oleh
MARGI FITRIAWAN
4211412042
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
2. Jenis-jenis pelapukan
Dilihat dari prosesnya, pelapukan dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut:
2.1 Pelapukan mekanik
Pelapukan mekanik (fisis), yaitu peristiwa hancur dan lepasnya material batuan, tanpa
mengubah struktur kimiawi batuan tersebut. Pelapukan mekanik merupakan penghancuran
bongkah batuan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan pelapukan mekanik, yaitu sebagai berikut.
a. Stress release
Batuan yang muncul ke permukaan bumi melepaskan stress menghasilkan kekar atau
retakan yang sejajar permukaan topografi. Retakan-retakan itu membagi batuan
menjadi lapisan-lapisan atau lembaran (sheet) yang sejajar dengan permukaan
topografi. Proses ini sering disebut sheeting. Ketebalan dari lapisan hasil proses
sheeting ini semakin tebal menjauhi dari permukaan. Proses pelapukan jenis ini sering
terjadi pada batuan beku terobosan yang dekat permukaan bumi.
Gambar 1 Sheet
c. Salt weathering
Pertumbuhan kristal pada batuan. Pertumbuhan kristal pada pori batuan sehingga
menimbulkan tekanan tinggi yang dapat merusak/memecahkan batuan itu sendiri.
mekanis
(fisik). Dengan
pengetahuannya,
batuan
sebesar
kapal
dapat
(b) Hidrolisis
Reaksi antara mineral silikat dan asam (larutan mengandung ion H+) dimana
memungkinkan pelarut mineral silikat dan membebaskan kation logam dan silika.
Mineral lempung seperti kaolin, ilit dan smektit besar kemungkinan hasil dari
proses pelapukan kimia jenis ini (Boggs, 1995). Pelapukan jenis ini memegang
peran terpenting dalam pelapukan kimia. Jenis proses pelapukan ini terkait dengan
pembentukan tanah liat.
(c) Oksidasi
Batuan yang mengalami proses oksidasi umumnya akan berwarna kecoklatan,
sebab kandungan besi dalam batuan mengalami pengkaratan. Proses pengkaratan
ini berlangsung sangat lama, tetapi pasti batuan akan mengalami pelapukan.
(d) Karbonasi
Pelapukan batuan oleh karbondioksida (CO2). Gas ini terkandung pada air hujan
ketika masih menjadi uap air. Jenis batuan yang mudah mengalami karbonasi
adalah batuan kapur. Reaksi antara CO2 dengan batuan kapur akan menyebabkan
batuan menjadi rusak. Pelapukan ini berlangsung dengan batuan air dansuhu yang
tinggi. Air yang banyak mengandung CO2 (Zat asam arang) dapat dengan mudah
melarutkan batu kapur (CaCO3). Peristiwa ini merupakan pelarutan dan dapat
Pelapukan batuan pada singkapan atau bongkahan terlihat pada lapisan tipis
seperti kulit atau cangkang dipermukaannya yang lepas dari tubuh batuan tersebut.
Pelapukan ini ditemukan pada batuan diorite.
di permukaan batu (epilithic), beberapa aktif hingga menembus permukaan batuan atau dalam
batuan (endolithic), dan yang lain hidup di cekungan dan retakan di batu (chasmolithic).
