Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Kebutuhan adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perasaan
kekurangan dan ingin diwujudkan melalui suatu usaha atau tindakan.
Adapun kebutuhan yang paling mendasar yang harus di penuhi oleh setiap
individu yakni : Kebutuhan Keamanan (Safety Needs), Kebutuhan Seks
(Sex Needs), Kebutuhan Ekonomi (Economical Needs), Kebutuhan
Rohani (Spritual Needs), Kebutuhan Inovasi (Innovation Needs).
Dari kelima kebutuhan mendasar tersebut memiliki keterkaitan
satu dengan yang lainnya sehingga semua kebutuhan dasar tersebut harus
terpenuhi dengan semestinya, salah satu kebutuhan mendasar yang kita
ketahui adalah kebutuhan seksual karena kebutuhan seksual merupakan
yang harus benar-benar terpenuhi dan apabila kebutuhan seksual ini tidak
terpenuhi maka akan terjadi sesuatu penyimpangan seksual.

1.2

Rumusan Masalah
1. Apa pengertian seksualitas ?
2. Apa saja fungsi seksualitas?
3. Apa pengertian kesehatan seksualitas?
4. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan seks manusia?
5. Apa pengertian respon seksual manusia?
6. Bagaimana respon seksualitas pada wanita dan pria?
7. Apa saja permasalahan seksualitas?
8. Bagaimana cara membantu kesulitan seksual?

1.3

Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian seksualitas
2. Untuk mengetahui fungsi seksualitas
3. Untuk mengetahui pengertian kesehatan seksualitas
4. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan seks manusia
5. Untuk mengetahui pengertian respon seksual manusia
1

6. Untuk mengetahui respon seksualitas pada wanita dan pria


7. Untuk mengetahui permasalahan seksualitas
8. Untuk mengetahui cara membantu kesulitan seksual

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1

Pengertian Seksualitas

Seksualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi kehidupan


yang berhubungan dengan alat reproduksi. (Mitayani, 2009). Sedangkan menurut
WHO dalam (Mardiana, 2012) seksualitas adalah suatu aspek inti manusia
sepanjang kehidupannya dan meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi
seksual, erotisme, kenikmatan, kemesraan dan reproduksi.
Seksualitas adalah komponen identitas personal individu yang tidak
terpisahkan dan berkembang dan semakin matang sepanjang kehidupan individu.
Seksualitas tidak sama dengan seks. Seksualitas ialah interaksi faktor-faktor
biologis, psikologi personal, dan lingkungan. Fungsi biologis mengacu pada
kemampuan individu untuk memberi dan menerima kenikmatan dan untuk
bereproduksi. Identitas dan konsep diri seksual psikologis mengacu pada
pemahaman dalam diri individu tentang seksualitas seperti citra diri, identifikasi
sebagai pria atau wanita, dan pembelajaran peran-peran maskulin atau feminin.
Nilai atau aturan sosio budaya membantu dalam membentuk individu
berhubungan dengan dunia dan bagaimana mereka memilih berhubungan seksual
dengan orang lain. (Bobak, 2005)
Seksualitas terdiri dari 2 aspek yaitu :
1. Seksualitas dalam arti sempit
Dalam arti sempit seks berarti kelamin, yang termasuk dalam kelamin adalah
sebagai berikut:
a) Alat kelamin itu sendiri
b) Kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi
bekerjanya alat kelamin
c) Anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan lakilaki dan perempuan
d) Hubungan kelamin

2. Seksualitas dalam arti luas


Segala hal yang terjadi akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin antara lain:
a)
b)
c)

Perbedaan tingkah laku: lembut, kasar, genit, dll


Perbedaan atribut: pakaian, nama, dll
Perbedaan peran. (Mardiana, 2012)

