Anda di halaman 1dari 35

Trakoma

BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Trakoma adalah salah satu bentuk radang konjungtiva (selaput lendir mata) yang
berlangsung lama dan disebabkan oleh Chlamydia Trachomatis. Infeksi ini
menyebar melalui kontak langsung dengan sekret kotoran mata penderita trakoma
atau melalui alat-alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-alat kecantikan
dan lain-lain. Penyakit ini sangat menular dan biasanya menyerang kedua mata.
Bila ditangani secepatnya, trakoma dapat disembuhkan dengan sempurna. Namun
bila terlambat dalam penanganannya, trakoma dapat menyebabkan kebutaan.
B. Epidemiologi
Trakoma banyak terdapat di beberapa negara Afrika, Asia, Timur Tengah dan
Amerika Latin. Secara umum, trakoma diderita oleh sekitar 84 juta orang di 55
negara yang endemis (banyak terdapat penderita trakoma), dan sekitar 1,3 juta
orang diantaranya buta karena trakoma. Penyakit ini biasanya mengenai penduduk
yang miskin dan mempunyai higienis yang buruk. Penyakit ini dapat menyerang
semua umur tapi lebih banyak ditemukan pada orang muda dan anak-anak, dengan
angka kejadian tertinggi pada usia 3-5 tahun.
C. Etiologi
Trakoma''disebabkan oleh Chlamydia trachomatis dan menyebar melalui kontak
langsung dengan mata, hidung, dan sekresi tenggorokan dari individu yang terkena,
atau kontak dengan fomites (benda mati), seperti handuk dan / atau lap, yang
memiliki yang sama kontak dengan cairan. Lalat juga bisa menjadi rute transmisi
mekanis. Tidak diobati, infeksi trakoma ulang hasil dalam bentuk entropionmenyakitkan kebutaan permanen jika kelopak mata berbalik ke dalam,
menyebabkan bulu mata untuk menggaruk kornea. Anak-anak yang paling rentan
terhadap infeksi karena kecenderungan mereka untuk dengan mudah menjadi
kotor, tapi efek menyilaukan atau gejala yang lebih parah seringkali tidak terasa
sampai dewasa.
Membutakan trakoma endemik terjadi di daerah yang miskin kebersihan pribadi dan
keluarga. Banyak faktor yang secara tidak langsung terkait dengan keberadaan
trakoma termasuk kekurangan air, tidak adanya jamban atau toilet, kemiskinan
secara umum, lalat, dekat dengan sapi, berkerumun dan sebagainya. Namun, jalur
umum akhir tampaknya kehadiran wajah-wajah kotor pada anak-anak yang
memfasilitasi pertukaran sering terinfeksi debit mata dari wajah seorang anak yang
lain. Kebanyakan transmisi trakoma terjadi dalam keluarga.
D. Tanda dan Gejala
Penyakit ini mempunyai waktu inkubasi (saat terkena infeksi sampai awal timbulnya
gejala) 5 sampai 12 hari. Kebutaan akibat trakoma diakibatkan karena infeksi
berulang penyakit ini. Gejala awal utama dari trakoma adalah mata yang gatal dan
kemerahan, mata berair, dan terkadang mata mengeluarkan sekret kotoran mata

berwarna keruh. Gejala selanjutnya bisa terdapat fotofobia (takut lihat cahaya),
kelopak mata bengkak, trikiasis (bulu mata yang melengkung ke dalam),
pembengkakan kelenjar getah bening yang terletak tepat di depan mata, kornea
(selaput bening mata) tampak keruh dan nyeri pada mata. Anak-anak sangat rentan
terhadap infeksi trakoma, namun penyakit ini berkembang secara lambat, dan
mungkin gejala yang lebih berat tidak terlihat sampai usia dewasa.
Gambar : Trakoma

E. Kalsifikasi
Mac Callan : Berdasarkan pada gambaran kerusakan konjungtiva, dibagi dalam 4
stadium yaitu :
1) Stadium Insidious : folikel imatur kecil-kecil pada konj palp sup, jar parut.
2) Stadium akut (trakoma nyata) : terdapat hipertrofi papil & folikel yang masak
pada palp sup.
3) Stadium sikatriks : sikatriks konj, bentuk garis-garis putih halus disertai folikel
dan hipertrofi.
4) Stadium penyakitembuhan : trakoma inaktif, folikel, sikatriks meluas tanpa
peradangan.
Klasifikasi Menurut WHO
1) Trakoma Inflamasi-Folikuler (TF)
2) Trakoma Inflamasi Intense (TI)
3) Trakoma Sikatriks (TS)
4) Trakoma Trikiasis (TT)
5) Kekeruhan kornea (CO)
F. Patofisiologi
Melalui kontak langsung dengan discharge yang keluar dari mata yang terkena
infeksi atau dari discharges nasofaring melalui jari atau kontak tidak langsung
dengan benda yang terkontaminasi, seperti handuk, pakaian dan benda-benda lain
yang dicemari discharge nasofaring dari penderita. Lalat, terutama Musca sorbens
di Afrika dan Timur Tengah dan spesies jenis Hippelates di Amerika bagian selatan,
ikut berperan pada penyebaran penyakit. Pada anak-anak yang menderita trachoma
aktif, chlamydia dapat ditemukan dari nasofaring dan rektum. Namun didaerah
endemis untuk serovarian dari trachoma tidak ditemukan reservoir genital.
Masa inkubasi sukar ditentukan karena timbulnya penyakit ini adalah lambat.
Penyakit ini termasuk penyakit mata yang sangat menular.
Gambaran kliniknya dibagi atas 4 stadium :
1. Stadium I; disebut stadium insipien atau stadium permulaan, didapatkan
terutama folikel di konjungtiva tarsal superior, pada konjungtiva tarsal inferior juga

terdapat folikel, tetapi ini tidak merupakan gejala khas trakoma. Pada kornea di
daerah limbus superior terdapat keratitis pungtata epitel dan subepitel. Kelainan
kornea lebih jelas apabila diperiksa dengan melakukan tes fluoresin, dimana akan
terlihat titik-titik hijau pada defek kornea.
2. Stadium II; disebut stadium established atau nyata, didapatkan folikel-folikel di
konjungtiva tarsal superior,beberapa folikel sudah matur berwarna lebih abu-abu.
Pada kornea selain keratitis pungtata superficial, juga terlihat adanya
neovaskularisasi, yaitu pembuluh darah baru yang berjalan dari limbus ke arah
kornea bagian atas. Susunan keratitis pungtata superfisial dan neovaskularisasi
tersebut dikenal sebagai pannus.
3. Stadium III; disebut stadium parut, dimulai terbentuknya sikatriks pada folikel
konjungtiva tarsal superior yang terlihat sebagai garis putih halus. Pannus pada
kornea lebih nyata. Tidak jarang pada stadium ini masih terlihat trikiasis sebagai
penyakit. Pada stadium ini masih dijumpai folikel pada konjungtiva tarsal superior.
4. Stadium IV; disebut stadium penyembuhan. Pada stadium ini, folikel pada
konjungtiva tarsal superior tidak ada lagi, yang ada hanya sikatriks. Pada kornea
bagian atas pannus tidak aktif lagi. Pada stadium ini dijumpai komplikasi-komplikasi
seperti entropion sikatrisiale, yaitu pinggir kelopak mata atas melengkung ke dalam
disebabkan sikatriks pada tarsus. Bersamaan dengan enteropion, bulu-bulu mata
letaknya melengkung kedalam menggosok bola mata (trikiasis). Bulu mata
demikian dapat berakibat kerusakan pada kornea, yang mudah terkena infeksi
sekunder, sehingga mungkin terjadi ulkus kornea. Apabila penderita tidak berobat,
ulkus kornea dapat menjadi dalam dan akhirnya timbul perforasi.

