Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam adalah agama yang sempurna karena didalamnya
memuat ajaran-ajaran yang sangat sempurna yang melingkupi
segala aspek, baik aspek ibadah mahdhah maupun ibadah ghairu
mahdhah. Dalam aturan ibadah mahdhah orang akan sibuk
dengan ibadah-ibadah yang sifatnya vertikal, sedangkan dalam
ibadah ghairu mahdhah akan banyak bersentuhan dengan orang
lain. Dalam kaitan ibadah mahdhah ini penulis akan mengulas
tentang ibadah zakat.
Didalam zakat terdapat pendidikan rohani yang sangat
dalam artinya bagi umat manusia. Ia mendidik manusia taat
kepada perintah Allah, menghilangkan egoisme dan pemborosan
dalam menggunakan harta benda. Zakat membersihkan harta
maupun jiwa dari hal-hal yang kurang atau tidak baik.
Ibadah zakat pada dasarnya adalah ibadah yang sangat
humanis

karena

didalamnya

mengandung

banyak

nilai

pendidikan sosial, baik nilai taqwa, ukhuwah, keadilan maupun


nilai solidaritas sosial. Dalam nilai-nilai inilah ibadah zakat
tergolong ibadah yang sangat mulia dan esensial, sehingga
perintah untuk melakukan ibadah zakat banyak terdapat dalam
ayat-ayat al-Quran maupun dalam hadits nabi. Namun secara
praktek

atau implementasi ibadah zakat masih jauh dari

harapan, kesadaran orang-orang Islam akan pentingnya zakat ini


masih sangat kurang, sehingga proses pelaksanaannya juga
terhambat. Menurut penulis sebenarnya banyak faktor yang
melatar belakangi mengapa orang-orang Islam masih enggan
untuk melaksanakan ibadah zakat. Hal ini disebabkan karena
masih kurang sadarnya mereka akan

fungsi dan manfaat zakat bagi agama Islam, yang mana zakat
tersebut

merupakan

sendi

bagi

tiang

agama

Islam

yang

berfungsi untuk syiarnya agama Islam. Sebab lain mereka juga


kurang memahami nilai-nilai pendidikan sosial yang terkandung
dalam ibadah zakat, yaitu nilai kemanusian, solidaritas sosial,
ukhuwah, dan nilai keadilan, sehingga mereka masih enggan
melaksanakan ibadah zakat
Dengan

masih

enggannya

orang-orang

Islam

melaksanakan ibadah zakat maka penulis merasa perlu untuk


mengadakan kajian terhadap nilai-nilai pendidikan sosial yang
termuat dalam ibadah zakat, yang terkemas dalam sebuah karya
ilmiah yaitu skripsi. Adapun cara penulis mengadakan kajian
terhadap nilai-nilai pendidikan sosial yang terkandung dalam
ibadah zakat adalah dengan memahamkan mereka dengan cara
memberikan

gambaran

akan

ancaman

bagi

mereka

yang

meninggalkan dan pahala bagi yang melaksanakan ibadah zakat.


Dengan cara itulah penulis mencoba memberikan suatu alternatif
cara apa yang harus diimplementasikan dalam merubah keadaan
masyarakat muslim yang masih enggan melaksanakan ibadah
zakat agar menjadi sadar dan tidak merasa terpaksa akan
kewajiban melaksanakan ibadah zakat. Satu cara yang menurut

penulis paling penting adalah dengan memberikan pendidikan


sosial dan menanamkannya dalam diri sejak dini dengan
demikian dapat mengaplikasikannya dengan baik.
Pengertian
merupakan

suatu

zakat

didalam

pemberian

al-Quran

sukarela,

tidak

hanya

sedekah,

pajak,

pemberian berdasarkan kebaikan, pungutan resmi pemerintah,


sumbangan ala kadar dan lain sebagainya. Ia merupakan
kombinasi dari seluruh pengertian itu, sebagaimana diinginkan
Allah, dengan tujuan-tujuan dan maksud-maksud moral yang
tinggi tiada tara.

BAB III
IBADAH ZAKAT

A. Pengertian
Ibadah Zakat 1.
Pengertian
Ibadah
Ibadah secara lughawi berarti mematuhi, tunduk, berdoa.
Secara istilah berarti kepatuhan atau ketundukan kepada dzat
yang memiliki puncak keagungan Tuhan Yang Maha Esa. 71 Bisa
juga diartikan menyembah, sebagaimana disebut dalam alQuran surat Al-Dzariat ayat 56, yang artinya: Aku tidak
menciptakan jin manusia kecuali untuk menyembah-Ku. Atau
dalam al-Quran surat Al-Fatihah ayat 1-5, yang artinya: Hanya
kepada

Engkaulah

kami

menyembah,

dan

hanya

kepada

Engkaulah kami mohon pertolongan.


