Latar Belakang
Salah satu agenda reformasi keuangan negara adalah adanya pergeseran sistem penganggaran
dari pengganggaran tradisional menjadi pengganggaran berbasis kinerja. Dengan basis kinerja
ini, arah penggunaan dana pemerintah menjadi lebih jelas dari sekedar membiayai input dan
proses menjadi berorientasi pada output. Perubahan ini penting mengingat kebutuhan dana yang
makin tinggi tetapi sumber daya pemerintah terbatas.
Penganggaran yang berorientasi pada output merupakan praktik yang dianut oleh pemerintahan
modern di berbagai negara. Mewirausahakan pemerintah (enterprising the government) adalah
paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan publik untuk mendorong
peningkatan pelayanan. Ketentuan tentang penganggaran tersebut telah dituangkan dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka
koridor baru bagi penerapan basis kinerja di lingkungan pemerintah. Dengan Pasal 68 dan Pasal
69 Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi
pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel
dengan mengutamakan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip-prinsip pokok yang tertuang dalam kedua undang-undang tersebut menjadi dasar instansi
pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan BLU. BLU diharapkan dapat menjadi
langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan
pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Adapun alasan mengapa BLU diperlukan adalah:
Dapat dilakukan pengamanan atas aset negara yang dikelola oleh instansi terkait.
Pengertian
Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip
efisiensi dan produktivitas.
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut PPK-BLU, adalah
pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan
praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Rencana Bisnis dan Anggaran BLU, yang selanjutnya disebut RBA, adalah dokumen
perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran
suatu BLU.
Dasar Hukum
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pasal 68 dan 69;
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum;
Peraturan Menteri Keuangan
1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.02/2006 tentang Persyaratan Administratif
Dalam Rangka Pengusulan dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah untuk
Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (dicabut dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.05/2007);
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.02/2006 tentang Kewenangan Pengadaan
Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum;
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.02/2006 tentang Pembentukan Dewan
Pengawas pada Badan Layanan Umum (dicabut dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 109/PMK.05/2007);
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.02/2006 tentang Pedoman Penetapan
Remunerasi bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Pegawai Badan Layanan
Umum sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
73/PMK.05/2007;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66/PMK.02/2006 tentang Tata Cara Penyusunan,
Pengajuan, Penetapan, dan Perubahan Rencana Bisnis dan Anggaran serta Dokumen
Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum (dicabut dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 44/PMK.05/2009);
Karakteristik
1. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah (bukan kekayaan negara yang dipisahkan);
2. Menghasilkan barang/jasa yang seluruhnya/sebagian dijual kepada publik;
3. Tidak bertujuan mencari keuntungan;
4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisien dan produktivitas ala korporasi;
5. Rencana kerja/anggaran dan pertanggungjawaban dikonsolidasikan pada instansi induk;
6. Pendapatan dan sumbangan dapat digunakan langsung;
7. Pegawai dapat terdiri dari PNS dan non-PNS;
8. Bukan sebagai subjek pajak.
Tujuan
BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas
dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan
praktik bisnis yang sehat.
Asas
Asas BLU adalah sebagai berikut:
1. BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah untuk
tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang
didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan;
2. BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari
kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk.
3. Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas
pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya kepada
BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.
4. Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan
pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh Menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota.
5. BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan.
6. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja dan BLU disusun dan
disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana kerja dan anggaran serta
laporan keuangan dan kinerja kementerian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.
7. BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktik bisnis yang
sehat.
Pola Pengelolaan Keuangan BLU
Pola pengelolaan keuangan pada BLU merupakan pola pengelolaan keuangan yang memberikan
fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan dan
mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan
negara pada umumnya.
Yang dimaksud dengan praktik bisnis yang sehat adalah proses penyelenggaraan fungsi
organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan
yang bermutu dan berkesinambungan.
Instansi pemerintah yang melakukan pembinaan terhadap pola pengelolaan keuangan BLU
adalah Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Ditjen
Perbendaharaan.
Persyaratan
Persyaratan Substantif
1. Menyelenggarakan tugas pokok dan fungsiyang berhubungan dengan:
1. Penyediaan barang atau jasa layanan umum, seperti pelayanan di bidang
kesehatan, penyelenggaraan pendidikan, serta pelayanan jasa penelitian dan
pengembangan (litbang);
2. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian
masyarakat atau layanan umum seperti otorita dan Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu (Kapet); atau
3. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi atau pelayanan
kepada masyarakat, seperti pengelola dana bergulir untuk usaha kecil dan
menengah.
