BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
bersifat
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
Manajemen Investasi Teknologi Informasi M. Benny Chaniago Universitas
Widyatama
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
bersifat
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
Manajemen Investasi Teknologi Informasi M. Benny Chaniago Universitas
Widyatama
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
informasi yang cukup banyak dikenal dan telah dipergunakan secara luas di
kalangan praktisi bisnis.
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
dicari nilai padanannya (dalam mata uang) dengan menggunakan berbagai teknik
penilaian (valuation technique). Hasil dari biaya dan manfaat yang telah ditransfer ke
dalam satuan mata uang tersebut selanjutnya dapat diproyeksikan ke dalam format
alur kas (cash flow) atau dengan menggunakan metode standar ROI yang telah
dikenal luas. Kekuatan utama dari metode ini adalah karena telah berhasilnya
manajemen dalam mengkuantifikasikan biaya dan manfaat yang bersifat kualitatif
maupun intangible. Sementara kelemahan utama dari metode ini menurut kejadian
yang sudah-sudah adalah sering terjadi perselisihan atau perdebatan dalam
menentukan teknik yang sesuai dalam mencari value elemen yang nilainya tidak
jelas tersebut.
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
dibandingkan dengan usaha untuk mengurangi atau mereduksi biaya. Filosofi ini
didasari pada observasi bahwa setiap inovasi berkembang karena adanya keinginan
untuk meningkatkan value tertentu, bukan sekedar untuk melakukan penghematan
terhadap biaya semata. Untuk mendapatkan value yang optimal, kajian terhadap
hal-hal yang bersifat intangible harus dilakukan. VA biasanya mempergunakan teknik
pendekatan iteratif - seperti metode Delphi untuk mendapatkan solusi terhadap
permasalahan tersebut. Terkadang dibangun pula prototip dari sebuah sistem agar
manajemen pengambil keputusan dapat memperkirakan value yang dapat diperoleh
seandainya sistem tersebut diimplementasikan secara penuh di kemudian hari.
Ketika sebuah sistem diusulkan untuk dibangun, sejumlah manfaat yang akan
diperoleh dipetakan terlebih dahulu. Kemudian dengan menggunakan teknik statistik
seperti cluster analysis manfaat yang serupa dicoba untuk dikategorisasikan.
Setelah kategori manfaat berhasil diklasifikasikan, barulah terhadap masing-masing
kategri dinyatakan value yang terkait dengannya. Karena biasanya manfaat tersebut
kerap diekspresikan melalui berbagai format, seperti: angka, kalimat, ukuran, dan
lain sebagainya, maka terkadang dipergunakan metode kalkulasi utility seperti pada
MOMC. Metode VA ini sangat rumit dan membutuhkan biaya yang relatif besar untuk
diimplementasikan, namun memang hasilnya dinilai dapat memuaskan para
stakeholder dalam dunia bisnis.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
menentukan teknik yang sesuai dalam mencari value elemen yang nilainya tidak
jelas tersebut.
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
Jika estimasi ini berhasil dilakukan, kinerja metode ROM akan jauh lebih baik
dibandingkan dengan metode ex post evaluation lainnya.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
dapat diperoleh perusahaan di kemudian hari terkait dengan sistem yang akan
dibangun.
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai uang, yaitu utility. Setiap
proyek teknologi informasi pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai, dan tidak jarang
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
bersifat
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
Manajemen Investasi Teknologi Informasi M. Benny Chaniago Universitas
Widyatama
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
informasi yang cukup banyak dikenal dan telah dipergunakan secara luas di
kalangan praktisi bisnis.
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
dicari nilai padanannya (dalam mata uang) dengan menggunakan berbagai teknik
penilaian (valuation technique). Hasil dari biaya dan manfaat yang telah ditransfer ke
dalam satuan mata uang tersebut selanjutnya dapat diproyeksikan ke dalam format
alur kas (cash flow) atau dengan menggunakan metode standar ROI yang telah
dikenal luas. Kekuatan utama dari metode ini adalah karena telah berhasilnya
manajemen dalam mengkuantifikasikan biaya dan manfaat yang bersifat kualitatif
maupun intangible. Sementara kelemahan utama dari metode ini menurut kejadian
yang sudah-sudah adalah sering terjadi perselisihan atau perdebatan dalam
menentukan teknik yang sesuai dalam mencari value elemen yang nilainya tidak
jelas tersebut.