R. HA. Soenarjo dkk., mendefinisikan pengertian ibadah
dalam al-Quran surat Al-Fatihah ayat 5 itu adalah kepatuhan dan
ketundukan yang ditimbulkan oleh perasaan tentang kebesaran
Allah, sebagai Tuhan yang disembah, karena berkeyakinan
bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya.72
Ibadah dalam arti taat diungkapkan dalam al-Quran surat Yasin
ayat 60, yang artinya: Bukankah Aku telah memerintahkan
kepada kamu hai Bani Adam supaya tidak memuyembah setan?
Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagimu. Kata
supaya tidak menyembah setan, disini diartikan sebagai taat,
yakni supaya manusia tetap taat menyembah Allah, dan tidak
menyembah setan.

73

Dari beberapa pendapat di atas, dapat penulis simpulkan

bahwa pengertian ibadah adalah mencakup segala bentuk


kegiatan atau perbuatan dan perkataan yang dilakukan oleh
setiap mukmin muslim dengan tujuan

71

Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam, Jilid II, Ichtiar Baru Van Hoeve,
Jakarta, 1993, halaman 385.
72

Prof. R.H.A. Soenarjo S.H., Al-Quran dan Tarjamahnya,


CV Toha Putra, Semarang, 1989, halaman 6.

73

Drs. Habib Thaha, MA., dkk., Metodologi Pengajaran


Agama,

Pustaka

halaman 169-170.

Pelajar,

Yogyakarta,

1999,

untuk mencari keridhaan Allah SWT. Dan yang dimaksud ibadah


dalam
skripsi ini adalah ibadah zakat.
2. Pengertian Zakat
Secara etimologi zakat berasal dari - - yang berarti
suci atau bersih.74
Dalam kitab Kifayatul ahyar disebutkan:
75

Menurut bahasa zakat berarti tumbuh, berkat dan banyak


kebaikan.
Hammudah Abdallati mengartikan zakat adalah: The
literal and simple meaning of zakat is purity, The technical
meaning of the word designates the annual amount in kind or
coin which a Muslim with means must distribute among the
rightful beneficiaries.76
Artinya: Pengertian sederhana dari zakat adalah kesucian, secara
teknis pengertian zakat adalah suatu kewajiban bagi seorang
Muslim untuk mendistribusikan secara benar dan bermanfaat
sejumlah barang atau uang.

Sedangkan zakat mal menurut para Ulama Imam Madzhab


adalah:
a.

Menurut Madzhab Imam Syafii


Zakat itu ialah harta tertentu dikeluarkan dari suatu harta
tertentu dengan cara tertentu pula.

b.

Menurut Madzhab Imam Hanafi


Zakat mal adalah ialah pemberian harta karena Allah, agar
dimiliki orang fakir yang beragama Islam selain dari bani Hasyim
atau bekas budaknya, dengan ketentuan manfaat dan harta
harus terputus dari pemiliknya yang asli dengan cara apapun.

c.

Menurut Madzhab Imam Maliki

74

Dr. Bustanuddin Agus, MA, Al-Islam, PT. Raja Judo Persada,

Jakarta, 1993, halaman


111.
75

Muhammad Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, Kifayatul


Ahyar, Juz I, Toha Putra, Semarang, t. th., halaman 172.

76

Hamudah Abdul Ati, Islam In Focus, A Publication of The


Ministry of Awzaf and Islamic Affairs, Doha-Qatar, 1997, halaman
95.

Zakat itu ialah mengeluarkan bahagian tertentu77 dari harta


tertentu pula, yang telah mencapai satu nisab pula, diberikan
kepada orang yang berhak menerimanya, yakni apabila harta itu
merupakan milik penuh si pemberi, dan telah berulang tahun
bagi selain barang tambang dan hasil pertanian.
d.

Menurut Madzhab Imam Hambali


Zakat ialah hak yang wajib dikeluarkan dari suatu harta.78
Sedang secara terminologi pengertian zakat didefinisikan
sebagai berikut:
a. Dalam kitab Majmu disebutkan:


79

Zakat adalah sebutan untuk pengambilan sesuatu yang tertentu,


dan harta yang tertentu menurut sifat-sifat yang tertentu (untuk
diberikan) kepada golongan yang tertentu.
b.

Dalam ensiklopedi al-Quran dinyatakan bahwa:

Menurut istilah hukum Islam zakat itu maksudnya mengeluarkan


sebagian harta diberikan kepada yang berhak menerimanya,
supaya harta yang ditinggal menjadi harta yang bersih dan orang
yang mempunyai harta menjadi suci jiwa dan tingkah lakunya.
c.

80

Menurut Sayyid Sabiq dalam buku Fiqih Sunnah dinyatakan

bahwa: Zakat adalah nama atau sebutan dan sesuatu hak Allah
Taala yang
dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin. Dinamakan zakat,
karena didalamnya terkandung harapan untuk memperoleh
berkah,

77

Yang dimaksud dengan tertentu ialah ternak, hasil tani,

emas-perak, dan barang dagangan.


