MM ANATOMI PANKREAS
1. 1. Makroskopis
Batas Batas
- Anterior : dari kanan ke kiri colon trasnversum, mesocolon trasnversum, bursa omentalis,
gaster
- Posterior : dari kanan ke kiri, ductus choledocus, v. porta, v. lienalis, v. cava inferior, aorta,
pangkal a. mesenterica superior, m. psoas sinistra, glandula suprarenalis sinistra, renal sinistra &
hilus lienalis
Perdarahan
Arteri Lienalis dan Arteri pancreaticoduodenalis superior dan inferior. Vena Lienalis, V.
Pancreaticoduodenalis superior dan inferior yang bermuara ke vena porta hepatica.
Persarafan
Dipersarafi oleh N.X (Vagus) sifatnya simpatis dan parasimpatis
Saluran Kelenjar Pankreas
- Ductus pancreaticus mayor (Wirsungi)
- Ductus pancreaticus minor/accesorius (Santorini)
2. 2. Mikroskopis
Sel-sel dalam pulau pancreas dapat dibagi menjadi beberapa jenis bergantung pada sifat pewarnaan dan
morfologinya. Dengan pewarnaan khusus, sel-sel pulau Langerhans terdiri dari empat macam:
Sel Beta
Sel Alpha
1. Sel Alfa, sebagai penghasil hormon glukagon. Terletak di tepi pulau, mengandung gelembung
sekretoris dengan ukuran 250nm, dan batas inti kadang tidak teratur.
2. Sel Beta, sebagai penghasil hormon insulin. Sel ini merupakan sel terbanyak dan membentuk 60-70%
sel dalam pulau. Sel beta terletak di bagian lebih dalam atau lebih di pusat pulau, mengandung
kristaloid romboid atau poligonal di tengah, dan mitokondria kecil bundar dan banyak.
3. Sel Delta, mensekresikan hormon somatostatin. Terletak di bagian mana saja dari pulau, umumnya
berdekatan dengan sel A.
4. Sel C/ sel PP, mensekresikan polipeptida pankreas. Pulau yang kaya akan sel F berasal dari tonjolan
pankreas ventral.
LO 2. FISIOLOGI DAN BIOKIMIA INSULIN
2. 1. Struktur
Insulin adalah suatu polipeptida yang mengandung dua rantai asam amino yang dihubungkan oleh
jembatan disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Ada
perbedaan kecil dalam komposisi molekul asam amino dari suatu spesies ke spesies lain. Perbedaan ini
biasanya tidak cukup besar untuk dapat mempengaruhi aktivitas biologis suatu insulin pada spesies
heterolog tetapi sukup besar untuk menyebabkan insulin bersifat antigenic. Bila insulin dari suatu spesies
disuntikkan dalam jangka lama ke spesies lain, akan terbentuk antibody antiinsulin yang menghambat
insulin yang disuntikkan. Hamper semua pasien yang pernah mendapat insulin sapi yang ada di pasaran
selama lebih dari 2 bulanmembentuk antibody terhadap insulin sapi, tetapi titernya biasanya rendah.
Insulin babi berbeda dari insulin manusia hanya pada satu residu asam amino dan memiliki antigenisitas
yang rendah. Insulin manusia yang dihasilkan dalam bakteri oleh teknologi DNA rekombinan sekarang
digunakan secara luas untuk menghindari pembentukan antibodi.
2. 2. Sistesis (Metabolisme)
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum
endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga
terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam
sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan
peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran
sel.
2. 3. Sekresi (factor yang menghambat sekresi insulin)
Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi
rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam
amino dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta.
Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh
molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat
melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah
senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme
glukosa. Fungsinya sebagai kendaraan pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan
tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam
proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi
tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam
sel dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap
selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel. Penutupan ini
berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap
depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah
yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel.
Suasana ini dibutuhkan bagi proses sekresi insulin.