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
dibandingkan dengan usaha untuk mengurangi atau mereduksi biaya. Filosofi ini
didasari pada observasi bahwa setiap inovasi berkembang karena adanya keinginan
untuk meningkatkan value tertentu, bukan sekedar untuk melakukan penghematan
terhadap biaya semata. Untuk mendapatkan value yang optimal, kajian terhadap
hal-hal yang bersifat intangible harus dilakukan. VA biasanya mempergunakan teknik
pendekatan iteratif - seperti metode Delphi untuk mendapatkan solusi terhadap
permasalahan tersebut. Terkadang dibangun pula prototip dari sebuah sistem agar
manajemen pengambil keputusan dapat memperkirakan value yang dapat diperoleh
seandainya sistem tersebut diimplementasikan secara penuh di kemudian hari.
Ketika sebuah sistem diusulkan untuk dibangun, sejumlah manfaat yang akan
diperoleh dipetakan terlebih dahulu. Kemudian dengan menggunakan teknik statistik
seperti cluster analysis manfaat yang serupa dicoba untuk dikategorisasikan.
Setelah kategori manfaat berhasil diklasifikasikan, barulah terhadap masing-masing
kategri dinyatakan value yang terkait dengannya. Karena biasanya manfaat tersebut
kerap diekspresikan melalui berbagai format, seperti: angka, kalimat, ukuran, dan
lain sebagainya, maka terkadang dipergunakan metode kalkulasi utility seperti pada
MOMC. Metode VA ini sangat rumit dan membutuhkan biaya yang relatif besar untuk
diimplementasikan, namun memang hasilnya dinilai dapat memuaskan para
stakeholder dalam dunia bisnis.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
diperhitungkan nilai atau value atau manfaat investasi yang akan diperoleh di masa
depan dan memproyeksikan besaran nilai tersebut pada saat ini (ketika investasi
dilakukan). Metode yang paling banyak dipilih adalah dengan menggunakan Internal
Rate of Return (IRR) yang biasanya digunakan bersama dengan Net Present Value
(NPV). Sebuah proyek teknologi informasi yang diusulkan untuk dibiayai terlebih
dahulu dihitung IRR-nya. Jika ternyata nilai IRR tersebut lebih besar dari hurdle rate
of return atau ambang batas minimal rasio pengembalian yang telah disepakati
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
biaya total yang harus dikeluarkan untuk investasi teknologi informasi dibandingkan
dengan sebuah ukuran agregrat tertentu, seperti total pendapatan (revenue) atau
total pengeluaran operasional (operating expenses). Jika rasio perusahaan lebih
kecil dibandingkan dengan rata-rata industri sejenis, maka kenaikan biaya investasi
dipertimbangkan sebagai hal yang normal atau seharusnya dilakukan. Sementara
jika terjadi sebaliknya, perlu dipertanyakan kelayakan investasi tersebut. Sering pula
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
informasinya, sebagian dari mereka merasa tidak puas dengan penggunaan metode
ini.
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
informasi. Dalam IE, semua hal yang bersifat kuantitatif dan tangible dapat dengan
mudah dikalkulasikan dengan menggunakan metode ROI konvensional. Namun
untuk proses-proses yang bersifat intangible dan memiliki unsur resiko, diberlakukan
sejumlah teknik dengan menggunakan ranking dan scoring. Hasilnya kemudian
dinilai kembali oleh para eksekutif untuk menentukan nilai relatif dari aspek yang
bersifat
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
berhasil didefinisikan, barulah ditelaah satu per satu, apa saja kontribusi teknologi
informasi terhadap masing-masing CSF tersebut. Jika kontribusi teknologi informasi
sangat besar terhadap pencapaian sebuah CSF, maka seyogiyanya perlu dilakukan
investasi terhadapnya. Misalnya salah satu CSF adalah: pelayanan prima kepada
pelanggan di seluruh dunia dimana investasi untuk membangun sebuah sistem
Customer Relationship Management (CRM) menjadi suatu keharusan.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
orang? Di dalam CBA, elemen yang tidak memiliki value yang jelas dicoba untuk
dicari nilai padanannya (dalam mata uang) dengan menggunakan berbagai teknik
penilaian (valuation technique). Hasil dari biaya dan manfaat yang telah ditransfer ke
dalam satuan mata uang tersebut selanjutnya dapat diproyeksikan ke dalam format
alur kas (cash flow) atau dengan menggunakan metode standar ROI yang telah
dikenal luas. Kekuatan utama dari metode ini adalah karena telah berhasilnya
manajemen dalam mengkuantifikasikan biaya dan manfaat yang bersifat kualitatif
maupun intangible. Sementara kelemahan utama dari metode ini menurut kejadian
yang sudah-sudah adalah sering terjadi perselisihan atau perdebatan dalam
menentukan teknik yang sesuai dalam mencari value elemen yang nilainya tidak
jelas tersebut.