78

Dr. Syauqi Ismailsyahhatih, Penerapan Zakat dalam Dunia


Modern, Alih bahasa: Anshori Umar Sitanggal, Pustaka Dian dan
Antar Kota, Jakarta, 1987, halaman 17-19.

79

Ibnu Zakaria Muhyiddin, Al-Majmu Syarah Al-Muhadzab,


Jilid V, Matba al-Imam, Mesir, t. th., halaman 291.

80

Fahruddin HS., Ensiklopedi Islam, Buku II, Rinneka Cipta,


Jakarta, 1992, halaman 618.

membersihkan

jiwa

dan

memupuknya

dengan

berbagai

kebajikan.
81
Dari beberapa pendapat di atas, penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa zakat adalah memberikan sebagian harta
tertentu oleh orang yang telah memenuhi syarat-syaratnya,
kepada orang-orang tertentu.
Dengan

demikian

pengertian

ibadah

zakat

adalah

memberikan sebagian harta tertentu oleh orang yang telah


memenuhi

syarat-syaratnya,

kepada

orang-orang

tertentu

dengan hanya mengharap keridloan Allah SWT.


B. Tahapan Perintah dan Pelaksanaan Zakat
Allah SWT adalah pemilik seluruh alam raya dan segala
isinya, termasuk pemilik harta benda. Seseorang yang beruntung
memperolehnya

pada

hakekatnya

hanya

menerima

titipan

sebagai amanat untuk disalurkan dan dibelanjakan sesuai


dengan kehendak pemilik-Nya, yaitu Allah SWT.
Nas al-Quran tentang zakat diturunkan dalam dua
periode (tahapan), yaitu periode Mekah sebanyak delapan ayat,
diantaranya terdapat dalam surat 73/al-Muzammil ayat 20, surat
98/al-Bayyinah ayat 5. Selebihnya ayat tentang zakat diturunkan
dalam periode Madinah. Ayat-ayat tentang zakat tersebut
terdapat dalam berbagai surat antara lain terdapat dalam surat
2/al-Baqarah ayat 43, surat 5/al-Maidah ayat 12.82

Perintah zakat yang diturunkan pada periode Mekah,


sebagaiman terdapat dalam kedua ayat tersebut di atas baru
merupakan anjuran untuk berbuat baik kepada fakir miskin dan
orang-orang yang membutuhkan bantuan. Sedangkan yang
diturunkan pada periode Madinah, perintah tersebut telah telah
menjadi kewajiban mutlak (ilzami).
Kewajiban
Menunaikannya

zakat
tidak

sangat

hanya

penting

diserahkan

dalam

kepada

Islam.

kesadaran

pribadi yang akan menyerahkan, tetapi pemimpin masyarakat


diperintahkan untuk memungutnya, dan jika mereka
81

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid III, Alih Bahasa:

Mahyuddin Syaf, PT. Al-Maarif, Bandung, 1996, halaman 5.


82

Dr. Abdurrachman Qadir, MA, Zakat Dalam dimensi

Mahdhah dan Sosial, PT Raja Grafindo, Jakarta, 1998, halaman


44.

enggan

mengeluarkannya,

maka

yang

bertugas

berhak

mengambilnya secara paksa. Sebagaimana yang terjadi pada


masa pemerintahan Abu Bakar Ash
Shiddiq ra.
Kewajiban mengeluarkan zakat bukan hanya menjadi kewajiban
yang
ditaklifkan kepada umat sebelumnya. Ia adalah rukun dari setiap
agama samawi. Adapun tahapan perintah dan pelaksanaan zakat
dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pada masa Rasulullah SAW
Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allah SWT dalam
surat 9 at-Taubah ayat 60:
















(
83 . : ).











Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang

miskin,

pengurus-pengurus

zakat,

para

muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)


budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan
orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai
sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. 09: 60)
Ibadah zakat terdiri atas dua konsep, yaitu konsep teoritik dan

operasional.

Pada

konsep

operasional

secara

umum

telah

digariskan dalam
al-Quran antara lain termaktub dalam surat 9/at-Taubah ayat
103.

84

(.: )

83

Prof. R.H.A. Soenarjo S.H ., Op Cit., halaman 288.

84

Ibid, halaman 297.

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu


kamu mensucikan85 dan mentazkiyahkan mereka, dan berdoalah
untuk

mereka,

sesungguhnya

doa

kamu

itu

(menjadi)

ketentraman jiwa bagi mereka, dan Allah Maha Mendengar lagi


Maha mengetahui. (QS. 09:103)
Demikian pula petunjuk yang telah dicontohkan oleh Nabi
sendiri serta para Khulafa al-Rasyidin.
Ibadah

zakat

tidak

sekedar

amal

karitatif

(kedermawanan), tetapi ia suatu kewajiban otoritatif (ijbari). Oleh


karena itu pelaksanaan zakat tidak seperti ibadah-ibadah lainnya
seperti shalat, puasa dan haji yang telah dibakukan dengan nas
yang penerapannya dipertanggungjawabkan kepada masingmasing.

