Anda di halaman 1dari 103

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Roda gigi adalah suatu alat untuk memindahkan putaran dari suatu poros
ke poros yang lain yang dapat juga mereduksi putaran. Dalam suatu industri,
kemajuan teknologi dalam bidang permesinan sangat diperlukan. Pada saat
sekarang perkembangannya sangat pesat sekali, setiap saat terjadi perubahan
dalam perencanaan maupun hasil dari industri permesinan sesuai dengan
kebutuhan manusia. Salah satunya adalah dalam pembuatan roda gigi baik sebagai
penghubung maupun sebagai pengatur gerak mesin tersebut.
Bentuk dari roda gigi saat ini bervariasi hal ini diakibatkan perkembangan
teknologi yang mempengaruhi perencanaan komponen permesinan, salah satu
fungsi roda gigi pada bidang permesinan adalah untuk transmisi yang memegang
peranan sebagai pengatur dan penghubung putaran. Penggunaan transmisi bukan
hanya pada kendaraan semata, namun hampir disetiap industri yang menggunakan
mesin menggunakan transmisi untuk mengatur kecepatan putaran.
Meningkatnya kebutuhan akan kendaraan menyebabkan persaingan dalam
inovasi perencanaan menjadi ketat setiap produk menawarkan keunggulannya
masing-masing, dalam perencanaan transmisi juga demikian dalam setiap
perencanaan roda gigi diperlukan sebuah rancangan yang relatif lebih baik dan
efisien dalam transmisi agar dapat bersifat ekonomis dalam operasional dan
praktis dalam penggunaan.
Dengan latar belakang ini penulis merencanakan perencanaan roda gigi
untuk kendaraan angkutan dengan daya 295 PS pada putaran 6500 rpm.

1.2 Maksud dan tujuan perencanaan


Maksud dan tujuan dari perencanaan roda gigi adalah sebagai berikut :.

Merancang bentuk roda gigi untuk kendaraan angkutan dengan daya 295

PS pada putaran 6500 rpm


Untuk merencanakan roda gigi yang lebih efisien dan efektif untuk
mendapatkan hasil perencanaan yang sesuai dengan yang direncanakan.

1.3 Batasan masalah


Adapun batasan masalah dalam perancangan tugas Elemen II ini yaitu
merancang roda gigi pada kendaraan angkutan dengan daya 295 PS dan pada
putaran 6500 rpm.
Selain itu perencanaan unti transmisi roda gigi tersebut hanya meliputi
ukuran-ukuran utama roda gigi dan system transmisi yang dirancang. Roda gigi
yang direncanakan adalah roda gigi lurus karena roda gigi ini yang paling banyak
digunakan dan paling mudah dibuat.

1.4 Sistematika Penulisan


Pada sistematika penulisan akan dijelaskan mengenai perencanaan roda
gigi secara garis besar yang dijabarkan dalam bentuk bab per bab untuk
mempermudah proses perhitungan dan perencanaan.

Bab I

: merupakan bab pendahuluan akan dijelaskan mengenai latar

belakang perencanaan, Tujuan perencanaan roda gigi, Pembatasan masalah


dalam perencanaan roda gigi, dan Sistematika penulisan.

Bab II : merupakan bab Tinjauan Pustaka, akan dijelaskan mengenai


poros, pasak, jenis-jenis roda gigi, bagian dari roda gigi, proses kerja dari
roda gigi sebagai unit dari transmisi pada kendaraan pribadi, serta
pelumasan.

Bab III : merupakan bab perhitungan akan dijelaskan proses perhitungan


dan penggunaan rumus yang cocok dalam perencanaan roda gigi yang
meliputi perhitungan terhadap diameter poros, diameter lingkaran jarak
bagi, diameter lingkaran kepala, diameter lingkaran dasar, jumlah gigi,
gaya tengensial, beban lentur, lebar gigi, ukuran spline, temperature
pelumasan, dan lain-lain.

Bab IV : merupakan bab kesimpulan dan saran akan dijelaskan ringkasan


mengenai perencanaan roda gigi dalam bentuk kesimpulan dan saran-saran
yang perlu diperhaitkan dalam perencanaan roda gigi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendahuluan

Pada bab berikut ini penulis akan menjelaskan tinjauan pustaka yang terdiri
dari poros, spline, roda gigi beserta jenis-jenisnya, serta pelumasan.
2.2 Pengertian Poros
Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin.
Hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. Peranan
utama dalam transmisi seperti itu dipegang oleh poros.
2.2.1.

Macam-macam Poros

Poros yang digunakan untuk meneruskan daya diklasifikasikan menurut


pembebanannya sebagai berikut :
a. Poros Transmisi
Poros macam ini mendapat beban puntir murni atau puntir dan lentur.
Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli, sabuk atau
sprocket, rantai, dan lain-lain.
b. Spindel
Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas,
dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindel. Syarat yang harus
dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya
harus teliti.
c. Gandar
Jenis poros ini merupakan Poros yang dipasang diantara roda-roda kereta
barang, dimana tidak mendapat beban puntir, bahkan kadang-kadang tidak boleh
berputar, disebut gandar. Gandar ini hanya mendapat beban lentur, kecuali jika
digerakkan oleh penggerak mula dimana akan mengalami beban puntir juga.
Menurut bentuknya, poros dapat digolongkan atas poros lurus umum,
poros engkol sebagai poros utama dari mesin torak, dan lain-lain.
2.2.2.

Hal-hal penting dalam Perencanaan Poros

Untuk merencanakan sebuah poros, hal-hal berikut perlu diperhatikan :


4

a.

Kekuatan poros
Suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau lentur atau

gabungan antara puntir dan lentur seperti telah diutarakan. Juga ada poros yang
mendapat beban tarik atau tekan seperti poros baling-baling kapal atau turbin.
Kelelahan, tumbukan atau pengaruh konsentrasi tegangan bila diameter poros
diperkecil (poros bertangga) atau bila poros mempunyai alur pasak, harus
diperhatikan. Sebuah poros harus direncanakan hingga cukup kuat untuk menahan
beban-beban diatas.
b.

Kekakuan poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup tetapi jika

lenturan atau defleksi puntirnya terlalu besar akan mengakibatkan ketidak telitian
(pada mesin perkakas) atau getaran dan suara (misalnya pada turbin dan kotak
roda gigi). Karena itu, disamping kekuatan poros, kekakuannya juga harus
diperhatikan dan disesuaikan dengan macam mesin yang akan dilayani poros
tersebut.
c.

Putaran kritis
Bila putaran suatu mesin dinaikkan maka pada harga putaran tertentu

dapat terjadi getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini disebut putaran kritis,
hal ini dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik, dan dapat
mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian lainnya. Jika mungkin,
poros harus direncanakan sedemikian rupa hingga putaran kerjanya lebih rendah
dari putaran kritisnya.
d.

Korosi
Bahan-bahan tahan korosi (termasuk plastis) harus dipilih untuk poros

propeller dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif. Demikian
pula untuk poros poros yang terancam kavitasi, dan poros-poros mesin yang
sering terhenti lama. Sampai batas-batas tertentu dapat pula dilakukan
perlindungan terhadap korosi.
e.

Bahan poros

Poros untuk mesin biasanya menggunakan bahan dari baja batang yang
ditarik, baja karbon konstruksi mesin (disebut bahan S-C) yang dihasilkan dari
ingot yang di kill (baja yang dioksidasikan dengan ferro silicon dan di cor;
kadar karbon terjamin) lihat table 1.1 hal 3. (JIS G 3123). Untuk lebih jelasnya
gambar poros dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini.

Gambar 2.1. Gambar poros silindris

Pada perhitungan bab III poros yang dirancang menggunakan bahan JIS G
4501 S 55 C dengan kekuatan tarik 66 kg/mm 2. Sedangkan rumus umum yang
digunakan untuk menghitung besarnya diameter poros adalah :

ds

5,1

a K t Cb T

13

2.3 Pengertian Pasak (Spline)


Pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan bagianbagian mesin seperti roda gigi, sprocket, puli, kopling, dan lain-lain, momen
diteruskan dari poros ke naf atau dari naf ke poros. Fungsi yang sama dengan
pasak dilakukan pula oleh seplain (spline) dan gerigi yang mempunyai gigi luar
pada poros dan gigi dalam dengan jumlah gigi yang sama pada naf dan saling
terkait yang satu dengan yang lain. Gigi pada spline adalah besar-besar, sedangkan
pada gerigi adalah kecil-kecil dengan jarak bagi kecil pula.
2.3.1

Macam-Macam Pasak

Dalam pembahasan ini hanya akan diuraikan tentang jenis-jenis pasak


dimana pasak pada umumnya dapat digolongkan beberapa macam antara lain :
1. Pasak pelana.
2. Pasak rata.
3. Pasak benam.
4. Pasak singgung.
Adapun pasak yang umumnya berpenampang segi empat. Dalam arah
memanjang dapat berbentuk prismatis atau berbentuk tirus. Pasak benam
prismatis ada yang khusus dipakai sebagai pasak luncur. Disamping tersebut ada
juga jenis pasak yang lain yaitu : pasak tembereng dan pasak jarum. Gambar 2.2
dibawah ini menunjukkan gambar sebuah poros yang terdapat pasak.

Gambar 2.2. Gambar poros dengan pasak

2.3.2

Tata cara perancangan pasak.


Pasak benam belum mempunyai bentuk penampang segi empat dimana
terdapat banyak bentuk prismatis dan tirus yang kadang-kadang diberi kepala
untuk memudahkan pencabutan. Adapun hal-hal yang perlu untuk diperhatikan
dalam perencanaan pasak tersebut adalah sebagai berikut:
a. Kemiringan pada pasak tirus umumnya 1/100.
b. Bahan v yang umum digunakan mempunyai kekuatan tarik b = 60 kg/mm2
lebih kuat dari pada poros.

c. Momen poros/momen rencana T (kg mm).


d. Tegangan geser k (kg/mm2).
e. Gaya keliling F (kg).
f. Kedalaman alur pasak (t2).
g. Tekanan permukaan Pa (kg).
2.4 Pengertian Roda Gigi
Transmisi

pada

umumnya

dimaksudkan

suatu

mekanisme

yang

dipergunakan untuk memindahkan gerakan elemen mesin yang satu ke gerakan


elemen mesin yang kedua. Gerakan ini dapat mempunyai berbagai sifat, seperti
umpamanya pada mekanisme batang hubung engkol, dimana gerakan putar
sebuah poros dipindahkan ke gerakan lurus sebuah torak atau sebaliknya.
Transmisi dapat dibagi dua, yaitu :
1. Transmisi langsung.
Dimana sebuah piringan atau roda pada poros yang satu dapat
menggerakkan roda serupa pada poros kedua melalui kontak langsung. Dalam
kategori ini termasuk roda gesek dan roda gigi.
2. Transmisi menggunakan penghubung-antara, sabuk atau rantai
Perpindahan dimana suatu elemen sebagai penghubung antara, sabuk atau
rantai, menggerakkan poros kedua, bagaimana pun, perpindahan serupa itu harus
diterapkan apabila jarak antara dua buah poros yang sejajar agak besar, sebab
kalau diterapkan perpindahan langsung, roda akan menjadi tidak praktis besarnya.
Roda gigi termasuk dalam unit transmisi langsung. Jadi secara umum roda
gigi dapat didefinisikan sebagai suatu unit transmisi langsung yang dapat
memindahkan daya yang besar dan putaran yang tinggi dengan melakukan kontak
secara langsung antara poros penggerak dengan poros yang digerakkan dengan
menggunakan sistem gigi. Roda gigi merupakan pemindahan gerakan putar dari
satu poros ke poros yang lain.

Keuntungan dari penggunaan roda gigi adalah dapat mengubah tingkat


kecepatan jalannya kendaraan, dapat mengubah momen sesuai dengan kecepatan
kendaraan, dapat memindahkan daya yang besar dan putaran yang tinggi tanpa
terjadi slip, dapat memundurkan kendaraan. Walaupun demikian, jumlah putaran
pada poros penggerak dengan poros yang digerakkan tidak selamanya sama.
Sedangkan kelemahannya adalah menimbulkan tumbukan dan getaran sewaktu
beroperasi, tingkat kebisingan yang lebih tinggi, dan memerlukan ketelitian yang
tinggi dalam pembuatan dan perawatannya.

2.5. Klasifikasi Roda Gigi


Berdasarkan letak poros, arah putaran, dan bentuk jalur gigi maka roda gigi
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
2.5.1. Roda Gigi dengan Poros Sejajar
Roda gigi dengan poros sejajar adalah suatu jenis roda gigi di mana giginya
berjajar pada dua bidang silinder yang saling bersinggungan dan menggelinding
dengan sumbu yang tetap sejajar, yang terbagi atas :
a. Roda Gigi Lurus (spur gear)
Gambar roda gigi lurus dapat dilihat pada Gambar 2.3. Roda gigi ini
mempunyai gigi yang sejajar dengan sumbu roda, sehingga Roda gigi ini
merupakan roda gigi yang paling sederhana dengan jalur gigi yang sejajar dengan
poros, di mana proses pembuatannya sangat mudah tetapi memiliki gaya aksial
yang besar dan tingkat kebisingan yang cukup tinggi.

9
Gambar 2.3. Roda Gigi Lurus

b. Roda Gigi Miring (helical gear)


Pada gambar 2.4 menunjukkan gambar roda gigi miring merupakan roda
gigi yang mempunyai jalur gigi dan membentuk ulir pada silinder jarak bagi. Pada
roda gigi miring mempunyai perbandingan kontak yang lebih besar dibandingkan
dengan roda gigi lurus sehingga pemindahan momen dan putaran dapat
berlangsung lebih halus, sehingga sangat cocok untuk mentransmisikan beban
besar dan putaran tinggi. Namun hal tersebut menyebabkan roda gigi miring
memerlukan bantalan aksial dan kotak roda gigi yang lebih besar karena jalur gigi
yang berbentuk ulir menimbulkan gaya aksial yang besar yang sejajar dengan
poros.

Gambar 2.4. Roda Gigi Miring

c. Roda Gigi Miring Ganda (double helical gear)


Kelemahan yang ditemukan pada roda gigi miring dapat diatasi dengan
membuat alur V seperti yang terdapat pada roda gigi miring ganda. Gambar roda
gigi miring ganda dapat dilihat pada Gambar 2.5. Akibat adanya alur gigi yang
berbentuk V maka gaya aksial yang terjadi akan saling meniadakan, sehingga

10

pemindahan daya dan putaran dapat lebih besar dibandingkan dengan roda gigi
miring.

Gambar 2.5. Roda Gigi Miring Ganda

d. Roda Gigi Dalam (internal gear)


Pada gambar 2.6 menunjukkan gambar roda gigi dalam. Roda gigi dalam
sangat cocok dipakai untuk alat transmisi yang berukuran kecil dengan
perbandingan reduksi yang besar karena pinyon terletak di dalam roda gigi
sehingga cocok untuk mentransmisikan putaran tinggi untuk direduksikan menjadi
putaran yang rendah.