2. 4. Regulasi
Insulin dibentuk dalam retikulum endoplasma kasar sel B. Insulin kemudian dipindahkan ke
apparatus golgi, tempat ia mengalami pengemasan dalam granula berlapis membrane. Granula ini
bergerak ke membrane plasma melalui suatu proses yang melibatkan mikrotubulus, dan isi granula
dikeluarkan melalui eksitosis. Insulin kemudian melintasi lamina basalis sel B serta kapiler di dekatnya
dan endotel kapiler yang berpori untuk mencapai aliran darah.
3. 4. Etiologi
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin
(DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resisitensi insulin. Resistensi insulin adalah
turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini
sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya
sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang
sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta
Kedokteran, 2001).
Faktor resiko Diabetes Melitus dari emedicine health :
1 Usia diatas 45 tahun
Pada orang-orang berumur fungsi organ tubuh semakin menurun, hal ini diakibatkan aktivitas sel
beta pankreas untuk menghasilkan insulin menjadi berkurang dan sensifisitas sel-sel jaringan
menurun sehinga tidak menerima insulin.
2 Obesitas atau kegemukan
Pada orang gemuk aktivitas jaringan lemak dan otot menurun sehingga dapat memicu DM. selain itu,
asam-asam lemak pada obesitas dapat menumpuk abnormal di otot dan mengganggu kerja insulin di
otot, asam lemak berlebih juga dapat memicu apoptosis sel beta pankreas.
3 Pola makan
Pola makan yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian masyarakat perkotaan.
Pola makan yang tidak sesuai kebutuhan tubuh dapat menjadi penyebab DM, misalnya makanan
gorengan yang mengandung nilai gizi yang minim.
4 Riwayat Diabetes Melitus pada keluarga
15-20% penderita NIDDM (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus) atau DM tipe 2 mempunya
riwayat keluarga DM, sedangkan IDDM (Insulin Dependen Diabetes Melitus) tipe 1 sebanyak 57%
keluarga DM.
5 Kurang berolahraga atau beraktivitas
Dapat menurunkan sensitifitas sel terhadap insulin sehingga mengakibatkan penumpukan lemak
dalam tubuh yang dapat menyebabkan DM.
6 Infeksi
Virus : Rubella, mumps, human coxsackievirus B4. Melalui infeksi sitolitik dalam sel beta pankreas
virus ini menyebabkan kerusakan dan destruksi sel. Dapa tjuga menyarang melalui reaksi
autoimunitas sehingga hilangnya autoimun dalam sel beta pankreas. DM akibat bakteri masih belum
bias di deteksi.
(Waspadji, 2002)
3. 5. Patofisiologi
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat
kurangnya insulin berikut :
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi
glukosa darah setinggi 300 1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya
metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh
darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa
plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi
ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria
karena tubulus tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan
mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium,
dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar
bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta
cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi
cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga
berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan
arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangren.
3. 6. Manifestasi
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan
apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini :
Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya
Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulvae pada wanita
Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus apabila menderita
dua dari tiga gejala yaitu :
a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah :
Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat Badan enurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun,
Bisul/luka, Keputihan (Waspadji, 1996).
3. 7. Diagnosis & DD
Anamnesis
Diabetes melitus bisa timbul akut berupa ketoasidosis diabetik, koma hiperglikemia, disertai efek
osmotik diuretik dari hiperglikemia (poliuria, polidipsi, nokturia), efek samping diabetes pada organ
akhir (IHD, retinopati, penyakit vaskular perifer, neuropati perifer), atau komplikasi akibat
meningkatnya keretanan terhadap infeksi (misalnya ISK, ruam kandiada).
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien diketahui mengidap diabetes? Jika ya, bagaimana manifestasinya dan apa obat yang
didapat? Bagaimana pemantauan untuk kontrol: frekuensi pemeriksaan pemeriksaan urin, tes darah,
HbA1C, buku catatan, kesadaran akan hipoglikemia? Tanyakan mengenai komplikasi sebelumnya.
- Riwayat masuk rumah sakit karena hipoglikemia/hipergikemia.