Pathway
Infeksi ringan dari kontak langsung
Konjungtivitis bilateral

Edema terus meningkat, mata berair, Fotofobia

Pengembangan folikel pada konjungtiva Inflamasi pada kornes (atas)

Terbentuknya jaringan parut pada lapisan Vaskularisasi kornea superfisial


konjungtiva

Oklusi saluran lakrimal Entropion Infiltrasi jaringan


(infeksi bulu mata) granulosum

Mata kering ulkus / laserasi kornea

Jaringan parut pada kornea


kebutaan
Nyeri

G. Penatalaksanaan
- Pengobatan meliputi pemberian salep antibiotik yang berisi tetrasiklin dan
erithromisin selama 4 6 minggu. Selain itu antibiotik tersebut juga bisa
diberikan dalam bentuk tablet.
Doksisiklin
o Sediaan : kapsul atau tablet 100 mg (HCl)
o Dosis dewasa 100 mg per oral 2 x sehari selama 7 hari atau
Tetrasiklin
o Sediaan salep mata 1% (HCl)
o Dosis dewasa 2 x sehari selama 6 minggu
Perbaikan klinik mencolok umumnya dicapai dengan tetracycline,1-1,5 g/ hari per os
dalam empat dosis selama 3-4 minggu ; doxycycline,100 mg per os 2 kali sehari
selama 3 minggu; atau erythromycin, 1 g / hari per os dibagi dalam empat dosis
selama 3-4 minggu. Kadang-kadang diperlukan beberapa kali kur ( pengobatan)
agar benar benar sembuh. Tetracycline sistemik jangan diberi pada anak dibawah
umur 7 tahun atau untuk wanita hamil. Karena tetracycline mengikat kalsium pada
gigi yang berkembang dan tulang yang tumbuh dan dapat berakibat gigi permanen
menjadi kekuningan dan kelainan kerangkan (mis, clavicula).
Salep atau tetes topikal, termasuk preparat sulfonamide, tetracycline, erythromycin

dan rifampin, empat kali sehari selama enam minggu, sama efektifnya.
Saat mulai terapi, efek maksimum biasanya belum dicapai selama 10 12 minggu.
Karena itu, tetap adanya folikel pada trasesus superior selama beberapa minggu
setelah terapi berjalan jangan dipakai sebagai bukti kegagalan terapi.
Koreksi bulu mata yang membalik kedalam melalui bedah adalah esensial untuk
mencegah parut trachoma lanjut di Negara berkembang. Tindakan bedah ini kadang
kadang dilakukan oleh dokter bukan ahli mata atau orang yang dilatih kusus.

H. Komplikasi
Parut di konjungtiva dalah komplikasi yang sring terjadi pada trachoma dan dapat
merusak duktuli kelenjar lakmal tambahan dan menutupi muara kelejar lakrimal.hal
ini secara drastis mengurangi komponen air dalam film air mata pre- kornea, dan
komponen mukus film mungkin berkurang karena hilangnya sebagian sel
goblet.luka parut itu juga mengubah bentuk palpebra superior dengan membalik
bulu mata kedalam (trikiasis) atau seluruh tepian palpebra (entropian), sehingga
bulu mata terus menerus menggesek kornea.ini berakibat ulserasi pada
kornea,infeksi bacterial kornea, dan parut pada kornea.
Ptosis , obstrusi doktus nasolakrimalis, dan dakriosistitis adalah komplikasi umum
lainnya pada trachoma.

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.Pengkajian
a.Pengkajian ketajaman mata
b.Pengkajian rasa nyeri
c.Kesimetrisan kelopak mata
d.Reaksi mata terhadap cahaya/gerakan mata
e.Warna mata
f.Kemampuan membuka dan menutup mata

g.Pengkajian lapang pandang


h.Menginspeksi struktur luar mata dan inspeksi kelenjar untuk mengetahui adanya
pembengkakan 4 inflamasi
( Brunner dan Suddarth, 2001)
2.Analisa Data
a.Data subjektif
1)Gatal-gatal
2)Nyeri (ringan sampai berat)
3)Lakrimasi (mata selalu berair)
4)Fotofobia (sensitif terhadap cahaya) atau blepharospasme (kejang kelopak mata)
b.Data objektif
1)Klien mengeluh gatal gatal pada bagian mata
2)Klien mengeluh nyeri pada bagian konjungtiva
3)klien mengeluh mata berair
4)Klien mengatakan mengalami reaksi sensitif terhadap cahaya

3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Inkulasi klamida dapat ditemukan pada kerokan konjungtiva yang di pulas dengan
Giemsa, namun tidak selalu ada. Inklusi ini pada sediaan dipulas Giemsa tampak
sebagai massa sitoplasma biru atau ungu gelap yang sangat halus , yang menutupi
inti dari sel epitel (Gambar 5-6). Pulasan antibody fluorescein dan tes immuno
assay enzim tersedia dipasaran dan banyak dipakai dilabotarium klinik. Tes baru ini
telah menggantikan pulasan Giemsa untuk sediaan hapus konjungtiva dan isolasi
agen klamidial dalam biakan sel.
4. Diagnosa Keperawatan
Nyeri pada mata berhubungan dengan pembengkakan kelenjar getah bening,
fotofobia dan inflamasi
Gangguan penglihatan berhubungan dengan kerusakan kornea
Potensial infeksi, penyebaran ke mata yang tak sakit berhubungan dengan kurang
pengetahuan
Gangguan citra tubuh berhubung dengan hilangnya penglihatan
4. Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional Tujuan /Kriteria Hasil
a.Nyeri pada mata berhubungan dengan pembengkakan kelenjar getah bening,
fotofobia dan inflamasi

1)Beri kompres basah hangat

2)Kompres basah dengan NaCL dingin

3)Beri irigasi

4)Dorong penggunaaan kaca mata hitam pada cahaya kuat


5)Beri obat untuk megontrol nyeri sesuai resep
Mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan, dan membersihkan mata
mencegah dan mengurangi edema dan gatal-gatal yang berat
untuk mengeluarkan sekret, benda asing/kotoran dan zat-zat kimia dari mata
(Barbara C .Long, 1996)
cahaya yang kuat meyebabkan rasa tak nyaman

pemakaian obat sesuai resep akan mengurangi nyeri


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
Keadaan nyeri pasien berkurang
Gangguan penglihatan berhubungan dengan kerusakan kornea
Tentukan ketajaman, catat apakah satu atau kedua mata terlibat

Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain diareanya


Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan menurunkan cemas dan
disorientasi pascaoperatif

kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan


terjadi lambat dan progesif, bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang
berbeda tetapi, biasanya hanya satu mata diperbaiki per prosedur.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam terdapat
Peningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
Potensial infeksi, penyebaran ke mata yang tak sakit berhubungan dengan kurang
pengetahuan
Monitor pemberian antibiotik dan kaji efek sampingnya
Lakukan tehnik steril

Lakukan penkes tentang pencegahan dan penularan penyakit


mencegah komplikasi

mencegah infeksi silang


pengetahuan dasar bagaimana cara memproteksi diri
(Tarwoto dan Warunnah, 2003)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
Infeksi tidak menyebar ke mata sebelahnya
Gangguan citra tubuh berhubung dengan hilangnya penglihatan
1)Berikan pemahaman tentang kehilangan untuk individu dan orang dekat,
sehubungan dengan terlihatnya kehilangan, kehilangan fungsi, dan emosi yang
terpendam

2)Dorong individu tersebut dalam merespon terhadap kekurangannya itu tidak


dengan penolakan, syok, marah,dan tertekan
3)Sadari pengaruh reaksi-reaksi dari orang lain atas kekurangannya itu dan dorong
membagi perasaan dengan orang lain.
4)Ajarkan individu memantau kemajuannya sendiri
Dengan kehilangan bagian atau fungsi tubuh bisa menyebabkan individu melakukan

penolakan, syok, marah, dan tertekan

Supaya pasien dapat menerima kekurangannya dengan lebih ikhlas

Bila reaksi keluarga bagus dapat meningkatkan rasa percaya diri individu dan dapat
membagi perasaan kepada orang lain.
Mengetahui seberapa jauh kemampuan individu dengan kekurangan yang dimiliki
(Lynda Jual Carpenito, 1998)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24jam diharapkan klien