Ibadah

zakat

dipertanggungjawabkan

kepada

pemerintah, karena dalam pengamalannya lebih berat dibanding


ibadah-ibadah lain.
Syariat zakat pada masa Rasul SAW baru diterapkan
secara efektif pada tahun kedua hijriyah. Ketika itu Nabi SAW
telah mengemban dua fungsi, yaitu sebagai Rasullah dan
Pemimpin Umat. Zakat juga mempunyai dua fungsi, yaitu ibadah
bagi muzakki (pemberi zakat) dan sumber utama pendapatan
negara.

Dalam

pengelolaannya

Nabi

sendiri

memberikan contoh dan petunjuk operasionalnya.

turun

tangan

86

Tentang prosedur pengumpulan dan pendistribusiannya,


untuk daerah di luar kota Madinah, Nabi mengutus petugas untuk
mengumpulkan dan menyalurkan zakat. Di antara petugas itu

adalah Muaz Ibn Jabal untuk memungut dan mendistribusikan


zakat dari dan untuk penduduk Yaman.
Para petugas yang ditunjuk oleh Nabi itu dibekali dengan
petunjuk-petunjuk

teknis

opersional

dan

bimbingan

serta

peringatan keras

85

Mensucikan maksudnya adalah zakat itu dapat membersihkan


dan mensucikan mereka dari kekiran, dan cinta harta yang
berlebih-lebihan terhadap harta benda. Sedang mentakziyahkan
maksudnya adalah zakat itu dapat menyuburkan sifat-sifat
kebaikan

dalam

hati

orang

yang

berzakat

memperkembangkan harta bendanya.


86

Dr. Abdurrachman Qadir, MA, Op. Cit., halaman 88-90.

dan

dan ancaman sanksi agar dalam pelaksanaan dan pengelolaan


zakat benar-benar dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.
2. Pada masa Khalifah Abu Bakar (11-13 H/632-634 M)
Khalifah Abu Bakar melanjutkan tugas Nabi, terutama
tugas-tugas

pemerintahan

(Khilafah)

khususnya

dalam

mengembangkan ajaran agama Islam, termasuk menegakkan


syariat zakat yang telah ditetapkan sebagai sendi (rukun) Islam
yang penting dan strategis.
Khalifah Abu Bakar memandang masalah ini sangat
serius, karena fungsi zakat sebagai pajak dan sumber utama
pendapatan negara. Pada masa Nabi masih hidup zakat berjalan
dengan baik dan lancar, sehingga tugas-tugas Nabi, baik sebagai
Rasul maupun sebagai Pemimpin negara dan masyarakat dapat
berjalan lancar karena dukungan keuangan dari berbagai sumber
pendapatan, terutama dari sektor zakat.
Dalam pelaksanaan dan pengelolaan zakat, Khalifah Abu
Bakar langsung turun tangan dan mengangkat beberapa petugas
(amil zakat) di seluruh wilayah kekuasaan Islam waktu itu,
sehingga pemungutan dan penyaluran harta zakat berjalan
dengan baik.
3. Pada masa Khalifah Umar Ibn Al-Khattab (13-25 H/634-644 M)
Pemungutan dan pengelolaan zakat pada masa Khalifah Umar
Ibn
al-Khattab ini makin diintensifkan sehingga penerimaan harta
zakat makin meningkat, karena semakin banyak jumlah para
wajib zakat dengan pertambahan dan perkembangan ummat
Islam di pelbagai wilayah yang ditaklukkan.

Perhatian Khalifah Umar terhadap pelaksanaan zakat


sangat besar. Untuk itu ia selalu mengontrol para petugas amil
zakat dan mengawasi keamanan gudang penyimpanan harta
zakat, khususnya harta-harta zahirah (terlihat). Untuk itu beliau
tidak segan-segan mengeluarkan ancaman akan menindak tegas
petugas yang lalai atau menyalahgunakan harta zakat.
Program pengentasan kemiskinan dengan menempuh
praktek zakat itu ternyata membawa hasil yang gemilang.
Bahkan masyarakatnya

tidak ada lagi yang mau menerima zakat lantaran penduduknya


telah hidup berkecukupan semua.