Sering kali terjadi kebingungan dalam membedakan antara erosi dan pelapukan. Meskipun
pada dasarnya terlihat seperti peristiwa atau proses yang sama, sering kali hal ini yang
berakibat menyamakan erosi dengan pelapukan. Hal sebenarnya adalah ada perbedaan yang
sangat mendasar antara erosi dan pelapukan. Erosi terjadi pada saat partikel batuan (pada
umumnya terlepas oleh peristiwa pelapukan) berpindah dari batuan asalnya. Hal ini dapat
diakibatkan oleh gravitasi, udara (angin), air atau es. Pelapukan sendiri merupakan peristiwa
yang menyebabkan partikelpartikel batuan terlepas. Salah satu cara yang paling mudah
untuk mengingat perbedaan pelapukan dan erosi adalah jika gaya fisika atau kimia
menyebabkan terlepasnya partikel batuan dan partikel tersebut masih berada di tempat ia
jatuh, maka peristiwa tersebut pelapukan. Akan tetapi, bila partikel tersebut mulai bergerak
atau berpindah, peristiwa perpindahan tersebut adalah erosi. Pelapukan ini juga disebabkan
oleh intervensi binatang, tumbuhan dan manusia. Binatang yang dapat melakukan pelapukan
antara lain cacing tanah, serangga, lumut menghancurkan batuan. Akar pohon dapat
menghancurkan batuan.
4. Soil (Tanah)
Tanah (soil) adalah suatu hasil pelapukan biologi (Selley, 1988), dimana komposisinya terdiri
atas komponen batuan dan humus yang umumnya berasal dari tetumbuhan. Dalam Geologi
studi tanah ini (umumnya disebut pedologi) lebih dipusatkan pada tanah purba
(paleosoil),dimana akan membantu untuk mengetahui perkembangan sejarah geologi pada
daerah yang bersangkutan. Akan tetapi perlu kiranya diketahui bahwa ciri dan ketebalan
tanah hasil pelapukan sangat erat hubungannya dengan batuan induk (bedrock), iklim (curah
hujan dan temperatur), kemiringan lereng dari batuan induk itu sendiri.
Pedologist (ahli tanah) membagi tanah menjadi tiga zona (Gambar 7):
1. Zona A atau lapisan eluvial, merupakan bagian paling atas pada umumnya berwarna
gelap karena humus. Zona A ini merupakan zona dimana kimia (terutama oksidasi) dan
biologi berlangsung kuat. Pada zona ini material halus (lempung) dicuci dan terbawa ke
bawah lewat di antara butiran.
2. Zona B atau lapisan iluvial, material halus (lempung) yang tercuci dari zona A akan
terperangkap pada lapisan ini. Zona B ini dikuasai oleh mineral dan sedikit sedikit jasad
hidup.
3. Zona C adalah zona terbawah dimana pelapukan fisik berlangsung lebih kuat dibandingkan
pelapukan jenis yang lain. Ke bawah zona C ini berubah secara berangsur menjadi batuan
induk yang belum lapuk.
Ketebalan setiap zona sangat bervareasi pada setiap tempat. Demikian juga keberadaan setiap
zona tidak selalu dijumpai. Ketebalan zona sangat tergantung dari kecepatan pelapukan,
iklim, komosisi dan topografi batuan induk.
Fosil tanah atau tanah purba atau paleosoil adalah suatu istilah untuk tanah yang berada di
bawah bidang ketidakselarasan. Tanah purba ini merupakan bukti bahwa lapisan itu pernah
tersingkap pada permukaan. Akan tetapi perlu diingat bahwa tanah purba di bawah
ketidakselarasan ini tentu bagian atasnya pernah tererosi sebelum terendapkan lapisan
penutupnya. Lapisan tanah purba dalam runtunan batuan sedimen pada umumnya ditemukan
pada endapan sungai dan delta. Tanah purba ini juga umum ditemukan di bawah lapisan
batubara dimana kaya akan akar dan sering berwarna putih karena proses pencucian yang
intensif (Selley, 1988).
Peranan tanah purba ini semakin besar dimasa kini; sehingga timbul pertanyaan bagaimana
mengenali tanah purba ini dengan mudah. Fenwick (1985) memberikan kreteria sebagai
berikut:
1. hadirnya suatu lapisan yang kaya akan sisa jasad hidup,
2. lapisan merah yang semakin jelas ke arah atas,
3. penurunan tanda mineral lapuk ke arah atas,
4. terganggunya struktur organik oleh aktifitas jasad hidup (seperti cacing) atau proses fisik
(contohnya pengkristalan es).