Gambar 2.6. Roda Gigi Dalam

e. Pinion dan Batang Bergigi (rack and pinion)

11

Gambar pinion dan batang gigi dapat dilihat dalam Gambar 2.7. Pinyon
dan batang bergigi merupakan dasar profil pahat pembuat gigi. Pasangan antara
batang gigi dan pinyon digunakan untuk mengubah gerakan putaran (rotasi)
menjadi gerakan lurus (linier) atau mengubah gerakan lurus (linier) menjadi
gerakan putaran (rotasi).

Gambar 2.7. Pinion dan Batang Gigi

2.5.2. Roda Gigi dengan Poros Berpotongan


Roda gigi dengan poros berpotongan adalah roda gigi di mana bentuk dasar
giginya menyerupai dua buah kerucut dengan puncak gabungan yang saling
menyinggung menurut sebuah garis lukis, yang terbagi atas :
a.

Roda Gigi Kerucut Lurus (spur bevel gear)


Gambar 2.8 menunjukkan gambar dari roda gigi kerucut lurus yang

merupakan jenis roda gigi dengan poros yang berpotongan yang paling sederhana
dan paling mudah dibuat sehingga sering dipakai. Tetapi mempunyai kelemahan
seperti kebisingannya cukup tinggi karena perbandingan kontak yang kecil dan
juga tidak memungkinkan dipasang bantalan pada kedua ujung porosnya.

Gambar 2.8. Roda Gigi Kerucut Lurus


12

b. Roda Gigi Kerucut Miring (spiral bevel gear)


Jenis desainnya dapat dilihat pada gambar 2.9. Efisiensinya lebih tinggi
daripada kotak transmisi roda gigi cacing. Kebalikannya dengan transmisi roda
gigi lurus adalah pengukuran, pembuatan dan perakitannya lebih sulit
dikendalikan; rodanya harus disangga mengapung; harus mampu setel arah aksial,
serta mahal. Biasanya sampai i = 5, kalau lebih besar lagi, maka roda piringan
makin mahal, pinyonnya kecil, poros pinyon lentur. Untuk persyaratan yang tinggi
terhadap gaya dukung dan putaran senyap maka giginya harus spiral dan
dikeraskan; oleh karena perubahan bentuk yang tidak dapat dihindari, maka
giginya membulat lebar.

Gambar 2.9. Roda Gigi Kerucut Miring

c. Roda Gigi Kerucut Spiral (spiral bevel gear)


Roda Gigi Kerucut Spiral merupakan roda gigi yang mempunyai
perbandingan kontak yang lebih besar dibandingkan dengan roda gigi kerucut
lurus, sehingga dapat meneruskan beban besar dan putaran tinggi. Gambar roda
gigi kerucut spiral dapat dilihat pada Gambar 2.10. Sudut poros roda gigi kerucut
spiral biasanya dibuat 90o.

Gambar 2.10. Roda Gigi Kerucut Spiral

13

d. Roda Gigi Permukaaan (surface gear)


Roda gigi permukaaan merupakan roda gigi yang cocok untuk
memindahkan daya besar, tetapi sangat berisik pada putaran yang tinggi karena
perbandingan kontaknya yang kecil. Gambar roda gigi permukaan dapat dilihat
pada Gambar 2.11. Selain itu roda gigi permukaan dapat digunakan sebagai roda
gigi reduksi dengan sudut poros yang berpotongan yang tidak dapat dilakukan
oleh roda gigi dalam. Tetapi penggunaannya sangat terbatas pada aplikasi putaran
yang rendah untuk mencegah tingkat kebisingan yang terlampau tinggi.

Gambar 2.11. Roda Gigi Permukaan

2.5.3. Roda Gigi dengan Poros Bersilang


Roda gigi dengan poros bersilang adalah roda gigi yang mempunyai bentuk
dasar berupa dua buah silinder atau kerucut yang letak porosnya saling bersilang
satu dengan yang lainnya, yang terbagi atas :
a.

Roda Gigi Miring Silang


Gambar roda gigi miring silang dapat dilihat pada Gambar 2.12. Roda gigi

miring silang merupakan roda gigi yang mempunyai perbandingan kontak yang
besar sehingga sangat cocok untuk mentransmisikan daya yang besar dan putaran
tinggi. Roda gigi miring silang digunakan untuk memindahkan daya antara batang
yang tidaklah paralel dan tidak tumpang tindih. Gigi miring silang ini sangat

14

utama nonenveloping gigi miring silang cacing dalam arti bahwa roda gigi yang
kosong adalah silindris dalam keadaan.
Gigi miring silang ini digunakan untuk mekanisme makan pengarah pada
bagian atas mesin perkakas, camshafts, pompa minyak pada mesin pembakaran
dalam, dan unit serupa yang memerlukan sejumlah kecil gerakkan. Perpindahan
roda gigi jenis ini harus tidak digunakan untuk memindahkan daya yang berat
karena kontak yang terjadi hanya normal yang umum kepada perpotongan
permukaan gigi.

Gambar 2.12. Roda Gigi Miring Silang

b. Roda Gigi Cacing Silindris (worm and worm gear)


Gambar 2.13 menunjukkan gambar dari roda gigi cacing silinderis yang
merupakan roda gigi yang berbentuk silinder yang paling umum digunakan dan
mempunyai perbandingan reduksi yang besar, tetapi sangat berisik pada putaran
yang tinggi karena perbandingan kontak yang lumayan kecil.

Gambar 2.13. Roda Gigi Cacing Silinderis

15

c. Roda Gigi Cacing Globoid (globoid worm gear)


Roda gigi cacing globoid merupakan roda gigi yang bentuknya hampir
sama dengan roda gigi cacing silindris hanya pada roda gigi ini mempunyai
perbandingan kontak yang lebih besar sehingga dapat mentransmisikan daya yang
lebih besar dengan perbandingan reduksi yang besar.
Gambar roda gigi globoid dapat dilihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14. Roda Gigi Cacing Globoid

d. Roda Gigi Hipoid (hypoid gear)


Roda gigi hipoid merupakan roda gigi yang mempunyai jalur gigi yang
berbentuk spiral pada bidang kerucutnya yang sumbu porosnya bersilang sehingga
pemindahan daya dan putarannya terjadi secara meluncur dan mengelinding.
Gambar roda gigi hipoid dapat dilihat pada gambar 2.15. Bentuk jalur gigi yang
spiral menyebabkan perbandingan kontaknya lumayan besar sehingga cocok
untuk pemindahan daya dan putaran yang besar dengan perbandingan reduksi
yang tertentu. Disini pinyon karena pergeseran gandar menjadi lebih gemuk, juga
sesuai untuk rasio transmisi yang lebih besar; poros pinyon kontinu
dimungkinkan.

16
Gambar 2.15. Roda Gigi Hipoid

2.6. Nama Nama Bagian Roda Gigi


Roda gigi terdiri atas bagian - bagian sebagai berikut :
1. Lingkaran jarak bagi (pitch circle) yaitu lingkaran imajiner yang dapat
memberikan gerakan yang sama seperti roda gigi sebenarnya.
2. Tinggi kepala (addendum) yaitu jarak radial gigi dari lingkaran jarak bagi /
pitch circle ke puncak kepala / the top of the tooth.
3. Tinggi kaki (dedendum) yaitu jarak radial gigi dari lingkaran jarak bagi / pitch
circle ke dasar kaki / the bottom of the tooth.
4. Lingkaran kepala (addendum circle) yaitu gambaran lingkaran yang melalui
puncak kepala dan sepusat dengan pitch circle.
5. Lingkaran kaki (dedendum circle) yaitu gambaran lingkaran kepala yang
melalui dasar kaki dan sepusat dengan pitch circle.
6. Lebar ruang (tooth space) yaitu lebar ruang / sela antara dua gigi yang saling
berdekatan.
7. Tebal gigi (tooth thickness) yaitu lebar gigi antara dua sisi gigi yang
berdekatan.
8. Sisi kepala (face of the tooth) yaitu permukaan gigi di atas pitch circle.
9. Sisi kaki (flank of the tooth) yaitu permukaan gigi di bawah pitch circle.
10. Lebar gigi (face width) yaitu lebar gigi pada roda gigi secara pararel pada
sumbunya.
Gambar bagian bagian dari roda gigi dapat dilihat pada Gambar 2.16.

17

2.7. Cara Kerja Roda Gigi


Cara kerja dari suatu unit transmisi roda gigi akan dijelaskan dengan
menggunakan gambar transmisi di bawah ini. Pada gambar tersebut akan terlihat
berbagai posisi roda gigi yang menghasilkan berbagai kombinasi sesuai dengan
yang diinginkan. Cara pergantian kombinasi roda gigi adalah dengan cara
menggerakkan roda gigi yang diinginkan secara aksial terhadap spline pada poros
output sehingga terjadi hubungan antar roda gigi. Yang perlu diperhatikan bahwa
roda gigi P dan Q tidak pernah dilepaskan hubungannya.
Adapun mekanisme kerja masing masing kombinasi roda gigi adalah sebagai
berikut :
a. Roda Gigi Pertama (I)
Pada transmisi roda gigi pertama (I) dapat dilihat pada Gambar 2.17, roda
gigi 1 disejajarkan dengan roda gigi mati A, sehingga terjadi kontak antara kedua
roda gigi tersebut. Sehingga aliran putaran dayanya dimulai dari putaran poros
input diteruskan ke roda gigi P, lalu ditransmisikan ke roda gigi Q yang arah
putarannya berlawanan dengan roda gigi P. Setelah itu diteruskan ke roda gigi A
yang letaknya seporos dengan roda gigi Q, yang akhirnya diteruskan ke roda gigi
1 untuk kemudian dilanjutkan ke poros output.

Gambar 2.17. Cara Kerja Transmisi Roda Gigi Pertama

18

b. Roda Gigi Kedua (II)


Pada transmisi roda gigi kedua (II) dapat dilihat pada Gambar 2.18, dimana
posisi roda gigi 2 disejajarkan dengan roda gigi mati B, sehingga terjadi kontak
antara roda gigi 2 dengan roda gigi B. Maka aliran putaran dayanya adalah :
Putaran poros input diteruskan ke roda gigi P, lalu ditransmisikan ke roda gigi Q
yang mempunyai arah putaran yang berlawanan dengan roda gigi P. Setelah itu
diteruskan ke roda gigi B yang seporos dengan roda gigi Q, yang akhirnya
diteruskan ke roda gigi 2 untuk kemudian dilanjutkan ke poros output.

Gambar 2.18. Cara Kerja Transmisi Roda Gigi Kedua


c. Roda Gigi Ketiga (III)
Pada transmisi roda gigi ketiga (III) dapat dilihat pada Gambar 2.19, dimana
posisi roda gigi 3 disejajarkan dengan roda gigi mati C, sehingga terjadi kontak
antara roda gigi 3 dengan roda gigi C. Maka aliran putaran dayanya dimulai dari
putaran poros input diteruskan ke roda gigi P, lalu ditransmisikan ke roda gigi Q
yang mempunyai arah putaran yang berlawanan dengan roda gigi P. Setelah itu
diteruskan ke roda gigi C yang seporos dengan roda gigi Q, yang akhirnya
diteruskan ke roda gigi 3 untuk kemudian dilanjutkan ke poros output.

Gambar 2.19. Cara Kerja Transmisi


Roda Gigi Ketiga

19

d. Roda Gigi Keempat (IV)


Pada transmisi roda gigi keempat (IV) dapat dilihat pada Gambar 2.20,
dimana posisi roda gigi 4 disejajarkan dengan roda gigi mati D, sehingga terjadi
kontak antara roda gigi 4 dengan roda gigi D. Maka aliran putaran dayanya
dimulai dari putaran poros input diteruskan ke roda gigi P, lalu ditransmisikan ke
roda gigi Q yang mempunyai arah putaran yang berlawanan dengan roda gigi P.
Setelah itu diteruskan ke roda gigi D yang seporos dengan roda gigi Q, yang
akhirnya diteruskan ke roda gigi 4 untuk kemudian dilanjutkan ke poros output.

Gambar 2.20. Cara Kerja Transmisi Roda Gigi Keempat

e. Roda Gigi Kelima (V)


Pada transmisi roda gigi kelima (V) dapat dilihat pada Gambar 2.21, dimana
posisi roda gigi mati melakukan kontak dengan poros output secara langsung
dengan perantaraan spline. Maka aliran putaran dayanya dapat dimulai dari
putaran poros input diteruskan ke roda gigi P, yang kemudian akan diteruskan ke
poros output dengan perantaraan spline.

Gambar 2.21. Cara Kerja Transmisi Roda Gigi Kelima


20

f. Roda Gigi Mundur


Pada transmisi roda gigi mundur, dapat dilihat pada Gambar 2.22 dimana
posisi roda gigi E disejajarkan dengan roda gigi G, sehingga terjadi kontak antara
roda gigi E dengan roda gigi G dengan bantuan roda gigi F sebagai roda gigi
perantara. maka aliran putaran dayanya dimulai dari putaran poros input
diteruskan ke roda gigi P, lalu ditransmisikan ke roda gigi Q yang mempunyai
arah putaran yang berlawanan dengan roda gigi P. Setelah itu diteruskan ke roda
gigi E yang seporos dengan roda gigi Q, kemudian diteruskan ke roda gigi F
sebagai roda gigi perantara untuk membalikkan arah putaran. Selanjutnya
diteruskan ke roda gigi G yang kemudian diteruskan ke poros output.

Gambar 2.22. Cara Kerja Transmisi Roda Gigi Mundur

2.8. Klasifikasi gaya pada roda gigi


2.8.1 Gaya Tangensial
Sudut tekan adalah (a) adalah sudut yang dibentuk dari garis horizontal
dengan garis normal persinggungan antar gigi. Sudut tekan yang sudah
distandarkan yaitu 20o . Akibat ada sudut tekan maka gaya yang dipindahkan dari
roda penggerak ke roda yang digerakan menjadi 2 gaya yang saling tegak lurus.
Gaya yang sejajar dengan garis singgung disebut gaya tangensial sedangkan gaya
tegak lurus dengan garis singgung (menuju titik pusat roda gigi) disebut gaya
radial.

21

Gaya tangensial adalah gaya yang dipindahkan dari roda gigi satu ke roda
gigi lainnya.

Gambar 2.23. seluruh gaya yang terjadi pada roda gigi


Berikut dibawah ini adalah gambar 2.24 menunjukan gaya tangensial pada roda
gigi.

2.8.2 Gaya Radial


Gaya radial adalah gaya yang menyebabkan 2 roda gigi saling mendorong
2.9. Pelumasan
Pelumasan mobil termasuk oli mesin untuk mesin bensin, dan oli diesel
untuk mesin diesel, oli roda gigi (gear oli), gemuk dan lain-lain. Minyak transmisi

22

automatic dan power steering juga sebagai pelumas komponen-komponen pada


transmisi dan power steering. Tapi oli yang di utamakan untuk komponenkomponen sebagai minyak hidraulik, umumnya pelumas mobil paling banyak
dibuat dari minyak dasar dengan bermacam-macam bahan tambahan (additive).
Beberapa diantaranya dibuat dari syinttetic base.
Adapun fungsi dari minyak pelumas, adalah :
1. Mengurangi gesekan antara komponen mesin yang bergerak/ berputar.
2. Membentuk lapisan tipis oli (oli film) sehingga terhindar kontak langsung
antara bagian-bagian yang bergerak/berputar.
3. Mendinginkan komponen bergerak/berputar yang saling berhubungan.
4. Menghindarkan berkaratnya bagian-bagian mesin.
5. Meredam suara yang ditimbulkan oleh bagian-bagaian yang bergerak/berputar.
6. Sebagai zat pembersih dari bagian-bagian yang dilumas.
7. Menghindar hilangnya daya dari mesin akibat geseran yang terjadi sangat
kecil.