3. program strategis, yaitu program yang berisi proses kegiatan yang berorientasi
pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima)
tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau
mungkin timbul; dan
4. kesesuaian visi, misi, program, kegiatan, dan pengukuran pencapaian kinerja;
5. indikator kinerja lima tahunan berupa indikator pelayanan, keuangan,
administrasi, dan SDM;
6. pengukuran pencapaian kinerja, yaitu pengukuran yang dilakukan dengan
menggambarkan apakah hasil kegiatan tahun berjalan dapat tercapai dengan
disertai analisis atas faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
tercapainya kinerja tahun berjalan.
Standar Pelayanan Minimum (SPM) merupakan ukuran pelayanan yang harus dipenuhi
oleh satuan kerja instansi pemerintah untuk menerapkan PK BLU.
SPM ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga dalam rangka penyelenggaraan
kegiatan pelayanan kepada masyarakat yang harus mempertimbangkan kualitas layanan,
pemerataan, dan kesetaraan layanan biaya serta kemudahan memperoleh layanan.
SPM sekurang-kurangnya mengandung unsur:
1. Jenis kegiatan atau pelayanan yang diberikan oleh satker. Jenis kegiatan merupakan
pelayanan yang diberikan oleh satker baik pelayanan ke dalam (satker itu sendiri)
maupun pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Jenis kegiatan ini merupakan
tugas dan fungsi dari satker yang bersangkutan.
2. Rencana Pencapaian SPM. Satuan kerja menyusun rencana pencapaian SPM yang
memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu pencapaian
SPM sesuai dengan peraturan yang ada.
3. Indikator pelayanan. SPM menetapkan jenis pelayanan dasar, indikator SPM dan batas
waktu pencapaian SPM.
4. Adanya tanda tangan pimpinan satuan kerja yang bersangkutan dan menteri/pimpinan
lembaga.
Laporan audit terakhir, merupakan laporan auditor tahun terakhir sebelum satuan kerja
instansi pemerintah yang bersangkutan diusulkan untuk menerapkan PK BLU. Dalam hal
satuan kerja instansi pemerintah tersebut belum pernah diaudit, satuan kerja instansi
pemerintah dimaksud harus membuat pernyataan bersedia untuk diaudit secara
independen yang disusun dengan mengacu pada formulir yang telah ditetapkan.
Tata Kelola
Kelembagaan
Pengelolaan Keuangan BLU dapat diterapkan oleh setiap instansi pemerintah yang secara
fungsional menyelenggarakan kegiatan yang bersifat operasional. Instansi dimaksud dapat
berasal dari dan berkedudukan pada berbagai jenjang eselon atau non eselon pada
kementerian/lembaga. Sehubungan dengan itu, apabila instansi pemerintah yang menerapkan
PK-BLU memerlukan perubahan status ataupun struktur kelembagaan, maka perubahan tersebut
berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.
Pejabat Pengelola
BLU dikelola oleh Pejabat Pengelola BLU yang terdiri atas:
1. Pemimpin BLU
Pemimpin berfungsi sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan BLU
yang berkewajiban:
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PNS. Pejabat pengelola dan pegawai BLU
yang berasal dari tenaga profesional non-PNS dapat dipekerjakan secara tetap atau berdasarkan
kontrak.
Dewan Pengawas
Dewan Pengawas untuk BLU di lingkungan pemerintah pusat dibentuk dengan keputusan
menteri/pimpinan lembaga atas persetujuan Menteri Keuangan.
Anggota dewan pengawas terdiri dari unsur-unsur pejabat dari kementerian negara/lembaga
teknis yang bersangkutan, Kementerian Keuangan, dan tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan
BLU.
Remunerasi
Kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Pegawai Badan Layanan Umum (BLU)
diberikan remunerasi berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme yang
diperlukan. Remunerasi dapat juga diberikan kepada Sekretaris Dewan Pengawas.
Besaran gaji Pemimpin BLU ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai
berikut :
1. Proporsionalitas, yaitu pertimbangan atas ukuran (size) dan jumlah aset yang dikelola
BLU serta tingkat pelayanan;
2. Kesetaraan, yaitu dengan memperhatikan industri pelayanan sejenis;
3. Kepatutan, yaitu menyesuaikan kemampuan pendapatan BLU yang bersangkutan;
4. Kinerja operasional BLU yang ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga sekurangkurangnya mempertimbangkan indikator keuangan, pelayanan, mutu dan manfaat bagi
masyarakat.