Menyatakan dan menunjukkan penerimaan atas penampilan tentang penilaian diri
BAB III
PENUTUP
Trakoma disebabkan oleh C. Trkomatis. Dulu trakoma disebut oftalmia mesir &
bersifat endemis di Timur Tengah sejak masa prasejarah. Kemudian tersebar luas di
Eropa oleh tentara Prancis saat perang Napoleon. Seka-rang penyakit ini bersifat
endemis di banyak negara, terutama di Eropa Timur dan Tengah, Timur Tengah, Asia
Te-ngah dan Timur, Indonesia, pulau-pulau di Passifik, Afrika Tengah dan Utara dan
sebagian besar Amerika Selatan.
Penyakit ini berkembang diantara penduduk dengan lingkungan yang buruk,
populasi yang padat, dan kebersihan yang kurang. Di daerah endemik, anak-anak
kecil sering sudah tertular pada umur beberapa tahun pertama. Pada stadium akut
penyakit ini sangat menular. Penularan lewat sekret konjungtiva, jari, handuk dan
lalat.
Trakoma biasanya mulai secara subakut, tetapi apabila infeksi masif (berat) dapat
bersifat akut. Perjalanan penyakitnya terganting apakah trakoma tadi ditumpangi
oleh infeksi mata lain atau tidak. Trakoma murni (tidak ditumpangi infeksi lain)
bersifat ringan, kadang-kadang begitu ringan dan tanpa gejala sehingga luput dari
diagnosis. Ini akhirnya akan sembuh dan meninggalkan jaringan parut (sikatriks)
pada umur tua. Pada kasus-kasus tadi sering ditemukan sisa-sisa folikel atau
sikatriks di konjungtiva tarsialis superior.
Di lain pihak, di negara-negara yang trakomanya bersifat endemis, terutama di

Afrika Utara dan Timur Tengah, adanya infeksi sekunder (H. Aegiptius, gonokokus,
atau mikro-organisme lain) akan menyebabkan penyakit akut dan berat yang sering
kambuh (eksaserbasi) dan akhirnya menyebabkan gejala sisa (sekuela) berupa
sikatriks konjungtiva superior. Pelpebra akan menggulung kedalam (entropin)
sehingga bulu mata mengarah ke kornea dan menusuk-nusuk atau menggores
kornea (trikhiasis) sehingga kornea menjadi keruh dan dapat menyebabkan
kebutaan.
Infeksi primernya di epitel konjungtiva dan kornea. Gejala khas di konjungtiva
adalah timbulnya inflamasi (peradangan) difus yang khas karena kongesti,
pembesaran papil-papil, dan terbentuknya folikel-folikel. Yang paling sering terkena
adalah konjungtiva tersalis, sehingga berwarna merah seperti beludru, dan sepintas
tampak penebalan uniform seperti agar-agar. Lesi utama pada trakoma adalah
pembentukan folikel. Apabila folikel ini lebih besar, kadang-kadang dapat bergaris
tengah 5 mm. Folikel-folikel tadi dapat berada di :
Fornix inferior dan superior
Tepi atas tersus berderet
Karunkula dan plika semilunaris
Pada konjungtiva palpebrae
Jarang di konjungtiva bulbi, tetapi apabila ada, ini khas untuk trakoma
Dapat menginvasi (masuk) ke dalam subepitel konjungtiva tersalis daan bahkan
tarsus.
Gambaran diagnotis yang penting adalah timbulnya sikatriks dari folikel yang pecah
yang terjadi relatif di stadium awal. Sikatriks ini kecil-kecil, berbentuk bintang yg
tampak dibawah biomikroskop (slitlamp / lempu celah).
Trakoma juga mengenai kornea yang manifestas awalnya sebagai keratitis
superfisialis yang kadang-kadang begitu ringan sehingga hanya dapat dilihat di
bawah biomikroskop dengan pewarna fluoresin, terutama di bagian atas kornea. Di
tempat ini banyak terjadi erosi yang kemudian akan terjadi infiltrasi ke substansia
propria.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner and suddarth. ( 2001 ). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih
bahasa : dr. H.Y. Kuncara dkk.Jakarta : EGC
Sidharta Ilyas. ( 2001 ).Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Penerbit FKUI
Ignativicus, Donna D. ( 1991 ). Medical Surgical Nursing. First edition. Philadelphia
Vera, H.D dan Margaret R.T.( 2000 ). Perawatan Mata. Yogyakarta : penerbit ANDI
Yogyakarta

Askep Trachoma
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN TRACHOMA
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Trachoma adalah sebuah penyakit mata menular, dan penyebab utama kebutaan akibat infeksi di
dunia. Secara global, 84 juta orang menderita infeksi aktif dan hampir 8 juta orang menjadi
tunanetra sebagai akibat dari penyakit ini.
Trakoma adalah salah satu bentuk radang konjungtiva (selaput lendir mata) yang berlangsung
lama dan disebabkan oleh Chlamydia Trachomatis. Infeksi ini menyebar melalui kontak
langsung dengan sekret kotoran mata penderita trakoma atau melalui alat-alat kebutuhan seharihari seperti handuk, alat-alat kecantikan dan lain-lain. Penyakit ini sangat menular dan biasanya
menyerang kedua mata. Bila ditangani secepatnya, trakoma dapat disembuhkan dengan
sempurna. Namun bila terlambat dalam penanganannya, trakoma dapat menyebabkan kebutaan.
B. Etiologi
Trachoma disebabkan oleh Chlamydia trachomatis dan disebarkan melalui kontak langsung
dengan mata, hidung, dan tenggorokan yang terkena cairan (yang mengandung kuman ini) dari
pengidap, atau kontak dengan benda mati, seperti handuk dan / atau kain lap, yang pernah kontak
serupa dengan cairan ini. Lalat juga dapat menjadi rute transmisi. Jika tidak diobati, infeksi
trachoma berulang dapat mengakibatkan entropion yang merupakan bentuk kebutaan permanen
dan disertai rasa nyeri jika kelopak mata berbalik ke dalam, karena ini menyebabkan bulu mata
menggaruk kornea. Anak-anak yang paling rentan terhadap infeksi ini karena kecenderungan
mereka untuk dengan mudah menjadi kotor, tetapi efek-efek pengihatan kabur dan gejala lebih
parah lainnya sering tidak terasa sampai dewasa.
C. Klasifikasi
Mac Callan : Berdasarkan pada gambaran kerusakan konjungtiva, dibagi dalam 4 stadium yaitu :
1. Stadium Insidious : folikel imatur kecil-kecil pada konj palp sup, jar parut.
2. Stadium akut (trakoma nyata) : terdapat hipertrofi papil & folikel yang masak pada palp sup.