Jenis minyak pelumas dapat diklasifikasikan berdasarkan kekentalan dan


kemampuan dalam menambah beban. Adapun klasifikasi minyak pelumas dapat
dibedakan atas 2 jenis, yaitu :
2.8.1

Klasifikasi dalam kekentalan.

Oli pelumas mempunyai angka dibelakang SAE seperti pada oli mesin. 6
indek kekentalan SAE (75W, 80W, 85W, 90, 140 dan 250) adalah yang ada pada
saat ini transmisi dan differential umumnya memakai oli dengan angka kekentalan
SAE 90 atau 80W 90.
2.8.2

Klasifikasi dalam kwalitas dan penggunaan.

API (American Petroleum Institue) mempunyai standar klasifikasi oli roda


gigi, yang pembagiannya tergantung pada penggunaan. Klasifikasi minyak
pelumas roda gigi berdasarkan standar API terbagi atas :

23

Kode GL1 adalah mineral oli murni untuk roda gigi jarang dipakai

pada mobil.
Kode GL2 adalah untuk worm bear, mengandung minyak hewani dan

tumbuh-tumbuhan.
Kode GL3 adalah untuk manual transmisi dan steering gear

mengandung bahan tambah extreme-pressure resisting dan lain-lain.


Kode GL4 adalah untuk hypoid gear digunkan untuk melayani diatas
GL3 mengandung bahan tambah extreme-pressure resisting tapi lebih

besar jumlahnya dibanding GL3.


Kode GL4 adalah untuk hypoid gear dengan pelayanan lebih sedikit
dari kondisi GL4.

BAB III

24

PERHITUNGAN RODA GIGI


3.1 Pendahuluan
Pada bab berikut ini akan dihitung perencanaan transmisi roda gigi yang
akan digunakan untuk kendaraan sedan dengan daya sebesar 295 PS pada putaran
6500 rpm. Dalam analisa perhitungan ini akan dibahas perencanaan tiap tiap
komponen transmisi roda gigi.
3.2 Daya
Daya adalah laju perpindahan energi dari suatu sistem atau pada suatu sistem,
yaitu energi yang di pindahkan dalam joule perdetik yang dilambangkan dengan P
(Power).
3.3 Putaran
Putaran adalah gerakan rotasi pada sebuah benda yang mempunyai jarak tetap
dan membentuk sebuah garis tegak lurus pada bidang geraknya.
Pada perencanaan berikut ini daya dan putaran poros yang di butuhkan
telah di ketahui dari spesifikasi seperti yang terlihat pada tabel 3.1 berikut :
Tabel 3.1. Spesifikasi Rancangan mobil mitshubshi lancer.
N
SPESIFIKASI
SIMBOL
NILAI
O
1. Daya Maksimum
N
295
2. Putaran Poros
n
6500
3. Torsi Maksimum
Mp
15
Sumber : Sfesifikasi mitshubishi colt L 300

SATUAN
PS
Rpm
kg m

3.4. Perhitungan Putaran Output dan Perbandingan Roda Gigi.


Dalam perhitungan ini, direncanakan batas batas kecepatan kendaraan
angkutan untuk tiap tingkat kecepatan antara lain :
a. V1 merupakan kecepatan pada roda gigi pertama (I), dimana posisi mobil
dalam keadaan diam (0) sampai bergerak dengan kecepatan sebesar 45
km/jam.

25

Maka, V1 = 0 45 km/jam = 12,50 m/s.


b. V2 merupakan kecepatan pada roda gigi kedua (II), yang dimulai dari
kecepatan 45 km/jam sampai dengan kecepatan 90 km/jam.
Maka, V2 = 45 90 km/jam = 25,00 m/s
c. V3 merupakan kecepatan pada roda gigi ketiga (III), yang dimulai dari
kecepatan 90 km/jam sampai dengan kecepatan 135 km/jam.
Maka,V3 = 90 135 km/jam = 37,50 m/s.
d. V4 merupakan kecepatan pada roda gigi keempat (IV), yang dimulai dari
kecepatan 135 km/jam sampai dengan kecepatan 180 km/jam.
Maka,V4 = 135 180 km/jam = 50,00 m/s.
e. V5 merupakan kecepatan pada roda gigi kelima (V), yang dimulai dari
kecepatan 180 km/jam sampai dengan kecepatan maksimum dari mobil
sebesar 225 km/jam. Maka,V5 = 180 225 km/jam = 62,50 m/s.
f. VR adalah kecepatan mundur pada roda gigi, dari keadaan diam (0) sampai
mobil tersebut bergerak dengan kecepatan 45 km/jam.
Maka, VR = 0 - 45 km/jam = 12,50 m/s.

Tabel Tingkat Kecepatan yang direncanakan :


Vn
1
2
3
4
5
R

Kecepatan yang diasumsikan

Kecepatan yang diambil

Kecepatan yang diambil

(km/jam)

(km/jam)

(m/s)

0 45
45
12.5
45 90
90
25
90 135
135
37.5
135 180
180
50
180 225
225
62.5
0 45
45
12.5
Sesuai dengan sfesifikasi dari Mobil mitshubshi Lancer dengan suatu harga

standar ukuran ban sebagai berikut :

26

Ukuran velg racing adalah 18 inchi

= 0,4572 m.

Ukuran tebal ban adalah 4 inchi

= 0,1016 m.

Maka ukuran diameter ban standar adalah :


db = 0,4572 m + ( 2 x 0,1016 m )
= 0,6604 m.
3.4.1. Perhitungan Putaran Ban
Perhitungan putaran ban untuk masing masing tingkat kecepatan adalah :

nb

60 x V
x db
Pers. 3.1

(Literatur 2
Hal 100)

Di mana :
nb = putaran ban ( rpm ).
V = kecepatan kendaraan ( m/s ).
db = diameter ban standar ( m ).
Untuk lebih jelasnya perhitungan putaran ban untuk setiap tingkat kecepatan dapat
dilihat pada tabel 3.2

Tabel 3.2. Perhitungan putaran ban


Vn

Tingkat Kecepatan (m/s)

db (m)

1.

12.5

0.6604

Putaran Ban (nb


= rpm)
361.68

2.

25

0.6604

723.36

3.

37.5

0.6604

1085.04

4.

50

0.6604

1446.75

Jadi,
perhitungan nilai putaran
maksimal terdapat
pada roda gigi
1808.4
5. berdasarkan hasil
62.5
0.6604
tingkat 5 sebesar 1808.4 rpm.
3.4.2. Perhitungan Putaran Output Transmisi

27

Perhitungan putaran output transmisi diperoleh dengan cara mengalikan


putaran ban dengan perbandingan reduksi pada bagian gardan kendaraan adalah
maksimal 10 : 1 untuk roda gigi kerucut. Dalam perencanaan ini diambil harga
perbandingan reduksinya sekitar 5,286 sehingga harga ig = 5,286.
Maka harga putaran output transmisi untuk tiap tingkat kecepatan dapat
dihitung sebagai berikut :
no

nb

no

= Putaran output transmisi ( rpm ).

x ig

.......

(Literatur 1 per 6.5


Hal 216)

Pers. 3.2

Di mana :

ig = Perbandingan reduksi differensial pada bagian gardan.


Selanjutnya untuk hasil perhitungan dapat dilihat pada tebel 3.3
Tabel 3.3. Perhitungan Putaran Output transmisi
N

Putaran Ban (

nb

= rpm)

Ig

Putaran Output (rpm)

O
1.
2.

361.68
723.36

5.286
5.286

1911.84
3823.68

3.

1085.04

5.286

5735.52

4.

1446.75

5.286

7647.52

5.

1808.4

5.286

9559.2

Berdasarkan hasil perhitungan maka nilai tertinggi dari putaran out put transmisi
terdapat pada tingkat 5 sebesar 9559.2 rpm.

3.4.3. Perhitungan Perbandingan Reduksi Roda Gigi


Dari hasil perhitungan di atas maka dapat ditentukan perbandingan roda
gigi reduksi di mana putaran roda gigi mati sama dengan putaran poros yang

28

direncanakan sehingga rumusnya dapat dilihat dibawah ini serta hasil


perhitungannya dapat dilihat pada tabel 3.4 yaitu :
ir

n
no

.......

Pers. 3.3

(Literatur 1 pers 6.5


Hal 216).

Di mana :
ir

= Perbandingan reduksi roda gigi.

= Putaran poros input


no

Putaran out put trasmisi pada masing-masing tingkatan.

Tabel 3.4. Perhitungan perbandingan reduksi roda gigi


N

Putaran Poros Input

Putaran Poros Output

n (rpm)

1.

6500

1911.84

3.4

2.

6500

3823.68

1.7

3.

6500

5735.52

1.13

4.
5.

6500
6500

7647.52
9559.2

0.85
0.68

no

ir

(rpm)

Dengan demikian berdasarkan hasil perhitungan maka perbandingan roda gigi


yang terkecil terdapat pada tingkat 5 sebesar 0.68
3.5.

Perhitungan Diameter Poros

3.5.1 Perhitungan Diameter Poros Input


Untuk bahan poros digunakan baja karbon JIS G 4501 tipe S 55 C dengan
kekuatan tariknya adalah 66 kg/mm2 .. Lit 1
hal 3.
Sedangkan faktor keamanan terbagi atas 2 macam yaitu :

Faktor keamanan 1 ( Sf1 ) untuk baja karbon ( SC ) adalah 6,0.

Faktor keamanan 2 ( Sf2 ) untuk pembuatan spline pada poros adalah 1,3 3,0.

29

Di mana harga yang diambil adalah Sf1 = 6,0 dan Sf2 = 2,5 ... Lit 1 hal
8.
Maka tegangan geser yang terjadi dihitung menurut persamaan berikut :

b
a Sf
1xSf 2

Pers. 3.13

(Literatur 1 Pers 1.5


Hal 8).

Di mana :
a = Tegangan geser ( kg/mm2 ).
b = Tegangan tarik bahan ( kg/mm2 ).
Sf1 = Faktor keamanan 1
Sf2 = Faktor keamanan 2
Dalam perencanaan poros digunakan 2 jenis faktor koreksi yaitu :

Faktor koreksi momen puntir ( Kt ) adalah 1,0 1,5 dengan asumsi terjadi
sedikit kejutan dan tumbukan.

Faktor koreksi akibat beban lentur ( Cb ) adalah 1,2 2,3.

Harga Kt = 1,0 dan harga Cb = 1,0 .... Lit 1 hal 8.


Poros input yang direncanakan berputar dengan kecepatan putaran 6500
rpm yang merupakan putaran mesin yang digunakan.
Maka besarnya momen puntir/torsi dapat dihitung sebagai berikut :
Pd
n1

Ti = 9,74 x 105

Pers. 3.14

(Literatur 1 Pers 1.3


Hal 7).

Sehingga diameter poros dapat dihitung sebagai berikut :

ds =

5,1

a K t Cb T

13
Pers. 3.15

(Literatur 1 Pers 1.6


Hal 8).

30

Pd = fc x P
Dimana :
fc = faktor koreksi
P = Daya
Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 3.5
Tabel 3.5 Hasil perhitungan diameter poros input
N
o
1.

SIMBOL

NILAI

Daya Maksimum

2.

Putaran Poros

3.

Faktor Koreksi

4.

Daya Rencana

5.

Momen puntir

6.

Kekuatan tarik bahan Poros JIS 55


C
Faktor Keamanan

n
fc
Pd
T
b

295
217.06
6500

7.

SPESIFIKASI

1.0
217.06

kW

39030.43

Kg.mm

66

kg/mm2

Sf1
Sf2

6.0
2.5

8.

Tegangan Geser yang diizinkan

4.4

9.

Faktor koreksi untuk momen


puntir
Faktor Lenturan

Kt

1.0

Cb

1.0

10

SATUA
N
PS
kW
rpm

kg/mm2

Berdasarkan perhitungan diatas maka diameter poros input adalah 35.63 mm.
sedangkan menurut tabel harga standar diameter poros ( Lit tabel 1.7 hal 9 ) maka
diperoleh harga diameter poros standar adalah 38 mm.
3.5.2. Perhitungan Diameter Poros Perantara
Untuk poros perantara yang direncanakan berputar dengan kecepatan
putaran 6500 rpm karena perbandingan reduksi roda gigi antara poros input
dengan poros perantara adalah satu sehingga putaran poros perantara sama dengan
poros input yaitu 6500 rpm, sehingga besar momen dan diameter porosnya adalah
sama dengan poros input.

3.5.3. Perhitungan Diameter Poros Perantara Roda Gigi Mundur


31

Untuk poros perantara roda gigi mundur yang direncanakan berputar


dengan kecepatan putaran 3200 rpm karena perbandingan reduksi roda gigi antara
poros perantara (roda gigi E) dengan poros perantara roda gigi mundur (roda gigi
F) adalah 2 atau irR1 = 1,761.
Maka besarnya momen puntir / torsi dapat dihitung sebagai berikut :
TR 9,74 x 105 x

Pd
nR

Sehingga diameter poros dapat dihitung sebagai berikut :

dR

5,1

a K t Cb T

13

Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 3.5.3


Tabel 3.5.3 Hasil perhitungan diameter poros mundur
N

SPESIFIKASI

SIMBO

NILAI

SATUAN

295
217.06

PS
kW
rpm

o
1.

Daya Maksimum

L
P

2.
3.
4.
5.

Putaran
Faktor Koreksi
Daya Rencana
Momen puntir

n
fc
Pd
T

3200
1.0
217.06
66067.6

kW
Kg.mm

6.

Kekuatan tarik bahan Poros JIS 55 C

4
66

kg/mm2

7.

Faktor Keamanan

Sf1
Sf2

6.0
2.5

32

8.

Tegangan Geser yang diizinkan

4.4

9.

Faktor koreksi untuk momen puntir

Kt

1.0

Faktor Lenturan

Cb

1.0

11. Diameter Poros

dr

42.4654

kg/mm2

10
.

Mm

Berdasarkan perhitungan diatas maka diameter poros perantara mundur adalah


42.5 mm. sedangkan menurut tabel harga standar diameter poros (Lit tabel 1.7 hal
9) maka diperoleh harga diameter poros standar adalah 45 mm.
3.5.4. Perhitungan Diameter Poros Output Transmisi
Pada poros output transmisi bergerak dengan bermacam macam putaran
sesuai dengan tingkat putarannya pada tiap tingkat kecepatan sehingga perlu
dihitung momen puntir / torsi dan diameter poros pada tiap tingkat kecepatannya.
Untuk menghitung momen puntir/torsi pada poros output transmisi untuk
setiap tingkat, maka rumus umumnya adalah :
Pd
n1

9,74 x 105

Sedangkan untuk menghitung momen puntir/torsi pada poros output transmisi


untuk setiap tingkat, maka rumus umumnya adalah :

ds

5,1

a K t Cb T

13

Berdasarkan tabel harga standar diameter poros ( Lit tabel 1.7 hal 9 ) maka
diperoleh harga diameter poros standar. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel
3.5.4

33

Tabel 3.5.4 Hasil perhitungan diameter standar pada poros output transmisi
N

SPESIFIKASI

SIMBOL

NILAI

SATUAN
PS
kW

o
1.