Gaji Pejabat Keuangan dan Pejabat Teknis ditetapkan sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari
gaji Pemimpin BLU.
Honorarium Dewan Pengawas ditetapkan sebagai berikut :
1. Honorarium Ketua Dewan Pengawas sebesar 40% (empat puluh persen) dari gaji
Pemimpin BLU.
2. Honorarium anggota Dewan Pengawas sebesar 36% (tiga puluh enam persen) dari gaji
Pemimpin BLU.
3. Honorarium Sekretaris Dewan Pengawas sebesar 15% (lima belas persen) dari gaji
Pemimpin BLU.
Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas dan Sekretaris Dewan Pengawas yang diberhentikan
sementara dari jabatannya memperoleh penghasilan sebesar 50% (lima puluh persen) dari
gaji/honorarium bulan terakhir yang berlaku sejak tanggal diberhentikan sampai dengan
ditetapkannya keputusan difinitif tentang jabatan yang bersangkutan.
BLU dapat memberikan tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon dan/atau pensiun
kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, dan Pegawai BLU,
dengan memperhatikan kemampuan pendapatan BLU yang bersangkutan.
Pada setiap akhir masa jabatannya, Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Sekretaris Dewan
Pengawas dapat diberikan pesangon berupa santunan purna jabatan dengan pengikutsertaan
dalam program asuransi atau tabungan pensiun yang beban premi/iuran tahunannya ditanggung
oleh BLU yang besarannya ditetapkan paling banyak sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari
gaji/honorarium dalam satu tahun.
Besaran remunerasi untuk Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas,
dan Pegawai BLU pada masing-masing BLU diusulkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada
Menteri Keuangan untuk ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan.
kriteria SOP penilaian. Status BLU Bertahap berlaku paling lama tiga tahun dan apabila
persyaratan terpenuhi secara memuaskan dapat diusulkan untuk menjadi BLU Penuh.
Fleksibilitas yang diberikan kepada satker berstatus BLU bertahap dibatasi:
1. Penggunaan langsung pendapatan dibatasi jumlahnya, sisanya harus disetorkan ke kas
negara sesuai prosedur PNBP.
2. Tidak diperbolehkan mengelola investasi;
3. Tidak diperbolehkan mengelola utang;
4. Pengadaan barang/jasa mengikuti ketentuan umum pengadaan barang/jasa pemerintah
yang berlaku.
5. Tidak diterapkan flexible budget.
Perubahan dan Pencabutan Status
Perubahan status dari BLU Penuh menjadi BLU Bertahap atau sebaliknya, dapat terjadi apabila
BLU yang bersangkutan mengalami penurunan atau peningkatan kinerja. Ditjen Perbendaharaan
c.q. Direktorat Pembinaan PK-BLU setiap periode melakukan pembinaan, monitoring, dan
evaluasi kinerja BLU. Hasil dari pembinaan, monitoring, dan evaluasi tersebut menjadi masukan
dalam perubahan status BLU.
Pencabutan status BLU menjadi satker biasa apabila:
1. Dicabut oleh Menteri Keuangan berdasarkan rekomendasi atau masukan dari tim
pembinaan, monitoring, dan evaluasi kinerja BLU ;
2. Dicabut oleh Menteri Keuangan atas usulan menteri teknis/pimpinan lembaga;
3. Berubah status menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan.
Apabila menteri/pimpinan lembaga teknis mengajukan usulan pencabutan BLU, Menteri
Keuangan membuat penetapan pencabutan penerapan PK-BLU paling lambat tiga bulan sejak
tanggal usulan tersebut diterima. Jika melebihi jangka waktu tersebut, usulan pencabutan
dianggap ditolak. Instansi pemerintah yang pernah dicabut dari status PK-BLU dapat diusulkan
kembali untuk menerapkan PK-BLU.
Tarif dan Biaya Satuan
Tarif
Satker berstatus BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas
barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan tersebut
ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau
hasil per investasi dana yang dapat bertujuan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya per
unit layanan. Tarif layanan tersebut dapat berupa besaran tarif atau pola tarif sesuai jenis layanan
BLU yang bersangkutan. Apabila BLU memiliki jenis layanan yang tidak terlalu banyak, maka
cukup memiliki tarif berupa angka mutlak ataupun kisaran tarif. Apabila BLU memiliki jenis
layanan yang banyak dan bersifat kompleks, seperti rumah sakit, maka tarifnya berupa pola tarif
untuk kelompok layanan.
