Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
Studi tentang kepemimpinan sudah sangat tua dan melahirkan begitu banyak
teori, mulai dari the great men theory yang menganggap bahwa pemimpin itu dilahirkan,
kemudian dilanjutkan dengan teori sifat yang mencoba menidentifikasi kepemimpinan
berdasarkan sifat-sifat yang melekat pada pemimpin yang berhasil, kemudian lahir teori
prilaku yang menganalisis kepemimpinan yang berhasil itu ditentukan oleh prilakuprilaku tertentu, dan teori kontingensi yang menganalisis bahwa kepemimpinan itu
harus didasarkan pada situasi dan kondisi dimana kepemimpinan itu dijalankan. Inilah
garis besar teori kepemimpinan yang berkembang selama ini. Namun, pada tataran
teori ini tidak satupun teori yang bisa menjelaskan konsep teori apa yang cocok untuk
situasi kondisi yang ada di indonesia sebagaimana yang dijelaskan oleh teori
situasional atau kontingensi. Ada suatu konsep yang dikemukankan dari teori lokal yang
berdasarkan falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu pancasila.
Pancasila merupakan falsafah hidup bangsa Indonesia, dimana pola hidup
masyarakatnya selalu berdasarkan pada nilai-nilai yang terkandung pada pancasila.
Namun apa yang terjadi, masih banyak dari masyarakat kita yang bisa dan mau
mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupannya. Begitu juga dengan para
pemimpin kita, kita lihat dari puncak teratas kepemimpinan negeri kita yaitu presidenpresiden kita. Kita mulai dari presiden kita pertama yaitu Sukarno. Sukarno adalah
pencetus dan salah satu the founding father bangsa ini. Pancasila juga terlahir dari
konsep para founding father bangsa ini, namun jika kita lihat dari kepemimpinan
Sukarno bahwa Sukarno lebih menonjolkan kharismatiknya, tak sedikit orang yang
meragukan Sukarno, namun apakah Sukarno sudah menerapkan nilai-nilai pancasila
dalam kepemimpinannya. Sukarno jika kita lihat dari sejarahnya juga tidak menerapkan
seluruhnya dari nilai-nilai pancasila, hal ini terbukti dengan keinginannya untuk menjadi
presiden seumur hidup, hal ini sangat bertentangan dengan nilai dari sila ke-4 yaitu
dengan nilai-nilai demokrasinya. Begitu juga dengan paham komunisme yang menurut
sejarah dianut oleh Sukarno, hal ini bertentang dengan prinsip keadilan yang dijelaskan
dalam konsep kepemimpinan yang berkeadilan yang berarti menempatkan sesuatu

pada porsinya bukan sama rata dan sama rasa. Kepemimpinan pancasila yang unsurunsur nilainya memiliki nilai universal, namun, realitanya para pemimpin bangsa ini
dalam memimpin tidak sepenuhnya memperlihatkan atau menginternalisasikan nilainilai pancasila ke dalam sikap dan tingkah lakunya untuk memimpin masyarakatnya
maupun bawahannya.

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Kepemimpinan Di Indonesia
Kondisi lingkungan kehidupan bangsa kita pada dekade-dekade awal abad 21
sebagaimana bangsa lain diberbagai belahan dunia, menghadapi gelombang besar
berupa

meningkatnya

tuntutan

Demokratisasi, Desentralisasi,

dan

Globalisasi.

Demokratisasi memang mengandung makna kebebasan dan optimalitas pelaksanaan


hak-hak asasi manusia tanpa membedakan latar belakang etnik, agama, ideologi,
maupun domisili. Domokrasi didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan dan hukum yang
berkeadilan serta keputusan pada keputusan bersama yang diambil secara obyektif,
rasional, dan kemanusiaan. Namun yang berkembang bukan kerja sama yang rasional
dan manusiawi melainkan konflik atau disintegrasi yang seakan tidak mencerminkan
pemahaman akan nilai-nilai peradaban demokrasiyang luhur.
Desentralisasi sebagai perwujudan nyata pelaksanaan otonomi. Sebab dengan
adanya hak, kewajiban, dan wewenang mengurusi rumah tangga daerah oleh daerah,
maka jarak berbagai pelayanan publik dan partisipasi masyarakat dalam proses
kebijakan bertambah dekat. Liberalisasi perekonomian yang menandai gelombang
Globalisasi sejak dekade ahir abad 20, serta krisis dimensi yang melanda kehidupan
bangsa Indonesia, bukannya menuntut peningkatan efisiensi dan mutu pelayanan,
tetapi juga kemampuan dalam mengelola kebijakan publik secara arif dan efektif kearah
pemulihan perekonomian, integrasi nasional, serta peningkatan ketahanan daya saing
perekonomian bangsa. Bangsa kita terasa masih tenggelam dalam permasalahan yang
timbul sebagai akibatkesalahan mendasar yang dibuatnya sendiri, khususnya pada
para pemimpin. Oleh karena itu, dalam menghadapi masalah tersebutdiperlukan suatu
dasar pendekatan bersama dan kualifikasi segenap unsur SDM utamanya unsur
pemimpin dalam berbagai lembaga pemerintahan dan masyarakat.
Pada dasarnya kepemimpinan di Indonesia adalah kepemimpinan yang
berlandaskan nilai-nilai pancasila (Kepemimpinan Pancasila).

Kepemimpinan menurut Pak Harto


Mantan presiden Soeharto menjelaskan tentang asas kepemimpinan Hasta

Brata (delapan laku kepemimpinan). Delapan laku tersebut antara lain:


1. Lir Surya (matahari)
Dengan lambang ini diharapkan seorang pemimpin dapat berfungsi seperti
matahari bagi yang dipimpin. Dapat memberi semangat, memberi kekuatan dan
daya hidup bagi orang-orang yang dipimpinnya.
2. Lir Candra (bulan)
Dengan lambang ini seorang pemimpin hadaknya berfungsi sebagai bulan,
yakni membuat senang bagi anggotanya dan memberi terang pada waktu gelap.
Ketika dalam keadaan sulit, Sang pemimpin mampu tampil untuk memberi jalan
terang atau jalan keluar dari kesulitan.
3. Lir Kartika (bintang)
Bintang adalah sebagai pedoman bagi pelaut atau pengarung samudra. Dengan
lambang ini pemimpin handaknya berteguh iman takwa, memiliki teguh
pendirian sehingga menjadi pedoman dan panutan bagi rakyatnya yang
mungkin kehilagan arah.
4. Lir Samirana (angin)
Dengan lambang ini, diharapkan seorang pemimpin bersifat seperti angin, teliti,
tidak mudah dihasut. Dia harus manjing ajur ajer bergaul dengan rakyat
lapisan manapun, guna mencari masukan untuk menetapakan kebijakan dan
keputusan.
5. Lir Mega mendung (awan hujan)
Mendung memberi kesan menakutkan, tapi apabila hujan turun akan bermanfaat
bagi bumi. Dengan lambang ini, pemimpin diharapkan dapat tampil berwibawa,
namun keputusan dan kebijakan yang diambilnya hemdaknya bermanfaat bagi
yang dipimpinnya.
6. Lir Dahana (api)
Dengan lambang ini, diharapkan seorang pemimpin tegas dan keras seperti api
dalam menegakkan disiplin dan keadilan.