- Penyakit vaskular: iskemia jantung (MI, angina, CCF), penyakit vaskular perifer (klaudikasio,
nyeri saat beristirahat, ulkus, perawatan kaki, impotensi), neuropati perifer, neuropati otonom
(gejala gastroparesis muntah, kembung, diare).
- Retinopati, ketajaman penglihatan, terapi laser.
- Hiperkolesterolemia, hipertrigliserida.
- Disfungsi ginjal (proteinuria, mikroalbuminuria).
- Hipertensi tetapi.
- Diet/berat badan/olahraga.
Riwayat Pengobatan
- Apakah pasien sedang menjalani terapi diabetes: diet saja, obat-obatan hipoglikemia oral, atau
insulin?
- Tanyakan mengenai obat yang bersifat diabetogenik (misalnya kortikosteroid, siklosporin)?
- Tanyakan riwayat merokok atau penggunaan alkohol?
- Apakah pasien memiliki alergi?
Riwayat Keluarga dan Sosial
- Adakah riwayat diabetes melitus dalam keluarga?
- Siapa yang memberikan suntikan insulin/tes
(pasangan/pasien/perawat)?
gula
darah,
dan
sebagainya
Pemeriksaan Fisik
Diabetes melitus merupakan penyakit yang memiliki efek kepada seluruh tubuh. Maka dalam
pemeriksaan fisik harus dialkukan pemeriksaan secara lengkap.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sebagai berikut:
1. Usia > 45 tahun
2. Berat badan lebih: BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2.
3. Hipertensi (> 140/90 mmHg)
4. Riwayat DM dalam keluarga
5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 gram
6. Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau TG 250 mg/dl
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, TGT dan GDPT, sehingga dapat
ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahap sementara
menuju DM. setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM. 1/3 tetap
TGT dan 1/3 lainya kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. pada kelompok
TGT ini resiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan kelompok normal. TGT sering berkaitan
dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia. Peran aktif para pengelola kesehatan sangat
diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkindan penegahan primer dan skunder dapat
segera diterapkan.
Pemeriksaan penyaring dapat dialakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar
glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.
Tabel 01. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM.
Bukan DM
Belum pasti
DM
DM
Kadar glukosa Plasma Vena
< 110
110-199
200
darah sewaktu
(mg/dl)
Plasma Kapiler
<90
90-199
200
Kadar glukosa Plasma Vena
darah
puasa
(mg/dl)
Plasma Kapiler
< 110
110-125
126
< 90
90-109
110
Keterangan:
GDP: Glukosa Darah Puasa
GDS: Glukosa Darah Sewaktu
GDPT: Glukosa Darah Puasa Terganggu
TGT: Toleransi Glukosa Terganggu
TTGO: Tes Toleransi Glukosa Oral
Gambar 09. Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa.
Diagnosis Banding
A. Insulin Resistance
Resistensi Insulin (IR) adalah kondisi di mana jumlah normal insulin tidak memadai untuk
menghasilkan respons insulin normal dari sel lemak, sel otot dan sel hati. resistensi insulin umumnya
bersifat "pasca-reseptor", yang berarti masalah terletak pada respon sel terhadap insulin alih-alih
produksi insulin. Kadar plasma yang tinggi dari insulin dan glukosa akibat resistensi insulin diyakini
sebagai asal usul sindrom metabolik dan diabetes tipe 2, termasuk komplikasinya.
B. Hiperglikemi reaktif
Hiperglikemi reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadisebagai reaksi non
spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan, sehinggaterjadi peningkatan glukosa darah dari
pada rentang kadar puasa normal 80 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140 160 mg /
100 ml darah (Pulsinelli,1996), hyperglikemia reaktif ini diartikan sebagai peningkatan kadar glukosa
darahpuasa lebih dari 110 mg/dl (zacharia, dkk, 2005), reaksi ini adalah fenomena yangtidak berdiri
sendiri dan merupakan salah satu aspek perubahan biokimiawi multipleyang berhubungan dengan stroke
akut (Candelise, dkk, 1985).