Tarif layanan diusulkan oleh BLU bersangkutan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga, kemudian
Menteri/Pimpinan Lembaga mengajukan usulan tarif tersebut kepada Menteri Keuangan untuk
ditetapkan. Dalam penetapan tarif dimaksud, Menteri Keuangan dibantu oleh suatu tim dan dapat
menggunakan narasumber yang berasal dari sektor terkait.
Hal-hal yang wajib dipertimbangkan dalam menyusun tarif adalah sebagai berikut:
1. Kontinuitas dan pengembangan layanan;
2. Daya beli masyarakat;
3. Asas keadilan dan kepatutan;
4. Kompetisi yang sehat.
Biaya Satuan
Dalam penyusunan tarif dan biaya layanan, terlebih dahulu ditentukan biaya satuan per unit
output dari layanan atau kegiatan BLU. Biaya satuan dibuat berdasarkan perhitungan akuntansi
biaya untuk setiap output barang/jasa yang dihasilkan.
Dalam rangka penyusunan biaya satuan per unit layanan, maka perlu diperhitungkan biaya-biaya
yang timbul, yaitu:
1. Biaya langsung; adalah biaya-biaya yang secara khusus dapat ditelusuri atau
diidentifikasi sebagai komponen langsung dari biaya produk. Total biaya langsung ini
dalam beberapa literatur juga sering disebut dengan istilah biaya utama (prime cost).
2. Biaya tidak langsung adalah semua biaya yang tidak dapat diidentifikasi secara khusus
terhadap suatu produk dan dibebankan kepada seluruh jenis produk secara bersamaan.
Biaya tidak langsung ini sering disebut juga dengan istilah biaya overhead (overhead
cost).
3. Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara total seiring dengan berubahnya volume
produk yang dibuat. Sehingga hubungan antara total biaya variabel dengan total unit
barang yang diperoduksi adalah linier (garis lurus). Sedangkan biaya per unit-nya adalah
tetap. Contoh: Biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung.
4. Biaya tetap (fixed cost), seperti biaya penyusutan dan biaya sewa akan selalu tetap
(constant) dalam suatu rentang waktu/periode tertentu. Perlu dicatat bahwa biaya tetap
akan selalu konstan pada semua tingkat produksi (volume), sedangkan biaya tetap per
unit akan menurun seiring dengan meningkatnya volume produksi.
Langkah-langkah perhitungan biaya satuan adalah sebagai berikut:
1. Menentukan kegiatan berdasarkan program yang telah ditetapkan;
2. Menentukan indikator kinerja berupa keluaran (output), tolok ukur kinerja, dan target
kinerja;
3. Untuk satu jenis keluaran, tentukan jenis biaya dan besaran biaya per unit output. Jenis
biaya dapat berupa: biaya langsung variabel, biaya langsung tetap, biaya tidak langsung
variabel, dan biaya tidak langsung tetap.
4. Menghitung biaya per jenis kegiatan dengan mengalikan rincian biaya dengan satuan
biaya.
5. Menjumlahkan seluruh komponen biaya untuk mendapatkan satuan biaya per kegiatan.
Perencanaan dan Penganggaran
Rencana Strategis Bisnis
BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana Strategis
Kementerian/Lembaga (Renstra K/L). Rencana strategis bisnis merupakan istilah yang
pengertiannya sama dengan Renstra bagi instansi pemerintah. Oleh karena itu penyusunan
rencana strategis bisnis berpedoman pada Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Sesuai dengan Inpres tersebut, rencana strategis mengandung visi, misi, tujuan/sasaran, dan
program yang realistis dan mengantisipasi masa depan yang diinginkan dan dapat dicapai.
Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran
Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU memuat antara lain:
1. Kondisi kinerja BLU tahun berjalan;
2. Asumsi makro dan mikro;
3. Target kinerja (output yang terukur);
4. Analisis dan perkiraan biaya per output dan agregat;
DIPA BLU yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan menjadi lampiran dari contractual
performance agreement yang ditandatangani oleh menteri/pimpinan lembaga dengan pimpinan
BLU yang bersangkutan dan sekaligus menjadi dasar penarikan dana.
Pengelolaan PNBP
Pengelolaan PNBP pada BLU mengikuti pedoman sebagai berikut.
1. Penggunaan PNBP
1. Pada BLU Penuh
Satuan kerja berstatus BLU Penuh diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan,
antara lain dapat langsung menggunakan seluruh PNBP dari pendapatan
operasional dan nonopersaional, di luar dana yang yang bersumber dari APBN,
sesuai RBA tanpa terlebih dahulu disetorkan ke Rekening Kas Negara. Apabila
PNBP melebihi target yang ditetapkan dalam RBA tetapi masih dalam ambang
batas fleksibilitas, kelebihan tersebut dapat digunakan langsung mendahului
pengesahan revisi DIPA. Terhadap kelebihan PNBP yang melampaui ambang
batas fleksibilitas, dapat digunakan dalam tahun berjalan setelah mendapat
persetujuan Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perbendaharaan atau menjadi saldo
awal tahun berikutnya.