7. Lir Samudra (laut atau samudra)


Dengan lambang ini, diharapkan pemimpin berwawasan luas, sanggup
menerima dan mendengar persoalan, menyeringnya dan membuat suasana
menjadi jernih kembali tanpa ada rasa dendam.
8. Lir Bantala (bumi)
Dengan lambang ini, diharapkan pemimpin tidak hanya mau berada diatas, tetapi
juga bersedia dibawah. Sang pemimpin seolah-olah menjadi tempat pijakan,
sentosa budinya, jujur dan murah hati bagi anak buahnya.
Konsep Kepemimpinan Pancasila
1. Menurut BP-7 Pusat
Berikut disampaikan suatu pemikiran mengenai kepemimpinan yang selanjutnya
diterapkan di Indonesia:
a. Seorang pemimpin di Indonesia hendaknya memiliki sikap dan perilaku sesuai
dengan nilai-nilai luhur pancasila
b. Seorang pemimpin di Indonesia adalah seorang yang mampu menanggapi
kemajuan IPTEK dan kemajuan zaman
c. Seorang pemimpin hendaknya berwibawa, yakni timbulnya kepatuhan yang
dipimpinnya, bukan karena katakutan, tetapi karena kesadaran dan kerelaan
d. Seorang pemimpin bertanggung jawab atas segala tindakan dan perbuatan yang
dipimpinnya. Dengan demikian, pemimpin benar-benar bersifat ing ngarsa sung
tulada, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani.
2. Menurut Kartini Kartono
Kartini Kartono menjelaskan ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
oleh kepemimpinan, yaitu:
a. Kepemimpinan di Era pembangunan Nasioanal harus bersumber pada falsafah
negara, yakni pancasila
b. Memahami benar makna

dari

perencanaan,

pelaksanaan,

dan

tujuan

pembangunan yang ingin dicapai


c. Diharapkan agar Kepemimpinan Pancasila mampu menggali intisari dari nilainilai tradisional yang luhur, untuk kemudian dipadukan dengan nilai-nilai positif
dari modernisasi.

3. Menurut Ary Murty


Menurut Ary Murty, Kepemimpinan Pancasila adalah kepamimpinan yang
berasas, berjiwa, dan beramal pancasila. Sebagai keterpaduan antara penguasaan
nilai-nilai luhur yang berakar pada budaya Nusantara dengan penguasaan nilai-nilai
kemajuan universal. Adapun nilai-nilai budaya Nusantara meliputi keterjalinan hidup
manusia dengan tuhannya, keserasian hidup antara sesama manusia serta lingkungan
alam, kerukunan dan mempertemukan cita-cita hidup di dunia dan akhirat. Nilai-nilai
kemajuan universal meliputi pendayagunaan Sains dan Teknologi secara efektif dan
efisien dalam rangka meningkatkan kemampuan dan ketangguhan bangsa disegala
aspek kehidupan.
4. Menurut Wahjosumidjo
Menurut Wahjosumidjo, Kepemimpinan Pancasila adalah bentuk kepemimpinan
modern yang selalu menyumberkan diri pada nilai-nilai dan norma-norma pancasila.
Kepemimpinan Pancasila, satu potensi atau kekuatan yang mampu memberdayakan
segala daya sumber masyarakat dan lingkungan yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila
mencapai untuk tujuan nasional. Kepemimpinan Pancasila adalah suatu perpaduan dari
kepemimpinan yang bersifat universal dengan kepemimpinan indonesia, sehingga
dalam kapemimpinan pancasila menonjolkan dua unsur, yaitu Rasionalitas dan
semangat kekeluargaan. Jadi, ada tiga sumber pokok Kepemimpinan Pancasila, yaitu:
-

Pancasila, UUD 1945, dan GBHN


Nilai-nilai kepemimpinan universal
Nilai-nilai spiritual nenek moyang.
Dalam rangka menjalankan tugas kewajibannya seorang pemimpin harus dapat

menjaga kewibawaannya. Lebih-lebih dalam kemerdekaan dan pembangunan.


Berhasilnya pembangunan nasional tergantung peran aktif rakyat Indonesia, dengan
sikap mental, tekad semangat, ketaatan dan disiplin nasional dalam menjalankan tugas
kewajibannya. Dengan demikian perlu dikembangkan motivasi membangun dikalangan
masyarakat luas dan motivasi pengorbanan pengabdian pada unsur kepemimpinannya.
Norma-norma yang tercakup dalam Pancasila itu sekaligus merupakan sistem nilai
yang harus dihayati dan diamalkan oleh setiap warga negara, khususnya para

pemimpin. Kepemimpinan Pancasila adalah bentuk kepemimpinan yang selalu


menggambarkan nilai-nilai dan norma-norma Pancasila. Berikut disampaikan suatu
pemikiran mengenai kepemimpinan yang selanjutnya diterapkan di Indonesia:
Seorang pemimpin di Indonesia hendaknya memiliki sikap dan perilaku sesuai dengan
nilai-nilai luhur pancasila
a. Seorang pemimpin di Indonesia adalah seorang yang mampu menanggapi
kemajuan IPTEK dan kemajuan zaman
b. Seorang pemimpin hendaknya berwibawa, yakni timbulnya kepatuhan yang
dipimpinnya, bukan karena katakutan, tetapi karena kesadaran dan kerelaan
c. Seorang pemimpin bertanggung jawab atas segala tindakan dan perbuatan yang
dipimpinnya. Dengan demikian, pemimpin benar-benar bersifat ing ngarsa sung
tulada, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani Menurut Kartini Kartono
menjelaskan

ada

beberapa

persyaratan

yang

harus

dipenuhi

oleh

kepemimpinan, yaitu:
- Kepemimpinan di Era pembangunan Nasioanal harus bersumber pada falsafah
negara, yakni pancasila
- Memahami benar makna dari perencanaan, pelaksanaan, dan tujuan
pembangunan yang ingin dicapai
- Diharapkan agar Kepemimpinan Pancasila mampu menggali intisari dari nilainilai tradisional yang luhur, untuk kemudian dipadukan dengan nilai-nilai positif
dari modernisasi.
B. Sistem Kepemimpinan Nasional
Menurut Prof. Dr. Mustopadidjaja, bahwa Kepemimpinan Nasional diartikan
sebagai