Daya Maksimum

2.
3.
4.
5.

Faktor Koreksi
Daya Rencana
Kekuatan tarik bahan Poros JIS 55 C
Faktor Keamanan

fc
Pd

6.

Tegangan Geser yang diizinkan

295
217.06
1.0
217.06
66
6.0
2.5
4.4

7.
8.
9.

Faktor koreksi untuk momen puntir


Faktor Lenturan
Putaran output transmisi
Tingkat 1

Kt
Cb

1.0
1.0

nO

1911.84

rpm

Tingkat 2

nO

3823.68

rpm

Tingkat 3

nO

5735.52

rpm

Tingkat 4

nO

7647.52

rpm

Tingkat 5

nO

9559.2

rpm

110582.7
55291.35
36860.9
27645.1
22116.54

kg.mm
kg.mm
kg.mm
kg.mm
kg.mm

50.42

mm

b
Sf1
Sf2

Momen puntir/torsi poros output transmisi


Roda gigi tingkat 1
T1
.
Roda gigi tingkat 2
T2
Roda gigi tingkat 3
T3
Roda gigi tingkat 4
T4
Roda gigi tingkat 5
T5
11.
Diameter poros output transmisi
dS
Roda gigi tingkat 1

kW
kg/mm2

kg/mm2

10

Roda gigi tingkat 2

dS

40.02

mm

Roda gigi tingkat 3

dS

34.96

mm

Roda gigi tingkat 4

dS

31.8

mm

Roda gigi tingkat 5

dS

29.5

mm

34

Berdasarkan perhitungan diatas maka diameter poros standar out put transmisi
pada tiap tingkat kecepatan menurut Literatur 1 tabel 1.7 hal 9 adalah sebagai
berikut :

Roda gigi tingkat 1 dengan diameter poros standar sebesar 55 mm

Roda gigi tingkat 2 dengan diameter poros standar sebesar 42 mm

Roda gigi tingkat 3 dengan diameter poros standar sebesar 35 mm

Roda gigi tingkat 4 dengan diameter poros standar sebesar 32 mm

Roda gigi tingkat 5 dengan diameter poros standar sebesar 30 mm

3.6. PERHITUNGAN SPLINE


Dalam analisa perhitungan spline, ditentukan bahwa jumlah spline yang
direncanakan adalah 6 buah, karena ukuran diameter poros ada 3 macam yaitu :

Diameter poros input dan poros perantara yaitu 38 mm.

Diameter poros perantara roda gigi mundur yaitu 38 mm.

Diameter poros output transmisi yaitu 55 mm.

Untuk lebih jelasnya bentuk spline pada sebuah roda gigi dapat dilihat pada
gambar 3.3
Spline

Gambar 3.3 Gambar Roda gigi dan spline


Maka ukuran spline dihitung berdasarkan ukuran diameter poros masing
masing sebagai berikut :
a. Untuk poros input dan poros perantara ( ds = 38 mm )

35

Besarnya gaya tangensial total yang terjadi pada poros dirumuskan sebagai
berikut :
F

2xT
ds i

Pers. 3.16

(Literatur 1
pers1.27 hal 25)

Di mana :
F = Gaya tangensial total pada poros ( kg ).
T = Torsi / momen puntir ( kg.mm ).
dsi = Diameter poros input ( mm ).

Sedangkan besarnya gaya tangensial yang bekerja pada setiap spline


dirumuskan sebagai berikut :
Fn

F
ns

Pers. 3.17

Di mana :
Fn = Gaya tangensial yang bekerja pada tiap spline ( kg ).
F = Gaya tangensial total pada poros ( kg ).
ns = Jumlah spline yang direncanakan ( buah ).
Berdasarkan tabel 1.8. tentang standar ukuran pasak dan alur pasak ( Lit 1
hal 10 ) yang dapat dijadikan acuan dalam menentukan ukuran spline karena
adanya kesamaan prinsip kerja pada keduanya sehingga ukuran utama spline
berdasarkan ukuran diameter poros yang diketahui dapat ditentukan sebagai
berikut :

b x h = 12 mm x 8 mm.

t1 = 5 mm.

36

t2 = 5 mm.

Di mana :
b

= Lebar spline ( mm ).

= Tinggi spline ( mm ).

t1

= Kedalaman alur spline pada poros ( mm ).

t2

= Kedalaman alur spline pada roda gigi ( mm ).

Maka ukuran panjang spline hasil perhitungan dapat dirumuskan sebagai


berikut :
Li

Fn
pA x t

Pers. 3.18.

(Literatur 1 pers
1.30 hal 27)

Di mana :
Li

= Panjang alur spline pada poros input ( mm ).

Fn

= Gaya tangensial pada setiap spline ( kg ).

pA

= Tekanan permukaan yang diizinkan ( kg/mm2 ).

= Kedalaman alur spline ( mm ).

Harga pA untuk poros berdiameter besar adalah 10 kg/mm2 ( Lit 1 hal 27 ).


Selanjutnya hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 3.6

37

Tabel 3.6 Spline untuk poros input


N
o
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
.
11
.

SPESIFIKASI
Diameter Poros input
Momen puntir
Jumlah Spline
Gaya Tangensial total pada poros
Besarnya gaya yang bekerja pada
spline
Lebar spline yang digunakan
Tinggi spline yang digunakan
Kedalaman alur spline pada poros
Kedalaman alur spline pada roda
gigi
Tekanan permukaan yang
digunakan
Panjang alur spline

SIMBOL

NILAI

2054.23
342.372

SATUA
N
mm
Kg.mm
buah
kg
kg

dsi
T
ns1
F
Fn

38

b
h
t1
t2

12
8
5
5

mm
mm
mm
mm

pA

10

kg/mm2

Li

6.85

mm

39030.43
6

Jadi panjang alur spline yang di dapat sebesar 6.85 mm


Perlu untuk diperhatikan bahwa lebar pasak sebaiknya antara 0,25 0,35
dari diameter poros dan panjang spline sebaiknya antara 0,75 1,5 dari diameter
poros, sehingga dengan memperhatikan hasil perhitungan dan faktor di atas maka
direncanakan ukuran pasak sebagai berikut :
b x h = 12 mm x 8 mm.
t1 = t2 = 5 mm.
L = 40 mm - 60 mm.

b. Untuk poros perantara roda gigi mundur ( ds = 38 mm )


Untuk besarnya gaya tangensial total yang terjadi pada poros dirumuskan
sebagai berikut :
F

2xT
ds P

38

Di mana :
F = Gaya tangensial total pada poros perantara ( kg ).
T = Torsi / momen puntir ( kg.mm ).
dsP = Diameter poros ( mm ).
Sedangkan besarnya gaya tangensial yang bekerja pada setiap spline
dirumuskan sebagai berikut :
Fn

F
ns

Di mana :
Fn = Gaya tangensial yang bekerja pada tiap spline ( kg ).
F = Gaya tangensial total pada poros ( kg ).
ns = Jumlah spline yang direncanakan ( buah ).

Berdasarkan tabel 1.8. tentang standar ukuran pasak dan alur pasak (Lit 1 hal 10)
yang dapat dijadikan acuan dalam menentukan ukuran spline karena adanya
kesamaan prinsip kerja pada keduanya sehingga ukuran utama spline
berdasarkan ukuran diameter poros yang diketahui dapat ditentukan sebagai
berikut :
b x h = 14 mm x 9 mm.
t1 = 4,5 mm.
t2 = 4,5 mm.
Maka ukuran panjang spline hasil perhitungan dapat dirumuskan berikut :
LP

Fn
pA x t

39

Harga pA untuk poros berdiameter besar adalah 10 kg/mm2 ( Lit 1 hal 27 ).


Untuk hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 3.18
Tabel 3.18 Spline untuk poros perantara roda gigi mundur

N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

SPESIFIKASI
Diameter Poros roda gigi mundur
Momen puntir
Jumlah Spline
Gaya Tangensial total pada poros
Besarnya gaya yang bekerja pada
spline
Lebar spline yang digunakan
Tinggi spline yang digunakan
Kedalaman alur poros
Kedalaman alur pada roda gigi
Tekanan permukaan yang
digunakan
Panjang alur spline

SIMBOL

NILAI

3477.24
579.5

SATUA
N
mm
kgmm
buah
kg
kg

dsP
T
nsP
F
Fn

38

b
h
t1
t2
pA

14
9
4.5
4.5
10

mm
mm
mm
mm
kg/mm2

LP

12.9

mm

66067.64
6

Perlu untuk diperhatikan bahwa lebar pasak sebaiknya antara 0,25 0,35
dari diameter poros dan panjang spline sebaiknya antara 0,75 1,5 dari diameter
poros, sehingga dengan memperhatikan hasil perhitungan dan faktor di atas maka
direncanakan ukuran pasak sebagai berikut :
b x h = 14 mm x 9 mm.
t1 = t2 = 4,5 mm.
L = 40 mm - 75 mm.

c. Untuk poros output transmisi ( ds = 55 mm )


Besarnya gaya tangensial total yang terjadi pada poros dirumuskan sebagai
berikut :

40

2xT
ds Out

Di mana :
F

= Gaya tangensial total pada poros ( kg ).

= Torsi / momen puntir ( kg.mm ).

dsOut

= Diameter poros ( mm ).

Sedangkan besarnya gaya tangensial yang bekerja pada setiap spline


dirumuskan sebagai berikut :
Fn

F
ns

Di mana :
Fn = Gaya tangensial yang bekerja pada tiap spline ( kg ).
F = Gaya tangensial total pada poros ( kg ).
ns = Jumlah spline yang direncanakan ( buah ).
Berdasarkan tabel 1.8. tentang standar ukuran pasak dan alur pasak
( Lit 1 hal 10 ) yang dapat dijadikan acuan dalam menentukan ukuran spline
karena adanya kesamaan prinsip kerja pada keduanya sehingga ukuran utama
spline berdasarkan ukuran diameter poros yang diketahui dapat ditentukan sebagai
berikut :
b x h = 15 mm x 10 mm.
t1 = 5 mm.
t2 = 5 mm.
Maka ukuran panjang spline hasil perhitungan dapat dirumuskan berikut :

41

L Out

Fn
pA x t

Harga pA untuk poros berdiameter besar adalah 10 kg/mm2 ( Lit 1 hal 27 ).


Untuk hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 3.19
Tabel 3.19 Spline untuk poros output transmisi

N
o

SPESIFIKASI

SIMBOL

NILAI

SATUAN

dsOut

55

mm

Diameter Poros Output transmisi

Momen puntir

110582.7

Kg.mm

Jumlah Spline

nsOut

buah

Gaya Tangensial total pada poros

4021.2

kg

Besarnya gaya yang bekerja pada


spline

Fn

670.2

kg

Lebar spline yang digunakan

15

mm

Tinggi spline yang digunakan

10

mm

Kedalaman alur poros

t1

mm

Kedalaman alur pada roda gigi

t2

mm

10

Tekanan permukaan yang


digunakan

pA

10

kg/mm2

11

Panjang alur spline

lOut

13.4

mm

Perlu untuk diperhatikan bahwa lebar pasak sebaiknya antara 0,25 0,35
dari diameter poros dan panjang spline sebaiknya antara 0,75 1,5 dari diameter

42

poros, sehingga dengan memperhatikan hasil perhitungan dan faktor di atas maka
direncanakan ukuran pasak sebagai berikut :
b x h = 15 mm x 10 mm.
t1 = t2 = 5 mm.
L = 50 mm - 86 mm.
3.7.

Perencanaan roda gigi P dan Q


Spesifikasi perencanaan :
- Daya yang di transmisikan

N : 295 Ps

- Putaran poros penggerak

n : 6500 rpm

- Perbandingan reduksi

ir : 1

- Jarak sumbu poros yang di rencanakan

a : 200 mm

- Sudut tekan pahat

: 20

a. Daya rencana.
Sebelum menghitung daya rencana, terlebih dahulu diambil faktor koreksi
(fc) dari pembahasan bab II. Maka fc : 1,2.
Maka :
Pd

= 1,2 x ( 295 PS x 0,735)


= 259.836 kW

b. Diameter lingkaran jarak bagi.


d1

2xa
1 ir

43

2 x a x ir
1 ir

d2

.......

(Literatur 1 pers 6.7


Hal 216).
Pers. 3.4

Di mana :
d1 = Diameter jarak bagi roda gigi 1 ( mm ).
d2 = Diameter jarak bagi roda gigi 2 ( mm ).
a

= Jarak antara sumbu poros input dengan sumbu poros

perantara.
ir = Perbandingan reduksi roda gigi.
Sehingga :
2 a
1 ir

dQ

2 200
11

2 a ir
1 ir

dp

= 200 mm

2 200mm 1
11

= 200 mm

c. Jumlah gigi pada roda gigi P dan Q


Dari diagram pemilihan modul roda gigi lurus, di ambil m : 6 (Buku
Sularso, 1983, hal 245).
dQ
ZQ

Zp

m
dP
m

200
6
200
6

= 33,33 buah

= 33.33 buah

d. Diameter lingkaran kepala.


dk = ( Z + 2 ) x m

....

Pers. 3.6(Literatur 1 Tabel 6.3


Hal 220).

Di mana :

44

dk = Diameter lingkaran kepala ( mm ).


Z = Jumlah gigi ( buah ).
m = Modul gigi ( mm ).
Sehingga :
dkQ

= ( ZQ + 2 ) x m
= ( 33,33 + 2 ) x 6 mm
= 211,98 mm

dkp

= ( Zp + 2 ) x m
= ( 33.33 + 2 ) x 6 mm
= 211,98 mm

e. Diameter lingkaran kaki.


df = m x (Z - 2)
Di mana :
df = Diameter lingkaran kaki ( mm ).
Z = Jumlah gigi ( buah ).
m = Modul gigi ( mm ).
Sehingga :
dfQ

=m ( ZQ - 2)
= 6 mm (33,33 -2)
= 187,98 mm

dfp

= m (Zp 2)
= 6 mm (33.33 2)
= 187,98 mm

f. Kecepatan keliling.

45

x db x n
60 x 1000
.......

(Literatur 1 pers 6.54


Hal 238).
Pers. 3.8

Di mana :
V = Kecepatan keliling untuk tiap roda gigi ( m/s ).
db = Diameter jarak bagi untuk tiap roda gigi ( mm ).
n

= Putaran poros ( rpm ).

Vp = VQ =

210mm 6500rpm
60 1000

= 71.435 m/s

g. Gaya tangensial.
Ft

102 x Pd
V

.......

(Literatur 1 pers 6.58


Hal 238).
Pers. 3.9

Di mana :
Ft

= Gaya Tangensial ( kg ).

Pd

= Daya rencana ( kW ).

= Kecepatan keliling ( m/s ).