2. Pada BLU Bertahap
Satker berstatus BLU Bertahap dapat menggunakan PNBP sebesar persentase
yang telah ditetapkan. Sedangkan PNBP yang dapat digunakan langsung adalah
sebesar persentase yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang
penetapan satker yang menerapkan PK-BLU yang bersangkutan.
Satker berstatus BLU Bertahap menyetor penerimaan PNBP yang tidak digunakan
langsung ke Rekening Kas Negara secepatnya. PNBP yang telah disetor dapat
dipergunakan kembali sebesar selisih antara PNBP yang dapat digunakan dengan
PNBP yang telah digunakan langsung.
2. Pertanggungjawaban Pengunaan PNBP oleh BLU
Satker BLU mempertanggungjawabkan pengggunaan PNBP secara langsung dengan
menyampaikan SPM Pengesahan kepada KPPN setiap triwulan selambat-lambatnya
tanggal 10 setelah akhir triwulan yang bersangkutan dengan dilampiri Surat Pernyataan
Tanggung Jawab (SPTJ) yang ditandatangani oleh pimpinan BLU. Berdasarkan SPM
pengesahan tersebut, KPPN menerbitkan SP2D sebagai pengesahan penggunaan dana
PNBP.
Pertanggungjawaban penggunaan dana PNBP selain yang digunakan langsung oleh satker
yang berstatus BLU Bertahap menggunakan mekanisme pertanggungjawaban PNBP
sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan yang berlaku (mengakomodasi
perubahan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005).
Revisi Anggaran
DIPA BLU ataupun RBA Definitif apabila diperlukan dapat direvisi. Perubahan/revisi terhadap
DIPA BLU atau RBA Definitif dapat dilakukan jika:
1. Terdapat perubahan/pergeseran program atau kegiatan BLU;
2. Terdapat penambahan atau pengurangan pagu anggaran yang berasal dari APBN;
3. Belanja BLU melampaui ambang batas fleksibilitas;
4. Belanja BLU sampai dengan ambang batas fleksibilitas.
Tata cara perubahan/revisi yang berhubungan dengan penganggaran dan perubahan program
dan/atau kegiatan BLU berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 atau
Peraturan Menteri Keuangan (Nomor ?) tentang Mekanisme Revisi DIPA Kementerian
Negara/Lembaga dan RBA serta pelaksanaan anggaran BLU.
Perubahan/revisi sebagaimana dimaksud pada angka 4 dapat dilakukan setelah belanja
dilaksanakan. Perubahan tersebut dapat dilaksanakan sebelum akhir tahun anggaran dalam
bentuk pengesahan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Surplus dan Defisit BLU
Surplus anggaran BLU adalah selisih lebih antara pendapatan dengan belanja BLU yang dihitung
berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode anggaran. Estimasi
surplus dalam tahun anggaran berjalan diperhitungkan dalam RBA tahun anggaran berikut untuk
disetujui penggunaannya.
Surplus anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas perintah
Menteri Keuangan, disetorkan sebagian atau seluruhnya ke rekening kas umum negara dengan
mempertimbangkan posisi likuiditas BLU.
Defisit anggaran BLU adalah selisih kurang antara pendapatan dengan belanja BLU yang
dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode anggaran.
Defisit anggaran BLU dapat diajukan pembiayaannya dalam tahun anggaran berikutnya kepada
Menteri Keuangan melalui Menteri/Pimpinan Lembaga. Menteri Keuangan dapat mengajukan
anggaran untuk menutup defisit pelaksanaan anggaran BLU dalam APBN tahun anggaran
berikutnya.
Pengelolaan Keuangan dan Barang
Pengelolaan Kas
Pengelolaan kas BLU dilakukan berdasarkan praktek bisnis yang sehat. Dalam melaksanakan
pengelolaan kas, BLU menyelenggarakan hal-hal sebagai berikut :
Perikatan peminjaman/utang dilakukan sesuai dengan jenjang kewenangan yang diatur oleh
Menteri Keuangan.
Pengelolaan Investasi
BLU tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan Menteri
Keuangan. Investasi jangka panjang yang dimaksud antara lain adalah penyertaan modal,
pemilikan obligasi untuk masa jangka panjang, atau investasi langsung (pendirian perusahaan).