3. Stadium sikatriks : sikatriks konj, bentuk garis-garis putih halus disertai folikel dan hipertrofi.
4. Stadium penyakitembuhan : trakoma inaktif, folikel, sikatriks meluas tanpa peradangan.
Klasifikasi Menurut WHO
1. Trakoma Inflamasi-Folikuler (TF)
2. Trakoma Inflamasi Intense (TI)
3. Trakoma Sikatriks (TS)
4. Trakoma Trikiasis (TT)
5. Kekeruhan kornea (CO)
D. Tanda dan gejala
Bakteri ini memiliki masa inkubasi dari 5 sampai 12 hari setelah seseorang mengalami gejala
konjungtivitis atau iritasi mirip dengan mata merah muda. Endemik kebutaan trakoma
merupakan hasil dari beberapa episode reinfeksi yang menghasilkan peradangan terus-menerus
pada konjungtiva. Tanpa reinfeksi, peradangan akan berangsur-angsur mereda.
Peradangan konjungtiva disebut trachoma aktif dan biasanya terlihat pada anak-anak, terutama
anak-anak pra sekolah (dasar). Hal ini ditandai dengan benjolan putih di permukaan bawah tutup
mata atas (conjunctival folikel atau pusat-pusat germinal limfoid). Non-peradangan dan
penebalan tertentu sering dikaitkan dengan papila. Folikel mungkin juga muncul di
persimpangan kornea dan sclera (limbal folikel). Trakoma aktif akan sering menjengkelkan dan
memiliki cairan berair. Infeksi sekunder bakteri dapat terjadi dan menyebabkan discharge
purulen.
Perubahan-perubahan struktural trakoma disebut sebagai cicatricial trakoma. Ini termasuk
jaringan parut di tutup mata (konjungtiva tarsal) yang mengarah pada distorsi tutup mata dengan
tekuk dari tutup (Tarsus) sehingga muncul bulu mata gosok pada mata (trichiasis). Bulu mata ini
akan mengakibatkan kekeruhan kornea dan bekas luka dan kemudian mengarah ke kebutaan.
Bekas luka linear hadir dalam sulkus subtarsalis disebut garis Arlts. Selain itu, pembuluh darah
dan jaringan parut dapat menyerang bagian atas kornea (pannus).
Lebih lanjut gejala termasuk:
1. Keluarnya cairan kotor dari mata bukan air mata (emisi atau sekresi cairan yang
mengandung lendir dan nanah dari mata)
2. Pembengkakan kelopak mata
3. Trichiasis (berbalik-nya bulu mata)
4. Pembengkakan kelenjar getah bening di depan telinga
5. Munculnya garis parutan pada kornea
6. Komplikasi pada telinga, hidung dan tenggorokan.
Komplikasi utama atau yang paling penting adalah ulkus (luka/iritasi) pada kornea karena infeksi
bakteri.
E. Patofisiologi
Melalui kontak langsung dengan discharge yang keluar dari mata yang terkena infeksi atau dari
discharges nasofaring melalui jari atau kontak tidak langsung dengan benda yang terkontaminasi,
seperti handuk, pakaian dan benda-benda lain yang dicemari discharge nasofaring dari penderita.
Lalat, terutama Musca sorbens di Afrika dan Timur Tengah dan spesies jenis Hippelates di
Amerika bagian selatan, ikut berperan pada penyebaran penyakit. Pada anak-anak yang
menderita trachoma aktif, chlamydia dapat ditemukan dari nasofaring dan rektum. Namun
didaerah endemis untuk serovarian dari trachoma tidak ditemukan reservoir genital.

Masa inkubasi sukar ditentukan karena timbulnya penyakit ini adalah lambat. Penyakit ini
termasuk penyakit mata yang sangat menular.
Gambaran kliniknya dibagi atas 4 stadium :
1. Stadium I; disebut stadium insipien atau stadium permulaan, didapatkan terutama folikel di
konjungtiva tarsal superior, pada konjungtiva tarsal inferior juga terdapat folikel, tetapi ini tidak
merupakan gejala khas trakoma. Pada kornea di daerah limbus superior terdapat keratitis
pungtata epitel dan subepitel. Kelainan kornea lebih jelas apabila diperiksa dengan melakukan
tes fluoresin, dimana akan terlihat titik-titik hijau pada defek kornea.
2. Stadium II; disebut stadium established atau nyata, didapatkan folikel-folikel di konjungtiva
tarsal superior,beberapa folikel sudah matur berwarna lebih abu-abu. Pada kornea selain keratitis
pungtata superficial, juga terlihat adanya neovaskularisasi, yaitu pembuluh darah baru yang
berjalan dari limbus ke arah kornea bagian atas. Susunan keratitis pungtata superfisial dan
neovaskularisasi tersebut dikenal sebagai pannus.
3. Stadium III; disebut stadium parut, dimulai terbentuknya sikatriks pada folikel konjungtiva
tarsal superior yang terlihat sebagai garis putih halus. Pannus pada kornea lebih nyata. Tidak
jarang pada stadium ini masih terlihat trikiasis sebagai penyakit. Pada stadium ini masih
dijumpai folikel pada konjungtiva tarsal superior.
4. Stadium IV; disebut stadium penyembuhan. Pada stadium ini, folikel pada konjungtiva tarsal
superior tidak ada lagi, yang ada hanya sikatriks. Pada kornea bagian atas pannus tidak aktif lagi.
Pada stadium ini dijumpai komplikasi-komplikasi seperti entropion sikatrisiale, yaitu pinggir
kelopak mata atas melengkung ke dalam disebabkan sikatriks pada tarsus. Bersamaan dengan
enteropion, bulu-bulu mata letaknya melengkung kedalam menggosok bola mata (trikiasis). Bulu
mata demikian dapat berakibat kerusakan pada kornea, yang mudah terkena infeksi sekunder,
sehingga mungkin terjadi ulkus kornea. Apabila penderita tidak berobat, ulkus kornea dapat
menjadi dalam dan akhirnya timbul perforasi.
F. Pencegahan dan pengobatan/perawatan
Meskipun trakoma dihapuskan dari banyak negara maju dalam abad terakhir, penyakit ini
bertahan di banyak bagian dunia berkembang khususnya di masyarakat tanpa akses yang
memadai terhadap air dan sanitasi. Dalam banyak masyarakat ini, wanita tiga kali lebih besar
daripada laki-laki akan dibutakan oleh penyakit ini,karena peran mereka sebagai pengasuh dalam
keluarga.
Tanpa intervensi, trakoma keluarga tetap bertahan dalam lingkaran kemiskinan, karena penyakit
dan efek jangka panjang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Pencegahan yang penting meliputi:
Pembedahan: Bagi individu dengan trichiasis (berbaliknya arah lengkungan bulu mata ke arah
dalam), sebuah prosedur rotasi bilamellar tarsal dibenarkan untuk mengarahkan bulu mata
menjauh dari bola mata.
Terapi antibiotik : Pedoman WHO merekomendasikan jika terjadi endemik massa (sekitar 10 %
dari populasi suatu daerah) maka perawatan/pengobatan dengan antibiotik tahunan harus terus
dilakukan sampai prevalensi turun di bawah lima persen. Jika prevalensi lebih rendah dari itu
maka pengobatan antibiotik harus berbasiskan keluarga.
Pilihan antibiotik: oral dosis tunggal 20 mg / kg atau topical tetracycline (satu persen salep
mata dua kali sehari selama enam minggu). Azitromisin lebih disukai karena digunakan sebagai
oral dosis tunggal.
Kebersihan: Anak-anak dengan hidung terlihat terlalu berair, okular discharge, atau lalat di