C. Glucose intolerance
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8 jam. Diagnosis
intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosadarah menunjukkan salah satu dari tersebut
dibawah ini :
1. Toleransi glukosa terganggu (TGT = IGT)
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya
disglikemi yaitu kenaikan glukosa plasma 2 jam setelah beban 75 gram glukosa pada
pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) yaitu antara 140 mg/dl sampai dengan 199
mg/dl. Keadaan ini disebut juga sebagai prediabetes oleh karena risiko untuk mendapat
Diabetes Melitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler sangat besar. Disebut TGT jika gula darah
setelah makan tidak normal, atau berkisar antara 140-199 mg/dL. Sedangkan gula darah puasa
normal.
2. Gula darah puasa terganggu (GDPT = IFG)
Kadar gula darah yang tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes. Disebut GPT
jika kadar gula darah puasa (8-10 jam tidak mendapat asupan kalori) tidak normal, atau
berkisar 100-125 mg/dL.
3. 8. Penatalaksanaan (pilar terapi DM tipe 2)
Non-farmakologi
Dalam mengelola DM untuk jangka pendek tujuannya adalah menghilangkan keluhan/gejala DM dan
mempertahankan rasa nyaman dan sehat. Untuk jangka panjangnya lebih jauh lagi, yaitu mencegah
penyulit, baik makroangipati, mikroangiopati maupun neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan
morbidilitas dan mortalitas DM.
Mengingat mekanisme dasar kelianan DM tipe 2 adalah terdapatnya faktor gentik, resistensi insulin
dan insufisiensi sel- pankreans, maka cara-cara untuk memperbaiki kelainan dasar tersebut harus
tercermin pada langkah pengelolaan. Dalam mengelola DM langkah pertama yang harus di lakukan
adalah pengelolaan non-farmakologis, berupa perencanaan makan dan kegiatan jasmani.
Lima pilar utama pengelolaan DM
1. Perencanaan makanan
2. Latihan jasmani
3. Obat berkhasiat hipoglikemik
4. Penyuluhan (edukasi)
5. Pemeriksaan glukosa mandiri
A. Perencanaan Makan
Standar yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat,
protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
- Karbohidrat
: 60-70%
- Protein
: 10-13%
- Lemak
: 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani
untuk mencapai dan mempertahankan berat bdan idaman.1Untuk penentuan status gizi, dipakai body
mass index (BMI) = indeks massa tubuh (IMT).
BMI = IMT = BB (kg)
TB (m)2
Klasifikasi IMT:
- Berat badan kurang
- Berat badan normal
- Berat badan lebih
Dengan resiko
Obes I
Obes II
: <18,5
: 18,5-22,9
: 23,0
: 23,0-24,9
: 25,0-29,9
: 30,0
=
=
........kalori
.........kalori
=
=
- /+..........kalori
Stres metabolik
: + (10-30%) x kalori basal
Hamil trimester I & II
Hamil trimester III / laktasi
Total kebutuhan
=
=
=
=
..........kalori
..........kalori
+ ............kalori
+ 300
kalori
+ 500
kalori
..............kalori
BB kurang
BB normal
BB lebih
Gemuk
B. Latihan Jasmani
Manfaat :
menurunkan kadar glukosa darah (mengurangi resistensi insulin ,meningkatkan sensitivitas
insulin)
menurunkan berat badan
mencegah kegemukan
mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik , gangguan lipid darah ,
peningkatan tekanan darah,hiperkoagulasi darah.
Prinsip : Continuous , Rhytmic , Interval , Progressive , Endurance (CRIPE)
Continuous adalah latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa henti.
Contoh : bila dipilih jogging 30 menit , maka selama 30 menit pasien melakukan jogging tanpa
istirahat.
Rhytmic adalah latihan olah raga harus dipilih yang berirama,yaitu otot-otot berkontraksi dan
relaksasi secara teratur. Contoh: jalan kaki, jogging, berlari, berenang, bersepeda, mendayung.