Jika BLU mendirikan/membeli badan usaha yang berbadan hukum, kepemilikan badan usaha
tersebut ada pada Menteri Keuangan. Keuntungan yang diperoleh dari investasi jangka panjang
merupakan pendapatan BLU.
Pengelolaan Barang
Pengadaan barang dan jasa pada BLU secara khusus diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 8/PMK.02/2006, antara lain sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pada BLU harus dilakukan berdasarkan prinsip
efisiensi dan ekonomis, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat.
2. BLU Penuh dapat diberikan fleksibilitas berupa pembebasan sebagian atau seluruhnya
dari ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah (Keppres 80/2003) bila terdapat
alasan efektivitas dan/atau efisiensi. Fleksibilitas sebagaimana dimaksud diberikan
terhadap pengadaan barang/jasa yang sumber dananya berasal dari:
1. jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat;
2. hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain; dan/atau
3. hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya.
Pengadaan barang/jasa tersebut dilaksanakan berdasarkan ketentuan pengadaan barang/jasa yang
ditetapkan oleh Pemimpin BLU dengan mengikuti prinsip-prinsip transparansi, adil/tidak
diskriminatif, akuntabilitas, dan praktek bisnis yang sehat.
1. Untuk pengadaan barang/jasa yang sumber dananya berasal dari hibah terikat dapat
dilakukan dengan mengikuti ketentuan pengadaan dari pemberi hibah, atau mengikuti
ketentuan pengadaan barang/jasa yang berlaku bagi BLU sepanjang disetujui oleh
pemberi hibah.
2. Dalam penetapan penyedia barang/jasa, Panitia Pengadaan terlebih dahulu harus
memperoleh persetujuan tertulis dari :
1. Pemimpin BLU untuk pengadaan barang/jasa yang bernilai di atas Rp.
50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); atau
2. Pejabat lain yang ditunjuk oleh Pemimpin BLU untuk pengadaan yang bernilai
sampai dengan Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
3. Penunjukan pejabat lain sebagaimana dimaksud pada huruf d 2) dengan melibatkan
semua unsur Pejabat Pengelola BLU dan harus memperhatikan prinsip-prinsip:
1. objektivitas, yaitu penunjukan yang didasarkan pada aspek integritas moral,
kecakapan pengetahuan mengenai proses dan prosedur pengadaan barang/jasa,
tanggung jawab untuk mencapai sasaran kelancaran dan ketepatan tercapainya
tujuan pengadaan barang/jasa;
2. independensi, yaitu menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan
kepentingan dengan pihak terkait dalam melaksanakan penunjukan pejabat lain,
langsung maupun tidak langsung; dan
3. saling uji (cross check), yaitu berusaha memperoleh informasi dari sumber yang
berkompeten, dapat dipercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan untuk
mendapatkan keyakinan yang memadai dalam melaksanakan penunjukan pejabat
lain.
Pengelolaan aset BLU
1. Barang inventaris BLU dapat dihapuskan dan/atau dialihkan kepada pihak lain dengan
cara dijual, dipertukarkan, atau dihibahkan, berdasarkan pertimbangan ekonomis dan
dilaporkan secara berkala kepada menteri/pimpinan lembaga;
2. BLU tidak dapat mengalihkan dan/atau menghapus aset tetap, kecuali atas persetujuan
pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Penerimaan hasil penjualan barang inventaris/aset tetap merupakan pendapatan BLU;
4. Penggunaan aset tetap untuk kegiatan yang tidak terkait langsung dengan tugas pokok
dan fungsi BLU harus mendapat persetujuan pejabat Pengelola Barang (Menteri
Keuangan) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5. Tanah dan bangunan disertifikatkan atas nama kementerian/lembaga terkait;
6. Tanah dan bangunan yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsi BLU, dapat dialihgunakan oleh menteri/pimpinan lembaga terkait dengan
persetujuan Menteri Keuangan.
Kerjasama Operasional
Dengan pertimbangan bahwa barang modal membutuhkan dana yang besar, sedangkan
kemampuan BLU yang terbatas dan alokasi dana APBN tidak dapat diperoleh segera, sementara
kebutuhan tidak dapat ditunda lagi, maka cara yang paling memungkinkan adalah dengan
melakukan kerja sama operasional (KSO) dengan pihak lain berdasarkan pertimbangan efisiensi
dan ekonomi. KSO dapat dilakukan antara lain dengan cara:
1. Buy-Build-Operate (BBO) adalah suatu fasilitas publik yang ada dipindahtangankan ke
pihak swasta untuk dilakukan renovasi dan dioperasikan selama suatu periode tertentu
atau sampai biaya renovasi tertutup dengan suatu tingkat keuntungan tertentu, tetapi
kepemilikan berada di tangan pihak swasta. Bentuk kerja sama mengijinkan pihak
pemerintah untuk mengawasi terhadap keamanan, dampak lingkungan, harga, serta mutu
layanan kepada masyarakat.
