik

NOSPECS
Kelas 0 : tidak ada gejala maupun tanda (Nophsical sign or
symptoms)
Kelas 1: tanda retraksi kelopak mata atas, mata membelalak dan lid
lag (Only upperlid retraction, stare, and lid lag)
Kelas 2: mengenai jaringan lunak (Soft tissue involvement)
Kelas 3: Proptosis
Kelas 4: mengenai otot luar bola mata (Extra ocular muscle
involvement)
Kelas 5: mengenai kornea (Corneal involvement)
Kelas 6: hilangnya penglihatan karena terkenanya saraf optik (Sign

4.

Criteria Diagnosis

5.
6.

Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding

loss due to optic nerve involvement)


a. Proptosis
b. Laboratorium T3 & T4
c. Benjolan dileher
d. Flapting tremor
Oftalmopati grave
a. Tumor orbita

b. Selulitis orbita
c. Fistula karotis sinus kavernosus
7.

Pemeriksaan
Penunjang

8.

Terapi

a. USG
b. CT scan
1. Stadium awal dapat diberikan guanethidane tetes mata 5%-10%
4 kali sehari; kelopak diplester sewaktu tidur
2. Kompres dingin saat pagi; tidur bantal ditinggikan; air mata
buatan; kacamata hitam; diuretik
3. Prednison 40-80mg/hari; methylprednisolon acetate 16-24 mg

9.

Edukasi

diberikan retrobulbar
4. Pada kasus yang berat dilakukan tindakan dekompresi
Penyakit mata ini disebabkan oleh kelenjar tiroid

10.

Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad sanationam : dubia
Ad fungsionam : dubia

11.
12.

Tingkat evidens
Tingkat

13.

Rekomendasi
Penelaah Kritis

I/II/III/IV
A/B/C
a.
b.
c.
d.

14.

Indikator medis

15.

Kepustakaan

1. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ke-3. Jakarta:


Balai Penerbit FakultasKedokteran Universitas Indonesia; 2005.
2. Spencer W. H,: Ophthalmic Pathology, An Atlas and Textbook,
Vol III, 3rd ed, WB Saunders Co, Philadelphia, 1986, pp. 21692178

3. Vaughan, Daniel, dkk. Oftamologi Umum. Edisi Ke-14.


Jakarta : Widya Medika. 1996.

Anda mungkin juga menyukai