Interval adalah latihan dilakukan selang seling antara gerak cepat dan lambat.Contoh: jalan cepat
diselingi jalan lambat, jogging diselingi jalan, dan lain-lain.
Progressive adalah latihan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan dari intensitas ringan
sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit
Endurance adalah latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi, seperti jalan
(jalan santai/cepat, sesuai umur ), jogging, berenang, dan bersepeda.
Dalam latihan jasmani ada hal-hal yang perlu dihindari sebagai berikut:
- Hindari berlatih pada suhu terlalu panas/dingin
Bila kadar glukosa darah > 250 mg/dl . Jangan melakukan latihan jasmani berat ( misalnya
bulu tangkis , sepak bola , dan olah raga permainan lain )
Jangan teruskan bila ada gejala hipoglikemia
C. Penyuluhan
Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien
diabetes yang bertujuan menunjang perubahan prilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan
penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan menyesuaikan keadaan
psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan
perawatan pasien diabetes.
Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan memberikan penyuluhan kesehatan antara lain:
Agar penyandang DM dapat hidup lebih lama dan dalam kebahagiaan.Kwalitas hidup sudah
merupakan kebutuhan bagi seseorang,bukan hanya kuantitas.Seseorang yang bertahan hidup,tetapi
dalam keadaan tidak sehat akan mengganggu kebahagiaan dan stabilitas keluarga.
Untuk membantu penderita DM agar mereka mampu merawat dirinya sendiri sehingga komplikasi
yang mungkin timbul bisa dikurangi selain itu jumlah hari sakit dapat ditekan.
Agar penyandang DM dapat berfungsi dan berperan sebaik-baiknya dalam masyarakat.
Agar penyandang DM dapat lebih produktif dan bermanfaat
Terapi Farmakologi
A. Golongan Insulin Senitizing
1. Biguanid.
Mekanisme kerja:
Obat yang banyak dipakai sekarang adalah metformin.
Metformin menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatakan sensitivitas jaringan
otot dan adiposa terhadap insulin. Efek ini terjadi karena adanya aktifasi kinase di sel.
Metformin oral akan mengalami absorbsi di intestin, dalam darah tidak terikat protein plasma,
ekskresi lewat urin. Masa paruh sekitar 2 jam.
Dosis awal 2x500 mg
Dosis pemeliharaan 3x500 mg. Dosis max 2,5 gram. Obat diminum 2-3x sehari pada saat
waktu makan.
Efek samping:
Mual, muntah, diare, kecap logam. Keluhan ini dapat dihilangkan dengan menurunkan
dosis.
Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal/kardiovaskular dapat menimbulkan
peningkatan kadar asam laktatdalam darah, sehingga dapat menggangggu keseimbangan
elektrolit dalam cairan tubuh.
Indikasi:
Digunakan pada terapi diabetes dewasa.
Kontraindikasi:
Tidak boleh digunakan pada kehamilan, pasien penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan
uremia, penyakit jantung kongestif dan penyakit paru dengan hipoksia kronik.
2. Glitazone (tiazolidinideon)
Mekanime kerja:
Glitazone merupakan agonis peroxisame poliferator-activated receptor gamma
(PPARy)
PPARy ini berperan dalam metabolisme karbohidrat dan lemak.
PPARy terdapat di target insulin,yakni di jaringan adiposa, pankreas, hepar, otot skelet
masih diragukan.
Glitazone dapat meningkatkan efisiensi dan respon sel beta pankreas dengan
menggunakan glukotoksisitas dan lipotoksisitas.
Pemberian oral absorbsinya tidak dipengaruhi makanan, berlangsung 2jam.
Ekskresinya lewat ginjal.
Dosis:
Dosis Rosiglitazone 4 mg, bila dalam 3-4 minggu kontrol glisemia belum
adekuat, dosis ditingkatkan 8mg/hari.
Pioglitazone 15-30mg, bila kontrol glisemia belum adekuat dosis
dinaikan
45mg/hari.
Indikasi:
Digunakan untuk DM tipe 2 yang tidak memberi respon dengan diet dan latihan
jasmani.
