Anda di halaman 1dari 14

Demokrasi Liberal

a.Pengertian
Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusionnal) adalah sistem
politik yang menganut kebebasan individu.
secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah.[1]
Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses
perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidangbidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasanpembatasan
agar
keputusan
pemerintah
tidak
melanggar
kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi.
[2]
Demokrasi liberal pertama kali dikemukakan pada Abad Pencerahan
oleh penggagas teori kontrak sosial seperti Thomas Hobbes, John
Locke, dan Jean-Jacques Rousseau. Semasa Perang Dingin, istilah
demokrasi liberal bertolak belakang dengan komunisme ala Republik
Rakyat. Pada zaman sekarang demokrasi konstitusional umumnya
dibanding-bandingkan dengan demokrasi langsung atau demokrasi
partisipasi.

b.Kondisi Ekonomi
1

Sesudah pengakuan kedaulatan, Indonesia menanggung beban ekonomi


dan keuangan sebagai akibat ketentuan-ketentuan KMB.Pembatalan
sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni IndonesiaBelanda.beban utang luar negeri sebesar Rp. 1.500 Juta dan utang dalam
negeri sejumlah Rp. 2.800 juta. Srtuktur ekonomi yang di wariskan berat
sebelah.Ekspor
masih
bergantung
kepada
beberapa
jenis
perkebunan.Produksi barang barang ekspor ini dibawah produksi sebelum
perang dunia ke II.
Masalah jangka pendek yang harus diselesaikan oleh pemerintah adalah
mengurangi jumlah uang yang beredar dan mengatasi kenaikan biaya
hidup, sedangkan masalah jangka panjang adalah masalah pertambahan
penduduk dan tingkat hidup yang rendah.Beban berat ini merupakan
konsekuensi dari pengakuan kedaulatan. Defisit ini untuk sebagian
berhasil diurangi dengan pinjaman pemerintah,yaitu dengan cara
melakukantindakan keuangan pada tanggal 20 maret 1950. Tujuan
pemerintah adalah untuk merangsang ekspor.System ini memberikan
penghasilan yang besar kepada eksportir dalam rupiah sehingga mereka
dapat membayar lebih tinggi kepada produsen. (SNI, 2010 : 334-336).
Karena pecahnya perang korea,ekspor RI pada kuartal kedua meningkat.di
samping itu usaha-usaha tersebut pemerintah juga berusaha mendapat
kredit dari luar negeri. Membangunproyek-proyek pengangkutan
automotif,pembangunan jalan, telekomunikasi, pelabuhan, kereta api dan
perhubungan udara.
Sejak tahun 1951 penerimaan pemerintah mulai berkurang disebabkan
oleh menurunnya volume perdagangan internasional.Indonesia sebagai
Negara yang sedang berkembang tidak memiliki barang-barang ekspor
lainya kecuali hasil perkebunan.Pada tahun berikutnya pemerintah
berusaha keras untuk meningkatkan penghasilan Negara. Kebijakan
moneter ditinjau kembali sesudah pada akhir tahun 1951 indonesia
menasionalisasikan. De javasche bank.Usaha pemerintah adalah
menurunkan biaya ekspor dan melakukan tindakan penghematan.
Sejak tahun 1952 rencana anggaran belanja dimintakan persetujuan
DPR.Karena defisit, ada kecenderungan untuk mencetak uang baru,
yangmenimbulkan tendensi inflasi.Kecenderungan inflasi secara tidak
langsung menghambat produksi karena naiknya upah.Kebijakan yang
ditempuh kemudian oleh pemerintah cabinet nasir adalah melaksanakan
industralisai yang di kenal sebagai rencana sumitro sasarannya di
tekankan terutama pada pembangunan industry dasar, seperti kebijakan
diikuti dengan usaha peningkatan produksi,pangan,perbaikan prasarana,
dan penanaman modal asing.
Pada masa ali pemerintah membentuk biro perancangan Negara dengan
tugas merancang pembangunan jangka panjang, karena pemerintah yang
terdahulu lebih menekankan program jangka pendek, sehingga hasilnya
belum dapat dirasakan oleh masyarakat. Rancangan undang-undang
tentang rencana pembangunan yang disetujui oleh dewan perwakilan
rakyat tanggal 11 november 1958yang mempunyai daya surut sampai
tanggal 1 januari 1956. Karena adanya depresi diamerika serikat dan

eropa barat sejak akhir 1957 dan awal 1958 pendapatan Negara menjadi
mundur, karena harga ekspor bahan mentah merosot.