5. Erosi Tanah
Erosi adalah proses berpindahnya massa tanah atau batuan dari satu tempat ke tempat lain
yang dibawa oleh tenaga pengangkut yang bergerak dimuka bumi. Tenaga pengangkut
tersebut bisa berupa angin, air maupun gletser atau es yang mencair. Erosi bisa terjadi di darat
maupun di Pantai. Erosi tanah merupakan keadaan dimana lapisan tanah bagian atas menjadi
menipis akibat terjadinya pengikisan tanah oleh beberapa elemen seperti angin, air, atau es.
Erosi tanah juga disebabkan berdasarkan letak astronomis yang berpengaruh terjadinya erosi.
Pengikisan tersebut juga bisa disebabkan oleh adanya kegiatan makhluk hidup seperti hewan
yang membuat sarang atau liang di tanah, atau bisa juga karena pengaruh gravitasi. Pada saat
terjadi erosi maka tanah akan mengalami pengikisan atau longsor sehingga hanyut oleh air
maupun angin
Tanah pertanian yang tererosi bersamaan dengan hanyutnya partikel-partikel tanah, akan
menghanyutkan bahan-bahan organik serta unsur-unsur hara yang penting sebagai bahan
makanan bagi tanaman. Oleh karena itu untuk mencegah atau mengurangi erosi yang terjadi,
diperlukan pengendalian, usaha pencegahan serta usaha perbaikan (rehabilitasi) terutama oleh
manusia itu sendiri. Pengendalian dapat dilakukan baik secara teknis, secara vegetasi, serta
dengan cara kimiawi. Usaha pencegahan juga dapat dilakukan dengan memperkirakan laju
erosi setiap tahunnya.
2. Transportation
Partikel-partikel tanah yang terlepas pada akhirnya akan ikut terhanyut oleh aliran air
di permukaan menuju tempat yang lebih rendah
3. Depotition atau sedimentation
Pada akhirnya, partikel-partikel tanah yang terlepas tersebut akan mengalami
pengendapan di tempat yang baru, yaitu daerah yang lebih rendah seperti di dasar
sungai atau waduk.
3. Rill erosion (erosi alur), yaitu erosi yang terjadi karena terbentuknya alur-alur yang
memanjang di sepanjang permukaan tanah oleh aliran air. Alur-alur tersebut biasanya
memiliki kedalaman kurang dari 50 cm.
4. Gulley erosion (erosi parit / selokan), yaitu erosi yang terjadi karena alur-alur yang
ditimbulkan oleh aliran air dipermukaan tanah telah berkembang atau membentuk
parit atau bisa juga membentuk huruf V atau U dengan kedalaman mencapai 50
hingga 300 cm. Pada beberapa kasus, alur-alur tersebut juga dapat membentuk jurang
yang memiliki kedalaman lebih dari 300 cm.
5. Stream Bank Erosion (erosi tebing sungai), yaitu erosi yang terjadi pada area tebingtebing sungai yang stabil. Erosi ini disebut juga erosi saluran (channel erosion).
Gambar 9 Terasering
2. Contour farming, yaitu menanami lahan menurut garis kontur (kemiringan), sehingga
perakarannya dapat menahan tanah dari erosi.
5. Contour strip cropping, yaitu bercocok tanam dengan cara membagi bidang-bidang
tanah dalam bentuk memanjang dan sempit dengan mengikuti garis kontur sehingga
bentuknya berbelok-belok. Masing-masing ditanami tanaman yang berbeda-beda
jenisnya secara berselang seling (tumpang sari).
6. Crop rotation, yaitu usaha pergantian jenis tanaman supaya tanah tidak kehabisan
salah satu unsur hara, akibat diserap terus menerus oleh salah satu jenis tanaman.