wajah mereka paling tidak dua kali lebih mungkin untuk memiliki trakoma aktif dibanding anakanak dengan wajah yang bersih. Intensif kesehatan berbasis masyarakat untuk mempromosikan
program pendidikan muka-cuci dapat secara signifikan mengurangi prevalensi trachoma aktif.
Perbaikan lingkungan: Modifikasi dalam penggunaan air, kontrol lalat, penggunaan jamban,
pendidikan kesehatan dan kedekatan dengan hewan peliharaan semuanya telah diusulkan untuk
mengurangi penularan dari C. trachomatis. Perubahan-perubahan ini menimbulkan banyak
tantangan untuk pelaksanaannya. Agaknya perubahan lingkungan ini pada akhirnya berdampak
pada penularan infeksi okular melalui wajah kurangnya kebersihan.
G. Prognosis
Jika tidak diobati dengan baik dengan antibiotik oral, gejalanya dapat meningkat dan
menyebabkan kebutaan, yang merupakan hasil dari ulkus (luka/iritasi) dan jaringan parut pada
kornea. Operasi juga mungkin diperlukan untuk memperbaiki kelainan bentuk kelopak mata.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TRACHOMA
A. Pengkajian
1. Anamnesis
Kaji gejala yang dialami klien sesuai dengan geajala yang ditimbulkan, meliputi gatal dan rasa
terbakar / sensasi benda asing pada infeksi bakteri akut da infeksi virus, nyeri dan fotofobia,
keluhan peningkatan produksi air mata, pada anak anak dapat disertai dengan demam dan
keluhan pada mulut dan tenggorokan. Kaji riwayat detail tentang masalah sekarang dan catat
riwayat cedera atau terpajan lingkungan yang tidak bersih. (Indriana N. Isitiqomah, 2004)
2. Pemeriksaan fisik
a. Pengkajian ketajaman mata
Kaji visus klien dan catat derajat pandangan perifer klien karena jika terdapat sekret yang
menempel pada kornea dapat menimbulkan kemunduran visus.
b. Kaji rasa nyeri
Terjadi rasa tidak nyaman ringan sampai berat.
c. Kesimetrisan kelopak mata
Terjadi gangguan kesimetrisan kelopak mata akibat timbulnya jaringan parut pada kelopak mata
yang berakibat entropen dan trikiasis (inversi bulu mata).
d. Reaksi mata terhadap cahaya / gerakan mata
Timbul fotofobia (sensitif terhadap cahaya) atau blepharospasme (kejang kelopak mata)
e. Kemampuan membuka dan menutup mata
Timbul gangguan penutupan kelopak mata secara efektif.
f. Pemeriksaan fisik (inspeksi)
Infeksi struktur luar mata dan inspeksi kelenjar untuk mengetahui adanya pembengkakan akibat
inflamasi. (Brunner dan Suddart, 2001)
3. Pemeriksaan penunjang
Inkulasi klamidia dapat ditemukan pada kerokan konjungtiva yang di pulas dengan giemsa,
namun tidak selalu ada. Inklusi ini tampak sebagai massa sitoplasma biru atau ungu gelap yang

sangat halus, yang menutupi inti dari sel epitel. Pulasan antibody fluorescein dan tes immuno
assay enzim tersedia dipasaran dan banyak di pakai di klinik laboratorium. Tes bari tu
menggantikan pulasan giemsa untuk sediaan hapus konjungtiva dan isolasi agen clamidial dalam
biakan sel.
B. Analisa Data
1. Data objectif
Gatal gatal
Nyeri (ringan sampai berat)
Lakrimasi (mata selalu berair)
Fotofobia (sensitif terhadap cahaya) atau blepharospasme (kejang kelopak mata)
2. Data subjectif
Klien mengeluh gatal gatal pada bagian mata
Klien mengeluh nyeri pada bagian konjungtiva
Klien mengeluh matanya mengalami reaksi sensitif terhadap cahaya
klien mengatakan mengalami reaksi sensitif terhadapcahaya.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar getah bening
(edema), fotofobia dan inflamasia.
2. Resiko tinggi penularan penyakit pada mata yang lain atau orang lain berhubungan dengan
keterbatasan pengetahuan
3. Resiko tinggii cidera berhubungan dengan penurunan lapang pandang.
D. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar getah bening
(edema), fotofobia dan inflamasia.
Tujuan : nyeri hilang / terkontrol, ketidaknyamanan hilang / terkontrol
Kriteria hasil :
Melaporkan nyeri / ketidaknyamanan tulang terkontrol
Pasien tampak rileks dan tenang
Intervensi :
a. Kaji derajat nyeri
Rasional : untuk mengetahui kemajuan / terjadinya komplikasi.
b. Beri kompres hangat
Rasional : untuk mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan dan membersihkan mata
c. Anjurkan klien menggunakan kacamata hitam pada cahaya kuat
Rasional : cahaya yang kuat dapat menyebabkan rasa tak nyaman.
d. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri.
2. Gangguan penglihatan / persepsi sensori visual berhubungan dengan kerusakan kornea
Tujuan : Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria hasil :
Pasien berpartisipasi dalam program pengobatan
Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan lebih lanjut.
Intervensi :
a. Kaji derajat / tipe kehilangan penglihatan
Rasional : mengetahui harapan masa depan klien dan pilihan intervensi.

b. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan kehilangan


penglihatan.
Rasional : intervensi dini untuk mencegah kebutaan, klien menghadapi kemungkinan /
mengalami kehilangan penglihatan sebagian atau total.
c. Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, mengikuti jadwal, tidak salah
dosis.
Rasional : Mengontrol TIO, mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut
d. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, misalnya agen osmotik sistemik.
Rasional : untuk mengurangi TIO
3. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan lapang pandang dan kebutaan.
Tujuan : peningkatan lapang pandang optimal
Kriteria hasil :
Tidak terjadi cedera.
Intervensi :
a. Bersihkan sekret mata dengan cara benar.
Rasional : sekret mata akan membuat pandangan kabur.
b. Kaji ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau dua mata yang terlibat.
Rasional : terjadi penurunan tajam penglihatan akibat sekret mata.
c. Anjurkan pasien menggunakan kaca mata gelap
Rasional : mengurangi fotofobia yang dapat mengganggu penglihatan klien.
d. Perhatikan keluhan penglihatan kabur yang dapat terjadi setelah penggunaan tetes mata dan
salep mata
Rasional : membersihkan informasi pada klien agar tidak melakukan aktivitas berbahaya sesaat
setelah penggunaan obat mata.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,Lynda Juall.2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10.Jakarta:EGC
Marlyn,E Doenges.2000.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta:EGC
Http://jec@jakarta-eye-center.com/trachoma.html

TRAKOMA
(Konjungtivitis Trakomatosa)

I.

Pendahuluan
Trakoma termasuk penyakit mata. Oleh karena itu, kita harus mengetahui terlebih dahulu
tentang mata. Mata merupakan salah satu indra yang paling berharga. Tiap kondisi yang
mengancam penglihatan harus kita anggap sebagai darurat. Mata terdiri dari

Suatu lapisan luar keras yang transparan di anterior ( kornea) dan opak di posterior (sklera).
Sambungan antara keduanya disebut limbus. Otot otot ekstraokular melekat pada sklera
sementara saraf optik meninggalkan sklera di posterior melalui lempeng kribiformis.

Suatu lapisan kaya pembuluh darah (koroid) melapisi segmen posterior mata dan memberi
nutrisi pada permukaan dalam retina,

Korpus silaris terletak di anterior, korpus silaris mengandung otot silaris polos yang
kontraksinya mengubah bentuk lensa dan memungkinkan focus mata berubah-ubah. Epitel
silaris mensekresi akueous humor dan mempertahankan tekanan ocular. Korpus silaris
merupakan tempat perlekatan iris.

Lensa terletak di belakang iris dan disokong oleh serabut-serabut halus (zonula) yang
terbentang di antara lensa dan korpus silaris.

Sudut yang terbentuk oleh iris dan kornea (sudut iridokornea) dilapisi oleh suatu jaringan sel
dan kolagen (jalinan trabekula). Pada sclera di luar jalinan ini, kanal Schlemm mengalirkan
akueous humor dari bilik anterior ke dalam system vena, sehingga terjadi drainase akueous.
Daerah ini dinamakan sudut drainase.

Antara kornea di anterior dan lensa serta iris di posterior terdapat bilik mata anterior. Diantara
iris, lensa dan korpus siliar terdapat bilik mata posterior ( yang berbeda dari korpus vitreous).
Kedua bilik ini terisi oleh akueous humor. Diantara lensa dan retina terletak korpus vitreous.
Dianterior, konjungtiva akan berlanjut dari sclera ke bagian bawah kelopak mata atas dan
bawah. Satu lapis jaringan ikat (kapsul tenon) memisah konjungtiva dari sclera dan memanjang
ke belakang sebagai satu penutup di sekitar otot-otot rektus. (Dr. H. Sidharta Ilyas : 2007).