Kondisi ekonomi Indonesia pada masa liberal masih sangat buru. Hal ini
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut antara lain :
a.
Setelah pengakuan kedaulatan dari belanda pada tanggal 27
desember 1949, bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan
keuangan seperti yang telah ditetapkan dalam hasil-hasil KMB. Beban
tersebut berupa uang luar negeri sebesar 1,5 triliun rupiah dan utang
dalam Negara sejumlah 2,8 triliun rupiah.
b.
Politik keuangan pemerintah Indonesia tidak dibuat di Indonesia
melainkan dirancang di belanda.
c.
Pemerintah belanda tidak mewariskan ahli-ahli yang cakap untuk
mengubah system ekonomi colonial menjadi system ekonomi nasional.
d.
Tidak stabilnya situasi politik dalam Negara mengakibatkan
pengerluaran pemerintah untuk operasi-operasi keamanan semakin
meningkat.
e.
Defisit yang harusnya ditanggung oleh pemerintah RI pada waktu
itu sebesar 5,1 miliar.
f.

Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.

Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan


baik dan tantangan yang menghadang cukup berat. Upaya pemerintah
untuk memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagai berikut:
1. Gunting Syafruddin
Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering) dengan cara
memotong semua uang yang bernilai Rp2,50 ke atas hingga nilainya
hanya tinggal setengahnya. Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri
Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS.
Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK
Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950. Tujuannya untuk
menanggulangi
defisit
anggaran
sebesar
Rp5,1
miliar
dan
dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp2,50
ke atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan
kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang beredar dan
pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan
mendapat pinjaman sebesar Rp200 juta.
2. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik
Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah pada
masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Menteri Perdagangan
Sumitro Joyohadikusumo. Program ini bertujuan untuk mengubah struktur
ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan
3

ekonomi Indonesia). Programnya adalah menumbuhkan kelas pengusaha


di kalangan masyarakat Indonesia dengan cara:

Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi


kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi
nasional.

Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing


dan diberikan bantuan kredit.

Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan


berkembang menjadi maju.

Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir. Program


Gerakan Benteng dimulai pada bulan April tahun 1950. Hasilnya selama
tiga tahun (1950 1953) lebih kurang 700 perusahaan Indonesia
menerima bantuan kredit dari program ini. Namun, tujuan program ini
tidak dapat tercapai dengan baik meskipun beban keuangan pemerintah
semakin besar. Kegagalan program ini disebabkan karena:

Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha


non pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.

Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung


konsumtif.

Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.

Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.

Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan


menikmati cara hidup mewah.

Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari


keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.

Dampaknya program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan


negara. Beban defisit anggaran belanja pada tahun 1952 sebanyak 3
miliar Rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar
1,7 miliar Rupiah. Akhirnya Menteri Keuangan Jusuf Wibisono memberikan
bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari
golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha
pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat devisa dengan
mengurangi volume impor.
3. Nasionalisasi De Javasche Bank

Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951


pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi
Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan mengenai pemberian kredit
harus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat
pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuan
dari nasionalisasi ini adalah untuk menaikkan pendapatan dan
menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis.
Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank
Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada
tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun
1951.
4. Sistem Ekonomi Ali-Baba
Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Menteri Perekonomian Iskaq
Tjokrohadisurjo,
Kabinet
Ali
I. Ali digambarkan
sebagai
pengusaha pribumisedangkan Baba digambarkan
sebagai
pengusaha nonpribumi khususnya Cina. Tujuan dari program ini adalah:

Untuk memajukan pengusaha pribumi.

Agar para pengusaha pribumi Bekerjasama memajukan ekonomi


nasional.

Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional


pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi
nasional.

Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara


pengusaha pribumi dan nonpribumi.