Kontraindikasi:
Pemakinnya harus hati-hati pada pasien dengan riwayat hati sebelumnya, gagal jantung, dan
pada edema.
Efek samping.
Peningkatan berat badan.
Edema sering terjadi pada penggunaan bersama insulin.
Menambah volume plasma.
Memperburuk gagal jantung kongestif.
B. Golongan Sekretagok Insulin
1. Sulfoniluria
Obat golongan ini biasa digunakan pada diabetes dengan glukosa yang tinggi dan sudah
terjadi gangguan sekresi insulin.Obat golongan ini memiliki efek yang berbeda pada
penggunaan jangka pendek dan jangka panjang.Misalnya pada glibenklomid penggunaan
jangka pendeknya memiliki waktu paruh 4 jam dan pada penggunaan lebih dari 12 minggu
maka waktu paruhnya 12 jam.
Mekanisme kerja :
Sulfonuria akan berikatan dengan reseptor chanel K.Lalu, akan terjadi penutupan chanel yang
mengakibatkan penurunan permeabilitas K.Kemudian akan terjadi depolarisasi yang
mengakibatkan membukanya chanel Ca dan mengakibatkan peningkatan Ca intrasel.Lalu, ion
Ca akan berikatan dengan kalmodulin yang akanmerangsang eksositosis granul yang
mengandun insulin.Padapenggunaan glibenkamid penurunan glukosa makan 21 %<glukosa
puasa 36%,dan HbA1C 1,5 -2 %.
Efek Samping :
Hipoglikemi
Gangguan pencernaan
Gangguan enzim hati
Fotosensitivitas
Flushing
2. Glinid
Golongan obat ini memiliki banyak kesamaan dengan sulfonuria perbedaanya adalah glinid
memiliki waktu paruh yang lebih pendek dan memiliki efek yang kurang baik pada kadar
glukosa puasa<dimana tidak begitu kuat menurunkan HbA1C.
Baik
80-109
110-144
<6,5
<200
<100
>45
<150
18,5-22,9
<130/80
Sedang
110-125
145-179
6,5-8
200-259
100-129
Buruk
126
180
>8
240
130
150-199
23-25
130-140/80-90
200
>25
>140/90
Untuk pasien berumur > 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih tinggi dari pada biasanya (pausa
< 150 mg/dl dan sesudah makan < 200 mg/dl), demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dll mengacu pada
batasan kriteria pengendalian sedang.
3. 9. Komplikasi (retinopati lengkap)
Komplikasi Akut
(Nephropathy ) : kerusakan ginjal. DM dapat mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal. Sehingga
ginjal tidak dapat menyaring zat yang terkandung dalam urin. Bila ada kerusakan ginjal, racun
tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor keluar
(proteinuria).
Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar (pembuluh darah yang dapat dilihat secara
mikroskopis) antara lain pembuluh darah jantung / Penyakit Jantung Koroner, pembuluh darah
otak /stroke, dan pembuluh darah tepi / Peripheral Artery Disease.
(Neuropathy) : Bisa terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik dan
berlangsung sampai 10 tahun lebih. Akhirnya saraf tidak bias mengirim atau mengahntar pesanpesan rangsangan impuls saraf, salah kirim, atau terlambat dikirim. Meyebabkan kelemahan otot
sampai penderita tidak bias jalan.
(Retinopathy) : kerusakan retina mata. Glukosa tinggi menyebabkan rusaknya pembuluh darah
retina bahkan dapat menyebabkan kebocoran pembuluh darah kapiler. Darah akan menutup sinar
yang menuju ke retina sehingga pasien DM penglihatan menjadi kabur.
Hipertensi : DM cenderung terkena hipertensi 2x lipat dari orang normal. Dan dapat memicu
terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke.
Gangguan saluran pencernaan : menyebabkan urat saraf lambung akan rusak sehingga fungsi
lambung untuk mengahncurkan makanan menjadi lemah. Gejalanya adalah sukar BAB, perut
gembung, dan kotoran keras.