Ftp = FtQ

102 259.836 kW
71.435 m / s

= 371.012 kg

h. Beban lentur yang diizinkan.


Faktor bentuk gigi, berdasarkan tabel Faktor bentuk gigi
Zp

= 40

; Yp

= 0,392

ZQ

= 40

; YQ

= 0,392

Bila bahan roda gigi P dan Q adalah sama yaitu S 15 CK


- Kekuatan tarik

= 50 kg/mm2

46

- Kekuatan lentur

= 30 kg/mm2

- Kekerasan

HB

= 400

Maka harga beban lentur dapat dihitung


FbQ

= a x m x YQ x fv
= 30 kg/mm2 x 5 mm x 0,392 x 0,4
= 23.1 kg/mm

Fbp

= b x m x Yp x fv
= 50 kg/mm2 x 5 mm x 0,392 x 0,4
= 39.2 kg/mm

i. Lebar gigi ( b )
b

Ft
Fb

(Literatur 1 Hal 240).


.......

Pers. 3.11

Di mana :
b = Lebar gigi ( mm ).
Ft = Gaya tangensial ( kg ).
Fb = Beban lentur ( kg/mm ).
371.012 kg
39.2 kg / mm

bp =

= 9.465 mm
371.012 kg
23.1 kg / mm

bQ =
3.8.

= 16.1 mm

Perencanaan roda gigi A dan 1

Spesifikasi perencanaan :

47

- Daya yang di transmisikan

N : 295 Ps

- Putaran poros penggerak

n : 6500 rpm

- Perbandingan reduksi

ir : 3.4

- Jarak sumbu poros yang di rencanakan

a : 200 mm

- Sudut tekan pahat

: 20

a. Daya rencana.
Sebelum menghitung daya rencana, terlebih dahulu diambil faktor koreksi
(fc) dari pembahasan bab II. Maka fc : 1,2.
Maka :
Pd

= 1,2 x ( 295 PS x 0,735)


= 259.836 kW

b. Diameter lingkaran jarak bagi.


dA

d1

2xa
1 ir

2 x a x ir
1 ir
.......

(Literatur 1 pers 6.7


Hal 216).
Pers. 3.4

Di mana :
d1 = Diameter jarak bagi roda gigi 1 ( mm ).
d2 = Diameter jarak bagi roda gigi 2 ( mm ).
a

= Jarak antara sumbu poros input dengan sumbu poros

perantara.
ir = Perbandingan reduksi roda gigi.
Sehingga :

dA

2 a
1 ir
=

3 200
1 3.4

= 137 mm

48

2 a ir
1 ir

d1

2 200mm 3.4
1 3.4

= 309.1 mm

c. Jumlah gigi pada roda gigi A dan 1


Dari diagram pemilihan modul roda gigi lurus, di ambil m : 6 (Buku
Sularso, 1983, hal 245).

ZA

Z1

dA
m
d1
m

90.91
6

309.1
6

= 22.73 buah

= 51.42 buah

d. Diameter lingkaran kepala.


dk = ( Z + 2 ) x m ....

(Literatur 1 Tabel 6.3


Pers. 3.6
Hal 220).

Di mana :
dk = Diameter lingkaran kepala ( mm ).
Z = Jumlah gigi ( buah ).
m = Modul gigi ( mm ).
Sehingga :
dkA

= ( ZA + 2 ) x m
= ( 22.73 + 2 ) x 6 mm
= 148.38 mm

dk1

= ( Z1 + 2 ) x m
= ( 51.52 + 2 ) x 6 mm
= 321.12 mm

49

e. Diameter lingkaran kaki.


df = m (Z 2)
Di mana :
df = Diameter lingkaran kaki ( mm ).
Z = Jumlah gigi ( buah ).
m = Modul gigi ( mm ).
Sehingga :
dgA

= m (ZA -2)
= 6 mm (22.73 -2)
= 124,3

dg1

= m (Z1 - 2)
=6 mm (51.52 -2)
= 297.12

f. Kecepatan keliling.
V

x db x n
60 x 1000
.......

(Literatur 1 pers 6.54


Hal 238).
Pers. 3.8

Di mana :
V = Kecepatan keliling untuk tiap roda gigi ( m/s ).
db = Diameter jarak bagi untuk tiap roda gigi ( mm ).
n

VA =

= Putaran poros ( rpm ).


90.91mm 6500rpm
60 1000

= 30.92 m/s

50

V1 =

309.1mm 6500rpm
60 1000

= 105.15 m/s

g. Gaya tangensial.
Ft

102 x Pd
V

......

(Literatur 1 pers 6.58


Hal 238).
Pers. 3.9

Di mana :
Ft = Gaya Tangensial ( kg ).
Pd = Daya rencana ( kW ).
V = Kecepatan keliling ( m/s ).

FtA

Ft1

102 259.836 kW
30.92 m / s

102 259.836 kW
105.15 m / s

= 857.16 kg

= 252.05 kg

h. Beban lentur yang diizinkan.


Faktor bentuk gigi, berdasarkan tabel Faktor bentuk gigi
ZA

= 22.73

; YA

= 0.332

Z1

= 51.52

; Y1

= 0.41

Bila bahan roda gigi P dan Q adalah sama yaitu S 15 CK


- Kekuatan tarik b

= 50 kg/mm2

- Kekuatan lentur a

= 30 kg/mm2

- Kekerasan

= 400

HB

51

Maka harga beban lentur dapat dihitung


FbA

= a x m x YA x fv
= 30 kg/mm2 x 6 mm x 0,332 x 0,32
= 19.12 kg/mm

Fb1

= b x m x Y1 x fv
= 50 kg/mm2 x 6 mm x 0,41 x 0,32
= 39.36 kg/mm

i. Lebar gigi ( b )
b

Ft
Fb

(Literatur 1 Hal 240).


.......

Pers. 3.11

Di mana :
b = Lebar gigi ( mm ).
Ft = Gaya tangensial ( kg ).
Fb = Beban lentur ( kg/mm ).
857.16 kg
19.12 kg / mm

bA =

= 44.83 mm
252.05 kg
39.36 kg / mm

b1 =
3.9.

= 6.4 mm

Perencanaan roda gigi B dan 2

Spesifikasi perencanaan :
- Daya yang di transmisikan

N : 295 Ps

- Putaran poros penggerak

n : 6500 rpm

- Perbandingan reduksi

ir : 1.7

- Jarak sumbu poros yang di rencanakan

a : 200 mm
52

a. Daya rencana.
Sebelum menghitung daya rencana, terlebih dahulu diambil faktor koreksi
(fc) dari pembahasan bab II. Maka fc : 1,2.
Maka :
Pd

= 1,2 x ( 295 PS x 0,735)


= 259.836 kW

b. Diameter lingkaran jarak bagi.


d1

d2

2xa
1 ir

2 x a x ir
1 ir
.......

(Literatur 1 pers 6.7


Hal 216).
Pers. 3.4

Di mana :
d1 = Diameter jarak bagi roda gigi 1 ( mm ).
d2 = Diameter jarak bagi roda gigi 2 ( mm ).
a

= Jarak antara sumbu poros input dengan sumbu poros

perantara.
ir = Perbandingan reduksi roda gigi.
Sehingga :

dB

d2

2 a
1 ir
=

2 a ir
1 ir
=

2 200
1 1.7

= 148.15 mm

2 200mm 1.7
1 1.7

= 251.852 mm

53

c. Jumlah gigi pada roda gigi B dan 2


Dari diagram pemilihan modul roda gigi lurus, di ambil m : 6 (Buku
Sularso, 1983, hal 245).

ZB

Z2

dB
m
d2
m

148.15
6
251.852
6

= 24.7 buah

= 41.975 buah

d. Diameter lingkaran kepala.


dk = ( Z + 2 ) x m ....

(Literatur 1 Tabel 6.3


Pers. 3.6
Hal 220).

Di mana :
dk = Diameter lingkaran kepala ( mm ).
Z = Jumlah gigi ( buah ).
m = Modul gigi ( mm ).

Sehingga :

dkB

= ( ZB+ 2 ) x m
= (24.7 + 2 ) x 6 mm
= 160.2 mm

dk2

= ( Z2 + 2 ) x m
= (41.975 + 2 ) x 6 mm
= 263.85 mm

e. Diameter lingkaran kaki.


54

df = m (Z 2)
Di mana :
df = Diameter lingkaran kaki ( mm ).
Z = Jumlah gigi ( buah ).
m = Modul gigi ( mm ).
Sehingga :
dgB

= m (ZB 2)
= 6 mm (24.7 -2)
= 136,2 mm

dg2

= m(Z2 2)
= 6 mm ( 41.975 2)
= 239,8 mm

f. Kecepatan keliling.
V

x db x n
60 x 1000
.......

(Literatur 1 pers 6.54


Hal 238).
Pers. 3.8

Di mana :
V = Kecepatan keliling untuk tiap roda gigi ( m/s ).
db = Diameter jarak bagi untuk tiap roda gigi ( mm ).
n

= Putaran poros ( rpm ).

Sehingga :

VB =

V2 =

139.308 mm 6500rpm
60 1000

236.739 mm 6500rpm
60 1000

= 47.39 m/s

= 80.53 m/s

55

g. Gaya tangensial.
Ft

102 x Pd
V

......

(Literatur 1 pers 6.58


Hal 238).
Pers. 3.9

Di mana :
Ft = Gaya Tangensial ( kg ).
Pd = Daya rencana ( kW ).
V = Kecepatan keliling ( m/s ).
Sehingga:

FtB

Ft2

102 259.836 kW
47.39 m / s
102 259.836 kW
80.53 m / s

= 558.29 kg

= 329.11 kg

h. Beban lentur yang diizinkan


Faktor bentuk gigi, berdasarkan tabel Faktor bentuk gigi (Lit 1 hal 240) :
ZB

= 24.7

; YB

= 0.3381

Z2

= 41.975

; Y2

= 0.393

Bila bahan roda gigi P dan Q adalah sama yaitu S 15 CK


- Kekuatan tarik b

= 50 kg/mm2

- Kekuatan lentur a

= 30 kg/mm2

- Kekerasan

= 400

HB

Harga fv dihitung berdasarkan rumus pada table 6.6 hal 240, fv = faktor
dinamis
Maka harga beban lentur dapat dihitung

56

FbB

= a x m x YB x fv
= 30 kg/mm2 x 6 mm x 0.3381x 0.524
= 31.89 kg/mm

F b2

= b x m x Y2 x fv
= 50 kg/mm2 x 6 mm x 0.393x 0,524
= 61.78 kg/mm

g. Lebar gigi ( b )
b

Ft
Fb

(Literatur 1 Hal 240).


.......

Pers. 3.11

Di mana :
b = Lebar gigi ( mm ).
Ft = Gaya tangensial ( kg ).
Fb = Beban lentur ( kg/mm ).
558.29
kg
31.89 kg / mm

bB =

= 17.51 mm
329.11
kg
61.78 kg / mm

b2 =

3.10.

= 5.33 mm

Perencanaan roda gigi C dan 3

Spesifikasi perencanaan :
- Daya yang di transmisikan

N : 295 Ps

- Putaran poros penggerak

n : 6500 rpm

- Perbandingan reduksi

ir : 1.13

- Jarak sumbu poros yang di rencanakan

a : 200 mm

57

- Sudut tekan pahat

: 20

a. Daya rencana.
Sebelum menghitung daya rencana, terlebih dahulu diambil faktor koreksi
(fc) dari pembahasan bab II. Maka fc : 1,2.
Maka :
Pd

= 1,2 x ( 295 PS x 0,735)


= 259.836 kW

b. Diameter lingkaran jarak bagi.


d1

d2

2xa
1 ir

2 x a x ir
1 ir
.......

(Literatur 1 pers 6.7


Hal 216).
Pers. 3.4

Di mana :
d1 = Diameter jarak bagi roda gigi 1 ( mm ).
d2 = Diameter jarak bagi roda gigi 2 ( mm ).
a

= Jarak antara sumbu poros input dengan sumbu poros

perantara.
ir = Perbandingan reduksi roda gigi.
Sehingga :

dC

2 a
1 ir
=

2 200
1 1.13

= 187.79 mm

58

2 a ir
1 ir

d3

2 200mm 1.13
1 1.13

= 212.21 mm

c. Jumlah gigi pada roda gigi C dan 3


Dari diagram pemilihan modul roda gigi lurus, di ambil m : 6 (Buku
Sularso, 1983, hal 245).

ZC

Z3

dC
m

d3
m

187.79
6

212.21
6

= 31.3 buah

= 35.4 buah

d. Diameter lingkaran kepala.


dk = ( Z + 2 ) x m ....

(Literatur 1 Tabel 6.3


Pers. 3.6
Hal 220).

Di mana :
dk = Diameter lingkaran kepala ( mm ).
Z = Jumlah gigi ( buah ).
m = Modul gigi ( mm ).
Sehingga :

dkC

= ( ZC+ 2 ) x m
= (31.3 + 2 ) x 6 mm
= 199.8 mm

dk3

= ( Z3 + 2 ) x m

59

= (35.4 + 2 ) x 6 mm
= 224.4 mm

e. Diameter lingkaran kaki.


df = m x (Z 2)
Di mana :
df = Diameter lingkaran kaki ( mm ).
Z = Jumlah gigi ( buah ).
m = Modul gigi ( mm ).
Sehingga :
dgC

= m (ZC 2)
= 6 mm (31.3 2)
= 175.8

dg3

= m (Z3 -2)
= 6 mm (35.4 2)
= 200.4

f. Kecepatan keliling.

x db x n
60 x 1000
.......

(Literatur 1 pers 6.54


Hal 238).
Pers. 3.8

Di mana :
V = Kecepatan keliling untuk tiap roda gigi ( m/s ).
db = Diameter jarak bagi untuk tiap roda gigi ( mm ).
n

= Putaran poros ( rpm ).

Sehingga :
60

VC =

V3 =

187.79 mm 6500rpm
60 1000
212.21 mm 6500rpm
60 1000

= 63.9 m/s

= 72.2 m/s

g. Gaya tangensial.
Ft

102 x Pd
V

......

(Literatur 1 pers 6.58


Hal 238).
Pers. 3.9

Di mana :
Ft = Gaya Tangensial ( kg ).
Pd = Daya rencana ( kW ).
V = Kecepatan keliling ( m/s ).
Sehingga:

FtC

Ft3

102 259.836 kW
63.9 m / s
102 259.836 kW
72.2 m / s

= 414.76 kg

= 367.08 kg

h. Beban lentur yang diizinkan


Faktor bentuk gigi, berdasarkan tabel Faktor bentuk gigi (Lit 1 hal 240) :
ZC

= 31.3

; YC

= 0.362

Z3

= 35.4

; Y3

= 0.375

Bila bahan roda gigi P dan Q adalah sama yaitu S 15 CK


- Kekuatan tarik b

= 50 kg/mm2

61

- Kekuatan lentur a

= 30 kg/mm2

- Kekerasan

= 400

HB

Harga fv dihitung berdasarkan rumus pada table 6.6 hal 240, fv = faktor
dinamis
Maka harga beban lentur dapat dihitung
FbC

= a x m x YC x fv
= 30 kg/mm2 x 6 mm x 0.362 x 0.47
= 30.63 kg/mm

F b3

= b x m x Y3 x fv
= 50 kg/mm2 x 6 mm x 0.375 x 0,47
= 52.88 kg/mm

i. Lebar gigi ( b )
b

Ft
Fb

(Literatur 1 Hal 240).