87

Meskipun penerimaan harta zakat melimpah ruah, karena


semakin luasnya wilayah Islam, namun kehidupan ekonomi
Khalifah tetap sederhana seperti sebelum ia menjabat sebagai
Khalifah.
4. Pada masa Khalifah Usman Ibn Affan (24-36 H/644-656 M)
Dalam periode ini, penerimaan zakat makin meningkat
lagi, sehingga gudang Baitulmal penuh dengan harta zakat.
Untuk itu Khalifah sekali-kali, memberi wewenang kepada para
wajib zakat untuk atas nama Khalifah menyerahkan sendiri
zakatnya langsung kepada yang berhak.
Bagi Khalifah, urusan zakat ini demikian penting, untuk itu
beliau mengangkat pejabat yang khusus menanganinya yaitu
Zaid Ibn Tsabit, sekaligus mengangkatnya mengurus lembaga
keuangan negara (Baitulmal).
Pelaksanaan

pemungutan

dan

pendistribusian

zakat

makin lancar dan meningkat. Harta zakat yang terkumpul segera


terbagi-bagi kepada yang berhak menerimanya, sehingga hampir
tidak terdapat sisa harta zakat yang tersimpan dalam Baitulmal.
5. Pada masa Khalifah Ali Ibn Abi Thalib (36-41 H/656-661 M)
Ali Ibn Abi Thalib dibaiat menjadi khalifah setelah lima
hari

terbunuhnya

Khalifah

pemerintahanya,

ia

kompleks,

masalah

yaitu

Usman

mengahaapi
politik

Ibn

Affan.

persoalan
dan

Sejak
yang

perpecahan

awal
sangat
dalam

masyarakat sebagai akibat terjadinya pembunuhan atas diri


Khalifah Utsman.
Meskipun dalam situasi politik yang goncang itu, Ali Ibn
Abi Thalib tetap mencurahkan perhatian yang besar mengenai
permasalahan zakat yang merupakan urat nadi kehidupan
pemerintahan dan agama; bahkan pada suatu ketika ia sendiri
yang turun tangan mendistribusikan zakat kepada orang-orang
yang berhak menerimanya.
87

Drs. Nipan Abdul Halim, Mengapa Zakat Disyariatkan,

M2S, Bandung, 2001, halaman 38-39.

Dalam penerapan dan pelaksanaan zakat, Ali In Abi Thalib


telah mengikuti kebijakan khalifah-khalifah pendahulunya. Harta
zakat yag sudah terkumpul beliau perintahkan kepada petugas
supaya segera membagikan kepada mereka yang berhak dan
sangat

membutuhkannya

dan

jangan

sampai

terjadi

pertumpukan harta zakat dalam Baitulmal.88


6. Pada masa Umar Ibn Abdul Aziz
Dalam periode Daulah Bani Umayyah yang berlangsung
selama hampir selama sembilan puluh tahun (41-127 H), tampil
salah seorang khlaifahnya yang terkenal yaitu Umar Ibn Abdul
Aziz (99-101 H). Dia terkenal karena kebijakan dan keadilan serta
keberhasilannya
masyarakat,

dalam

termasuk

memajukan
berhasil

dan

dalam

mensejahterakan

penanganan

zakat

sehingga dana zakat melimpah ruah dalam Baitulmal sampai


menimbulkan

kesulitan

bagi

petugas

amil

zakat

mencari

golongan fakir miskin yang membutuhkan zakat tersebut.


Pola
banyak

kepemimpinan

mencontoh

para

dan

sistem

Khalifah

yang

al-Rasyidin

diterapkannya
sebelumnya.

Khalifah mempunyai perhatian yang besar terhadap petugas


zakat, sewaktu-waktu beliau sendiri turun tangan membagibagikan harta zakat kepada mereka yang berhak menerimanya,
bahkan mengantarkannya ke tempat mereka masing-masing.
Pada masa Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz, sistem dan
manajemen zakat sudah mulai maju dan profesional. Jenis ragam
harta dan kekayaan yang dikenakan zakat sudah bertambah
banyak. Yusuf al Qordhawi, menuturkan bahwa Khalifah Umar Ibn

Abdul Aziz adalah orang pertama yang mewajibkan atas zakat


harta kekayaan yang diperoleh dari penghasilan usaha atau hasil
jasa yang baik, termasuk gaji, honorarium, penghasilan berbagai
profesi, dan berbagai maal al Mustafa lainnya.

88

Dr. Abdurrachman Qadir, MA., Op Cit., halaman 94.

C. Macam-Macam Zakat
Secara garis besar, jenis atau macam zakat wajib ada dua, yaitu:
a. Zakat Maal (zakat harta) yang meliputi : Emas, Perak, tumbuhtumbuhan ( buah dan biji-bijian), dan barang perniagaan,
binatang ternak, barang tambang dan barang temuan (harta
karun).
b. Zakat nafs (zakat jiwa), disebut juga dengan dengan zakat fitrah,
yaitu

zakat

mengerjakan

yang

diberikan

puasa

yang

berkenaan
difardhukan

dengan

selesainya

(puasa

ramadhan)

sebanyak satu sok (4 kati atau 2,5 Kg) makanan pokok.89


D. Fungsi Zakat
Bukanlah

tujuan

Islam,

dengan

aturan

zakatnya

untuk
mengumpulkan harta dan memenuhi kas saja, dan bukan pula
sekedar untuk
menolong orang yang lemah dan yang mempunyai kebutuhan
serta menolong
mereka dari kejatuhannya saja, akan tetapi tujuan zakat yang
utama adalah
agar manusia lebih tinggi nilainya daari pada harta, sehingga ia
menjadi

tuannya harta bukan menjadi budaknya. Karenanya, maka


kepentingan tujuan
zakat bagi pemberi sama dengan kepentingannya bagi penerima.
Al-Quran telah membuat ibarat tentang tujuan zakat,
dihubungkan

dengan

orang-orang

kaya

yang

diambil

dari

padanya zakat, yaitu disimpulkan pada dua kalimat yang terdiri


dari beberapa huruf, akan tetapi keduanya mengandung aspek
yang banyak dari rahasia-rahasia zakat dan tujuan-tujuannya
yang agung. Dua kalimat tersebut adalah tathir/membersihkan
dan tazkiyah/mensucikan yang keduanya terdapat dalam firman
Allah:

Ambillah

olehmu

dari

harta

mereka

sedekah

yang

membersihkan dan mensucikan mereka. Keduanya meliputi


segala bentuk pembersihan dan pensucian, baik

89

Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy, Pedoman Zakat,

PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 1996, halaman 7.

material maupun sepiritual, bagi pribadi orang kaya dan jiwanya


atau bagi harta dan kekayaannya.
Jadi secara garis besar, zakat baik secara pemungutan
maupun penggunannya adalah bertujuan untuk merealisasikan
fungsi-fungsi sosial, ekonomi dan fungsi psikologis, selain untuk
bertujuan ibadah kepada Allah. Karena yang diharapkan oleh
orang yang menunaikan zakat adalah pahala dari sisi Allah SWT
baik di dunia maupun di akhirat. Firman Allah dalam Q.S. Ar-Rum:
30: 39.
90

(: ).

Dan

apa

maksudkan

yang

kamu

untuk

berikan

mencapai

berupa

keridhoan

zakat

yang

kamu

Allah,

maka

(yang

berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan


(pahalanya). (QS. Ar-Ruum: 39)
a. Fungsi sosial
Dengan pelaksanaan yang baik dan sungguh-sungguh
sesuai dengan ketentuan Allah dalam al-Quran, maka fungsi
social zakat adalah sebagai berikut:
1. Zakat berfungsi sebagai suatu sarana jaminan sosial dan
persatuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan
pokok individu, memberantas kemelaratan dan menyia-nyiakan
sesama orang Islam.
2. Sebagai pelunak hati dan alat penyebaran Islam. Ini terlihat pada
pemberian zakat salah satunya diberikan kepada muallaf yang
dibujuk hatinya agar tetap teguh dalam ke-Islaman.

3. Zakat merupakan suatu sarana untuk memperbesar volume


harta yang disediakan buat memberi jaminan sosial dalam
hutang piutang dan merupakan payung pelindung bagi orangorang yang terjerat dalam hutang. Ini tampak pada diberikannya
zakat kepada ghorimin (orang yang berhutang).91
b. Fungsi Ekonomi

90

Prof. R.H.A. Soenarjo S.H., Op. Cit., halaman 647.

91

Dr. Syauqi Ismail Syahhatin, Op.Cit., halaman 93.

Zakat dilihat dari segi ekonomi adalah merangsang si pemilik


harta kepada amal perbuatan untuk mengganti apa yang telah
diambil dari mereka. Ini terutama jelas sekali pada zakat mata
uang. Di mana Islam melarang menumpuknya, menahannya dari
peredaran dan pengembangan. Firman Allah SWT:

92

(: ).

Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak


menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah pada
mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. (Q.S
At-Taubah:
34)
Tentu tidaklah cukup dengan sekedar ancaman yang berat
ini. Akan tetapi Islam mengumumkan perang dalam praktek
terhadap usaha penumpukan dan membuat garis yang tegas dan
bijaksana untuk mengeluarkan uang dari kas dan simpanan, hal
ini tercermin ketika Islam mewajibkan setengah dari kekayaan
uang, apakah diusahakan, diasalkan dan dikembangkan sehingga
tidak habis dimakan waktu. Secara rinci fungsi ekonomi dari
zakat dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Pelaksanaan zakat erat hubungannya dengan suatu ekonomi
karena
padanya

ia mendorong kehidupan ekoniomi hingga


pengaruh-pengaruh

agar

tercipta

orang-orang

dapat

menunaikan zakat.
2. Dalam

sistem

perekonomian

Islam

uang

itu

tidak

akan

mempunyai kebaikan dan laba yang halal bila ia dibiarkan saja


tanpa dioprasikan, tetapi ia harus terpotong oleh zakat manakala
masih mencapai satu nisab dan khaulnya sedangkan Islam
mengharamkan

riba.