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
Cara ini bertujuan untuk melihat dampak implementasi sebuah sistem baru terhadap
nilai tambah di kalangan manajemen perusahaan. ROM didefinisikan sebagai hasil
perhitungan dari total pendapatan perusahaan dikurangi dengan seluruh biaya dan
nilai tambah dari masingmasing sumber daya termasuk modal (capital) kecuali
biaya manajemen dan hal terkait dengan manajemen. Sehingga value dari sebuah
sistem baru adalah selisih antara ROM sebelum sistem tersebut diimplementasikan
dengan ROM setelah sistem tersebut diimplementasikan. Tantangan penggunaan
metode ini terletak pada kemampuan memperkirakan proyek pendapatan dan biaya
terkait dengannya di kemudian hari seandainya sistem tersebut diimplementasikan.
Jika estimasi ini berhasil dilakukan, kinerja metode ROM akan jauh lebih baik
dibandingkan dengan metode ex post evaluation lainnya.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
dibandingkan dengan usaha untuk mengurangi atau mereduksi biaya. Filosofi ini
didasari pada observasi bahwa setiap inovasi berkembang karena adanya keinginan
untuk meningkatkan value tertentu, bukan sekedar untuk melakukan penghematan
terhadap biaya semata. Untuk mendapatkan value yang optimal, kajian terhadap
hal-hal yang bersifat intangible harus dilakukan. VA biasanya mempergunakan teknik
pendekatan iteratif - seperti metode Delphi untuk mendapatkan solusi terhadap
permasalahan tersebut. Terkadang dibangun pula prototip dari sebuah sistem agar
manajemen pengambil keputusan dapat memperkirakan value yang dapat diperoleh
seandainya sistem tersebut diimplementasikan secara penuh di kemudian hari.
Ketika sebuah sistem diusulkan untuk dibangun, sejumlah manfaat yang akan
diperoleh dipetakan terlebih dahulu. Kemudian dengan menggunakan teknik statistik
seperti cluster analysis manfaat yang serupa dicoba untuk dikategorisasikan.
Setelah kategori manfaat berhasil diklasifikasikan, barulah terhadap masing-masing
kategri dinyatakan value yang terkait dengannya. Karena biasanya manfaat tersebut
kerap diekspresikan melalui berbagai format, seperti: angka, kalimat, ukuran, dan
lain sebagainya, maka terkadang dipergunakan metode kalkulasi utility seperti pada
MOMC. Metode VA ini sangat rumit dan membutuhkan biaya yang relatif besar untuk
diimplementasikan, namun memang hasilnya dinilai dapat memuaskan para
stakeholder dalam dunia bisnis.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
diperhitungkan nilai atau value atau manfaat investasi yang akan diperoleh di masa
depan dan memproyeksikan besaran nilai tersebut pada saat ini (ketika investasi
dilakukan). Metode yang paling banyak dipilih adalah dengan menggunakan Internal
Rate of Return (IRR) yang biasanya digunakan bersama dengan Net Present Value
(NPV). Sebuah proyek teknologi informasi yang diusulkan untuk dibiayai terlebih
dahulu dihitung IRR-nya. Jika ternyata nilai IRR tersebut lebih besar dari hurdle rate
of return atau ambang batas minimal rasio pengembalian yang telah disepakati
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
biaya total yang harus dikeluarkan untuk investasi teknologi informasi dibandingkan
dengan sebuah ukuran agregrat tertentu, seperti total pendapatan (revenue) atau
total pengeluaran operasional (operating expenses). Jika rasio perusahaan lebih
kecil dibandingkan dengan rata-rata industri sejenis, maka kenaikan biaya investasi
dipertimbangkan sebagai hal yang normal atau seharusnya dilakukan. Sementara
jika terjadi sebaliknya, perlu dipertanyakan kelayakan investasi tersebut. Sering pula
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
informasinya, sebagian dari mereka merasa tidak puas dengan penggunaan metode
ini.