Retinopati Diabetik
Definisi
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan
pembuluh-pembuluh halus, meliputi arteriol prekapiler retina, kapiler-kapiler dan vena-vena.
Tabel 04. Klasifikasi Berdasarkan ETDRS (Early Treatment Diabetic Retinopathy Study)
Klasifikasi
Tanda Pemeriksaan Mata
Derajat 1
Tidak terdapat retinopati DM
Derajat 2
Hanya terdapat mikroaneurisma
Derajat 3
Retinopati DM non-proliferatif derajat ringan -sedang yang ditandai
oleh mikroaneurisma dan satu atau lebih tanda:
Venous loops
Perdarahan
Hard exudates
Soft exudates
Intraretinal microvascular abnormalities
(IRMA)
Venous beading
Derajat 4
Retinopati DM non-proliferatif derajat sedang-berat yang ditandai
oleh:
Perdarahan derajat sedang-berat
Mikroaneurisma
IRMA
Derajat 5
Retinopati DM proliferatif yang ditandai oleh neovaskularisasi dan
perdarahan vitreous
Etiologi
Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa lamanya terpapar pada
hiperglikemia ( kronis ) menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia yang akhirnya menyebabkan
kerusakan endotel pembuluh darah. Hal ini didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi
retinopati pada orang muda dengan diabetes tipe 1 paling sedikit 3-5 tahun setelah menderita penyakit
ini. Sedangkan diabetes tipe II retinopati sudah dapat terjadi sebelum diagnosis ditegakkan.
Patofisiologi
Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi melalui
beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oxy- gen intermediates (ROIs) dan
advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah
serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth
factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akan mem- perparah kerusakan.
Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan ekspresi
aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol kemudian
mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim endotel.
Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC). Vascular
endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC. VEGF
menstimulasi ekspresi intracellular adhe- sion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan
antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina,
serta trombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut me- nimbulkan gangguan sirkulasi,
hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan
sehingga merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran
basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endo- telnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi
kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.
Diagnosis
Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui pemeriksaan
funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina.
Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah
fundus photography. Keunggulan pemeriksaan tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat
di- lakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer. Di
pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila
pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM non- proliferatif derajat berat dan retinopati
DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.
Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus, tekanan bola
mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus photography dengan
pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan opti- cal coherence
tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu.
OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit terdeteksi oleh
pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography
bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitre- ous atau kekeruhan
media refraksi.
Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DM
Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula dan pembuluh
darah di kutub pos- terior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kaca
mata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus
menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman setelah ditetesi obat
tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan kontra- indikasi pemberian midriatikum.
Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk berhadapan
sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik
jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata
kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan.
Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang berwarna
merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti
pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cupdisc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup berwarna
kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien lalu diminta melihat ke delapan arah mata angin untuk
menilai retina. Mikro- aneurisma, eksudat, perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda utama
retinopati DM.
Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa dapat menilai
makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati dia- betikum.
Penatalaksanaan
Tatalaksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit. Retinopati DM
nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun sekali. Penderita retinopati DM
nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin
setiap 6-12 bulan. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula signifikan
merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah per- burukan. Setelah dilakukan laser
photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan. Penderita retinopati DM nonproliferatif
derajat berat dianjurkan untuk menjalani panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan
berisiko tinggi untuk berkembang menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap
3-4 bulan pascatindakan. Panretinal laser photocoagula- tion harus segera dilakukan pada penderita
retinopati DM proliferatif. Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai edema makula signifikan,
maka kombinasi focal dan panretinal laser photocoagulation menjadi terapi pilihan
Pencegahan
Pada tahun 2010, The American Diabetes Association menetapkan beberapa rekomendasi
pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM. Pertama, orang dewasa dan anak berusia lebih dari 10
tahun yang menderita DM tipe I harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata
dalam waktu lima tahun setelah diagnosis DM di- tegakkan. Kedua, penderita DM tipe II harus
menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata segera setelah didiagnosis DM. Ketiga,
pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II harus dilakukan secara rutin setiap tahun oleh dokter
spesialis mata. Keempat, frekuensi pemeriksaan mata dapat dikurangi apabila satu atau lebih hasil
pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan dapat ditingkatkan apabila ditemukan tanda retinopati
progresif. Kelima, perempuan hamil dengan DM harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak trimester
pertama sampai dengan satu tahun setelah persalinan karena risiko terjadinya dan/atau perburukan
retinopati DM meningkat, dan ia harus menerima penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut.