.......

Pers. 3.11

Di mana :
b = Lebar gigi ( mm ).
Ft = Gaya tangensial ( kg ).
Fb = Beban lentur ( kg/mm ).
414.76
kg
30.63
kg / mm

bC =

= 13.54 mm
367.08
kg
52.88
kg / mm

b3 =

3.11.

= 6.94 mm

Perencanaan roda gigi D dan 4

62

Spesifikasi perencanaan :
- Daya yang di transmisikan

N : 295 Ps

- Putaran poros penggerak

n : 6500 rpm

- Perbandingan reduksi

ir : 0.85

- Jarak sumbu poros yang di rencanakan

a : 200 mm

- Sudut tekan pahat

: 20

a. Daya rencana.
Sebelum menghitung daya rencana, terlebih dahulu diambil faktor koreksi
(fc) dari pembahasan bab II. Maka fc : 1,2.
Maka :
Pd

= 1,2 x ( 295 PS x 0,735)


= 259.836 kW

b. Diameter lingkaran jarak bagi.


d1

d2

2xa
1 ir

2 x a x ir
1 ir
.......

(Literatur 1 pers 6.7


Hal 216).
Pers. 3.4

Di mana :
d1 = Diameter jarak bagi roda gigi 1 ( mm ).
d2 = Diameter jarak bagi roda gigi 2 ( mm ).

63

= Jarak antara sumbu poros input dengan sumbu poros

perantara.
ir = Perbandingan reduksi roda gigi.
Sehingga :
2 a
1 ir

dD

2 200
1 0.85

2 a ir
1 ir

d4

= 216.22 mm

2 200mm 0.85
1 0.85

= 183.8 mm

c. Jumlah gigi pada roda gigi D dan 4


Dari diagram pemilihan modul roda gigi lurus, di ambil m : 6 (Buku
Sularso, 1983, hal 245).

ZD

Z4

dD
m
d4
m

216.22
6
183.8
6

= 36.04 buah

= 30.63 buah

d. Diameter lingkaran kepala.


dk = ( Z + 2 ) x m ....

(Literatur 1 Tabel 6.3


Pers. 3.6
Hal 220).

Di mana :
dk = Diameter lingkaran kepala ( mm ).
Z = Jumlah gigi ( buah ).
m = Modul gigi ( mm ).

64

Sehingga :
dkD

= ( ZD+ 2 ) x m
= (36.04 + 2 ) x 6 mm
= 228.24 mm

dk4

= ( Z4 + 2 ) x m
= (30.63 + 2 ) x 6 mm
= 195.78 mm

e. Diameter lingkaran kaki.


dg = m x (Z - 2)
Di mana :
df = Diameter lingkaran kaki ( mm ).
Z = Jumlah gigi ( buah ).
m = Modul gigi ( mm ).
Sehingga :
dgD

= m (ZD 2)
= 6 mm (36.04 2)
= 204.24 mm

dg4

= m (Z4 2)
= 6 mm (30.63 2)
= 171.78 mm

f. Kecepatan keliling.

65

x db x n
60 x 1000
.......

(Literatur 1 pers 6.54


Hal 238).
Pers. 3.8

Di mana :
V = Kecepatan keliling untuk tiap roda gigi ( m/s ).
db = Diameter jarak bagi untuk tiap roda gigi ( mm ).
n

= Putaran poros ( rpm ).

Sehingga :

VD =

V4 =

216.22 mm 6500rpm
60 1000

183.8 mm 6500rpm
60 1000

= 73.55 m/s

= 62.52 m/s

g. Gaya tangensial.
Ft

102 x Pd
V

......

(Literatur 1 pers 6.58


Hal 238).
Pers. 3.9

Di mana :
Ft = Gaya Tangensial ( kg ).
Pd = Daya rencana ( kW ).
V = Kecepatan keliling ( m/s ).
Sehingga:

FtD

102 259.836 kW
73.55
m/s

= 360.34 kg

66

Ft4

102 259.836 kW
62.52
m/s

= 423.92 kg

h. Beban lentur yang diizinkan


Faktor bentuk gigi, berdasarkan tabel Faktor bentuk gigi (Lit 1 hal 240) :
ZD

= 36.04

; YD

= 0.377

Z4

= 30.63

; Y4

= 0.36

Bila bahan roda gigi P dan Q adalah sama yaitu S 15 CK


- Kekuatan tarik b

= 50 kg/mm2

- Kekuatan lentur a

= 30 kg/mm2

- Kekerasan

= 400

HB

Harga fv dihitung berdasarkan rumus pada table 6.6 hal 240, fv = faktor
dinamis
Maka harga beban lentur dapat dihitung
FbD

= a x m x YD x fv
= 30 kg/mm2 x 6 mm x 0.377 x 0.44
= 29.86 kg/mm

F b4

= b x m x Y4 x fv
= 50 kg/mm2 x 6 mm x 0.36 x 0,44
= 47.52 kg/mm

i. Lebar gigi ( b )

67

Ft
Fb

(Literatur 1 Hal 240).


.......

Pers. 3.11

Di mana :
b = Lebar gigi ( mm ).
Ft = Gaya tangensial ( kg ).
Fb = Beban lentur ( kg/mm ).
360.34
29.86

kg
kg / mm

bD =

= 12.07 mm
423.92
47.52

kg
kg / mm

b4 =

3.12.

= 8.92 mm

Perencanaan roda gigi E dan 5

Spesifikasi perencanaan :
- Daya yang di transmisikan

N : 295 Ps

- Putaran poros penggerak

n : 6500 rpm

- Perbandingan reduksi

ir : 0.68

a. Daya rencana.
Sebelum menghitung daya rencana, terlebih dahulu diambil faktor koreksi
(fc) dari pembahasan bab II. Maka fc : 1,2.
Maka :
Pd

= 1,2 x ( 295 PS x 0,735)


= 259.836 kW

68

b. Diameter lingkaran jarak bagi.


d1

d2

2xa
1 ir

2 x a x ir
1 ir
.......

(Literatur 1 pers 6.7


Hal 216).
Pers. 3.4

Di mana :
d1 = Diameter jarak bagi roda gigi 1 ( mm ).
d2 = Diameter jarak bagi roda gigi 2 ( mm ).
a

= Jarak antara sumbu poros input dengan sumbu poros

perantara.
ir = Perbandingan reduksi roda gigi.
Sehingga :

dE

d5

2 a
1 ir
=

2 a ir
1 ir
=

2 200
1 0.68

= 238.1 mm

2 200mm 0.68
1 0.68

= 161.9 mm

c. Jumlah gigi pada roda gigi E dan 5


Dari diagram pemilihan modul roda gigi lurus, di ambil m : 6 (Buku
Sularso, 1983, hal 245).

69

ZE

Z5

dE
m

d5
m

238.1
6
161.9
6

= 39.7 buah

= 26.98 buah

d. Diameter lingkaran kepala.


dk = ( Z + 2 ) x m ....

(Literatur 1 Tabel 6.3


Pers. 3.6
Hal 220).

Di mana :
dk = Diameter lingkaran kepala ( mm ).
Z = Jumlah gigi ( buah ).
m = Modul gigi ( mm ).
Sehingga :

dkE

= ( ZE+ 2 ) x m
= (39.7 + 2 ) x 6 mm
= 250.2 mm

dk5

= ( Z5 + 2 ) x m
= (26.98 + 2 ) x 6 mm
= 171.88 mm

e. Diameter lingkaran kaki.


df = m (Z 2)
Di mana :
df = Diameter lingkaran kaki ( mm ).
Z = Jumlah gigi ( buah ).

70

m = Modul gigi ( mm ).

Sehingga :
dgE

= m (ZE 2)
= 6 mm (39.7 2)
= 226,2 mm

dg5

=m (Z5 2)
=6 mm (26.98 2)
= 149,88 mm

f. Kecepatan keliling.

x db x n
60 x 1000
.......

(Literatur 1 pers 6.54


Hal 238).
Pers. 3.8

Di mana :
V = Kecepatan keliling untuk tiap roda gigi ( m/s ).
db = Diameter jarak bagi untuk tiap roda gigi ( mm ).
n

= Putaran poros ( rpm ).

Sehingga :

VE =

V5 =

238.1 mm 6500rpm
60 1000

161.9 mm 6500rpm
60 1000

= 80.994 m/s

= 55.073 m/s

71

g. Gaya tangensial.
Ft

102 x Pd
V

......

(Literatur 1 pers 6.58


Hal 238).
Pers. 3.9

Di mana :
Ft = Gaya Tangensial ( kg ).
Pd = Daya rencana ( kW ).
V = Kecepatan keliling ( m/s ).
Sehingga:

FtE

Ft5

102 259.836 kW
80.994
m/ s
102 259.836 kW
55.073
m/s

= 327.23 kg

= 481.24 kg

h. Beban lentur yang diizinkan


Faktor bentuk gigi, berdasarkan tabel Faktor bentuk gigi (Lit 1 hal 240) :
ZE

= 39.7

; YE

= 0.387

Z5

= 26.98

; Y5

= 0.349

Bila bahan roda gigi P dan Q adalah sama yaitu S 15 CK


- Kekuatan tarik b

= 50 kg/mm2

- Kekuatan lentur a

= 30 kg/mm2

- Kekerasan

= 400

HB

Harga fv dihitung berdasarkan rumus pada table 6.6 hal 240, fv = faktor
dinamis

72

Maka harga beban lentur dapat dihitung


FbE

= a x m x YE x fv
= 30 kg/mm2 x 6 mm x 0.387 x 0.41
= 28.561 kg/mm

F b5

= b x m x Y5 x fv
= 50 kg/mm2 x 6 mm x 0.349 x 0,41
= 42.93 kg/mm

i. Lebar gigi ( b )
b

Ft
Fb

(Literatur 1 Hal 240).


.......

Pers. 3.11

Di mana :
b = Lebar gigi ( mm ).
Ft = Gaya tangensial ( kg ).
Fb = Beban lentur ( kg/mm ).
327.23
28.561

kg
kg / mm

bE =

= 11.46 mm
481.24
42.93

kg
kg / mm

b5 =

3.13.

= 11.21 mm

Perencanaan roda gigi mundur.

Spesifikasi perencanaan :
- Daya yang di transmisikan

N = 295 Ps

73

- Putaran poros penggerak

nD = 6500 rpm

- Perbandingan reduksi roda gigi F dan G

i6 = 2

- Perbandingan reduksi Roda gigi G dan H i7 = 1,65


- Jarak sumbu poros

a1 = 120 mm

- Jarak sumbu poros

a2 = 212 mm

- Sudut tekan pahat

= 20

a. Diameter Lingkaran Jarak Bagi

2 xa1
1 i6
DF

2 x 120 mm
1 2

= 80 mm

2 x a1 x i 6
1 i6
DG

2 x 120 mm x 2
1 2

= 160 mm

a1

DF x (1 i6 )
2

74

80 x ( 1 2 )
2

= 120 mm

a2

=
=

DF x (1 i6 )
2
80 x ( 1 1,65 )
2

212 mm

2 x a2 x i 6
1 i6
DH

=
2 x 212 mm x 1,65
1 1,65
=
= 264 mm

Jarak sumbu poros F dan H

a.

DF DH
2
80 264
2

= 172 mm

b. Jumlah gigi pada roda gigi F, G dan H.


Dari diagram pemilihan modul roda gigi lurus, di ambil m : 5.

75

ZF

DE
m
80mm
5mm

= 16 buah

ZG

DG
m
160mm
5mm

= 32 buah

ZH

DH
m
264 mm
5mm

= 52,8
= 53 buah

c. Diameter lingkaran kepala.


DkF

= ( ZF + 2 ) x m
= ( 16 + 2 ) x 5 mm
= 90 mm

DkG

= ( ZG + 2 ) x m

76

= ( 32 + 2 ) x 5 mm
= 170 mm
DkH

= ( ZH + 2 ) x m
= ( 52,8 + 2 ) x 5 mm
= 274 mm

d. Diameter lingkaran kaki.


DgF

= m (ZF 2)
= 5 mm (16 2)
= 70 mm

DgG

= m (ZG 2)
= 5 mm (32 2)
= 150 mm

DgH

= m (ZH 2)
= 5 (52,8 2)
= 254 mm

e. Kecepatan keliling.

VG / V F / V E

x DE x n E
60 x 1000

77

VE = VG= VF =
=

x 80 mm x 6500 rpm
60x1000
27.21 m/s

f. Gaya tangensial

FtH = FtG = FtF

102 x 217.06 kW
27.21 m/s

= 813.7 kg

g. Faktor dinamis.
Di mana VF kecil dari 20 m/s.

Fv

6
6 27.21 m/s

= 0.181

h. Beban lentur yang diizinkan.


Faktor bentuk gigi berdasarkan tabel 6.5 (Buku Sularso, 1983, hal 240).
ZF

= 16

; YF

= 0,295

ZG

= 32

; YG

= 0,361

ZH

= 53

; YH

= 0,413

Bila bahan roda gigi D dan 4 adalah sama yaitu S 15 CK.


- Kekuatan tarik

= 50 kg/mm2

- Kekuatan lentur

30 kg/mm2

78

- Kekerasan

HB

400

Misalkan faktor tegangan kontak diambil antara baja dengan kekerasan


(200 HB) dengan besi cor maka kh = 0,123 kg/mm2
Maka harga beban lentur dapat dihitung menggunakan pers. 2.17 :
Maka harga beban lentur
FbF

= a x m x YF x fv
= 30 kg/mm2 x 5 mm x 0,295 x 0.32
= 14.16 kg/mm

FbG

= a x m x YG x fv
= 30 kg/mm2 x 5 mm x 0,361 x 0,32
= 17.33 kg/mm

FbH

= a x m x YH x fv
= 30 kg/mm2 x 5 mm x 0,413 x 0.32
= 19.82 kg/mm
2 x 53
16 53

F1H

= 0.32 x 0,123 x 172 x


= 10.4 kg/mm2

i. c
813.7 kg
10.4 kg / mm

BF = bG =bH

=
= 78.24 mm

3.14

. PERHITUNGAN TEMPERATUR
79

Untuk menentukan temperatur nyala yang diizinkan untuk pelumas pada


sistem transmisi roda gigi dapat dirumuskan sebagai berikut :
TBP = 140 x C x CR

Pers. 3.19

(Literatur 1 pers 6.75


hal 256)

Di mana :
TBP = Temperatur nyala yang diizinkan untuk pelumas pada roda gigi
(oC).
C = Koefisien viskositas pelumas.
CR

= Faktor kekerasan permukaan roda gigi.

Sedangkan untuk menentukan harga koefisien viskositas pelumas dapat


dirumuskan sebagai berikut :
C

1,5 x E
2E

Pers. 3.20

(Literatur 1 pers 6.76


hal 256)

1,5 x 6.52
1.15
2 6.52

Di mana :
C = Koefisien viskositas pelumas.
E

= Derajat Engler pada pelumas pada temperatur 50 oC.