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
informasi. Dalam IE, semua hal yang bersifat kuantitatif dan tangible dapat dengan
mudah dikalkulasikan dengan menggunakan metode ROI konvensional. Namun
untuk proses-proses yang bersifat intangible dan memiliki unsur resiko, diberlakukan
sejumlah teknik dengan menggunakan ranking dan scoring. Hasilnya kemudian
dinilai kembali oleh para eksekutif untuk menentukan nilai relatif dari aspek yang
bersifat
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
berhasil didefinisikan, barulah ditelaah satu per satu, apa saja kontribusi teknologi
informasi terhadap masing-masing CSF tersebut. Jika kontribusi teknologi informasi
sangat besar terhadap pencapaian sebuah CSF, maka seyogiyanya perlu dilakukan
investasi terhadapnya. Misalnya salah satu CSF adalah: pelayanan prima kepada
pelanggan di seluruh dunia dimana investasi untuk membangun sebuah sistem
Customer Relationship Management (CRM) menjadi suatu keharusan.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
orang? Di dalam CBA, elemen yang tidak memiliki value yang jelas dicoba untuk
dicari nilai padanannya (dalam mata uang) dengan menggunakan berbagai teknik
penilaian (valuation technique). Hasil dari biaya dan manfaat yang telah ditransfer ke
dalam satuan mata uang tersebut selanjutnya dapat diproyeksikan ke dalam format
alur kas (cash flow) atau dengan menggunakan metode standar ROI yang telah
dikenal luas. Kekuatan utama dari metode ini adalah karena telah berhasilnya
manajemen dalam mengkuantifikasikan biaya dan manfaat yang bersifat kualitatif
maupun intangible. Sementara kelemahan utama dari metode ini menurut kejadian
yang sudah-sudah adalah sering terjadi perselisihan atau perdebatan dalam
menentukan teknik yang sesuai dalam mencari value elemen yang nilainya tidak
jelas tersebut.
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
Cara ini bertujuan untuk melihat dampak implementasi sebuah sistem baru terhadap
nilai tambah di kalangan manajemen perusahaan. ROM didefinisikan sebagai hasil
perhitungan dari total pendapatan perusahaan dikurangi dengan seluruh biaya dan
nilai tambah dari masingmasing sumber daya termasuk modal (capital) kecuali
biaya manajemen dan hal terkait dengan manajemen. Sehingga value dari sebuah
sistem baru adalah selisih antara ROM sebelum sistem tersebut diimplementasikan
dengan ROM setelah sistem tersebut diimplementasikan. Tantangan penggunaan
metode ini terletak pada kemampuan memperkirakan proyek pendapatan dan biaya
terkait dengannya di kemudian hari seandainya sistem tersebut diimplementasikan.
Jika estimasi ini berhasil dilakukan, kinerja metode ROM akan jauh lebih baik
dibandingkan dengan metode ex post evaluation lainnya.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
dibandingkan dengan usaha untuk mengurangi atau mereduksi biaya. Filosofi ini
didasari pada observasi bahwa setiap inovasi berkembang karena adanya keinginan
untuk meningkatkan value tertentu, bukan sekedar untuk melakukan penghematan
terhadap biaya semata. Untuk mendapatkan value yang optimal, kajian terhadap
hal-hal yang bersifat intangible harus dilakukan. VA biasanya mempergunakan teknik
pendekatan iteratif - seperti metode Delphi untuk mendapatkan solusi terhadap
permasalahan tersebut. Terkadang dibangun pula prototip dari sebuah sistem agar
manajemen pengambil keputusan dapat memperkirakan value yang dapat diperoleh
seandainya sistem tersebut diimplementasikan secara penuh di kemudian hari.
Ketika sebuah sistem diusulkan untuk dibangun, sejumlah manfaat yang akan
diperoleh dipetakan terlebih dahulu. Kemudian dengan menggunakan teknik statistik
seperti cluster analysis manfaat yang serupa dicoba untuk dikategorisasikan.