2. Built-Transfer-Operate (BTO) suatu praktek kerja sama di mana pihak swasta mendanai
dan membangun fasilitas dan selanjutnya memindahtangankan kepada instansi
pemerintah pada saat selesai pembangunannya. Selanjutnya pihak swasta
mengoperasikannya untuk suatu periode waktu tertentu sesuai dengan perjanjian.
3. Built-Operate-Transfer (BOT) adalah praktek kerja sama di mana pihak swasta mendanai,
membangun, memiliki, dan mengoperasikan suatu fasilitas untuk suatu periode waktu
tertentu atau sampai kembalinya dana investasi dengan tingkat keuntungan tertentu.
Setelah itu barulah fasilitas ini diserahkan kepada instansi pemerintah.
4. Build-Own-Operate (BOO), dalam hal ini pihak swasta mendanai, membangun, dan
mengoperasikan suatu fasilitas, dengan memperoleh insentif untuk melakukan investasi
lebih lanjut namun pihak pemerintah mengatur harga dan kualitas layanan. Model ini
banyak dipakai untuk menyediakan fasilitas baru yang dapat diantisipasi bawa
permintaan pasar akan selalu ada.
Penyelesaian Kerugian
Setiap kerugian negara pada BLU yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau
kelalaian seseorang diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai penyelesaian kerugian negara.
Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya
melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung
merugikan keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut.
Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi,
setelah mengetahui bahwa dalam kementerian negara/lembaga yang bersangkutan terjadi
kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.
Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban
Akuntansi
BLU menyelenggarakan akuntansi sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang diterbitkan
oleh asosiasi profesi akuntan Indonesia, jika tidak ada standar akuntansi BLU yang bersangkutan
dapat menerapkan standar akuntansi industri yang spesifik setelah mendapat persetujuan Menteri
Keuangan.
BLU mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi dengan mengacu pada standar
akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya dan ditetapkan oleh menteri/pimpinan
lembaga.
Pelaporan
BLU menyampaikan laporan keuangan setiap triwulan kepada menteri/pimpinan lembaga berupa
Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan dan
Laporan keuangan yang lengkap (termasuk neraca dan ikhtisar laporan keuangan) pada setiap
semester dan tahunan. Laporan-laporan tersebut disampaikan paling lambat satu bulan setelah
periode pelaporan berakhir. Laporan keuangan unit-unit usaha yang diselenggarakan
dikonsolidasikan oleh BLU dan menjadi lampiran laporan keuangan BLU.
Laporan keuangan BLU dikonsolidasikan dengan laporan keuangan kementerian/lembaga sesuai
standar akuntansi pemerintahan dan diaudit oleh pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pertanggungjawaban
Menteri/pimpinan lembaga bertanggung jawab atas keberhasilan pencapaian sasaran program
berupa hasil (political accountability), sedangkan pimpinan BLU bertanggung jawab atas
keberhasilan pencapaian sasaran kegiatan berupa keluaran (operational accountability) dan
terhadap kinerja BLU sesuai dengan tolok ukur yang ditetapkan dalam RBA.
Pembinaan, Pengawasan dan Pemeriksaan
Pembinaan
Pembinaan teknis BLU dilakukan oleh menteri/pimpinan lembaga, sedangkan pembinaan di
bidang keuangan dilakukan oleh Menteri Keuangan.