Untuk mengetahui harga E untuk setiap jenis pelumas dapat dicari pada
tabel 16.1 tentang jenis jenis minyak pelumas ( Lit 4 hal 305 ) dan tabel 16.5
tentang konversi harga E menurut DIN 51560 ( Lit 4 hal 310 ).

80

Dalam perencanaan transmisi roda gigi ini digunakan minyak pelumas


yang mempunyai harga viskositas pada temperatur 50 oC yaitu 49 ( cSt ) atau
harga E yaitu 6,52.
Untuk menentukan harga faktor kekerasan roda gigi dirumuskan berikut :

CR

1,9 Sm
4 x Sm
Pers. 3.21

CR

(Literatur 1 pers 6.77


hal 256)

1,9 0.75
4 x 0.75
= 0.94

Di mana :
CR

= Harga faktor kekerasan roda gigi.

Sm = Harga kekerasan gigi.

Sedangkan harga kekerasan gigi dirumuskan sebagai berikut :


Sm

Sm

2 x S1 x S2
S1 S2

Pers. 3.22

2 x 0.75 x 0.75
0.75
0.75 0.75

Di mana :
Sm = Harga kekerasan roda gigi.
S1

= Harga kekerasan roda gigi 1 ( ).

S2

= Harga kekerasan roda gigi 2 ( ).

81

Berdasarkan standar yang telah ditentukan bahwa roda gigi yang digerinda
dan dihaluskan dengan baik mempunyai harga S = 0,25 0,5 ( ). Sedangkan
roda gigi yang bermutu baik dalam perdagangan mempunyai harga S = 0,6 0,9 (
).
Dalam perencanaan ini digunakan roda gigi yang bermutu baik dalam
perdagangan dengan harga S1 = S2 = 0,75 ( ).

Maka besarnya temperatur nyala dapat dihitung sebagai berikut :

TBP = 140 x C x CR
=

140 x 1.15 x 0.94

151.34 oC

Untuk hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 3.20


Tabel 3.20 Hasil perhitungan temperatur
N
O
1

SPESIFIKASI

SIMBOL

NILAI

SATUAN

6.52

2
3

Harga derajat Engler pada


pelumas
Koefisien viskositas pelumas
Harga kekerasan roda gigi 1

C
S1

1.15
0.75

Harga kekerasan roda gigi 2

S2

0.75

5
6

Harga kekerasan roda gigi


Faktor kekerasan permukaan
roda gigi
Temperatur nyala izin pada
pelumas

Sm
CR

0.75
0.94

TBP

151.34

82

3.17. PELUMASAN PADA TRANSMISI RODA GIGI


Penggolongan kemampuan kerja minyak pelumas mesin, umumnya diatur
berdasarkan standar API (The American Petroleum Institute, Engine service
Classification) atau berdasarkan US Military Spesification dan pengujiannya
harus mempergunakan mesin-mesin penguji (test engine).
Pada kendaraan banyak terdapat bagian bagian yang bergerak relatif
terhadap yang lain termasuk transmisi roda gigi. Oleh karena itu antara kedua
permukaan roda gigi yang bersinggungan harus terdapat lapisan pelumas sehingga
mempermudah proses kerja dari transmisi roda gigi tersebut.
Apabila jumlah pelumas tidak mencukupi atau pemakaiannya sudah lama
sehingga kehilangan sifat sifat pelumasannya maka pelumas harus diganti
dengan yang baru. Hal ini untuk mencegah terjadinya gesekan antara permukaan
kontak roda gigi yang bekerja sehingga laju keausannya dapat dikurangi dan umur
elemen mesin lebih lama, yang berdampak terhindarnya hal hal yang tidak
diinginkan sewaktu kendaraan digunakan.
Jadi pelumasan merupakan salah satu faktor yang penting untuk
diperhatikan karena dapat melindungi dan menjamin kelangsungan proses kerja
setiap komponen permesinan termasuk transmisi roda gigi yang sangat vital.
Mesin mempunyai kompresi yang sangat tinggi dan tekanan pembakaran
didalamnya besar serta membutuhkan tenaga yang besar untuk dipakai
menggerakkan komponennya. Oleh karena itu, oli mesin membentuk lapisan
untuk oli film yang dibentuk harus lebih kuat. Bahan bakar harus mengandung
sulfur beraksi menjadi asam belerang akibat pembakaran.
Fungsi minyak pelumas secara umum antara lain:

Mengurangi gesekan yang terjadi ketika terjadi kontak permukaan elemen


mesin yang bekerja.

83

Membuat lapisan tipis oli (oli film) sehingga terhindar kontak langsung antara
bagian-bagian yang bergerak/berputar.

Meredam suara yang ditimbulkan oleh bagian-bagian yang bergerak/berputar.

Membuang panas yang dihasilkan ketika elemen mesin bekerja.

Mencegah terjadinya karat dengan membentuk lapisan pelindung terhadap


proses oksidasi.

Mengeluarkan kotoran dan serpihan keausan yang timbul sewaktu mesin


bekerja.
Hal hal yang perlu diperhatikan dalam memilih pelumas yang baik adalah :

Viskositas / tingkat kekentalan harus sesuai dengan jenis operasi mesin yang
digunakan.

Mempunyai daya lekat yang baik dengan komponen mesin sehingga dapat
mengurangi gesekan yang terjadi.

Memiliki titik nyala yang tinggi dan tidak mudah menguap.

Dapat membuang panas yang dihasilkan oleh mesin yang bekerja.


Minyak pelumas yang tersedia di pasaran sangat banyak jenisnya dengan

berbagai tingkat viskositas dan penggunaannya, sehingga diperlukan pengetahuan


dan pemahaman mengenai minyak pelumas untuk memilih jenis minyak pelumas
yang sesuai dengan spesifikasi kendaraan dan tingkat operasinya. Dalam
perencanaan roda gigi ini digunakan jenis minyak pelumas tipe Shell Omala 37
yang cocok dengan pelumasan transmisi roda gigi, yang mempunyai harga
viskositas 49 (cSt).
Jenis minyak pelumas dapat dibedakan atas 2 jenis, antara lain :
1. Berdasarkan viskositasnya ( Standar SAE ).
Kekentalan menunjukkan ketebalan atau kemampuan untuk menahan
aliran suatu cairan umumnya disebut weight viscicity. Oli cenderung encer dan

84

mudah mengalir ketika panas dan cenderung menjadi kental dan mudah tidak
mengalir ketika dingin. Tapi masing-masing kecenderungan tersebut tidak sama
untuk semua oli. Ada tingkatan permulaan besar (kental) dan ada yang dibuat
encer (tingkat kekentalannya rendah).
Kekentalan atau berat dari oli dinyatakan oleh suatu angka yang disebut
indek kekentalan. Indeknya rendah olinya encer, indeknya tinggi olinya kental.
Suatu badan internasional SAE (Society of Automative Engineers) mempunyai
standar kekentalan dengan awalan SAE di depan indek kekentalan. Umumnya
menentukan temperatur yang sesuai dimana oli tersebut digunakan. Tapi dalam
memilih harus hati-hati, tidak hanya yang sesuai dengan temperatur setempat, tapi
juga kondisi kerja mesin perlu diperhatikan.
Standar SAE (Society of Automative Engineers) menunjukkan tingkat
viskositas / kekentalan minyak pelumas pada suhu tertentu. Makin tinggi
angkanya maka makin kental minyak pelumas dan makin berat bobotnya.
Standar SAE terbagi lagi atas 2 jenis yaitu :

Angka yang disertai huruf W maka batas kekentalannya diukur pada batas 0o F
( nol derajat Fahrenheit ), yang menunjukkan ukuran kekentalan oli pada
20OC. menggunakan oli dengan kekentalan rendah memudahkan mesin
dihidupkan saat musim dingin.
SAE 20 W (dipergunakan pada musim semi dan dingin).
SAE 30 W (dipergunakan pada musim panas).
Derajat kekentalan tidak termasuk kekentalan yang ditunjukkan W
menyatakan kekentalannya pada 100OC.

Angka yang tidak disertai huruf W maka batas kekentalannya diukur pada
batas 210o F.

Oli dengan kekentalan rendah memberikan kekentalan indek rendah.

Oli yang indek kekentalannya dinyatakan dalam range (SAE 10 W 30, SAE
15 W 40) yang disebut Oli Multigrade. Kekentalannya tidak terpengaruh
oleh adanya perubahan temperatur dan umumnya digunakan sepanjang tahun
(musim).
85

Minyak pelumas yang digunakan akan menjadi encer bila dipanaskan


tetapi minyak pelumas yang berkualitas baik maka proses pengencerannya dapat
dihambat dengan penambahan zat aditif, terutama minyak pelumas yang
menggunakan huruf W. Oleh karena itu, contohnya minyak pelumas SAE 10 W
memiliki kekentalan yang hampir sama dengan minyak pelumas SAE 30, 40,
bahkan 50. (Tabel 3.22 merupakan tabel SAE untuk kekentalan minyak pelumas
mesin).
Tabel 3.21 SAE untuk kekentalan minyak pelumas mesin
Maximum

Maximum borderline
Pumping temperature

0W

CCS Viscosity
o
C
Vd (poise)
-30
32,5

5W

-25

10 W

SAE
Viscisity Number

Vk 100 cSt

C
-35

min
3,8

max
-

35

-30

3,8

-20

35

-25

4,1

15 W

-15

35

-20

5,6

20 W

-10

45

-15

5,6

25 W

-5

60

-10

9,3

20

5,6

< 9,3

30

9,3

< 12,3

40

12,5

< 16,3

50

16,3

< 21,9

2. Berdasarkan penggunaannya ( Standar API ).


Standar API ( American Petroleum Institute ) umumnya jarang diketahui
oleh kalangan umum dibandingkan dengan standar SAE (Society of Automitive
Enginers), yang menunjukkan mutu/kualitas minyak pelumas yang dihasilkan
yang disesuaikan dengan tingkat penggunaannya.
Klasifikasi minyak pelumas berdasarkan standar API terbagi atas :

86

a. Untuk mesin Bensin yaitu : SA, SB, SC, SD, dan SE.

Kode SA adalah kode minyak pelumas yang berkualitas terendah dan tidak
memenuhi mutu standar, sehingga tidak ada kendaraan yang cocok
menggunakan minyak pelumas jenis ini.

Kode SB adalah kode minyak pelumas mutu rendah yang mengandung zat
aditif yang dapat menghambat timbulnya karat, oksidasi oli, dan keausan
benda yang dilumasi. Tipe ini hanya cocok untuk mobil buatan tahun 1950an.

Kode SC adalah kode minyak pelumas yang bermutu tinggi yang pertama
kali diproduksi. Minyak pelumas ini mengandung zat aditif yang dapat
mencegah karat dan mencegah besi menjadi keropos. Minyak pelumas ini
khusus dibuat untuk mobil buatan 1960-an.

Kode SD adalah kode minyak pelumas yang bermutu lebih baik lagi yang
dibuat untuk mobil buatan 1970-an.

Kode SE adalah kode minyak pelumas yang bermutu terbaik untuk mobil
penumpang yang cocok digunakan untuk semua mobil buatan tahun 1970-an
ke atas. Minyak pelumas ini mempunyai daya pelindung yang lebih besar
terhadap oksidasi, korosi, dan kotoran yang timbul akibat suhu yang tinggi.

b. Untuk mesin Diesel yaitu : CA, CB, CC, dan CD.

Kode CA adalah kode minyak pelumas yang cocok digunakan untuk mobil
penumpang dan mobil mobil pick-up yang membawa beban kecil.

Kode CB adalah kode minyak pelumas yang cocok digunakan untuk mobil
pick-up dan truk kecil yang membawa beban sedang.

Kode CC adalah kode minyak pelumas yang serba guna yang cocok
digunakan untuk mobil penumpang dan truk truk yang membawa beban
kecil sampai beban yang berat.

Kode CD adalah kode minyak pelumas yang bermutu terbaik yang cocok
digunakan untuk mobil penumpang dan truktruk besar yang dilengkapi
dengan turbo charger sampai mesin mesin diesel yang besar.

87

Syarat-syarat oli mesin diesel harus memiliki sebagai berikut :


1.

Harus mempunyai kekentalan yang tepat.

2.

Apabila terlalu rendah, lapisan oli ini akan mudah rusak dan akan
menyebabkan keausan pada komponen.

3.

Apabila terlalu tinggi, akan menambah tahanan dalam gerakan


komponen dan akan menyebabkan mesin berat di start dan tenaga akan
berkurang.

4.

Kekentalan harus relative stabil tanpa terpengaruh adanya


perubahan dalam temperatur.

5.

Oli mesin harus sesuai dengan penggunaan metal.

6.

Tidak merusak atau anti karat terhadap komponen.

7.

Tidak menimbulkan busa.

88

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan.
Kesimpulan yang dapat diperoleh dalam perencanaan transmisi roda gigi
ini adalah :
1.

Untuk merencanakan transmisi roda gigi harus diperhatikan daya dan


putaran mesin untuk menentukan jenis bahan yang digunakan dan
besarnya beban yang cocok dengan spesifikasi mesin tersebut.

2.

Untuk operasi kendaraan dengan beban besar maka pada transmisi awal
roda gigi harus mempunyai perbandingan reduksi yang besar, karena
memerlukan momen awal yang besar sehingga dibutuhkan roda gigi
yang lebar dan berdiameter kecil dan sebaliknya.

3.

Profil roda gigi yang digunakan dalam perencanaan ini adalah roda gigi
lurus standar dengan sudut tekan 200, karena jenis roda gigi ini
merupakan roda gigi yang paling umum digunakan dalam sistem
transmisi.

4.

Penggunaan minyak pelumas harus diperhatikan viskositasnya yang


disesuaikan dengan tingkat operasi mesin kendaraan, jenis minyak
pelumas yang cocok untuk kendaraan ini adalah SAE 40karena
mempunyai kekentalan yang cocok untuk transmisi ini.

5.

Kesimpulan dari hasil perencanaan roda gigi kendaraan angkutan dengan


daya 295 Ps dan putaran 6500 Rpm dapat dilihat pada table dibawah
ini :

Tabel Tingkat Kecepatan yang direncanakan :


Vn

Kecepatan yang diasumsikan

Kecepatan yang diambil

Kecepatan yang diambil

(km/jam)

(km/jam)

(m/s)

89

1
2
3
4
5
R

0 45
45 90
90 135
135 180
180 - 225
0 45

45
90
135
180
225
45

12.5
25
37.5
50
62.5
12.5

Tabel 3.2. Perhitungan putaran ban


Vn

Tingkat Kecepatan (m/s)

db (m)

1.

12.5

0.6604

Putaran Ban (nb


= rpm)
361.68

2.

25

0.6604

723.36

3.

37.5

0.6604

1085.04

4.

50

0.6604

1446.75

5.

62.5

0.6604

1808.4

Tabel 3.3. Perhitungan Putaran Output transmisi


N

Putaran Ban (

nb

= rpm)

Ig

Putaran Output (rpm)


1911.84
3823.68

O
1.
2.

361.68
723.36

5.286
5.286

3.

1085.04

5.286

5735.52

4.

1446.75

5.286

7647.52

5.