Setelah kategori manfaat berhasil diklasifikasikan, barulah terhadap masing-masing
kategri dinyatakan value yang terkait dengannya. Karena biasanya manfaat tersebut
kerap diekspresikan melalui berbagai format, seperti: angka, kalimat, ukuran, dan
lain sebagainya, maka terkadang dipergunakan metode kalkulasi utility seperti pada
MOMC. Metode VA ini sangat rumit dan membutuhkan biaya yang relatif besar untuk
diimplementasikan, namun memang hasilnya dinilai dapat memuaskan para
stakeholder dalam dunia bisnis.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
diperhitungkan nilai atau value atau manfaat investasi yang akan diperoleh di masa
depan dan memproyeksikan besaran nilai tersebut pada saat ini (ketika investasi
dilakukan). Metode yang paling banyak dipilih adalah dengan menggunakan Internal
Rate of Return (IRR) yang biasanya digunakan bersama dengan Net Present Value
(NPV). Sebuah proyek teknologi informasi yang diusulkan untuk dibiayai terlebih
dahulu dihitung IRR-nya. Jika ternyata nilai IRR tersebut lebih besar dari hurdle rate
of return atau ambang batas minimal rasio pengembalian yang telah disepakati
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
biaya total yang harus dikeluarkan untuk investasi teknologi informasi dibandingkan
dengan sebuah ukuran agregrat tertentu, seperti total pendapatan (revenue) atau
total pengeluaran operasional (operating expenses). Jika rasio perusahaan lebih
kecil dibandingkan dengan rata-rata industri sejenis, maka kenaikan biaya investasi
dipertimbangkan sebagai hal yang normal atau seharusnya dilakukan. Sementara
jika terjadi sebaliknya, perlu dipertanyakan kelayakan investasi tersebut. Sering pula
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
informasinya, sebagian dari mereka merasa tidak puas dengan penggunaan metode
ini.
ditemui terdapat lebih dari satu obyektif yang menjadi target. Karena setiap
stakeholder sebagai pengambil keputusan memiliki pandangan atau perspektif yang
berbeda terhadap obyektif tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk
melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah obyektif yang ada
(misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan dari investasi yang akan
dilakukan). Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya
maupun manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir. Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi
proyek dengan multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik
yang terjadi antara beberapa orang yang tidak sepakat dengan value maupun
manfaat dari teknologi informasi yang akan dikembangkan. Kelebihan lain adalah
dimungkinkannya pula dipergunakan metode MOMC ini jika ternyata terdapat lebih
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
informasi. Dalam IE, semua hal yang bersifat kuantitatif dan tangible dapat dengan
mudah dikalkulasikan dengan menggunakan metode ROI konvensional. Namun
untuk proses-proses yang bersifat intangible dan memiliki unsur resiko, diberlakukan
sejumlah teknik dengan menggunakan ranking dan scoring. Hasilnya kemudian
dinilai kembali oleh para eksekutif untuk menentukan nilai relatif dari aspek yang
bersifat
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
berhasil didefinisikan, barulah ditelaah satu per satu, apa saja kontribusi teknologi
informasi terhadap masing-masing CSF tersebut. Jika kontribusi teknologi informasi
sangat besar terhadap pencapaian sebuah CSF, maka seyogiyanya perlu dilakukan
investasi terhadapnya. Misalnya salah satu CSF adalah: pelayanan prima kepada
pelanggan di seluruh dunia dimana investasi untuk membangun sebuah sistem
Customer Relationship Management (CRM) menjadi suatu keharusan.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
orang? Di dalam CBA, elemen yang tidak memiliki value yang jelas dicoba untuk
dicari nilai padanannya (dalam mata uang) dengan menggunakan berbagai teknik
penilaian (valuation technique). Hasil dari biaya dan manfaat yang telah ditransfer ke
dalam satuan mata uang tersebut selanjutnya dapat diproyeksikan ke dalam format
alur kas (cash flow) atau dengan menggunakan metode standar ROI yang telah
dikenal luas. Kekuatan utama dari metode ini adalah karena telah berhasilnya
manajemen dalam mengkuantifikasikan biaya dan manfaat yang bersifat kualitatif
maupun intangible. Sementara kelemahan utama dari metode ini menurut kejadian
yang sudah-sudah adalah sering terjadi perselisihan atau perdebatan dalam
menentukan teknik yang sesuai dalam mencari value elemen yang nilainya tidak
jelas tersebut.
dari satu jenis proyek investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat
terkait. Untuk membantu manajemen dalam melakukan perhitungan ini, banyak
sekali dijual di pasaran berbagai jenis perangkat lunak (software) yang dapat
dipergunakan. Selain sebagai alat bantu pengambilan keputusan, perangkat lunak
tersebut dapat pula melakukan kajian terkait dengan metode ini seperti contohnya
analisa sensitivitas dan uji coba kehandalan (robustness).
