PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tolak ukur keberhasilan dan kemampuan pelayanan kesehatan suatu
negara diukur dengan angka kematian ibu. Menurut World Health
Organization (WHO) diseluruh dunia memperkirakan ada 500.000 ibu
pertahunnya meninggal saat hamil atau persalinan, 99% kematian tersebut
terjadi di negara berkembang. Dan salah satu negara berkembang adalah
Indonesia (Manuaba, 2012).
Di Indonesia, angka kematian ibu pada tahun 1994 sebesar 390 per
100.000 kelahiran hidup, kemudian pada tahun 1997 menurun menjadi 334
per 100.000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2002 menurun lagi 307 per
100.000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2007 mengalami penurunan lagi
menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup. Meskipun mengalami penurunan,
namun angka kematian ibu di Indonesia masih jauh dari target pembangunan
millennium yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2008).
Kematian maternal adalah kematian wanita sewaktu hamil, melahirkan
atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama
dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan
kehamilan atau penanganannya, tetapi tidak secara kebetulan atau oleh
penyebab tambahan lainnya (Prawirohardjo, 2010). Ada tiga faktor utama dari
penyebab kematian ibu melahirkan yakni, perdarahan sekitar 28%,
preeklamsi/eklamsi sekitar 24% dan infeksi sekitar 11% (Depkes RI, 2008).
Infeksi yang banyak dialami oleh ibu sebagian besar merupakan akibat dari
adanya komplikasi/penyulit kehamilan, seperti febris, korioamnionitis, infeksi
saluran kemih, dan sebanyak 65% adalah karena ketuban pecah dini (KPD)
yang banyak menimbulkan infeksi pada ibu dan bayi (Prawirohardjo, 2002).
Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam bidang
kesehatan yang berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya
infeksi korioamnionitis sampai sepsis, serta menyebabkan meningkatnya
morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi (Prawirohardjo, 2010). Ketuban pecah
dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda mulai persalinan
dan ditunggu satu jam sebelum dimulainya tanda persalinan. Sebagian besar
ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37 minggu,
sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2008).
Penyebab ketuban pecah dini ini pada sebagian besar kasus tidak
diketahui. Menurut Varney (2007) insiden ketuban pecah dini lebih tinggi
pada wanita dengan serviks inkompeten, polihidramnion, malpresentasi janin
(letak sungsang dan lintang), kehamilan ganda, atau infeksi vagina/serviks.
Fadlun (2012), juga menambahkan bahwa trauma, distensi uteri, stress
maternal dan stress fetal dapat meningkatkan insidensi ketuban pecah dini.
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2011) yang
berjudul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Ketuban Pecah Dini
Di Rumah Sakit Umum Daerah Sidempuan, faktor infeksi genetalia sebesar
sekitar 115 orang (8,71%) dari 1320 orang ibu inpartu, tahun 2010 sekitar 143
orang (11,82%) dari 1209 orang ibu inpartu dan tahun 2011 sekitar 106 orang
(10,37%) dari 1022 orang ibu inpartu. Kejadian ketuban pecah dini dari tahun
2009-2010 mengalami kenaikan sekitar 3,11% dan pada tahun 2011 kejadian
ketuban pecah dini mengalami penurunan sekitar 1,45%. Walaupun pada
tahun 2011 kejadian ketuban pecah dini mengalami penurunan akan tetapi
kasus kejadian ketuban pecah dini masih termasuk penyakit 5 terbesar di
bidang obstetri RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2011.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian
tentang Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Ketuban
Pecah Dini Di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2011.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah Gambaran Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Ketuban Pecah Dini Di RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau Tahun 2011?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk
Mengetahui
Gambaran
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Diketahuinya
distribusi
frekuensi
faktor
paritas
ibu
yang
Diketahuinya
distribusi
frekuensi
faktor
polihidramnion
yang
d.
e.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Landasan Teori
1. Ketuban Pecah Dini
a. Defenisi
Ketuban pecah sebelum waktunya/ketuban pecah dini adalah
keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban
pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu maka disebut ketuban
pecah dini pada kehamilan prematur (Prawirohardjo, 2010).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan/sebelum inpartu, pada pembukaan <4 cm (fase laten). Hal ini
dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan (Nugroho, 2010).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam sebelum terjadi inpartu.
Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih
dari 37 minggu, sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak
(Manuaba, 2008).
Ketuban pecah dini adalah ketuban pecah sebelum ada tanda- tanda
persalinan, tanpa memperhatikan usia gestasi dan dapat terjadi kapan saja
dari 1-12 jam atau lebih (Varney, 2007).