1808.4

5.286

9559.2

90

Tabel 3.4. Perhitungan perbandingan reduksi roda gigi


N

Putaran Poros Input

Putaran Poros Output

n (rpm)

1.

6500

1911.84

3.4

2.

6500

3823.68

1.7

3.

6500

5735.52

1.13

4.
5.

6500
6500

7647.52
9559.2

0.85
0.68

no

ir

(rpm)

Tabel 3.5 Hasil perhitungan diameter poros input


N
o
1.

SIMBOL

NILAI

Daya Maksimum

2.

Putaran Poros

3.

Faktor Koreksi

4.

Daya Rencana

5.

Momen puntir

6.

Kekuatan tarik bahan Poros JIS 55


C
Faktor Keamanan

n
fc
Pd
T
b

295
217.06
6500

7.

SPESIFIKASI

1.0
217.06

kW

39030.43

Kg.mm

66

kg/mm2

Sf1
Sf2

6.0
2.5

8.

Tegangan Geser yang diizinkan

4.4

9.

Faktor koreksi untuk momen


puntir
Faktor Lenturan

Kt

1.0

Cb

1.0

Diameter Poros

ds

38

10
.
11
.

SATUA
N
PS
kW
rpm

kg/mm2

mm

Tabel 3.5.3 Hasil perhitungan diameter poros mundur


91

SPESIFIKASI

SIMBO

o
1.

Daya Maksimum

L
P

2.
3.
4.
5.

Putaran
Faktor Koreksi
Daya Rencana
Momen puntir

N
fc
Pd
T

6.
7.

Kekuatan tarik bahan Poros JIS 55 C


Faktor Keamanan

b
Sf1
Sf2

NILAI

SATUAN

295
217.06
3200
1.0
217.06
66067.6

PS
kW
Rpm

4
66
6.0
2.5

8.

Tegangan Geser yang diizinkan

4.4

9.

Faktor koreksi untuk momen puntir

Kt

1.0

Faktor Lenturan

Cb

1.0

11. Diameter Poros

dr

45

kW
Kg.mm
kg/mm2

kg/mm2

10
.

Mm

Tabel 3.5.4 Hasil perhitungan diameter standar pada poros output transmisi
N

SPESIFIKASI

SIMBOL

NILAI

SATUAN
PS
kW

o
1.

Daya Maksimum

2.
3.
4.
5.

Faktor Koreksi
Daya Rencana
Kekuatan tarik bahan Poros JIS 55 C
Faktor Keamanan

fc
Pd

6.

Tegangan Geser yang diizinkan

295
217.06
1.0
217.06
66
6.0
2.5
4.4

7.
8.
9.

Faktor koreksi untuk momen puntir


Faktor Lenturan
Putaran output transmisi
Tingkat 1

Kt
Cb

1.0
1.0

nO

1911.84

Rpm

Tingkat 2

nO

3823.68

Rpm

b
Sf1
Sf2

kW
kg/mm2

kg/mm2

92

Tingkat 3

nO

5735.52

Rpm

Tingkat 4

nO

7647.52

Rpm

Tingkat 5

nO

9559.2

Rpm

110582.7
55291.35
36860.9
27645.1
22116.54

kg.mm
kg.mm
kg.mm
kg.mm
kg.mm

50.42

Mm

10

Momen puntir/torsi poros output transmisi


Roda gigi tingkat 1
T1
.
Roda gigi tingkat 2
T2
Roda gigi tingkat 3
T3
Roda gigi tingkat 4
T4
Roda gigi tingkat 5
T5
11.
Diameter poros output transmisi
dS
Roda gigi tingkat 1
Roda gigi tingkat 2

dS

40.02

Mm

Roda gigi tingkat 3

dS

34.96

Mm

Roda gigi tingkat 4

dS

31.8

Mm

Roda gigi tingkat 5

dS

29.5

Mm

Berdasarkan perhitungan diatas maka diameter poros standar out put transmisi
pada tiap tingkat kecepatan menurut Literatur 1 tabel 1.7 hal 9 adalah sebagai
berikut :

Roda gigi tingkat 1 dengan diameter poros standar sebesar 55 mm

Roda gigi tingkat 2 dengan diameter poros standar sebesar 42 mm

Roda gigi tingkat 3 dengan diameter poros standar sebesar 35 mm

Roda gigi tingkat 4 dengan diameter poros standar sebesar 32 mm

Roda gigi tingkat 5 dengan diameter poros standar sebesar 30 mm

Tabel 3.6 Spline untuk poros input


N

SPESIFIKASI

SIMBOL

NILAI

SATUA

93

o
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
.
11
.

Diameter Poros input


Momen puntir
Jumlah Spline
Gaya Tangensial total pada poros
Besarnya gaya yang bekerja pada
spline
Lebar spline yang digunakan
Tinggi spline yang digunakan
Kedalaman alur spline pada poros
Kedalaman alur spline pada roda
gigi
Tekanan permukaan yang
digunakan
Panjang alur spline

2054.23
342.372

N
mm
Kg.mm
buah
kg
kg

b
h
t1
t2

12
8
5
5

mm
mm
mm
mm

pA

10

kg/mm2

Li

6.85

mm

dsi
T
ns1
F
Fn

38

39030.43
6

Tabel 3.19 Spline untuk poros output transmisi


N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

SPESIFIKASI

SIMBOL

Diameter Poros Output transmisi


Momen puntir
Jumlah Spline
Gaya Tangensial total pada poros
Besarnya gaya yang bekerja pada
spline
Lebar spline yang digunakan
Tinggi spline yang digunakan
Kedalaman alur poros
Kedalaman alur pada roda gigi
Tekanan permukaan yang
digunakan
Panjang alur spline

dsOut
T
nsOut
F
Fn

NILAI

4021.2
670.2

SATUA
N
mm
Kg.mm
buah
kg
kg

b
h
t1
t2
pA

15
10
5
5
10

mm
mm
mm
mm
kg/mm2

lOut

13.4

mm

55

110582.7
6

Perencanaan Roda Gigi


Tabel hasil perhitungan roda gigi P dan Q
Perhitungan Roda Gigi P dan Q
94

Data Perencanaan
Daya rencana
Diameter lingkaran
jarak bagi

Data Hasil Perhitungan


Pd
259.836
dQ
200

kW
mm

dP

200

mm

ZQ

33.33

buah

roda gigi P dan Q

ZP

33.33

buah

ir = 1

Diameter

dk Q

211.8

mm

a = 200 mm

kepala.

dk P

211.8

mm

dgQ

187.98

mm

kaki

dg P

197.98

mm

Kecepatan keliling.

VQ

71.43

m/s

VP

71.43

m/s

Ft Q

371.012

Kg

Gaya tangensial

Ft P

371.012

Kg

Beban lentur yang

FbQ

23.1

Kg/mm

diizinkan

FbP

39.2

Kg/mm

bQ

16.1

mm

bP

9.465

mm

N = 295 Ps
n = 6500 rpm

:= 20

Jumlah

gigi

Diameter

pada

lingkaran

lingkaran

Lebar Gigi

Tabel hasil perhitungan roda gigi A dan 1


Data Perencanaan

Perhitungan Roda Gigi A dan 1


Data Hasil Perhitungan
Daya rencana
Pd
259.836

kW

95

dA

137

mm

d1

309

mm

ZA

23

Bmah

roda gigi A dan 1

Z1

51

Buah

ir = 3.4

Diameter

dk A

148,38

mm

a = 200 mm

kepala.

dk 1

321,12

mm

dg A

124,3

mm

kaki

dg1

297,12

mm

Kecepatan keliling.

VA

30.92

m/s

V1

105.15

m/s

Ft A

857.16

kg

Gaya tangensial

Ft 1

252.05

kg

Beban lentur yang

Fb A

19.12

Kg/mm

diizinkan

Fb1

39.36

Kg/mm

bA

44.83

mm

b1

6.4

mm

Diameter

lingkaran

jarak bagi
N = 295 Ps
n = 6500 rpm

:= 20

Jumlah

gigi

Diameter

pada

lingkaran

lingkaran

Lebar Gigi

Tabel hasil perhitungan roda gigi B dan 2


Data Perencanaan

Perhitungan Roda Gigi B dan 2


Data Hasil Perhitungan
Daya rencana
Pd
259.836

kW

96

dB

150

Mm

d2

252

Mm

ZB

24.7

Buah

roda gigi B dan 2

Z2

41.975

Buah

ir = 1.7

Diameter

dk B

160,2

Mm

a = 200 mm

kepala.

dk 2

263,85

Mm

dg B

136,2

Mm

kaki

dg2

239,8

Mm

Kecepatan keliling.

VB

47.39

m/s

V2

80.53

m/s

Ft B

558.29

Kg

Gaya tangensial

Ft 2

329.11

kg

Beban lentur yang

FbB

31.89

Kg/mm

diizinkan

Fb2

61.78

Kg/mm

bB

17.51

mm

b2

5.33

mm

Diameter

lingkaran

jarak bagi
N = 295 Ps
n = 6500 rpm

:= 20

Jumlah

gigi

Diameter

pada

lingkaran

lingkaran

Lebar Gigi

Tabel hasil perhitungan roda gigi C dan 3


Data Perencanaan

Perhitungan Roda Gigi C dan 3


Data Hasil Perhitungan
Daya rencana
Pd
259.836

kW

97

dC

188

mm

d3

212

mm

ZC

31

buah

roda gigi C dan 3

Z3

35

buah

ir = 1.13

Diameter

dk C

199,8

mm

a = 200 mm

kepala.

dk 3

224,4

mm

dgC

175,8

mm

kaki

dg3

200,4

mm

Kecepatan keliling.

VC

63.9

m/s

V3

72.2

m/s

Ft C

414.76

kg

Gaya tangensial

Ft 3

367.08

kg

Beban lentur yang

FbC

30.63

Kg/mm

diizinkan

Fb3

52.88

Kg/mm

bC

13.54

mm

b3

6.94

mm

Diameter

lingkaran

jarak bagi
N = 295 Ps
n = 6500 rpm

:= 20

Jumlah

gigi

Diameter

pada

lingkaran

lingkaran

Lebar Gigi

Tabel hasil perhitungan roda gigi D dan 4


Data Perencanaan

Perhitungan Roda Gigi D dan 4


Data Hasil Perhitungan
Daya rencana
Pd
259.836

kW

98

dD

216

mm

d4

184

mm

ZD

36

buah

roda gigi D dan 4

Z4

31

buah

ir = 0.85

Diameter

dk D

228,24

mm

a = 200 mm

kepala.

dk 4

195,8

mm

dg D

204,24

mm

kaki

dg 4

171,8

mm

Kecepatan keliling.

VD

73.55

m/s

V4

62.52

m/s

Ft D

360.34

kg

Gaya tangensial

Ft 4

423.92

kg

Beban lentur yang

FbD

29.86

Kg/mm

diizinkan

Fb4

47.52

Kg/mm

bD

12.07

mm

b4

8.92

mm

Diameter

lingkaran

jarak bagi
N = 295 Ps
n = 6500 rpm

:= 20

Jumlah

gigi

Diameter

pada

lingkaran

lingkaran

Lebar Gigi

Tabel hasil perhitungan roda gigi E dan 5


Data Perencanaan

Perhitungan Roda Gigi E dan 5


Data Hasil Perhitungan
Daya rencana
Pd
259.836

kW
99

dE

239

mm

d5

162

mm

ZE

40

buah

roda gigi E dan 5

Z5

27

buah

ir = 0.68

Diameter

dk E

250,2

mm

a = 200 mm

kepala.

dk 5

171,88

mm

dg E

226,2

mm

kaki

dg5

149,88

mm

Kecepatan keliling.

VE

80.994

m/s

V5

55.073

m/s

Ft E

327.23

kg

Gaya tangensial

Ft 5

481.24

kg

Beban lentur yang

FbE

28.561

Kg/mm

diizinkan

Fb5

42.93

Kg/mm

bE

11.46

mm

b5

11.21

mm

Diameter

lingkaran

jarak bagi
N = 295 Ps
n = 6500 rpm

:= 20

Jumlah

gigi

Diameter

pada

lingkaran

lingkaran

Lebar Gigi

Tabel hasil perhitungan roda gigi mundur


Data Perencanaan

Perhitungan Roda Gigi Mundur


Data Hasil Perhitungan
Daya rencana
Pd
259.836

kW

100

Diameter

lingkaran

jarak bagi
N = 1295 Ps
n = 6500 rpm
i 6=2
i 7=1.65

Jarak Sumbu Poros F

:= 20

80

mm

dG

160

mm

dH

264

mm

172

mm

ZF

16

Buah

ZG

32

Buah

ZH

53

Buah

dk F

90

Mm

dk G

170

Mm

dk H

274

Mm

dg F

70

Mm

dgG

150

mm

dg H

254

mm

VF

27.21

m/s

VG

27.21

m/s

VH

27.21

m/s

Ft F

813.7

kg

Ft G

813.7

kg

Ft H

813.7

kg

FbF

14.16

Kg/mm

FbG

17.33

Kg/mm

FbH

19.82

Kg/mm

bF

78.24

mm

bG

78.24

mm

dan H

Jumlah

gigi

pada

roda gigi F,G dan H

a1=120 mm
a2= 212 mm

dF

Diameter

lingkaran

kepala.

Diameter

lingkaran

kaki

Kecepatan keliling.

Gaya tangensial

Beban lentur yang


diizinkan

Lebar Gigi

101

bH

78.24

mm

Tabel 3.20 Hasil perhitungan temperatur


N
O
1

SPESIFIKASI

SIMBOL

NILAI

SATUAN

6.52

2
3

Harga derajat Engler pada


pelumas
Koefisien viskositas pelumas
Harga kekerasan roda gigi 1

C
S1

1.15
0.75

Harga kekerasan roda gigi 2

S2

0.75

5
6

Harga kekerasan roda gigi


Faktor kekerasan permukaan
roda gigi
Temperatur nyala izin pada

Sm
CR

0.75
0.94

TBP

151.34

4.2 SARAN
Saran yang dapat diberikan dalam perencanaan transmisi roda gigi ini
adalah:

Untuk mendapatkan kinerja kendaraan yang optimal dengan kontak


transmisi yang sesuai dengan konstruksi kendaraan, maka perhitungan
terhadap lebar gigi dan posisi roda gigi tiap tingkat kecepatan pada poros
haruslah tepat.

Pemakaian velg dan ban kendaraan yang sesuai standart selain


mempengaruhi terhadap tingkat kecepatan kendaraan juga mempengaruhi
umur komponen mesin.

Pemakaian minyak pelumas harus memperhatikan standar yang telah


ditentukan oleh produsen untuk menjamin keawetan komponen transmisi

DAFTAR PUSTAKA

102

1. Sularso, Kiyokatsu Suga Dasar Perencanaan dan Pemeliharaan Elemen


Mesin , PT. Pradya Paramitha, Jakarta 1997
2. G. Nieman, Elemen Mesin, Penerbit Erlangga, Jakarta 1981
3. Stolk, Kros, Elemen Konstruksi dari Bangunan Mesin, Penerbit
Erlangga Jakarta 1984
4. J.D Hadi Sumanto, Teknik Mobil

103

Anda mungkin juga menyukai