Pelaksanaan kebijakan Ali-Baba:

Pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan


tanggung jawab kepada tenaga-tenaga masyarakat Indonesia agar dapat
menduduki jabatan-jabatan staf.

Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta


nasional.

Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan


perusahaan-perusahaan asing yang ada.

Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:

Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk


mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha
nonpribumi lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.

Indonesia menerapkan sistem liberal sehingga lebih mengutamakan


persaingan bebas.

Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.

5. Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)


Pada masa Kabinet Burhanudin Harahap dikirim delegasi ke Geneva untuk
merundingkan masalah finansial ekonomi antara pihak Indonesia dengan
pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung. Pada
tanggal
7
Januari
1956
dicapai
kesepakatan
rencana
persetujuan Finek yang berisi:

Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.

Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.

Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh


diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.

Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga


Indonesia mengambil langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari 1956
Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni IndonesiaBelanda secara sepihak. Tujuannya adalah untuk melepaskan diri dari
keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga pada tanggal 3 Mei 1956
Presiden Soekarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB.
Sementara itu dampaknya adalah banyak pengusaha Belanda yang
menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu
mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.
6. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program
yang silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi. Hal
ini menyebabkan terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya
pelaksanaan pembangunan. Program yang dilaksanakan pada umumnya
merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa kabinet Ali
Sastroamidjojo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas
biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Djuanda diangkat
sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana
Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan
antara tahun 1956 1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November
1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah
Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan sekitar
12,5 miliar Rupiah. Namun, dalam pelaksanaannya RPLT tidak dapat
berjalan dengan baik karena:

Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir
tahun 1957 dan awal tahun 1958 yang mengakibatkan ekspor dan
pendapatan negara merosot.

Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi


perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.

Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang
melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.

7. Musyawarah Nasional Pembangunan


Masa Kabinet Djuanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan
daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan
Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakannya
Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat
dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka
panjang, tetapi tetap saja rencana pembangunan tersebut tidak dapat
dilaksanakan dengan baik karena:

Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.

Terjadi ketegangan politik yang tidak dapat diredakan.

Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.

Membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta


sehingga meningkatkan defisit Indonesia.

Memuncaknya ketegangan politik Indonesia-Belanda menyangkut


masalah Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata.

c. Politik
Sejak kembalinya ke Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1950, Indonesia menganut sistem Demokrasi Liberal, dimana
kedaulatan rakyat disalurkan melalui partai-partai politik. Pada waktu itu
ada empat partai besar yang sangat berpengaruh dalam pemerintahan,
yaitu PNI, Masyumi, NU, dan PKI.
Dalam masa Demokrasi Liberal Indonesia menganut sistem Kabinet
Parlementer, artinya kabinet dipimin oleh seorang Perdana Menteri.
Perdana Menteri dan para Menteri bertanggung jawab kepada Parlemen
(DPR). Dimana jatuh banguanya pemerintah atau kabinet sangat
tergantung
kepada
DPR. Bila
mayoritas
dalam
parlemen tidak
mempercayai
atau
mendukung
kabinet,
maka
kabinet
harus
mengembalikan mandate kepada presiden dan perlu dibentuk kabinet
baru.
Para menteri mewakili partainya. Partai yang wakilnya duduk dalam
pemerintahan disebut partai pemerintah, dan yang tidak duduk dalam
pemerintahan disebut partai oposisi. Partai pemerintah banyak mengurus
kepentingan partainya, sehingga timbul mosi tidak percaya terhadap
Kabinet yang sedang berkuasa. Krisis kabinet dan jatuhnya kabinet sering
terjadi. Keadaan seperti ini memberi peluang pada partai oposisi untuk
menyatakan ketidakpercayaan terhadap kabinet yang memerintah,
sehingga terjadilah jegal-menjegal antar partai politik.
a.
1)