Di antara bagian- bagian mata tersebut penyakit trakoma merupakan suatu penyakit
yang mengenai bagian mata yaitu konjungtiva. Pembagian Konjungtivitis berdasarkan kausanya
yaitu, konjungtivitis bakteri, virus, klamidia dan konjungtivitis alergi. Ada pula pembagian jenis
konjungtivitis berdasarkan gambaran klinik yaitu, konjungtivitis kataral, purulen, mukoporulen,
membran, folikular (termasuk trakoma), vernal dan konjungtivitis flikten. (Perhimpunan Dokter
Spesialis Mata Indonesia : 2002).
Conjungtivitis

Jadi apa sih Trakoma itu? Trakoma merupakan salah satu jenis penyakit mata yang
menular yang disebabkan oleh Chlamidia Trachomatis serotipe A, B, Ba, atau C yang termasuk
dari konjungtivitis folikular kronik. Clamidia ini termasuk gram negative. Spesies C trakomatis
menyebabkan trakoma, sedangkan serotype D-K menyebabkan infeksi kelamin dan
limfogranulomavenerum ( serotipe L1-L3).

Trakoma juga termasuk infeksi mata yang

berlangsung lama yang menyebabkan inflamasi dan jaringan parut pada konjungtiva dan
kelopak mata serta kebutaan. Penyakit ini termasuk 9 penyakit yang menular yang sedang
berkembang di berbagai belahan dunia. Segala umur bisa terkena penyakit ini, khusunya pada
kita yang muda muda dan anak anak. Variasi regional prevalensi dan berat penyakit
bergantung pada variasi higiene individu dan standar kehidupan masyarakat dunia, keadaan
cuaca tempat tinggal, usia saat terkena, serta frekuensi dan jenis infeksi bakteri mata yang
sudah ada.
Survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1996 prevalensi penyakit mata
utama khususnya untuk konjungtivitis sebesar 1, 74 %. Seperti yang kita ketahui, trakoma
termasuk infeksi mata yang lama kelamaan akan menyebabkan kebutaan. Badan kesehatan
dunia WHO merillis data bahwa setidaknya ada 40 45 juta penderita kebutaan (cacat
netra)/gangguan penglihatan. Setiap tahunnya kurang lebih dari 7 juta orang mengalami
kebutaan atau setiap detiknya terdapat satu penduduk bumi menjadi buta dan perorang

mengalami kebutaan perduabelas menit dan ironisnya, kebanyakan orang yang berada di
ekonomi bawah yang terkena gangguan penglihatan yaitu sekitar 90%. Dan jika ini penyakit ini
masih diabaikan WHO memprediksi pada tahun 2020 gangguan penglihatan akan meningkat
menjadi 2 kali lipat yaitu sekitar 80 90 juta orang. Survey oleh Direktur Jenderal Bina Kesmas
Kementerian Kesehatan RI, Budihardja, beliatu mengatakan bahwa survey Indra Penglihatan
dan Pendengaran tahun 1993 1996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia 1,5%-paling
tinggi di Asia - dibandingkan dengan Bangladesh 1%, India 0,7%, dan Thailand 0,3%. Artinya
jika ada 12 penduduk dunia buta dalam setiap 1 jam, empat di antaranya berasal dari Asia
Tenggara dan dipastikan 1 orangnya dari Indonesia. (Djunaedi, S.Pd.I : 2010). Secara umum,
trakoma diderita oleh sekitar 84 juta orang di 55 negara yang endemis (banyak terdapat
penderita trakoma), dan sekitar 1,3 juta orang diantaranya buta karena penyakit mata ini.
Penyakit ini ditunjukkan pada hasil tertinggi nya yaitu pada usia 3 5 tahun.
Infeksi mata ini banyak ditemukan di daerah Semenanjung Balkan, ras Yahudi,
Penduduk asli Australia dan Indian Amerika. Trakoma yang membutakan terdapat pada banyak
daerah Afrika, beberapa daerah Asia, diantara suku Aborigin Australia, dan di Brazil Utara.
Trakoma yang lebih ringan yang tak membutakan terdapat di daerah yang sama dan di
beberapa daerah Amerika Latin dan Pulau Pasifik.

I.

Isi
Triad epidemiologi trakoma
Seperti yang kita ketahui, triad epidemiologi ini terbagi menjadi 3 yaitu, host, agent dan
environment.
Agent dari penyakit trakoma ini yaitu chlamidia trachomasis.
Domain:

Bacteria

Phylum:

Chlamydiae

Class:

Chlamydiae

Order:

Chlamydiales

Family:

Chlamydiaceae

Genus:

Chlamydia

Species:

C. trachomatis

Host nya adalah manusia terutama pada remaja dan anak anak yang berumur 3 5 tahun.

Environment nya adalah lingkungan sosial dan ekonomi. Lingkungan yang hygiene nya
kurang dan ekonomi bawah lebih rentan terjangkit penyakit mata ini.
Transmisi atau jalan penularan dari penyakit ini yaitu ada 3, sebagai berikut :
- Melalui kontak langsung dengan discharge yang keluar dari mata yang terkena infeksi atau
dari discharges nasofaring melalui jari.

- Sejenis lalat, terutama jenis Musca sorbens di Afrika dan Timur Tengah dan spesies jenis
Hippelates di Amerika bagian selatan

- alat alat kebutuhan sehari hari yang telah terkontaminasi (misalnya handuk atau
saputangan)

Riwayat Alamiah Penyakit


Masa inkubasi rata rata 7 hari ( berkisar antara 5 sampai 14 hari ) dan berawal sebagai
kemerahan pada mata, yang jika tidak diobati bisa menjadi penyakti kronis dan menyebabkan
pembentukan jaringan parut.

Gejala Subyektif
Secara subyektif trakoma dibagi menjadi dua yaitu fase akut dan fase kronis, tetapi tanda akut
dan kronis dapat muncul dalam waktu yang bersamaan dalam satu individu. Gejala nya yaitu :
Fotofobia, mata gatal dan mata berair

Gejala Objektif
Penyakit ini terbagi menjadi 4 stadium
Stadium I :
Stadium insipien atau permulaan, ditandai dengan adanya folikel di konjungtiva tarsal superior.
Pada kornea di daerah limbus superior ada keratitis pungtata epitel dan subepitel. Ada titik
titik hijau pada defek kornea yang menandakan ada kelainan pada kornea kita.
Stadium II :
Stadium established atau nyata, ada folikel folikel di konjungtiva tarsal superior dan beberapa
folikel sudah matur berwarna lebih abu abu. Selain itu, pada kornea ada keratitis superficial
dan neovaskularisasi, yaitu pembuluh darah baru yang berjalan dari limbus kearah kornea
bagian atas. Susunan keduanya biasa disebut pannus.
Stadium III :

Stadium parut. Pada stadium ini mulai terbentuk sikatrik pada folikel konjungtiva tarsal superior
yang ditandai dengan garis putih halus. Pannus di kornea lebih terlihat nyata. Di stadium ini
juga akan terlihat trikiasis sebagai penyulit.
Stadium IV :
Stadium trakoma sembuh (healed). Folikel di konjungtiva tarsal superior tidak ditemukan lagi di
stadium ini, yang ada hanya sikatrik. Pannus pun juga tidak aktif lagi. Dapat dijumpai komplikasi
berupa entropion sikatrisial, yaitu tepi kelopak mata atas melengkung ke dalam yang
disebabkan oleh sikatrik pada tarsus. Pada entropion, deretan bulu mata ikut melengkung ke
dalam ( trikiasis) dan menggosok bola mata.
Terjadi ulkus kornea karena bulu mata yang mengakibatkan kerusakan pada kornea. Apabila
tidak diobati, ulkus kornea dapat menjadi lebih dalam dan terjadi perforasi kornea.
Terbentuk Herbert Peripheral Pits di folikel pada limbus yang mengalami sikatrisasi.

Gejala Obyektif menurut WHO


1. Trakoma Folikular (TF)
Trakoma dengan adanya 5 atau lebih folikel dengan diameter 0,5 mm didaerah sentral
konjungtiva tarsal superior. Bentuk ini umumnya ditemukan pada anak-anak, dengan
prevalensipuncak pada 3-5 tahun.