Prognosis Retinopati Diabetik
Penyakit ini merupakan penyulit diabetes yang paling penting karena angka kejadiannya mencapai 4050% penderita diabetes dan prognosisnya kurang baik terutama bagi penglihatan.
3. 10. Prognosis
Sekitar 60% pasien DM tipe 1 yang mendapat terapi insulin dapat bertahan hidup seperti orang
normal.Sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan kemungkinan meninggal lebih
cepat.
3. 11. Pencegahan
Pencegahan Primer
Tindakan yang di lakukan untuk usaha pencegahan primer meliputi penyuluhan mengenai perlunya
pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin dengan memberikan pedoman sebagai berikut:
Mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang yaitu:
- Meningkatkan konsumsi sayur dan buah
- Membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana
- Mempertahankan berat badan normal/idaman sesuai dengan umur dan tinggi badan
Melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan kemampuan
Menghindari obat yang bersifat diabetogenik
Pencegahan Sekunder
Usaha pencegahan sekunder dimulai dengan usaha mendeteksi diri penderita DM. karena itu
dianjurkan untuk setiap kesemapatan terutama untuk meraka yang mempunyai resiko tinggi agar
dilakukan pemeriksaan penyaring glukosa darah. Dengan demikian mereka yang mempunyai resiko
tinggi DM dapat terjaring untuk diperiksa dan kemudian yang dicurigai DM akan dapat ditindak lanjuti,
sampai diyakini benar mereka mengidap DM.Bagi mereka dapat ditegakkan diagnosis dini DM
kemudian dapat dikelola dengan baik guna mencegah penyulit lebih lanjut.
Pencegahan Tersier
Usaha pencegahan tersier dilalakukan untuk mencegah lebih lanjut terjadinya kecacatan kalau penyulit
sudah terjadi. Kecacatan yang mungkin timbul akibat penyulit DM adalah:
Pembuluh darah otak
: stroke dan segala gejala sisanya
Pembuluh darah mata
: kebutaan
Pembuluh darah ginjal
: gagal ginjal kronik
Pembuluh darah tungkai bawah
: amputasi tungkai bawah
Untuk mencegah terjadinya kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini penyulit DM agar
kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik di samping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan
kadar glukosa darah.
LO 5. MAKANAN HALAL DAN BAIK MENURUT AGAMA ISLAM
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.(QS.
2:168)
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih, yang jatuh,
yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas kecuali yang sempat kamu sembelih dan (diharamkan juga
bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah; itu
adalah suatu kefasikan. (Q.S Al Ma'idah: 3)
Karena itu selain dari yang tersebut dalam ayat ini boleh dimakan, sedangkan bahirah dan wasilah itu tidak
tersebut di dalam ayat itu. Memang ada beberapa ulama berpendapat bahwa di samping yang tersebut dalam
ayat itu, adalagi yang diharamkan memakannya berdasarkan hadis Rasulullah saw. seperti memakan
binatang yang bertaring tajam atau bercakar kuat, tetapi sebagian ulama berpendapat bahwa memakan
binatang-binatang tersebut hanya makruh saja hukumnya.
Allah menyuruh manusia memakan yang baik sedang makanan yang diharamkan oleh beberapa kabilah
yang ditetapkan menurut kemauan dan peraturan yang mereka buat sendiri halal dimakan, karena Allah tidak
mengharamkan makanan itu. Allah hanya mengharamkan beberapa macam makanan tertentu sebagaimana
tersebut dalam ayat 3 surat Al-Maidah dan dalam ayat 173 surat kedua ini.