Ketuban dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses
7
persalinan berlangsung, pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada
sungsang
dan
lintang),
kehamilan
ganda,
atau
infeksi
2) Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak,
mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes dengan ciri
pucat dan bergaris warna darah.
3) Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi
sampai kelahiran. Tetapi bila dibawa duduk atau berdiri, kepala janin
yang
sudah
terletak
dibawah
biasanya
mengganjal
atau
10
berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang
mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu
diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD didasarkan
pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium.
Diagnosa ketuban pecah dini dapat ditegakkan dengan cara :
1) Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan
yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir, terus menerus atau
tidak. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna
keluarnya cairan tersebut, his belum teratur atau belum ada, dan
belum ada pengeluaran lendir darah. Dari anamnesis 90% sudah
dapat mendiagnosa KPD secara benar (Nugroho, 2010).
2) Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan
dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih
banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas (Nugroho, 2010).
3) Pemeriksaan Dengan Spekulum
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah
pemeriksaan pertama terhadap kecurigaan KPD. Pemeriksaan
spekulum untuk mengambil sampel cairan untuk kultur dan
11
dari
ostium
uteri
dan
terkumpul
pada
forniks
segmen
12
a) Pemeriksaan laboraturium
1. Tes Lakmus (tes nitrazin), yaitu dengan memeriksa kadar
keasaman cairan vagina. Kertas mustard emas yang sensitive,
pH ini akan berubah menjadi biru tua pada keberadaan bahan
basa. pH normal vagina selama kehamilan adalah 4,5-5,5, pH
cairan amniotik adalah 7-7,5. Tempatkan sepotong kertas
nitrazin pada mata pisau spekulum setelah menarik spekulum
dari vagina, jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). Darah dan infeksi
vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu (Nugroho,
2010).
2. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada
gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan gambaran daun pakis (Nugroho, 2010).
mengetahui
Ultrasonografi
juga
kelainan
bermanfaat
kongenital
untuk
karena
menentukan
KPD.
usia
13
14
2) Prognosis janin
a) Prematuritas
Masalah yang dapat terjadi pada persalinan premature di
antaranya adalah respiratory syndrome, hipotermia, gangguan
makan neonatus, retinopathy of prematurity, perdarahan
intraventikular, necrotizing enterocolitis, gangguan otak (dan
risiko cerebral palsy), hiperbilirubinemia, anemia, sepsis.
15
f. Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi.
Kesalahan dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya
angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya. Penatalaksanaan
KPD masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan, selama ada
beberapa masalah yang masih belum terjawab. Kasus KPD yang cukup
bulan, kalaupun segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi
bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan
insidensi korioamnionitis (Nugroho, 2010).
Disamping itu makin kecil umur hamil, makin besar peluang terjadi
infeksi dalam rahim yang dapat memacu terjadinya persalinan
prematuritas bahkan berat janin kurang dari 1 kg (Manuaba, 2012).
Menurut Manuaba (2012), tatalaksana ketuban pecah dini dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1) Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur khususnya
maturitas
paru
sehingga
mengurangi
kejadian
kegagalan
16
intrauterin).
Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid selama
17
multipara.
18
mengalami
ketuban
pecah
dini akan
lebih
beresiko
mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak
mengalami ketuban pecah dini sebelumnya, karena komposisi
membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang
semakin menurun pada kehamilan berikutnya (Cunningham, 2005).
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Agil (2007) yang dikutip oleh
Siregar (2011), riwayat ketuban pecah dini mempengaruhi kejadian
ketuban pecah dini sebesar (18,75%).
19
c. Infeksi
Infeksi yang mempengaruhi ketuban pecah dini terbagi menjadi
dua, yaitu; infeksi amnionitis atau korioamnionitis dan infeksi
genetalia. Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil
dimana korion, amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri.
Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan
janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis (Prawirohardjo, 2010).
Grup
menyebabkan
streptococcus
amnionitis.
mikroorganisme
Selain
itu
yang
Bacteroides
sering
Fragilis,
20
kehamilan.
Inkompetensi
serviks
sering
21
22
e. Polihidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah keadaan dimana
banyaknya air ketuban melebihi 2000cc. Penambahan air ketuban ini
bisa meningkat dalam beberapa hari disebut hidramnion akut, atau
secara
perlahan-lahan
disebut
hidramnion
kronis.
Insiden
23
24
25
B. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang
ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan
(Notoatmodjo, 2010).
Gambar 2.1
Kerangka Konsep Penelitian
1.