2. Trakoma Inflamasi berat (TI)

Ditandai konjungtiva tarsal superior yang menebal dan pertumbuhanvaskular


tarsal. Papil terlihat dengan pemeriksaan slit lamp.

3. Sikatrik Trakoma (TS)


Ditandai dengan adanya sikatrik yang mudah terlihat pada konjungtivatarsal. Memiliki
resiko trikiasis ke depannya, semakin banyak sikatrik semakinbesar resiko terjadinya trikiasis.

4. Trikiasis (TT)
Ditandai dengan adanya bulu mata yang mengarah ke bola mata. Potensial untuk
menyebabkan opasitas kornea.

5. Opasitas Kornea (CO)

Ditandai dengan kekeruhan kornea yang terlihat di atas pupil. Kekeruhan kornea
menandakan prevalensi gangguan visus atau kebutaan akibat trakoma.

Selain itu, ada juga pendapat dari Mac Callan tentang gambaran klinik trakoma ini yaitu
sebagai berikut :

Klasifikasi dan Stratifikasi Trakoma menurut Mac Callan


Stadium
Stadium I

Nama
Trakoma Insipien

Gejala
Folikel Matur, hipertrofi
papilar minimal

Stadium II

Trakoma

Folikel matur pada


dataran tarsal atas

Stadium IIA

Dengan hipertrofi folikular

Keratitis, Folikel limbal

yang menonjol
Stadium IIB

Dengan hipertrofi papilar

Aktivitas kuat dengan

yang menonjol

folikel matur tertimbun di


bawah hipertrofi papilar
yang hebat

Stadium III

Trakoma memarut

Parut pada konjungtiva

(sikatrik)

tarsal atas, permulaan


trikiasis, entropion

Stadium IV

Trakoma sembuh

Tak aktif, tak ada hipertrofi


papilar atau folikular,
parut dqalam bermacam
derajat variasi

Penyulit Trakoma adalah :


v Enteropion
v Trikiasis
v Simblefaron
v Kekeruhan kornea
v Xerosis/keratitis sika
Diagnosa

Pemeriksaan mata untuk tanda tanda klinis ditekankan kepada pemeriksaan bulu mata,
kornea dan limbus, kemudia eversi palpebra atas dan inspeksi konjungtiva tarsal. Selain itu,
trakoma ini juga bisa memeriksa tanda-tanda klinis di laboratorium dengan menggunakan
mikroskopis, kultur sel, direct fluorescent antibody, enzyme immunoassay,serology,PCR, direct
hybridization probe test,Ligasse chain reaction, Stranddisplacement assay, quantitative PCR.

Penegakan Diagnosa
Diagnosa penyakit ini ditegakkan berdasarkan atas :
a.

Gejala Klinik :
1) Adanya prefolikel di konjungtiva tarsalis superior
2) Folikel di konjungtiva forniks superior dan limbus kornea 1/3 bagian atas
3) Panus aktif di 1/3 atas limbus kornea
4) Sikatrik berupa garis-garis atau bintang di konjungtiva palpebra/ fornikssuperior, Herberts
pit di limbus korne 1/3 bagian atas
b. Kerokan konjungtiva, yang dengan pewarnaan giemsa dapat ditemukan badan inklusi
Halbert staedter Prowazeki. Diagnosa trakoma juga dapat ditegakkan bila terdapat satu gejala
klinis yang khasditambah dengan kerokan konjungtiva yang menghasilkan badan inklusi.
c. Biakan kerokan konjungtiva dalam yolk sac, menghasilkan badan inklusi danbadan elementer
dengan pewarnaan giemsad. Yang bisa di tes dengan t es fiksasi komplemen, untuk
menunjukkan adanya antibodi terhadap trakoma,dengan menggunakan antigen yang murni.
Melakukannya mudah,tak memerlukan peralatan canggih, cukup mempergunkan antigen
yangstabil, mudah didapat di pasaran. Mempunyai nilai diagnostik yang tinggi dan tes mikroimunofluoresen, menentukan antibodi antichlamydial yangspesifik, beserta sifat-sifatnya
(IgM,IgA,IgG). Lebih sukar danmemerlukan peralatan canggih (Wijana N, 1993).

Diagnosis Banding

Trakoma, Konjungtivitis Folikularis, Vernal Catarrh

Trakoma

Konjungtivitis
Folikularis

Gambaran lesi

Vernal
Katarh

(kasus dini) papula

Penonjolan merah

Nodul lebar datar

kecil atau bercak

muda pucat

dalam susunan

merah bertaburan

tersusun teratur

cobblestone

dengan bintik

seperti deretan

pada konjungtiva

putih kuning
(folikel trakoma)

beads.

pada konjungtiva

tarsal atas dan


bawah, diselimuti
lapisan susu.

tarsal
( kasus lanjut)
granula
(menyerupai butir
sago) dan parut,
terutama
konjungtiva tarsal
atas.
Ukuran dan lokasi

Penonjolan besar

Penonjolan kecil

Penonjolan besar

lesi

konjungtiva tarsal

terutama

tipe tarsus atau

atas dan

konjungtiva tarsal

palpebra;

teristimewa

bawah dan forniks

konjungtiva tarsus

lipatan retrotarsal

bawah tarsus tidak

terlibat, forniks

kornea panus,

terlibat.

bebas, tipe limbus

bawah infiltrasi

atau bulbus;

abu abu dan

limbus terlibat

pembuluh tarsus

forniks bebas;

terlibat.

konjungtiva tarsus

bebas ( tipe
campudan lazim);
tarsus tidak
terlibat
Tipe sekresi

Kotoran air

Mukoid atau

Bergetah, bertali

berbusa atau

purulen

seperti susu

Kerokan epitel dari

Kerokan tidak

Eosinofil

konjungtiva dan

karakteristik

karakteristik dan

kornea

(Koch-Weeks,

konstan pada

memperlihatkan

Morax-Axenfeld,

sekresi

eksfoliasi,

mikrokokus

proliferasi, inklusi

kataralis

selular

stafilokokus,

frothy pada
stadium lanjut
Pulasan

pneumokokus)
Penyulit atau

Kornea : panus

sekuele

kekeruhan kornea;
Xerosis kornea

Ulkus kornea

Infiltrasi kornea (tipe


limbal)

Konjungtiva :
simblefaron

Palpebra :
ektropion atau
entropion trikiasis

Blefaritis
Ektropion

Pseudoptosis (tipe
tarsal)

Pengobatan penyakit trakoma

Pada tahun 2020, WHO mencanangkan program SAFE (Surgical care, Antibiotics,
Facial cleanliness, Environmental improvement). Di program ini WHO lebih menekankan
pengobatan melaui terapi dua antibiotik yaitu azitromisin oraldan salep mata tetrasiklin.

Azitromisin
Antibiotik ini merupakan drug of choice karena mudah diberikan dengan s ingledose dan
pemberiannya dapat langsung dipantau. Azitromisin juga memiliki efikasi yang tinggi dan
kejadian efek samping yang rendah. Maka dari itu, azitromisin lebih baik dibandingkan dengan
tetrasiklin karena antibiotik ini juga bisa mengobati infeksi digenital, sistem respirasi, dan kulit.
Penggunaaan antibiotik ini dianjurkan pada orang dewasa 1gr per oral sehari sedangkan anak
anal 20 mg/kgBB per oral sehari.

Salep mata tertrasiklin


Penggunaan yang dianjurkan yaitu 3 sampai 4 kali sehari selama dua bulan. Salep tetrasiklin
1% : mencegah sintesis bakteri protein dengan bindingdengan unit ribosom 30S dan 50S.

Apabila terdapat trikiasis, bulu mata harus dicabut agar tidak merusak kornea.