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
Cara ini bertujuan untuk melihat dampak implementasi sebuah sistem baru terhadap
nilai tambah di kalangan manajemen perusahaan. ROM didefinisikan sebagai hasil
perhitungan dari total pendapatan perusahaan dikurangi dengan seluruh biaya dan
nilai tambah dari masingmasing sumber daya termasuk modal (capital) kecuali
biaya manajemen dan hal terkait dengan manajemen. Sehingga value dari sebuah
sistem baru adalah selisih antara ROM sebelum sistem tersebut diimplementasikan
dengan ROM setelah sistem tersebut diimplementasikan. Tantangan penggunaan
metode ini terletak pada kemampuan memperkirakan proyek pendapatan dan biaya
terkait dengannya di kemudian hari seandainya sistem tersebut diimplementasikan.
Jika estimasi ini berhasil dilakukan, kinerja metode ROM akan jauh lebih baik
dibandingkan dengan metode ex post evaluation lainnya.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
dibandingkan dengan usaha untuk mengurangi atau mereduksi biaya. Filosofi ini
didasari pada observasi bahwa setiap inovasi berkembang karena adanya keinginan
untuk meningkatkan value tertentu, bukan sekedar untuk melakukan penghematan
terhadap biaya semata. Untuk mendapatkan value yang optimal, kajian terhadap
hal-hal yang bersifat intangible harus dilakukan. VA biasanya mempergunakan teknik
pendekatan iteratif - seperti metode Delphi untuk mendapatkan solusi terhadap
permasalahan tersebut. Terkadang dibangun pula prototip dari sebuah sistem agar
manajemen pengambil keputusan dapat memperkirakan value yang dapat diperoleh
seandainya sistem tersebut diimplementasikan secara penuh di kemudian hari.
Ketika sebuah sistem diusulkan untuk dibangun, sejumlah manfaat yang akan
diperoleh dipetakan terlebih dahulu. Kemudian dengan menggunakan teknik statistik
seperti cluster analysis manfaat yang serupa dicoba untuk dikategorisasikan.
Setelah kategori manfaat berhasil diklasifikasikan, barulah terhadap masing-masing
kategri dinyatakan value yang terkait dengannya. Karena biasanya manfaat tersebut
kerap diekspresikan melalui berbagai format, seperti: angka, kalimat, ukuran, dan
lain sebagainya, maka terkadang dipergunakan metode kalkulasi utility seperti pada
MOMC. Metode VA ini sangat rumit dan membutuhkan biaya yang relatif besar untuk
diimplementasikan, namun memang hasilnya dinilai dapat memuaskan para
stakeholder dalam dunia bisnis.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
BAB 3
RAGAM TEKNIK EVALUASI INVESTASI PROYEK TEKNOLOGI
INFORMASI
diperhitungkan nilai atau value atau manfaat investasi yang akan diperoleh di masa
depan dan memproyeksikan besaran nilai tersebut pada saat ini (ketika investasi
dilakukan). Metode yang paling banyak dipilih adalah dengan menggunakan Internal
Rate of Return (IRR) yang biasanya digunakan bersama dengan Net Present Value
(NPV). Sebuah proyek teknologi informasi yang diusulkan untuk dibiayai terlebih
dahulu dihitung IRR-nya. Jika ternyata nilai IRR tersebut lebih besar dari hurdle rate
of return atau ambang batas minimal rasio pengembalian yang telah disepakati
perusahaan, maka proposal tersebut disetujui. Sebaliknya jika nilai IRR berada di
bawah ambang tersebut, proyek teknologi informasi yang diusulkan biasanya ditolak
oleh manajemen untuk dibiayai. Pendekatan ROI ini cenderung dipilih oleh
organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau sangat ketat dalam mengelola sumber
daya keuangannya. Salah satu kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan apakah investasi terhadap proyek
teknologi informasi perlu dilakukan atau tidak. Sejauh nilai perhitungan IRR lebih
besar dari ambang rasio yang dicanangkan misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya maka manajemen dengan
leluasa dan penuh kepastian akan memilih untuk melakukan investasi terhadap
proyek tersebut. Namun kelemahan terbesar dan dinilai cukup mendasar dari
metode ROI ini adalah banyaknya hambatan dalam menentukan nilai atau
parameter dari beberapa variabel yang dibutuhkan untuk menghitung IRR misalnya,
karena karakteristik dari proyek teknologi informasi. Karena IRR membutuhkan nilai
perkiraan besaran manfaat yang akan didapat dari implementasi teknologi informasi
di kemudian hari, paling tidak ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk
ditentukan, yaitu:
BOUNDARY VALUES
Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak digemari
karena
kemudahan
dan
kesederhanaannya
(Martin,
1989).