Pergantian Kabinet Pada Masa Demokrasi Liberal


Periode 1950 - 1955

Dari tahun 1950 sampai tahun 1955 terdapat empat buah kabinet yang
memerintah sehingga rata-rata tiap tahun terdapat pergantian kabinet.
Kabineet-kabinet tersebut secara berturut-turut ialah Kabinet Natsir
(September 1950 Maret 1951), Kabinet sukiman (April 1951-April 1952),
Kabinet Wilopo (April 1952- Juli 1953), dan Kabinet Ali Sastroamidjojo I (Juli
1953 Agustus 1955). Dapat digambarkan, dalam waktu rata-rata satu
tahun itu, tidak ada kabinet yang dapat melaksanakan programnya,
karena Parlemen terlalu sering menjatuhkan kabinet jika kelompok oposisi
kuat. Bahkan, pernah terjadi partai pemerintah menjatuhkan kabinetnya
sendiri. Boleh dikatakan bahwa semua kabinet, termasuk yang resminya
bersifat Zaken Kabinet (yang menteri-menterinya dianggap ahli pada
bidangnya masing-masing), didukung oleh koalisi diantara perbagai partai.

Juga komposisi dipihak oposisi dapat berubah-ubah.


menyebabkan berkecamuknya Instabilitas Politik.

a)

Inilah

yang

Kabinet Natsir memerintah (September 1950 Maret 1951)

Kabinet Natsir adalah kabinet koalisi, akan tetapi, PNI sebagai partai kedua
terbesar dalam paremen tidak duduk dalam kabinet karena, tidak diberi
kedudukan yang sesuai. Inti kabinet ini adalah Masyumi, walaupun
diantara para menterinya terdapat juga tokoh-tokoh nonpartai. Banyak di
antara mereka yang cukup terkenal dan dianggap ahli pada bidangnya,
sehngga sesungguhnya formasi kabinet ini termasuk kuat. Tokoh-tokoh
terkenal diantaranya adalah Sultan Hamengkubuwono IX, Mr.Assaat(bekas
Pejabat Presiden RI, Ir. Djuanda, dan Prof.Dr.Sumitro Djojohadikusumo.
Diantara program-programnya yang paling penting adalah :
(1)

Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman;

(2)

Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan Pemerintahan

(3)
Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang dan pemulihan bekas
anggota-anggota tentara dan gerilya ke dalam masyarakat;
(4)

Memperjuangkan penyelesaian soal irian secepatnya,

(5)
Menegembangkan dan memperkuat kekuatan ekonomi rakyat
sebagai dasar untuk melakanakan ekonomi nasional yang sehat.
Selain soal keamanan, yang menjadi beban pemerintah adalah perjuangan
Irian Barat ke tangan Indonesia. Belanda rupa-rupanya tidak bermaksud
untuk mengembalikan wilayah ini kepada Indonesia. Perundingan antara
Indonesia dengan belanda dimulai pada tanggal 4 Desember 1950 semasa
kabinet Natsir, tetapi menemui jalan buntu. Baik Indonesia ataupun
Belanda tidak beranjak dari pendirian masing-masing. Hal ini
menimbulkan mosi tidak percaya dari parlemen terhadap kabinet. Krisis
menjadi lebih mendalam dengan adanya mosi Hadikusumo(PNI) sekitar
pencabutan PP No.39/1950 tentang pemilihan anggota perwakilan daerah
supaya lebih demokratis. Kabinet Hatta mengeluarkan mosi yang diterima
parlemen
yang
menyebabkan
menteri
dalam
negeri
Assaat
mengundurkan diri, tetapi pengunduran diriitu ditolak oleh kabinet. Natsir
mengingatkan
parlemen
bahwa
pembentukan
lembaga-lembaga
perwakilan daerah menurut PP No.39 itu sudah diseujui oleh Parlemen.
Hubungan kabinet dan parlemen menjadi tegang. Semetara itu, tanggal
20 Maret 1951 Partai Indonesia Raya (PIR) yang merupakan partai
pendukungb kabinet menarik menteri-menterinya dari kabinet. Sehari
kemudian, 21 Maret, Natsir mengembalikan mandatnya kepada Presiden
Soekarno.
Presiden Soekarno akhirnya menunjuk Mr.Sartono dari PNI untuk
membentuk kabinet baru. Sartono berusaha membentuk kabinet koalisi
PNI-Masyumi, sebab kedua partai ini merupakan partai yang terkuat dalam
DPR saat itu. Akan tetapi, usaha Mr. Sartono menemui kegagalan dan
pada tanggal 18 April 1951 ia mengembalikan mandatnya kepada

presiden. Presiden Soekarno pada hari itu juga menunjuk da orang


formatur baru, untuk dalam waktu lima hari membentuk kabinet koalisi
atas dasar nasional an luas. Akhirnya setelah diadakan perundingan, dan
pada tanggal 26 April diumumkan susunan kabinet baru dibawah
pimpinan dr. Sukiman Wiryosandjojo(Masyumi) dan Suwirjo (PNI).