Karena

itulah

ekonomi

Islam

yang

berlandaskan pada pengarahan zakat akan memberi dorongan


terhadap terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang pesat.
3. Pada umumnya harta yang wajib dizakatkan adalah mempunyai
sifat berkembang atau sudah menjadi harta simpanan, dan zakat
dikeluarkan
92

Prof. R.H.A. Soenarjo S.H., Op. Cit., halaman 283.

dari hasil pertumbuhannya, bukan dari modalnya. Dengan


demikian harta itu akan tetap sehat, masyarakatpun sehat dan
ekonomi nasionalpun sehat, berkat harta itu berkembang dengan
pesat dan seproduktif mungkin.93
c. Fungsi psikologis
Kewajiban membayar zakat merupakan konsep Islam
dalam pengentasan kemiskinan, solidaritas dan kepedulian
sosial. Dengan demikian konflik psikososial berupa kesenjangan
dan kecemburuan sosial dapat dicegah. Zakat tidak lain juga
merupakan latihan bagi seorang muslim untuk membelaskasihi
orang-orang miskin dan mengulurkan tangan dan bantuan
kepada mereka guna memenuhi kebutuhan mereka. Selain itu
zakat juga menguatkan pada diri seorang muslim perasaan
partisipasi

intuitif

dengan

kaum

miskin,

membangkitkan

perasaan tanggung jawab atas diri mereka. Lebih jauh lagi zakat
mengajari seseorang muslim untuk mencintai orang lain dan
membebaskannya

dari

egoisme,

cinta

diri,

kekikiran

dan

ketamakan.94
Fungsi zakat secara umum menurut Sudarsono, dalam bukunya
Sepuluh Aspek Agama Islam, adalah sebagai berikut:
1.

Mendidik diri agar bersifat mulia dan pemurah dengan


membiasakan membayarkan amanah kepada orang yang berhak
dan berkepentingan, juga membersihkan diri dari bersifat kikir
dan akhlak yang tercela.

2.

Membiarkan pertolongan kepada orang yang lemah dan


orang yang susah agar dia dapat menunaikan kewajibannya
terhadap Allah dan terhadap makhluk Allah (masyarakat).

3.

Ucapan rasa syukur dan terima kasih atas nikmat yang


diberikan oleh Allah kepadanya.

4.

Menjaga niat jahat yang dilakukan oleh si miskin dan yang


susah.

93

Dr. Syauqi Ismail Syahhatih, Op. Cit., halaman 99-104.

94

Dr. M. Usman Najati, Al-Quran dan Ilmu Jiwa, Pustaka, Bandung,


1985, halaman
318.

5. Mempererat hubungan kasih sayang antara si miskin dan si


kaya.95

E. Tujuan Zakat
Yusuf al-Qardawi membagi tiga tujuan zakat, yaitu: dari
pihak para wajib zakat (muzakki), pihak penerima zakat (ashnaf
delapan) dan dari kepentingan masyarakat.
Tujuan zakat bagi pihak muzaki (pemberi zakat),
antara lain; 1. Zakat dapat mensucikan jiwa dari
sifat kikir.
Zakat yang dikeluarkan si muslim semata karena menurut
perintah Allah dan mencari keridhoan-Nya, akan mensucikan dari
semua kotoran dosa secara umum dan terutama kotornya dari
sifat kikir.
2. Zakat mendidik berinfak dan memberi
Sebagaimana halnya zakat mesucikan jiwa muslim dari sifat kikir,
iapun mendidik agar muslim memiliki rasa ingin memberi
menyerahkan dan berinfak. Hal ini karena suka memberi
merupakan sifat dan ahklak yang utama.
3. Zakat merupakan manifestasi sukur atas nikmat Allah
Zakat akan membangkitkan bagi orang yang mengeluarkannya
makna sukur kepada Allah, pengakuan akan keutamaan dan
kebaikannya. Sebagaima yang dikemukakan oleh al-Ghozali:
Sesungguhnya Allah
SWT senantiasa memberikan nikamt kepada hmba-Nya, baik

yang berhubungan dengan diri maupun hartanya.

96

4. Zakat mengobati hati dari cinta dunia


Zakat merupakan suatu peringatan terhadap hati akan kewajiban
kepada tuhannya dan kepada akhirat dan merupakan obat, agar
hati jangan tenggelam kepada kecintaan akan harta, dan kepada
dunia secara berlebih-lebihan
5. Zakat mengembangkan kekayaan batin

95

Drs. Sudarsono, SH., Sepuluh Aspek Agama Islam, Rineka

Cipta, Jakarta, 1984, halaman 86-87.


96

Dr.

Yusuf

Qardawi,

Hukum

Zakat,

Penerbit

AntarNusa dan Mizan, Bandung, 1996, halaman 848-873.