Sistem

Kepemimpinan

dalam

rangka

penyelenggaraan

negara

dan

pembangunan bangsa, meliputi berbagai unsur dan struktur kelembagaan yang


berkembang dalam kehidupan Pemerintahan negara dan masyarakat, yang berperan
mengemban misi perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsa sesuai dengan
posisi masing-masing dalam Pemerintahan dan masyarakat, mernurut niali-nilai
kebangsaan dan perjuangan yang diamanatkan konstitusi Negara. Secara struktural,
Kepemimpinan Nasional terdiri dari pejabat lembaga-lembaga pemerintahan negara
dan pemimpin lembaga-lembaga yang berkembang dalam masyarakat, yang secara

fungsional berperan dan berkewajiban memimpin orang dan lembaga yang dipimpinnya
dalam upaya mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara.
Menurut Anwar Ibarahim, bahwa kepemimpinan haruslah peka dan prihatin
terhadap suara dan aspirasi rakyat serta merumuskan cara pendekatan yang
melibatkan rakyat. Beliau menekankan pada konsep Syura (musyawarah) dan
demokrasi penyetaraan. Pemimpin Naisonal adalah sosok yang mampu memahami
kebutuhan dan aspirasi rakyat Indonesia secara keseluruhan dan menghayati nilai-nilai
yang berlaku, agar mempunyai kemampuan memberi inspirasi kepada bangsa
Indonesia dan mempunyai visi yang sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.
C. Pendekatan
Tanggal 1 Juni, biasa mengacu pada peristiwa sejarah saat Soekarno berpidato
dalam rapat pertama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI), pada tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945. Adalah benar, bahwa pada
saat tanggal 1 Juni 1945 itu Soekarno mengusulkan nama dasar negara kita dengan
nama Pancasila. Sebuah nama yang menurut Soekarno diperoleh dari seorang teman
yang ahli bahasa, tanpa menyebut siapakah nama teman tersebut.Namun, Pancasila
yang diusulkan oleh Soekarno saat itu, adalah cukup berbeda dengan Pancasila yang
kita kenal saat ini. Perbedaan itu, terutama dalam hal susunan redaksi, sistematika ,
atau urutan sila-silanya. Perhatikan, Pancasila yang diusulkan oleh Soekarno saat itu :
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme - atau Perikemanusiaan
3. Mufakat - atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan.
Tentu, cukup berbeda dengan naskah resmi Pancasila yang kita kenal pada
saat ini, yaitu :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanan dalam permusyawaratan


dan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Naskah resmi Pancasila ini baru disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945, satu
hari setelah Indonesia merdeka melalui rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI), bersamaan dengan disahkannya UUD 1945 sebagai undang-undang
dasar negara.Tanggal 1 Juni 1945 pun bukan pertama kali sebuah gagasan mengenai
lima dasar negara diungkapkan. Tanggal 29 Mei 1945 pada rapat BPUPKI pula, dua
hari sebelum Soekarno berpidato, Muh. Yamin pun telah mengusulkan gagasan
mengenai lima dasar negara dalam pidatonya, meski tanpa menyebut secara eksplisit
mengenai usulan nama Pancasila.
D. Pengertian
Menurut Ary Murty, Kepemimpinan Pancasila adalah kepamimpinan yang
berasas, berjiwa, dan beramal pancasila. Sebagai keterpaduan antara penguasaan
nilai-nilai luhur yang berakar pada budaya Nusantara dengan penguasaan nilai-nilai
kemajuan universal. Adapun nilai-nilai budaya Nusantara meliputi keterjalinan hidup
manusia dengan tuhannya, keserasian hidup antara sesama manusia serta lingkungan
alam, kerukunan dan mempertemukan cita-cita hidup di dunia dan akhirat. Nilai-nilai
kemajuan universal meliputi pendayagunaan Sains dan Teknologi secara efektif dan
efisien dalam rangka meningkatkan kemampuan dan ketangguhan bangsa disegala
aspek kehidupan.
Menurut Wahjosumidjo, Kepemimpinan Pancasila adalah bentuk kepemimpinan
modern yang selalu menyumberkan diri pada nilai-nilai dan norma-norma pancasila.
Kepemimpinan Pancasila, satu potensi atau kekuatan yang mampu memberdayakan
segala daya sumber masyarakat dan lingkungan yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila
mencapai untuk tujuan nasional. Kepemimpinan Pancasila adalah suatu perpaduan dari
kepemimpinan yang bersifat universal dengan kepemimpinan indonesia, sehingga
dalam kapemimpinan pancasila menonjolkan dua unsur, yaitu Rasionalitas dan
semangat kekeluargaan. Agar mampu melaksanakan tugas kewajibannya, pemimpin
harus dapat menjaga kewibawaannya. Dia harus memiliki kelebihan-kelebihan tertentu

bila dibanding dengan kualitas orang-orang yang dipimpinnya. Kelebihan ini terutama
meliputi segi teknis, moral, dan semangat juangnya. Beberapa kelebihan tersebut
antara lain adalah sebagai berikut :
1. sehat jasmaninya, dengan energi yang berlimpah-limpah, dan keuletan tinggi.
2. memiliki integritas kepribadian, sehingga dia matang, dewasa, bertanggung jawab,
dan susila.
3. rela bekerja atas dasar pengabdian dan prinsip kebaikan, serta loyal terhadap
kelompoknya.
4. memiliki inteligensi tinggi untuk menanggapi situasi dan kondisi dengan cermat,
efisien-efektif, memiliki kemampuan persuasi, dan mampu memberikan motivasi yang
baik kepada bawahan.
5. mampu menilai dan membedakan aspek yang positif dari yang negative dari setiap
pribadi dan situasi, agar mendapatkan cara yang paling efisien untuk bertindak.
Selanjutnya, di alam kemerdekaan dan pembangunan sekarang, berhasilnya
pembangunan nasional sangat bergantung pada ikut sertanya seluruh rakyat Indonesia
yang memiliki sikap mental, tekad, semangat, ketaatan dan disiplin nasional dalam
menjalankan tugas kewajibannya. Untuk hal ini perlu dibangkitkan motivasi membangun
di kalangan masyarakat luas, dan motivasi pengorbanan pengabdian pada unsur
kepemimpinan (local, regional maupun nasional). Sebab dengan keteladanan yang
utama- atas dasar pengorbanan dan pengabdian pada kepentingan rakyat banyak,
maka segenap rakyat kecil akan rela berperan serta dalam usaha pembangunan.
Dengan demikian, dalam era pembangunan sekarang diperlukan tipe kepemimpinan
penggugah/stimulator dinamisator untuk menggairahkan semangat pembangunan di
segala bidang kehidupan.
Ada

beberapa

persyaratan

yang

perlu

dipenuhi

oleh

kepemimpinan

pembangunan dan para pejabat pada aparatur pemerintah, yaitu :