b) Kabinet Sukiman (April 1951-April 1952)


Pada tanggal 26 April diumumkan susunan kabinet baru dibawah pimpinan
dr. Sukiman Wiryosandjojo(Masyumi) dan Suwirjo (PNI). Yang terpenting
dalam program kabinet ini adalah:
(1) Keamanan, akan menjalankan tindakan tindakan yang tegas
sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan dan ketrentraman;
(2) Sosial-ekonomi, mengusahakan kemakmuran rakyat secepatnya dan
memperbaharui hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani,
serta mempercepat usaha penempatan bekas pejuang dilapangan usaha;
(3) Mempercepat persiapan-persiapan pemilihan umum.
(4) Polik luar negeri, menjalankan politik luar negeri secara bebas-aktif
serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
Kabinet ini juga tidak berusia lama karena banyak soal yang medapat
tantangan dalam parlemen termasuk dari Masyumi dan PNI sendiri. Konflik
politik muncul akibat Menteri Dalam Negeri Mr. Iskaq (PNI)
mengistruksikan penonaktifan dewan-dewan perwakilan daerah yang
dibentuk berdasarkan PP No.39. Konflik kepentingan bertambah tajam
ketika Iskaq mengangkat tokoh PNI menjadi gubernur di Jawa Barat dan
Sulawesi. Sementara itu, Menteri kehakiman Muh.Yamin, tanpa
persetujuan kabinet,membebaskan 950 orang tahanan SOB. Tindakan ini
ditentang oleh Perdana Menteri Sukiman dan golongan Militer. Akibatnya,
Yamin mengundurkan diri. Akan tetapi, penyebab jatuhnya Kabnet
Sukiman ialah mosi Sunario (PNI) berkaitan dengan penandatanganan
perjanjian Matual Security Act (MSA) oleh menteri Luar Negeri Ahmad
Subarjo dan Duta Besar Amerika Serikat, Merle Cochran.

c)

Kabinet Wilopo (April 1952- Juli 1953)

Program kabinet wilopo terutama ditunjukkan kepada persiapan


pelaksanaan pemilihan umum untuk konstituante, DPR, dan DPRD,
kemakmuran, pendidikan rakyat, dan keamanan. Program luar negeri,
terutama ditujukan pada penyelesaian masalah hubungan IndonesiaBelanda dan pengembalian Irian Barat ke Indonesia serta menjalankan
politik bebas aktif menuju perdamaian dunia. Wilopo dengan kabinetnya
berusaha melaksanakan program itu sebaik-baiknya.
Selain soal kedaerahan dan kesukuan, pada tanggal 17 oktober 1952
timbul soal dalam Angkatan Darat yang terkenal dengan nama Peristiwa
17 oktober. Peristiwa ini dimulai dengan perdebatan sengit di DPR selama

10

berbulan-bulan mengenai masalah pro dan kontra kebijakan Menteri


Pertahanan dan pimpinan Angkatan Darat. Aksi pihak kaum politisi itu
akhirnya menimbulkan reaksi keras dari pihak angkatan darat.
Untuk membentuk kabinet baru, yang diharapkan mendapat dukungan
yang cukup dari parlemen, pada tanggal 15 juni 1953 Presiden Soekarno
menunjuk Sarmidi Mangunsarkoro (PNI) dan Moh.Roem (Masyumi) sebagai
formatur. Kedua formatur gagal mencapai kesepakatan dengan beberapa
partai. Pada tanggal 24 Juni 1953 mereka mengembalikan mandat kepada
Presiden.