Kriteria Kesembuhan

Kriteria kesembuhan berdasarkan pemeriksaan dengan mata telanjang, terutama pada


pengobatan masal adalah :
1) Folikel tidak ada
2) Infiltrat kornea tidak ada
3) Panus aktif tidak ada
4) Hiperemia tidak ada
5) Konjungtiva, meskipun ada sikatri, tampak licin.
Pada kasus individual, kriteria penyembuhan harus ditambah :
1) Pada pemeriksaan fluoresein, yang dilihat dengan slit lamp, menunjukkantidak ada keratitis
epitelial di kornea.
2) Pada pemeriksaan mikroskopis dan kerokan konjungtiva, tidak menunjukkan adanya badan
inklusi (Wijana N, 1993)

III.

Kesimpulan dan Saran

Dapat kita simpulkan bahwa penyakit trakoma ini termasuk penyakit yang bentuknya
folikuler konjungtiva kronis yang disebabkan oleh Clamidia Trachomatis. Infeksi ini jika
diabaikan akan menyebabkan kebutaan. Biasanya yang lebih rentan terkena remaja dan anak
anak khususnya orang yang hygiene nya kurang dan tinggal di daerah yang kumuh. Gejala
penyakit ini dimulai dari fotobia , mata merah dan berair, kemudian lanjut pada pembagian
menurut Mac Callan yang terbagi menjadi 4 stadium dan menurut WHO terbagi menjadi 5
stadium. Pengobatan pada penyakit ini bisa diberi antibiotik tertrasiklin dan azitromisin secara
berkala.
Jadi kita sebagai mahasiswa di bidang kesehatan masyarakat sebaiknya melakukan
penyuluha kesehatan yang berbasis komunitas dan berkesinambungan. Penyuluhan ini lebih
ditekankan pada kebersihan seseorang dan peningkatan sanitasi lingkungan rumah dan

sumber air, dan pembuanganfeses manusia yang baik karena lalat yang merupakan vektor bisa
mentransmisikan trakoma bertelur di feses manusia yang ada di permukaan tanah sehingga
kita harus mengontrol popolasi lalat.
. Selain itu, untuk mencegah penyakit trakoma, dua hal yang penting yang harus kita
perhatikan yaitu Asupan makanan dan perilaku.
Asupan disini sudah umum dketahui bahwa makanan yang mengandung vitamin A dan
betakaroten sangat baik untuk kesehatan mata. Sedangkan perilaku yang harus kita perhatikan
adalah sebagai berikut :
1.

Beristirahatlah selama 5 hingga 10 menit setelah kurang lebih 2 jam mata kita berlelah-

lelah menatap monitor atau buku. Untuk komputer jelas ada sinar radiasi yang memapar mata
dengan intensitas warnanya yang tidak stabil. Saat anda istirahat alihkan pandangan ke aarah
lain, syukur syukur jika ada pemandangan alam berupa hijau daun pepohonan. Berkedipkediplah untuk melumaskan mata yang lelah. Bahkan sekarang sudah ditemukan senam mata.
Caranya dengan melirik dari kanan ke kiri dan sebaliknya, dari atas ke bawah dan sebaliknya,
berputar dari kanan ke kiri dan sebaliknya, serta diagonal dari kanan ke kiri dan sebaliknya,
masing-masing sekitar 5 hingga 10 kali.

2.

Saat membaca buku hindari tempat yang remang-remang. Jangan membaca dalam posisi

tidur terlentang atau telungkup. Jarak mata ke buku minimal 30 cm. Sebaiknya bacalah buku
dengan ukuran font yang tidak terlalu kecil karena itu akan membuat kerja mata kita menjadi
lebih ekstra. Dan jarak yang aman saat di depan monitor tv kurang lebih 5x diagonal layar
monitor itu. Jarak 30 40 cm dinilai aman saat di depan monitor computer dan posisi bagian
atas layar sesuai dengan ketinggian bola mata, minimal sedikit di bawah batas mata. Layar tv
dan komputer biasanya dilengkapi dengan pengatur pencahayaan. Aturlah cahaya monitor
hingga sedang dan tidak terlalu terang atau patokannya adalah kenyamanan mata kita. Di masa
kini sudah banyak produk tv dan monitor computer berjenis LCD. Jika kita memiliki dana, akan
lebih baik kita gunakan monitor LCD yang memang radiasinya lebih rendah daripada monitor
CRT (masih menggunakan tabung).

3.

Pencahayaan ruang baca dan ruang computer sebaiknya diatur. Di samping menggunakan

lampu dengan daya yang menghasilkan cahaya terang juga letaknya sebaiknya tepat di atas
kepala atau sedikit di belakang kepala kita, sehingga intensitas cahaya cukup memadai.

4.

Kontaminasi partikel debu atau kotoran pada mata kita dapat menimbulkan gangguan

penglihatan bahkan dapat menyebabkan katarak mata. Bagi kita yang suka bepergian dengan
menggunakan sepeda motor, apalagi di daerah perkotaan yang tingkat polusinya tinggi,
gunakanlah helm standar yang dilengkapi kaca penutup. Jika hanya helm biasa, maka
kenakanlah kaca mata pelindung. UU no. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan mensyaratkan pengguna kendaraan bermotor untuk memakai helm bersertifikat SNI
karena di samping kepala aman dari benturan terhadap berbagai benda keras, juga dapat
mencegah mata dari masuknya debu jalanan. Jika sudah terlanjur terkontaminasi debu lalu
terasa gatal, jangan dikucek dan segera gunakan tetes mata pembersih yang aman. Jika iritasi
masih berlanjut setelah dua atau tiga kali tetes, tidak ada jalan lain kecuali harus ke dokter
mata.

5.

Memeriksakan mata kita secara periodic juga turut membantu pencegahan terhadap

kemungkinan resiko sakit mata. Frekuensi yang baik adalah satu kali dalam enam bulan. Unsurunsur yang diperiksa biasanya ketajaman penglihatan dan tekanan bola mata.

IV. Daftar Pustaka

1. Ilyas, Sidharta, dkk.2002. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedoteran Edisi ke 2. Jakarta : Sagung Seto.
2. Ilyas, Sidharta.2003. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
3. Ilyas, Sidharta, dkk.2007. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
4. Trakoma. 2009. Available at :http://penyakitdalam.wordpress.com/2009/11/02/trakoma/

5. Sejarah alami infeksi trachoma dan penyakit dalam kohort Gambia dengan sering
tindak lanjut. 2008. Available at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19048024

Konjungtivitis adalah suatu peradangan pada konjungtiva (selaput lendir yang


melapisi permukaan dalam kelopak mata (bagian putih mata))
Penyebab:
1. Infeksi oleh virus atau bakteri.
2. Rekasi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
3. Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya: sinar ultraviolet dari las
listrik atau sinar matahari yang dipantulkan oleh salju.
4. Pemakaian lensa kontak terutama pada jangka waktu yang panjang juga dapat
menyebabkan konjungtivitis.
Gejala:
Konjungtiva yang mengalami iritasi akan tampak merah dan mengeluarkan kotoran.
Konjungtivitis karena bakteri mengeluarkan kotoran yang kental dan berwarna
putih. Konjungtivitis karena virus atau alergi mengeluarkan kotoran yang jernih.
Kelopak mata bisa membengkak dan sangat gatal, terutama pada konjungtivitis
karena alergi.
Gejala lainnya adalah: mata berair, terasa nyeri, gatal, pandangan kabur, peka
terhadap cahaya, terbentuk keropeng pada kelopak mata ketika bangun pada pagi
hari.
Pengobatan:
Tergantung pada penyebabnya.
Kelopak mata dibersihkan dengan air hangat.
Jika penyebabnya bakteri, diberikan tetes mata atau salep yang mengandung
antibiotik.
Untuk konjungtivitis karena alergi, antihistamin per oral (melalui mulut) bisa
mengurangi gatal-gatal dan iritasi. Atau bisa juga diberikan tetes mata yang
mengandung corticosteroid.
Pencegahan:
- Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah dibersihkan atau
mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
- Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata
yang sakit.
- Jangan menggunakan handuk dan lap bersama-sama dengan penghuni rumah
lainnya.
- Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik
pembuatnya.

Anda mungkin juga menyukai