- Kepemimpinan dalam era pembangunan nasional harus bersumber pada falsafah
negara, yaitu pancasila.
- Memahami benar makna dari perencanaan, pelaksanaan, dan tujuan pembangunan
yang ingin dicapai. Khususnya menyadari makna pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan fisik, demi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok dan

riil dari rakyat, serta peningkatan kehidupan bangsa atas asas manfaat, usaha
bersama, kekeluargaan, demokrasi, serta prinsip adil dan adil.
- Diharapkan kepemimpinan pancasila mampu menggali intisari dari nilai-nilai
tradisional kuno yang tinggi peninggalan para leluhur dan nenek moyang kita, untuk
kemudian dipadukan dengan nilai-nilai positif dari modernisme, dalam kepemimpinan
Indonesia.
Untuk lebih memahami ketiga hal tersebut di atas, marilah kita renungkan
pemikiran Dr. Ruslan Abdulgani mengenai moral pancasila dalam kaitannya dengan
kepemimpinan nasional antara sebagai berikut :
1. yang dimaksud dengan pancasila adalah pancasila yang tercantum pada pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, berupa kesatuan bulat dan utuh dari kelima sila, yaitu
ketuhanan YME, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Nilai-nilai tersebut harus dihayati, yaitu diresapi serta diendapkan dalam hati dan
kalbu, sehingga memunculkan sikap dan tingkah laku yang utama/terpuji dalam
kehidupan sehari-hari. Untuk kemudian diterapkan/diramalkan dengan kesungguhan
hati dalam kehidupan bermasyarakat, karena orang menyadari sedalam-dalamnya
pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan sumber kejiwaan masyarakat,
(sekaligus menjadi dasar negara Republik Indonesia) untuk hidup rukun damai
bersama-sama.
3. Pancasila dan UUD 1945 menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk
agama masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya. Kebebasan
beragama adalah salah satu hak paling asasi di antara hak-hak asasi manusia, karena
kebebasan itu langsung bersumber pada martabat manusia sebagai mahkluk ciptaan
Tuhan. Kebebasan beragama itu bukan pemberian negara dan bukan pula pemberian
golongan, akan tetapi merupakan anugerah Ilahi.
K e p e m i m p i n a n Pancasila dapat diartikan sebagai kepemimpinan yang
dijiwai

Pancasila, disemangati

azas

kekeluargaan,

memancarkan

wibawa

serta

menumbuhkan daya mampu untuk membawa serta masyarakat, berbangsa dan


bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kepemimpinan yang

diharapkan adalah kepemimpinan moderen, kepemimpinan Pancasila perlu memiliki


ciri-ciri tentang sifat kepemimpinan modern. Di antara sifat-sifat kepemimpinan modern adalah
sebagai berikut:
a. Berorientasi jauh ke depan
Dalam menentukan kebijaksanaan dan memecahkan persoalan, masa yang akan akan
datang selalu diperhitungkan. Karena kita bukan hidup untuk masa lampau, tetapi hidup
untuk menyongsong masa yang akan datang.
b. Berlandaskan pola pikir ilmiah
Dalam

mengambil

keputusan

mengikuti

penentuan

masalah/

problem,p e n e n t u a n d a t a / i n f o r m a s i y a n g d i p e r l u k a n , p e n g u m p u l a n d a t a
d a n informasi,

analisis

data,

penarikan

simpulan.

Dengan

demikian,

dihindari pengambilan keputusan yang didasarkan pada emosi atau intuisi semata-mata ataupun
situasi senang dan tidak senang.
c. Berpegang pada prinsip efesien dan efektif
Menentukan

cara

yang

perlu

diambil

dalam

menyelesaikan

s u a t u kegiatan dengan waktu yang sesingkat-singkatnya, biaya, sarana


dan tenaga yang minimal tetapi tercapai hasil yang maksimal. Cara ini perlu dipadukan
dengan nilai atau azas Pancasila sehingga tercapai keselarasan,

keserasian dan

keseimbangan.
.
E. Pemimipin Yang Berjiwa Pancasila
Bagi suatu organisasi apapun, baik itu Negara, Partai Politik, LSM, Ormawa,
OKP, dll yang ingin memperoleh kemajuan dalam bidang usahanya, maka
kepemimpinan yang baik mutlak dibutuhkan bagi organisasi itu terutama keahlian
dalam bidang tersebut, Dalam suatu organisasi dalam mencapai tujuannya, maka
seorang pemimpin harus dapat mengelola dan mengarahkan elemen-elemen yang ada
secara baik dan teratur. Seorang pemimpin harus dapat menciptakan suatu kerjasama
yang harmonis di antara pimpinan dan bawahan. Arti Kepemimpinan Pancasila adalah
Kepemimpinan

yang

membawa

masyarakat

dalam

kesadaran

bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD45. Keyakinan pemimpin


pancasila :