d)

Kabinet Ali Sastroamidjojo I (Juli 1953 Agustus 1955)

Setelah mukarto mengembalikan mandatnya pada tanggal 18 juli Presiden


Soekarno menunjuk Mr. Wongsonegoro (PIR) sebagai formatur. Ia berhasil
menghimpun partai-partai kecil untuk mendukungnya. Pada tanggal 30 juli
kabinet baru dilantik tanpa mengikutsertakan Masyumi, tetapi
memunculkan Nahdlatul Ulama (NU) sebagai kekuatan baru. Ali
Sastroamijoyo diangkat sebagai Perdana Menteri. Kabinet ini dikenal
dengan nama Kabinet Ali I atau kabinet Ali Wongso.
Walaupun kabinet Ali Wongso dapat dikatakan merupakan kabinet yang
paling lama bertahan, akhirnya pada tanggal 24 Juli 1955 Ali
Sastroamijoyo mengembalikan mandatnya. Penyebab yang utama adalahh
persoalan dalam TNI AD sebagai lanjutan dari Peistiwaa 17 oktober dan
soal pimpinan TNI AD menolak pimpinan baru yang diangkat oleh Menteri
Pertahanan Iwa Kusumasumantri tanpa menghiraukan norma-norma yang
berlaku didalam lingkungan TNI-AD. Selain itu, juga karena keadaan
ekonomi yang semakin buruk dan korupsi yang mengakibatkan
kepercayaan rakyat merosot.
Pada tanggal 20 juli 1955, NU memutuskan untuk menarik kembali
menteri-menterinya, yang kemudian diikuti oleh partai-partai lain.
Terjadinya keretakan dalam kabinetnya memaksa Ali Sastroamijoyo
mengembalikan mandatnya. Kabinet ini merupakan kabinet terakhir
sebelum diadakan pemilihan umuml. Prestasi menonjol kabinet Ali
Wongso adalah dilangsungkanya Konferensi Asia Afrika bulan april 1955.
2)

Periode tahun 1955 -1959

Masa lamanya empat tahun ini mengalami tiga kabinet yang silih berganti,
yaitu Kabinet Burhanudin Harahap (Agustus 1955-Maret 1956), Kabinet Ali
Sastroamijoyo II, (Maret 1956-Maret 1957), dan Kabinet Djuanda(Maret
1957-Juli 1959). Pada periode 1955-1959 ditandai dengan telah
dilaksanakanya pemilihan umum, berikut pergantian kabinet pada tahun
1955 1959 :
a)

Kabinet Burhanudin Harahap ( 12 Agustus 1955 24 Maret 1956 )

Kabinet ini terbentuk pada tanggal 12 Agustus 1955 yang dipimpin oleh
Perdana Menteri Burhanuddin Harahap dari Masyumi. Program kerja
Kabinet Burhanuddin diantaranya adalah sebagai berikut :

11

(1)
Mengembalikan kewibawaan moral pemerintah, dalam hal ini
kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat
(2)
Akan dilaksankan pemilihan umum, desentralisasi, memecahkan
masalah inflasi, dan pemberantasan korupsi
(3)

Perjuangan mengembalikan Irian Barat.

Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap, dilaksanakan pemilihan umum


pertama di Indonesia tahun 1955. Kabinet ini menyerahkan mandatnya
setelah DPR hasil pemilihan umum terbentuk pada bulan Maret 1956.

b)

Kabinet Ali II ( 24 Maret 1956 9 April 1957 )

Kabinet Ali II terbentuk pada tanggal 24 Maret 1956 di pimpin oleh


Perdana Menteri Mr. Ali Satroamijoyo (koalisi PNI, NU dan Masyumi).
Alasan
teerbentuknya
kabinet
ini
adalah
karena munculnya
pemberontakan di daerah-daerah, serta ditarikmundurnya menterimenteri dari Masyumi Kabinet Ali II merupakan kabinet pertama hasil
pemilihan umum. Program kerja dari Kabinet Ali II :
(1) Menyelesaikan pembatasan hasil KMB
(2) Menyelesaikan masalah Irian Barat
(3) Pembentukan provinsi Irian Barat
(4) Menjalankan politik luar negeri bebas aktif.
Kabinet Ali II ini pun tidak berumur lebih dari satu tahun dan akhirnya
digantikan oleh kabinet Juanda.