2.
3.
4.
5.
Faktor Paritas
Faktor Gamelli
Faktor Infeksi
Faktor Kelainan Letak
Faktor Polihidramnion
Kejadian
Ketuban Pecah Dini
26
BAB III
METEDOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
melihat gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah
dini di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau tahun 2011.
B. Tempat Dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian akan dilakukan di Rekam Medik RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau dan waktu penelitian akan dilakukan pada bulan
Februari-Maret tahun 2013.
C. Populasi, Sampel, Teknik Sampling
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek/objek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang dirawat dengan
kejadian ketuban pecah dini di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
Tahun 2011 yang berjumlah 106 orang.
2. Sampel
Pada penelitian ini yang
27menjadi sampel penelitian adalah seluruh
dari jumlah populasi yang tercatat di Rekam Medik RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau Tahun 2011 yang berjumlah 106 orang. Teknik
sampling yang digunakan yaitu total populasi.
D. Definisi Operasional
27
Variable
Paritas
Polihidramnion
Infeksi
Kelainan Letak
Gamelli
Definisi
Cara Ukur
Operasional
Adalah
jumlah
Melihat
anak
yang
status
dilahirkan
oleh
pasien
seorang ibu .
Polihidramnion
Melihat
merupakan
status
keadaan dimana
pasien
jumlah
air
ketuban
lebih
banyak
dari
normal atau lebih
dari dua liter.
Suatu
keadaan
Melihat
dimana
cairan
status
ketuban
pasien
terkontaminasi
bakteri atau virus
yang
masuk
melalui
vagina
ibu.
Posisi janin yang
abnormal dimana
posisi
kepala
janin tidak berada
di segmen bawah
uterus.
Kehamilan ganda
adalah kehamilan
dua janin atau
lebih
Alat
Ukur
Lembar
cheklist
Skala
Ukur
Nominal
Lembar
cheklist
Nominal
Lembar
cheklist
Nominal 0. Ya = Infeksi
1. Tidak = Tidak
infeksi
Melihat
status
pasien
Lembar
cheklist
Nominal
0.
Melihat
status
pasien
Lembar
cheklist
Nominal
0.
Hasil Ukur
0. Multipara
1. Primipara
0.
Ya
=Polihidramnion
1.
Tidak =
Tidak
Polihidramnion
Ya = Letak
Sungsang/Lintang
1.
Tidak =
Letak Kepala
Ya =
kehamilan
Gamelli
1.
Tidak =
kehamilan
Tunggal
28
1. Sumber Data
Adapun untuk memperoleh data dilakukan dengan cara mengambil
data sekunder yang diperoleh dari status pasien yang mengalami ketuban
pecah dini yang terdapat di Ruang Rekam Medik RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau pada tahun 2011.
2. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan lembar checklist.
3. Pengolaan Data
Data-data yang telah dikumpulkan secara manual diolah dengan
tahap sebagai berikut:
a) Editing
Dilakukan untuk memeriksa dan menyesuaikan data, apakah terdapat
kesalahan dalam pengumpulan data.
b) Entry Data
adalah kegiatan memeasukkan data yang telah dikumpulkan ke
dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat
distribusi frekuensi sederhana.
b) Coding
Merupakan kegiatan pengkodean untuk mempermudah pengolahan
c)
29
P= x 100%
Keterangan
:
P = Persentase
F = Jumlah faktor ketuban pecah dini yang ada
N = Jumlah seluruh kasus kehamilan ketuban pecah dini.
30
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, 2012. Profil Kesehatan Indonesia 2012. Diakses tanggal 24 Oktober
2014 dari www.depkes.go.id
Fadlun, dkk. 2012. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba Medika.
Manuaba, Chandranita, dkk. 2008. Buku Ajar Patologi Obstetri Untuk Mahasiswa
Kebidanan. Jakarta: EGC.
Manuaba, Chandranita, dkk. 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, Dan
KB Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Nugroho, T. 2010. Buku Ajar Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta:
Nuha Medika
Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Siregar, F.A. (2011). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjaadinya Ketuban
Pecah
Dini.
Diakses
tanggal
28
Oktober
2014
dari
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/24515.
Sualman, K. (2009). Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini. Diakses tanggal 28
Oktober 2014 dari http://yayanakhyar.wordpress.com/2009/08/28/
penatalaksanaan-kpd-preterm/ oleh dr. Kamisah Sualman, Fakultas
Kedokteran Universitas Riau
Varney, H. [et al.]. (2007 b). Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4, Volume 2.
Jakarta: EGC.