1. Semangat Nasionalisme
2. Semangat Kekeluargaan
3. Semangat Gotong Royong
4. Pembangunan Isi Kemerdekaan
5. Pembangunan Falsafah Negara Pancasila
6. Pembangunan Amalan Pancasila
7. Pembangunan Fungsi Manajemen
8. Pembangunan Memadu Budaya Tradisi dan Modernisasi
9. Pembangunan Berazas Persatuan, Kebersamaan, Kesatuan
Melihat perilaku pemimpin bangsa kita sekarang yang bercokol di Jakarta,
tentunya kita masih bersikap bijak dengan tidak menyalahkan rakyat pemilihnya, dan
tentunya kita juga tidak layak mempermasalahkan ungkapan vox populi, vox dei, suara
rakyat, suara Tuhan. Kerena ini menyangkut pesan moral bagi pemimpin yang masih
merasa beriman untuk memperhatikan rakyat, terlepas dari rakyat pemilihnya yang
memang juga tidak bermoral, tapi ini tentunya menjadi tanggung jawab pemimpin yang
masih saja mengklaim ia di pilih rakyat, ia mewakili suara rakyat, suara Tuhan yang
tentunya tidak diskriminasi.
Pemimpin kita selalu mengklaim diri seorang Pancasilais sejati, namun selalu
menunjukan ironi, ketika dipertanyakan nilai-nilai Pancasila yang dianutnya, ia lebih
menunjukan diri sebagai perwujudan paham nasionalisme sempit, atau suatu
ketidakperdulian dengan pembenaran di sisi lain. Dia meniadakan sila-sila Pancasila,
apa lagi Bhineka Tunggal Ika yang kita anut. Dia hanya menunjuk diri, kuasa egonya
agar diketahui dirinya orang besar yang mempunyai modal untuk menguasai dunia,
dimana Pancasila yang sesungguhnya hanya sebuah inspirasi untuk dijadikan alatnya
agar dapat di pakai dalam masa kepemimpinannya yang sifatnya sementara ini untuk
menindas. Ia hanya menjadikan Pancasila untuk meningkatkan kapitalnya tanpa perduli
terhadap yang lain, rakyat pemilihnya. Melihat hal ini, rakyat tentunya tahu bahwa
pemimpinnya bukan pemimpin Pancasila, dan senjata untuk melawannya tidaklah kuat
jika hanya dengan seeokor Kerbau. Rakyat tentunya masih berpikir untuk melawan
pemimpin yang memperalat mereka, dan masih terus berharap mempunyai pemimpin

yang berpihak pada mereka. Bila kita sejenak merujuk pada referensi sejarah, Pidato
Bung Karno 1 Juni tentang Lahirnya Pancasila memberi kita pencerahan bahwa kita
mendirikan negara semua untuk semua dimana tidak ada klaim kultural maupun
stempel identitas tertentu di atas blanko republik ini. Dalam UUD 1945, Pasal 1 ayat 3
menyatakan Indonesia adalah negara hukum. Sedangkan dalam pasal 2 UU Nomor 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, jelas tercantum
Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum. Sementara Bhinneka Tunggal
Ika, nilai-nilai luhurnya sudah lama ada di sanubari tiap-tiap rakyat Indonesia.
Kesadaran akan hidup bersama di dalam keberagaman sudah tumbuh dan menjadi jiwa
serta semangat anak-anak bangsa di negeri ini.
Rujukan ideologis, kultural dan konstitusional memberi kita makna bahwa
Indonesia punya cita-cita kolektif dimana semua golongan bisa hidup berdampingan
dengan berlandaskan pada norma-norma hukum dimana sumber rujukanya adalah
Pancasila. Pembangkangan terhadap hukum dengan dalih menjaga ketertiban umum
adalah sikap pengecut. Selama bangsa ini dipimpin oleh orang-orang yang berjiwa
kerdil, jangan pernah berharap bangsa ini bisa besar. Demokrasi yang bersendi
Pancasila harus dijalankan dengan hubungan mayoritas dan minoritas yang berimbang
(majority rule, minority rights). Dalam hal ini berwujud kebijakan publik yang berkeadilan
sesuai dengan nilai-nilai kekeluargaan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila.
Tanpa itu, demokrasi hanya akan jadi pepesan kosong bagi rakyat yang lapar rasa adil
dan haus rasa nyaman. Pemimpin Indonesia harus menjadi Pancasila Hidup atau
Pancasila Berjalan Tanggal 1 Juni 1945 merupakan momen penting dalam sejarah
bangsa Indonesia dalam menentukan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yang baru saja lahir. Kukuhnya Pancasila sebagia dasar NKRI kenyataannya
memang banyak mengorbankan nyawa sesama bangsa sendiri. Ini membuktikan
bahwa Pancasila adalah hasil kerja keras para pemimpin bangsa dalam menghadapi
kondisi pluralitas bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai macam unsur, baik suku
bangsa, adat istiadat maupun agama yang berbeda-beda. Nilai-nilai universalitas
Pancasila makin tampak ketika menghadapi pluralitas masyarakat Indonesia ketimbang
harus mengadopsi kelompok agama tertentu.

Yang paling ironis sekarang ini adalah menjadikan Pancasila hanya sebagai
hiasan dinding yang tak memiliki makna. Nilai-nilai luhur Pancasila yang memuat segala
aspek kehidupan berkebangsaan tak lagi

menyentuh

moralitas bangsa dan

memengaruhi mentalitas para pemimpin bangsa. Dengan demikian, yang terjadi adalah
mentahnya nilai-nilai Pancasila dalam sanubari para pemimpin kita. Simbol-simbol
burung Garuda yang dipajang di setiap kantor pemerintahan seolah tak memiiki
pengaruh apa-apa bagi aktivitas pemerintahan sendiri. Di setiap ruangan para pejabat
tingi ada burung Garuda yang selalu mengawasi segala aktivitasnya, namun dengan
tanpa merasa berdosa mereka berani manandatangani perjanjian korupsi yang
jumlahnya miliaran rupiah. Di lain kesempatan mereka dengan rajin membacakan lima
sila Pancasila secara lengkap di depan para bawahannya secara jelas dan tegas.
Namun, Pancasila kini telah kehilangan eksistensinya sebagai perekat kekuatan moral
dan pemersatu bangsa. Yang paling ironis sekarang ini adalah menjadikan Pancasila
hanya sebagai hiasan dinding yang tak memiliki makna.
Nilai-nilai

luhur

Pancasila

yang

memuat

segala

aspek

kehidupan

berkebangsaan tak lagi menyentuh moralitas bangsa dan memengaruhi mentalitas para
pemimpin bangsa. Dengan demikian, yang terjadi adalah mentahnya nilai-nilai
Pancasila dalam sanubari para pemimpin kita. Simbol-simbol burung Garuda yang
dipajang di setiap kantor pemerintahan seolah tak memiiki pengaruh apa-apa bagi
aktivitas pemerintahan sendiri. Di setiap ruangan para pejabat tingi ada burung Garuda
yang selalu mengawasi segala aktivitasnya, namun dengan tanpa merasa berdosa
mereka berani manandatangani perjanjian korupsi yang jumlahnya miliaran rupiah. Di
lain kesempatan mereka dengan rajin membacakan lima sila Pancasila secara lengkap
di depan para bawahannya secara jelas dan tegas. Namun, Pancasila kini telah
kehilangan eksistensinya sebagai perekat kekuatan moral dan pemersatu bangsa.
Tanggal 1 Juni yang diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila tidak hanya menjadi
ajang simbolisasi peringatan yang tak memiliki makna. Kita tidak bisa berdiam diri
membiarkan nilai-nilai luhur Pancasila hilang tanpa meninggalkan jejak. Berkaitan
dengan itu semua, sebagai bangsa yang menjujung tinggi demokrasi, sudah saatnya
kita kini selektif memilih sosok calon pemimpin yang benar-benar memiliki kapabilitas
yang cukup mumpuni dan bermoral Pancasila. Seorang pemimpin yang Pancasilais