Pengawasan
Dalam rangka pelaksanaan pembinaan BLU dapat dibentuk dewan pengawas. Pembentukan
dewan pengawas hanya berlaku pada BLU yang memiliki realisasi nilai omzet tahunan (menurut
laporan realisasi anggaran) atau nilai aset (menurut neraca) memenuhi syarat minimum yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pengertian dan Tugas Dewan Pengawas
Dewan pengawas BLU bertugas melakukan pengawasan terhadap pengurusan BLU oleh Pejabat
Pengelola BLU mengenai pelaksanaan Rencana Bisnis dan Anggaran, Rencana Strategis Bisnis
Jangka Panjang, dan ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dewan pengawas BLU di lingkungan Pemerintah Pusat berkewajiban:
1. memberikan pendapat dan saran kepada menteri/pimpinan lembaga dan Menteri
Keuangan mengenai Rencana Bisnis dan Anggaran yang diusulkan oleh Pejabat
Pengelola BLU;
2. mengikuti perkembangan kegiatan BLU, memberikan pendapat dan saran kepada
menteri/pimpinan lembaga dan Menteri Keuangan mengenai setiap masalah yang
dianggap penting bagi pengurusan BLU;
3. melaporkan kepada menteri/pimpinan lembaga dan Menteri Keuangan apabila terjadi
gejala menurunnya kinerja BLU; dan
4. memberikan nasihat kepada Pejabat Pengelola BLU dalam melaksanakan pengurusan
BLU.
Dewan pengawas melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada menteri/pimpinan lembaga dan
Menteri Keuangan secara berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam satu semester dan
sewaktu-waktu apabila diperlukan.
Pembentukan dan Pengangkatan Dewan Pengawas
Pembentukan dewan pengawas berlaku hanya pada BLU yang memiliki :
1. realisasi nilai omzet tahunan menurut laporan realisasi anggaran tahun terakhir, minimum
sebesar Rp15.000.000.000; atau
2. nilai aset menurut neraca, minimum sebesar Rp75.000.000.000.
Dewan Pengawas untuk BLU di lingkungan pemerintah pusat dibentuk dengan keputusan
menteri/pimpinan lembaga atas persetujuan Menteri Keuangan. Anggota Dewan Pengawas
terdiri dari unsur-unsur pejabat dari kementerian /lembaga, kementerian keuangan, serta tenaga
ahli yang sesuai dengan kegiatan BLU.
Masa jabatan anggota Dewan Pengawas ditetapkan selama lima tahun dan dapat diangkat
kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Pengangkatan anggota Dewan Pengawas tidak
bersamaan waktunya dengan pengangkatan pejabat pengelola BLU, kecuali pengangkatan untuk
pertama kali pada waktu pembentukan BLU.
Persyaratan Jumlah Keanggotaan Dewan Pengawas
Jumlah anggota dewan pengawas ditetapkan sebanyak 3 (tiga) orang untuk BLU yang
memiliki :
Jumlah anggota dewan pengawas dapat ditetapkan sebanyak 3 (tiga) orang atau 5 (lima)
orang untuk BLU yang memiliki :
o realisasi nilai omzet tahunan menurut laporan realisasi anggaran lebih besar dari
Rp 30.000.000.000,- (tiga puluh miliar rupiah); dan/atau
o nilai aset menurut neraca lebih besar dari Rp 200.000.000.000,- (dua ratus miliar
rupiah).
Jumlah Dewas
3 orang
3 5 orang
Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Pengawas adalah orang perseorangan
dengan ketentuan:
o memiliki integritas, dedikasi, dan memahami masalah-masalah yang berkaitan
dengan kegiatan BLU, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk
melaksanakan tugasnya; dan
o mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau
tidak pernah menjadi anggota direksi atau komisaris atau dewan pengawas yang
dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu badan usaha pailit, atau orang
yang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan
keuangan negara.
Pemberhentian
Anggota Dewan Pengawas diberhentikan setelah masa jabatannya berakhir oleh
menteri/pimpinan lembaga.
Anggota Dewan Pengawas dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya oleh
menteri/pimpinan lembaga atas persetujuan Menteri Keuangan, apabila terbukti:
1. tidak melaksanakan tugasnya dengan baik;
2. tidak melaksanakan ketentuan perundang-undangan;
3. terlibat dalam tindakan yang merugikan BLU;
4. dipidana penjara karena dipersalahkan melakukan perbuatan pidana kejahatan dan/atau
kesalahan yang berkaitan dengan tugasnya melaksanakan pengawasan atas BLU; atau
5. berhalangan tetap.
Pemeriksaan
Pemeriksaan intern BLU dilaksanakan oleh satuan pemeriksaan intern (SPI) yang merupakan
unit kerja dan berkedudukan langsung di bawah pemimpin BLU, sedangkan pemeriksaan ekstern
dilaksanakan oleh lembaga pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
BLU Daerah
BLU Daerah adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan prinsip usaha seperti BLU
Pusat, yaitu tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) adalah pola
pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan
praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Demikian penjelasannya. semoga dapat membantu .
jagan lupa tinggalkan komentarnya ^^
https://dcmaria.wordpress.com/2012/09/18/akuntansi-badan-layanan-umum-blu/