Prinsip
yang
biaya total yang harus dikeluarkan untuk investasi teknologi informasi dibandingkan
dengan sebuah ukuran agregrat tertentu, seperti total pendapatan (revenue) atau
total pengeluaran operasional (operating expenses). Jika rasio perusahaan lebih
kecil dibandingkan dengan rata-rata industri sejenis, maka kenaikan biaya investasi
dipertimbangkan sebagai hal yang normal atau seharusnya dilakukan. Sementara
jika terjadi sebaliknya, perlu dipertanyakan kelayakan investasi tersebut. Sering pula
dipergunakan variasi dari ukuran yang ada, misalnya dengan menggunakan rasio
biaya teknologi informasi per karyawan atau perbandingan antara manfaat teknologi
informasi dibagi dengan total pengeluaran untuk pengembangan dan pemeliharaan
teknologi informasi. Hasil perbandingan rasio ini selain dapat dipergunakan untuk
mengevaluasi sebuah investasi, dapat pula diperganakan untuk menilai kinerja
efisiensi dari teknologi informasi perusahaan. Jika rasio pengeluaran lebih besar
dibandingkan industri, berarti perusahaan dipandang kurang efisien dibandingkan
dengan para pesaingnya; sementara jika nilainya lebih kecil, berarti perusahaan
memiliki kinerja teknologi informasi yang sukses dan kompetitif.
tangible
dan
intangible.
Singkatnya,
metode
ini
bertujuan
untuk
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan intangible, hal-hal yang
penuh ketidakpastiaan baik secara strategis maupun operasional, dan terutama
yang berkaitan dengan resiko yang dihadapi. Kelemahannya adalah bahwa untuk
menggunakan metode ini diperlukan keahlian spesifik karena sifatnya yang
kompleks dan cukup memakan waktu.
EXPERIMENTAL METHODS
Membayangkan atau memperkirakan apa yang akan terjadi seandainya
sistem telah selesai dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan,
terutama mereka yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan cukup
mengenai dampak teknologi informasi bagi bisnis. Nilai investasi yang terlampau
besar,
pengerjaan
yang
diperkirakan
memakan
waktu
cukup
lama,
dan
investasi.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
ada
beberapa
cara
prototipnya.
Setelah
prototip
selesai
dibangun,
barulah
Simulation adalah sebuah proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan
terjadi di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990). Tujuannya adalah agar
perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran kinerja kuantitatif yang
terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut, sehingga yang bersangkutan
merasa tidak ragu-ragu untuk membangun teknologi informasinya. Melalui alat
simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai skenario yang
dikehendakinya (what-if scenario) terutama terkait dengan nilai investasi yang
ingin dikeluarkan (karena hal tersebut berkorelasi langsung dengan spesifikasi
teknologi informasi yang akan dibangun).
teridentifikasi
melalui
proses
diskusi
dari
berbagai
pihak
yang
berkepentingan ini.
Disamping seluruh metode yang telah dijelaskan terdahulu, dalam
perkembangannya masih banyak pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi, seperti misalnya (House, 1983):
art criticism (menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli berdasarkan
pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi bisnis), accreditation
(menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran standar kualitas dari sebuah investasi
yang baik dan benar), adversarial methods (mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling berdebat mengenai pro dan kontra dari
rencana investasi), analogy (melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.