adalah sosok pemimpin yang selalu memperhatikan nasib rakyatnya sesuai dengan
tujuan kesejahteraan dalam sila Pancasila. Seorang pemimpin yang Pancasilais adalah
sosok pemimpin yang tidak mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan
masyarakatnya. Pemimpin yang Pancasilais harus mengedepankan kepentingan rakyat
daripada kepentingan-kepentingan yang lain. Pemimpin yang Pancasilais adalah
pemimpin yang tidak terlalu berambisi mengejar jabatan demi kepentingan pribadi,
menanamkan permusuhan dengan lawan-lawan politiknya.
Pemimpin yang Pancasilais adalah sosok pemimpin yang selalu dengan teguh
mengamalkan sila-sila Pancasila dengan sempurna. Ia adalah pemimpin yang memiliki
jiwa religiositas sesuai dengan sila pertama Pancasila, selalu menanamkan jiwa-jiwa
keadilan dalam setiap aspeknya, bersikap toleran dan terbuka sebagai jalan untuk
mempersatukan semua unsur perbedaan yang ada, dan selalu bijak dalam
pengambilan keputusannya. Dalam cara pandang sudut agama, Pancasila telah
mewakili semua agama yang ada di negeri ini. Sebagai jalan penengah di antara
semua unsur perbedaan itu, Pancasila tidak pernah memihak kepada salah satu di
antara semua agama yang ada. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila adalah
nilai-nilai moral universal di mana semua agama mengajarkannya. Seorang agamawan
yang baik sudah pasti mengerti filsafat Pancasila menurut pandangan agamanya.
Sebab, Pancasila bersifat netral. Pancasila sesuai dengan agama apa pun yang ada di
negeri ini karena ia yakin bahwa setiap agama pasti mengajarkan nilai-nilai kebenaran,
keadilan, serta toleransi. Kalaupun ada sekelompok orang yang ingin mengganti
Pancasila dengan hukum-hukum agama tertentu, berarti ia kurang bisa membedakan
dan memahami antara agama dan substansi ajarannya.

F. Nilai-Nilai Yang Harus Dijadikan Sumber Pedoman Bagi Seorang Pemimpin


Nilai Moral Pancasila Sebagai Sumber Kepemimpinan :
- Sila I : Iman dan taqwa, Saling menghormati, Kebebasan ibadah
- Sila II : Hak-hak dan kewajiban Azasi, Toleransi dan kemanusiaan, Kerjasama
- Sila III : Patriotisme, Nasionalisme, Persatuan, Kesatuan, Bhinneka Tunggal Ika

- Sila IV : Musyawarah, Mufakat, Melaksanakan Putusan


- Sila V : Gotong royong, familier, damai.
G. Azas-Azas Kepemimpinan Pancasila
Dalam

kepemimpinan

Pancasila

keterpaduan

pola

pikir

modern

yang

saling

dengan dengan pola pikir Pancasila bertumpu pada azas-azas sebagai berikut:
1. Azas Kebersamaan
Menurut azas kebersamaan, dalam Kepemimpinan Pancasila hendaknya:
a. pemimpin dan yang dipimpin merupakan kesatuan organisasi;
b. pemimpin tidak terpisah dengan yang dipimpin;
c. pemimpin dan yang dipimpin saling pengaruh mempengaruhi;
d. p e m i m p i n

dan

yang

dipimpin

bukan

unsur

b e r t e n t a n g a n sehingga tak terjadi dualisme;


e. masing-masing unsur yang terlibat dalam kegiatan mempunyai tempat dankewajiban
hidup (dharma) sendiri-sendiri dan merupakan suatu golonganyang paling kuat,
tetapi juga tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat;
f. tanpa ada yang dipimpin tidak mungkin ada pemimpin
2. Azas Kekeluargaan dan Kegotong-royongan
Ciri-ciri kekeluargaan dan Kepemimpinan Pancasila, di antaranya:
a. timbul kerjasama yang akrab
b. kesejahteraan dan kebahagiaan bersama yang menjadi titik tumpu
c. berlandaskan kasih sayang dan pengorbanan

3. Azas Persatuan dan Kesatuan dalam Kebhinekaan


Kita semua sadar akan kebhinekaan Bangsa Indonesia, baik dari segi suku,
bangsa, adat istiadat, agama, aliran dan sebagainya. Namun keanekaragaman itu, masingmasing diakui keberadaannya sendiri-sendiri dan ciri-ciri kepribadiannya dalam persatuan dan
kesatuan ibarat bunga setamandalam satu jambangan, terdiri dari jenis bunga mawar,

melati dan kenangan. Masing-masing tetap dikenal sebagai jenis bunga, tetapi baru akan
dinamakan bunga setaman bila ketiga-ketiganya ada dalam jambangan tersebut, sehingga bunga
setaman ini merupakan suatu kesatuan. Melati tidak mengharapkan agar
mawar dan kenanga berubah menjadi melati semua. Sebaliknya mawar pun tidak
akan memaksa melati supaya berubah menjadi mawar. Bila tidak demikian,
maka tidak akan berbentuk bunga setaman.
4. Azas Selaras, Serasi dan Seimbang
Semua

azas

azask e s e l a r a s a n ,

tersebut

di

keserasian

atas
dan

harus

dijiwai

dan

disemangati

keseimbangan, azas yang

oleh
tidak

mencari menangnya sendiri, adu kekuatan, atau timbul kontradiksi,


konflik

d a n pertentangan. Adanya

perbedaan

keanekaragaman

adalah

mencerminkankodrat alam yang masing-masing memiliki tempat. Kedudukan dan


kewajiban serta fungsinya sendiri-sendiri. Dengan adanya berbagai warna seperti
biru, hijau, merah, kuning, jingga dan sebagainya akan memberikan kesan
yang i n d a h a p a b i l a t e r s u s u n s e c a r a t e p a t . K o m p o s i s i w a r n a y a n g
tepat

a k a n menimbulkan

suasana

indah

yang

akan

menumbuhkan

ketentraman batin. Di negara Indonesia, setiap warga negara diharapkan bersikap dan
bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang terkandung dalam Pancasila.
Seorang p e m i m p i n d i h a r a p k a n m e n j a d i c o n t o h t e l a d a n s e r t a p a n u t a n
o r a n g - o r a n g y a n g d i p i m p i n n ya , m a u t i d a k m a u h a r u s b e r s i k a p d a n
b e r t i n g k a h l a k u s e s u a i d e n g a n Pancasila. Ia harus melaksanakan butir-butir
yang merupakan nilai-nilai dan norma-norma Pancasila dalam kehidupan sehari-hari
yang nyata. Perbuatannya tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai tersebut.