c)

Kabinet Juanda atau Kabinet Karya ( 9 April 1957 5 Juli 1959 )

Kabinet Djuanda resmi terbentuk pada tanggal 9 April 1957 merupakan


zaken kabinet, Perdana Menteri ir. Juanda ( dari Non Partai atau
ekstra parlementaer). Selain harus menghadapi pergolakan daerah juga
perjuangan membebaskan Irian Barat dan menghadapi keadaaan ekonomi
keuangan yang buruk dengan merosotnya devisa an rendahnya eksport.
Program kabinet Djuanda terdiri dari lima pasal atau Panca Karya yaitu :
(1) Membentuk Dewan Nasional
(2) Normalisasi keadaan Republik
(3) Melancarkan pelaksanakan pembatalan KMB
(4) Perjuangan Irian
(5) Mempergia pembangunan
Dari sini ternyata, walaupun sudah diadakan pemilihan umum sesuai
dengan aturan permainan demokrasi barat yang menurut peninjaupeninjau luar negeri berjalan dengan bersih, pemerintahan yang stabil
tetap tidak tercapai. Rata-rata kabinet memerintah selama 1 tahun.
12

Dengan demikian, kiranya terbukti bahwa demokrasi Liberal tidak cocok


dengan atau tidak sesuai dengan kondisi di Indonesia.

b.

Pemilihan Umum Tahun 1955 dan Susedahnya

Periode ini dimulai dengan diadakannya pemilu 1955 dan berakhir dengan
diumumkannya Dekrit Presiden tahun 1959 tentang kembaliu ke UUD
1945.
1)

Pelaksanaan Pemilu 1955

Pemilihan Umum merupakan program pemerintah dari


setiap kabinet, namun baru dapat terlaksana pada masa Kabinet
Burhanudin Harahap yang sebelumnya pada masa kabinet Ali I panitianya
sudah terbentuk. Pemilhan umum ini dilaksanakan dalam dua tahap,
yaitu :
a)
Tahap I, tanggala 29 September 1955 memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR)
b)
Tahap II, tanggal 15 Desember 1955 memilih anggota Badan
Kontituante ( Badan Pembuat Undang-undang Dasar )
Pemilu 1955 berlangsung secara demokratis. Dalam pemilu 1955 telah
keluar empat partai besar pemenang pemilu, yaitu PNI dengan 57 kursi,
Masyumi dengan 57 kursi, NU dengan 45 kursi, dan PKI dengan 39 kursi.
Kemudian anggota Konstituante berjumlah 542 0rang. Anggota DPR hasil
pemilu 1955 dilantik pada tanggal 20 Maret 1956, sedankan pelantikan
anggota Badan Konstituante pada tanggal 10 November 1956.
Pada semester kedua tahun 1957 diadakan pemilihan anggota
Dewan Provinsi. Pada pemilihan daerah, PKI menjadi partai rakyat yang
sangat dikenal terutama di desa-desa. Oeh karena itu pada pemilihan
daerah PKI mengalami peningkatan yang sangatluar biasa dalam
perolehan suara.
Hal ini menunjukkan bahwa PKI makin kuat pengaruhnya di
masyarakat. Basis PKI adalah jawa. Terkait dengat kenyataan ini, Presiden
Sukarno berpendapat bahwa PKI harus diberi peranan dalam
pemerintahan. Keadaan yang demikian ini sangat menguntungkan PKI di
masa-masa berikutnya.
Pemilihan umum telah terlaksana dengan baik , namun
tidak berhasil membawa stbilitas politik seperti yang didambakan oleh
rakyat.Hal ini ini disebabkan masih adanya perselisihan antar partai yang
masih berlanjut seperti sebelumnya. Merka masih mempertahankan partai
masing-masing. Akhirnya di Indonesia mengalami krisis yan menghasilkan
system politik Demokrasi Terpimpin.

13

14

Anda mungkin juga menyukai