Gambar 14 Reboisasi
dimana :
R = indeks erosivitas rata-rata bulanan
RAIN = curah hujan rata-rata bulanan (cm)
DAYS = jumlah hari hujan rata-rata perbulan
MAXP = curah hujan maksimum selama 24 jam dalam bulan bersangkutan
Cara lainnya adalah dengan metode matematis yang dikembangkan oleh Utomo dan Mahmud
berdasarkan hubungan antara R dengan besarnya hujan tahunan. Rumus yang digunakan
adalah :
R = 237,4 + 2,61 P
dimana :
R = EI30 (erosivitas hujan rata-rata tahunan) (N/h)
P = Besarnya curah hujan tahunan (cm)
b. Faktor Erodibilitas (K)
Faktor erodibilitas tanah (K) menunjukkan resistensi partikel tanah terhadap pengelupasan
dan transportasi partikel-partikel tanah tersebut oleh adanya energi kinetik air hujan. Pada
prinsipnya sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erodibilitas tanah adalah :
a. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan
kapasitas tanah menahan air.
b. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap disperse
dan pengikisan oleh butir-butir air hujan dan aliran permukaan.
Menurut Wischmeier (1971) dalam Arsyad (1989) persamaan umum kehilangan tanah adalah
sebagai berikut :
100K = 2,1M1,14(10-4)(12-a)+3,25(b-2)+2,5(c-3)
dimana :
K = erodibilitas
M = ukuran partikel (% debu + % pasir halus)(100-%liat)
Nilai K untuk beberapa jenis tanah di Indonesia yang dikeluarkan oleh Dinas RLKT, Departemen
Kehutanan, dapat diperoleh sesuai dengan Tabel 2 berikut ini :
Tabel 2. Jenis tanah dan nilai faktor erodibilitas tanah ( K )
Faktor panjang lereng (L) didefinisikan secara matematik sebagai berikut (Schwab et al.,1981
dalam Asdak,2002) :
L = (l/22,1)m
dimana :
L = panjang kemiringan lereng (m)
m = angka eksponen. Angka ekssponen tersebut bervariasi dari 0,3 untuk lereng yang panjang
dengan kemiringan lereng kurang dari 0,5 % sampai 0,6 untuk lereng lebih pendek dengan
kemiringan lereng lebih dari 10 %. Angka eksponen rata-rata yang umumnya dipakai adalah
0,5
Faktor kemiringan lereng S didefinisikan secara matematis sebagai berikut:
S = (0,43 + 0,30s + 0,04s2) / 6,61
dimana : S = kemiringan lereng aktual (%)
Untuk lahan berlereng terjal disarankan untuk menggunakan rumus berikut ini
( Foster and Wischmeier, 1973 dalam Asdak, 2002).
Dimana :
LS = (l/22)mC(cos)1,50[0,5(sin )1,25 + (sin )2,25]
m
= 34,71
= sudut lereng
Faktor C merupakan faktor yang menunjukan keseluruhan pengaruh dari faktor vegetasi,
seresah, kondisi permukaan tanah, dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang
hilang (erosi). Penentuan yang paling sulit adalah faktor C, karena banyaknya ragam cara
bercocok tanam untuk suatu jenis tanaman tertentu dalam lokasi tertentu. Pola pertanaman
dan jenis tanaman yang dibudidayakan sangat berpengaruh terhadap erosi dan aliran
permukaan karena berpengaruh terhadap penutupan tanah dan produksi bahan organik yang
berfungsi sebagai pemantap tanah. Berikut ini adalah tabel nilai C untuk beberapa jenis dan
pengelolaan tanaman.
Tabel 4. Nilai C untuk jenis dan pengelolaan tanaman
Daftar Pustaka
Richard C. Selley. 2000. Applied Sedimentology Second Edition. California : ACADEMIC
PRESS.
Sam Boggs, Jr. and David Krinsley. 2006. Application of Cathodoluminescence Imaging to
The Study of Sedimentary Rocks. Cambridge : CAMBRIDGE UNIVERSITY
PRESS.
Mustofa. 2011. Geomorfologi Dasar. Pontianak : SKTKIP Persatuan Guru Republik
Indonesia.