H. Sumber Kepemimpinan Pancasila


Hal-hal yang dapat dianggap sebagai sumber kepemimpinan Pancasila antara
lain berupa :
a. Nilai-nilai positif dari modernisme

b. Intisari dari warisan pusaka berupa nilai-nilai dan norma-norma kepemimpinan yang
ditulis oleh para nenek moyang.
c. Refleksi dan kontemplasi mengenai hakikat hidup dan tujuan hidup bangsa pada era
pembangunan dan zaman modern, sekaligus juga refleksi mengenai pribadi selaku
manusia utuh yang mandiri dan bertanggung jawab dengan misi hidupnya masingmasing.
I. Landasan Kepemimpinan Pancasila
Selanjutnya, pada tingkat, jenjang serta di bidang apa pun, pemimpin harus
mempunyai landasan pokok berupa nilai-nilai moral kepemimpinan, seperti yang telah
diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Keempat macam landasan pokok
kepemimpinan itu ialah :
1. Landasan diplomasi (bersumber pada ajaran almarhum Dr. R. Sosrokartono):
a) Sugih tanpa banda (kaya tanpa harta benda)
b) Nglurung tanpa bala (melurug tanpa balatentara)
c) Menang tanpa ngasorake (menang tanpa mengalahkan)
d) Weweh tanpa kelangan (memberi tanpa merasa kehilangan)
2. Landasan Kepemimpinan
a) Sifat ratu/raja: bijaksana, adil, ambeg paramarta, konsekuen dalam janjinya.
b) Sifat pandita: membelakangi kemewahan dunia, tidak punya interest, dapat melihat
jauh ke depan/waskita
c) Sifat petani: jujur, sederhana, tekun, ulet, blaka
d) Sifat guru : memberikan teladan baik.
3. Landasan Pengabdian (Sri Mangkunegara 1)
a) Ruwangsa handarbeni (merasa ikut memiliki negara)
b) Wajib melu angrungkebi (wajib ikut bela negara)
c) Mulat Sarira hangrasa wani (mawas diri untuk bersikap berani)

BAB III
KEPEMIMPINAN PANCASILA DALAM PERSPEKTIF PEMIMPIN YANG ADA DI
INDONESIA

Kepemimpinan pancasila, teori ini mengisyaratkan bahwa kepemimpinan itu


harus didasarkan pada nilai-nilai pancasila seperti yang dijelaskan oleh lima sila yang
ada pada idiologi negara ini. Kepemimpinan pancasila menurut Drs. Sukarna dalam
bukunya

yang

berjudul

kepemimpinan

dalam

administrasi

Negara

adalah

kepemimpinan yang Thesis (percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa), kepemimpinan
yang

humanis

(memiliki

rasa

kemanusian),

kepemimpinan

yang

demokratis,

kepemimpinan yang runitaris (mempersatukan) dan kepemimpinan yang sosial justice


( kepemimpinan yang berkeadilan).
Kepemimpinan pancasila mengisyaratkan bahwa seorang pemimpin yang baik
adalah pemimpin yang mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kepemimpinanya, baik
itu nilai keTuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai
keadilan. Secara lebih terperinci akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Kepemimpinan Thesis atau yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa
Kepemimpinan Thesis adalah kepemimpinan yang religius dan melaksanakan
hal-hal yang harus diperbuat yang diperintahkan Tuhannya, dan menjauhkan diri dari
setiap larangan Tuhan dan agamanya. Kepemimipinan ini didasarkan pada sila pertama
yaitu ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Kepemimpinan tipe thesis ini biasanya dimainkan
oleh tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh religius dan pemimpin yang taat pada aturan
agamanya. Ajaran-ajaran agama menjadi tolak ukur setiap tindakan yang diambil oleh
pemimpin yang seperti ini. Konsep kepemimpinan thesis ini sangat susah diterapkan
karena merupakan konsep ideal suatu kepemimpinan, dan merupakan das sein namun
das sollennya tidak semua pemimpin mampu mewujudkannya. Kepemimpinan tipe ini
sangat dipengaruhi oleh ajaran agama yang dianutnya, misalnya Islam dengan gaya
nabi panutannya yaitu Nabi Muhammad, kemudian Kristen dengan tokoh panutannya
yaitu Jesust Crist, serta Hindu dan Budha dengan Dewa yang mereka yakini sebagai
tokoh panutan dalam bertindak.
2. Kepemimpinan yang humanis
Kepemimpinan

model

ini

berdasarkan

sila

ke-2

pancasila

kita

yaitu

kemanusiaan yang adil dan beradab. Maka setiap tindakan kepemimpinan harus
berdasarkan perikemanusiaan, perikeadaban dan perikeadilan. Perikemanusiaan

diartikan sebagai suatu tindakan yang didasarkan nilai-niali kemanusiaan yang


menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Perikeadaban dimaksudkan sebagai nilai-nilai
manusia yang beradab, yang memiliki etika sosial yang kuat dan menjunjung tinggi
kebersamaan yang harmonis. Kemudian perikeadilan dianggap sebagai prilaku
pemimpin yang adil kepada setiap orang yang dipimpinnya, adil bukan berarti sama
rata, namun adil sesuai dengan hak dan kewajibannya atau sesuai dengan porsinya.
Praktek kepemimpinan model ini juga tidak gampang, perlu pembelajaran dan
penghayatan yang mendalam dan harus tertanam dalam sikap dan tingkah laku seharihari para pemimpin model ini.
3. Kepemimpinan yang unitaris atau nasionalis
Kepemimpinan yang mengacu pada sila ke-3 ini yaitu persatuan indonesia tidak
boleh melepaskan diri dari nasionalisme yang sehat. Nasionalisme diartikan sebagai
kesetiaan tertinggi dari setiap inividu ditujukan kepada kepribadian bangsa. Ada 4
fungsi nasionalisme bagi kepemimpinan administratif menurut Drs. Sukarna, yaitu:
a. Mempersatukan seluruh kekuatan politik, ekonomi, sosial budaya dan bangsa
Indonesia
b. Mengeliminasi dominasi asing, ataupun yang bersifat asing dalam politik, ekonomi,
sosial dan budaya
c. Mempertahankan kepribadian bangsa indonsia di tengah-tengah percaturan global
d.Mengusahakan gengsi dan pengaruh dalam dunia internasional Kepemimpinan yang
menyatukan yang menjadikan perbedaan itu ke suatu arah tujuan bersama itulah ide
utama dari kepemimpinan tipe ini, dengan perbedaan yang ada kita tetap teguh dan
kuat dalam menghadapi tantangan dan acaman dari luar. Esensinya bahwa rasa cinta
pada negeri yang rasional dan kemampuan untuk menyatukan berbagai kepentingan
dalam masyarakatnya. Kepemimpinan tipe ini harus bebas dari primordial yang sempit,
harus mempunyai wawasan nusantara yang mendalam, agar tidak terpengaruhi oleh
iming-iming asing yang menggoda sesaat.
4. Kepemimpinan demokratik