Litera

Diantara tujuan pensucian jiwa yang dibuktikan oleh zakat adalah


tumbuh dan berkembangnya kekayaan batin dan perasaan
optimisme.
6. Zakat menarik rasa simpati/cinta
zakat mengikat antara orang kaya dan masyarakatnya dengan
ikatan yang kuat, penuh dengan kecintaan, persaudaraan dan
tolong menolong.
Sedangkan tujuan zakat bagi penerima zakat (ashnaf delapan),
antara
lain:
1. Zakat membebaskan si penerima dari kebutuhan terutama
kebutuhan primer sehari-hari.
Islam telah menjadikan pemenuhan kebutuhan materi, sebagai
salah satu unsur yang penting dalam merealisasikan kehidupan
bahagia.
2. Zakat menghilangkan sifat dengki dan benci.
Tersucikannya hati mereka dari rasa kedengkian dan kebencian
yang sering meliputi hati mereka melihat orang kaya yang bakhil.
Selanjutnya akan muncul didalam jiwa mereka rasa simpati
hormat serta rasa tanggung jawab untuk ikut mengamankan dan
mendoakan keselamatan dan pengembangan harta orang-orang
kaya yang pemurah.
Adapun tujuan zakat dilihat dari kepentingan kehidupan sosial
antara

lain;
1. Zakat bernilai ekonomik.
Tujuan zakat dilihat dari segi ekonomi adalah merangsang si
pemilik harta kepada amal perbuatan untuk mengganti apa yang
telah diambil dari mereka. Ini terutama jelas sekali pada zakat
mata

uang,

di

mana

Islam

melarang

menumpuknya,

menahannya dari peredaran dan pengembangan.


2. Merealisasikan fungsi harta sebagai alat perjuangan menegakan
nama Allah (fisabilillah).
3. Mewujudkan

keadilan

sosial

ekonomi

masyarakat

pada

umumnya.97
Lebih luas lagi pendapat Wahbah yang dikutip oleh
Abdurrahman Qadir dalam bukunya Zakat (Dalam Dimensi Sosial
Dan Mahdah), menguraikan tujuan zakat bagi kepentingan
masyarakat, sebagai berikut:
97

Ibid, halaman 875-882.

1. Menggalang jiwa dan semangat saling menunjang dan solidaritas


sosial dikalangan masyarakat Islam.
2. Merapatkan dan mendekatakan jarak dan kesenjangan sosial
ekonomi dalam masyarakat.
3. Menanggulangi

pembiayaan

yang

mungkin

timbul

akibat

berbagai bencana seperti bencana alam dan sebagainya.


4. Menutup biaya-biaya yang timbul akibat terjadinya konflik,
persengketaan

dan

berbagai

bentuk

kekacauan

dalam

masyarakat.
5. Menyediakan

suatu

dana

taktis

dan

khusus

untuk

penanggulangan biaya hidup bagi para gelandangan, para


penganggur dan para tuna sosial lainnya, termasuk dana untuk
membantu orang-orang yang hendak menikah tetapi
tidak memiliki dana untuk itu.98
Dari beberapa pendapat di atas dapat penulis simpulkan
bahwa tujuan zakat adalah bagi si pemberi mensucikan jiwa dari
sifat kikir, mendidik berinfak dan memberi, manifestasi sukur
atas

nikmat

Allah,

mengobati

hati

dari

cinta

dunia,

mengembangkan kekayaan batin.


Sedangkan bagi sipenerima adalah Zakat membebaskan si
penerima dari kebutuhan terutama kebutuhan primer sehari-hari,
menghilangkan sifat dengki dan benci; dan bagi masyarakat
adalah Zakat bernilai ekonomik, merealisasikan fungsi harta
sebagai alat perjuangan menegakan nama Allah (fisabilillah),
mewujudkan

keadilan

umumnya.
F. Hikmah Zakat

sosial

ekonomi

masyarakat

pada

Dalam ajaran Islam tiap-tiap perintah untuk melakukan


ibadah mengandung hikmah dan rahasia yang sangat berguna
bagi pelaku ibadah tersebut, termasuk ibadah zakat. Sesuai
dengan ibadah, zakat yang secara etimologis bermakna bersih,
tumbuh, dan baik, maka ibadah ini akan memberi keuntungan
bagi pelakunya, meskipun secara matematik dan kuantitatif akan
berakibat mengurangi jumlah harta kekayaan.
98

Dr. Abdurrahman Qadir, MA., Op.Cit, halaman 76.

Dengan

mengetahui

hikmah

suatu

kewajiban

atau

larangan, akan diperoleh jawaban yang memuaskan dan logis,


yaitu mengapa hal itu diwajibkan atau dilarang oleh Tuhan.
Hikmah zakat ditujukan untuk kedua belah pihak, yaitu pihak
wajib zakat (muzakki) dan pihak penerima zakat (mustahiq),
yaitu:
1.

Untuk menjaga agar jangan mudah timbul kejahatankejahatan dari si miskin.

2.

Membantu

simiskin

dan

silemah

supaya

ia

dapat

melaksanakan kewajiban-kewajiban dijalan Allah SWT.


3.

Menghilangakn sifat-sifat kikir serta akhlak jelek hanya


mementingkan diri sendiri.

4.

Menanamkan rasa kasih sayang antara sesama anggota


masyarakat.

99

3. Mengembangkan jati diri dan fitrah manusia sebagai makhluk


sosial (zoon politicon dan homo socion).

Anda mungkin juga menyukai