Kepemimpinan administratif yang mengacu pada sila ke-4 yaitu kerakyatan


yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan atau
dengan kata lain adalah kepemimpinan demokratis pancasila. Adapun ciri-ciri
kepemimpinan yang demokratis pancasila ini menurut Drs. Sukarna adalah sebagai
berikut:
a. Kepemimpinan administartif tunduk dan taat kepada kehendak serta aspirasi-aspirasi
rakyat di dalam segala bidang baik yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, dan
budaya.
b.Kepemimpinan administratif selalu melaksanakan amanat rakyat yang tertuang dalam
falsafah hidupnya sendiri, UUD dan aturan lain yang ada dibawahnya yang merupakan
aspirasi dan suara rakyat
c. Kepemimpinan demokratik selalu menjunjung tinggi falsafahambeg paramarta yaitu
mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, buka ororiter atau tirani
d. Kepemimpinan demokratik harus menjunjung tinggi penegakan hukum, karena
negara kita adalah negara hukum
e. Kepemimpinan administratif mempunyai kewajiban untuk menegakan HAM
f. Kepemipinan yang demokratik pada dasarnya tidak memusatkan kekuasaan pada
satu tangan, namun meyerahkannya kepada pembagian yang proporsional.
5. Kepemimpinan social justice
Kepemimpinan yang didasarkan pada sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat indonesia. Kepemimpinan berkeadilan itulah konsep dasar teori ini, adil
dalam hal ini bukan sama rata dan sama rasa, namu lebih pada adil yang sesuai
dengan hak dan kewajibannya, harus proporsional, oleh karena itu untuk menerapkan
kepemimpinan ini perlu strategi yang tepat untuk mengasah kemampuan membuat
suatu kebijaksanaan yang benar-benar bijaksana. Pemimpin yang menganut paham ini
harus pandai membaca situasi, harus pandai mencari kearifan dan menemukan hal-hal
yang tidak pernah dikemukakan orang lain yang benar-benar sesuai dengan kondisi
masyarakat. Ada beberapa ciri-ciri kepemimpinan yang berkeadilan (Sukarna, 2006,75),
yaitu:

a. Kepemimpinan selalu mendahulukan kepentingan orang yang mengikutinya atau


kepentingan umum diatas kepentingan pribadi atau kelompok;
b. Tidak bersifat nepotisme atau mendahulukan orang-orang terdekat dalam setiap
pengambilan;
c. Mampu menegakkan keadilan;
d.Tidak mungkin mewujudkan keadilan sosial jika dalam suatu negara atau suatu
organisasi yang pemimpinnya menganut paham otoriterisme, karena dalam konsep
otoriterisme tidak meengenal keadilan model ini;
e.Menempatkan

pengikutnya

diatas

segalanya,

pengikutnya.

BAB IV
KESIMPULAN

karena

dia

sebagai

pelayan

Masyarakat indonesia adalah masyarakat majemuk, yang memiliki corak


kebhinekaan, baik etnis, suku, budaya, maupun keragaman dalam polotik dan ekonomi.
Karena hal itu, kerap menimbulakan pola pikir yang mementingkan kelompok atau
primordialisme. Kondisi yang demikian menyebabkan masyarakat Indonesia secara
umum, masih sulit mengadakan penyesuaian terhadap hadirnya nilai-nilai baru. Oleh
karena itu, diperlukan sosok kepemimpinan yang dapat mengintegrasikan keragaman
tersebut dan dapat memadukan atau menggali inspirasi dari nilai-nilai luhur Nusantara
dan nilai-nilai kamajuan universal, yang disebut dengan Kepemimpinan Pancasila.
Kepemimpinan yang berjiwa pancasila adalah pemimpin dambaan semua masyarakat
indonesia. Pemimpin yang selalu mendahulukan kepentingan masyarakat atau
kepentingan bersama dari pada kepentingan lain atau kepentingan pribadi. Pimpinanlah
yang merupakan motor pergerakan dari suatu usaha atau kegitan, juga dalam
pengambilan keputusan, dan kebijakan yang dapat mempermudah pencapaian tujuan
dari organisasi itu secara efktif dan efisien. Kepemimpinan Pancasila adalah
kepemimpinan yang dapat memancarkan watak pribadi dan sikap untuk membina
berkembangnya

rasa

persatuan,

kebersaman

dan

sikap

untuk

membina

berkembangnya rasa persatuan, kebersamaan , keselarasan, keseimbangan dan


keserasian hidup.
Arti

Kepemimpinan

Pancasila

adalah

Kepemimpinan

yang

membawa

masyarakat dalam kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan


Pancasila dan UUD45. Keyakinan pemimpin pancasila :
1. Semangat Nasionalisme
2. Semangat Kekeluargaan
3. Semangat Gotong Royong
4. Pembangunan Isi Kemerdekaan
5. Pembangunan Falsafah Negara Pancasila
6. Pembangunan Amalan Pancasila
7. Pembangunan Fungsi Manajemen
8. Pembangunan Memadu Budaya Tradisi dan Modernisasi
9. Pembangunan Berazas Persatuan, Kebersamaan, Kesatuan

Dalam

kepemimpinan

Pancasila

keterpaduan

dengan dengan pola pikir Pancasila bertumpu pada :


1. Azas Kebersamaan;
2. Azas Kekeluargaan dan Kegotong-royongan
3. Azas Persatuan dan Kesatuan dalam Kebhinekaan;
4. Azas Selaras, Serasi dan Seimbang;
Ada tiga sumber pokok Kepemimpinan Pancasila, yaitu:
1. Pancasila, UUD 1945, dan GBHN
2. Nilai-nilai kepemimpinan universal
3. Nilai-nilai spiritual nenek moyang.

pola

pikir

modern

Anda mungkin juga menyukai