2.2

Fungsi Seksualitas

1. Kesuburan
Pada beberapa kebudayaan, seorang wanita muda mungkin merasakan
adanya keinginan yang kuat untuk membuktikan kesuburannya bahkan
walaupun ia sebenarnya belum menginginkan anak pada tahap kehidupannya
saat itu. Ini adalah macam masyarakat yang secara tradisional wanita hanya
dianggap layak dinikahi apabila ia sanggup membuktikan kesuburannya.
2. Kenikmatan
Mungkin pendorong primer atau mendasar perilaku seksual adalah
kenikmatan atau kesenangan yang dirasakan yaitu suatu kombinasi kenikmatan
sensual dan kenikmatan khas seksual yang berkaitan dengan orgasme.
3. Mempererat ikatan dan meningkatkan keintiman pasangan
Dalam suatu pertalian seksual yang ekslusif, pasangan melakukan secara
bersama-sama hal-hal yang tidak ingin mereka lakukan dengan orang lain. Ini
adalah esensi dari keintiman seksual. Efektivitas seks dalam memperkuat
keintiman tersebut berakar dari risiko psikologis yang terlibat; secara khusus,
resiko ditolak, ditertawakan, mendapati bahwa dirinya tidak menarik, atau
kehilangan kendali dapat memadamkan gairah pasangan.
4. Meningkatkan harga diri
Merasa mampu secara seksual bagi orang lain, atau berhasil dalam upaya
seksual, secara umum dapat meningkatkan harga diri.
5. Mencapai kekuasaan atau dominasi dalam hubungan
Kekuasaan (power) seksualitas cenderung dianggap sebagai salah satu
aspek maskulinitas, dengan pria, baik karena alasan sosial maupun fisik,
biasanya berada dalam posisi dominan. Namun, seks dapat digunakan untuk
mengendalikan hubungan baik oleh pria dan wanita dan karenanya sering
merupakan aspek penting dalam dinamika hubungan. Kekuasaan tersebut
mungkin dilakukan dengan mengendalikan akses ke interaksi seksual,
menentukan bentuk pertalian seksual yang dilakukan, dan apakah proses
menimbulkan efek positif pada harga diri pasangan. Sementara dapat terus
menjadi faktor dalam suatu hubungan yang sudah berjalan, hal ini juga

merupakan aspek yang penting dan menarik dalam perilaku awal masa
berpacaran.
6. Mengurangi ansietas atau ketegangan
Menurunnya gairah yang biasanya terjadi setelah orgasme dapat
digunakan sebagai cara untuk mengurangi ansietas atau ketegangan.
7. Keuntungan materi
Prostitusi adalah bentuk yang jelas dari aktivitas seksual untuk
memperoleh keuntungan dan hal ini sering merupakan akibat dari kemiskinan.
Pernikahan, sampai masa ini masih sering dilandasi oleh keinginan untuk
memperoleh satu bentuk perlindungan dan bukan semata mata ikatan emosional
komitmen untuk hidup bersama. ( Glasier, 2005 )

2.3

Kesehatan Seksual
Kesehatan seksual adalah kemampuan seseorang mencapai kesejahteraan

fisik, mental dan sosial yang terkait dengan seksualitas, hal ini tercermin dari
ekspresi yang bebas namun bertanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan
sosialnya misalnya dalam menjaga hubungan dengan teman atau pacar dalam
batasan yang diperbolehkan oleh norma dalam masyarakat atau agama. Kondisi
ini hanya bisa dicapai bila hak seksual individu perempuan dan laki-laki diakui
dan dihormati (BKKBN, 2006).

2.4

Pertumbuhan Dan Perkembangan Seks Manusia


Pertumbuhan dan perkembangan seks manusia disebut libido. Terdiri dari

beberapa tahap yaitu:

1.

Tahap oral: Sampai mencapai umur sekitar 1-2 tahun, tingkat kepuasan seks
dengan menghisap puting susu ibu, dot botol, menghisap jari tangan, Dengan
bayi baru dapat tidur setelah disusui ibu, menghisap botol atau tidur sambil
menghisap jarinya. Oleh karena itu perilaku demikian tidak perlu dilarang.

2.

Tahap anal: Kepuasan seks anak didapat melalui rangsangan anus saat buang air
besar, antara umur 3-4 tahun sering duduk lama ditoilet, sehingga kepuasannya
tercapai.

3.

Tahap falik: Terjadi sekitar umur 4-5 tahun, dengan jalan mempermainkan alat
kelaminnya.

4.

Tahap laten: Terjadi sekitar umur 6-12 tahun. Tingkah laku seksual seolah-olah
terbenam, karena mungkin lebih banyak bermain, mulai masuk sekolah, dan
adanya pekerjaan rumah dari sekolah, Sehingga anak-anak cepat lelah dan lekas
tertidur, untuk siap bangun pagi dan pergi ke sekolah.

5. Tahap

genital: Umur anak sekaitar 12-15 tahun. Tanda seks sekunder mulai

berkembang dan keinginan seks dalam bentuk libido mulia tampak dan terus
berlangsung sampai mencapai usia lanjut. Suara mulai berubah, keinginan
dipuja dan memuja mulai muncul, keingian dicumbu dan mencumbu pun mulai
tampak. Saat ini masa yang sangat berbahaya, sehingga memerlukan perhatian
orang tua. Pada wanita telah mulai datang bulan (menstruasi) dan pria mulai
mimpi basah sehingga dapat menyebabkan kehamilan atau hamil bila mereka
melakukan hubungan seksual. Karena kematangan jiwa dan jasmani belum
mencapai tingkat dewasa, sehingga bila terjadi kehamilan yang tidak dihendaki,
memberikan dampak kejiwaan yang sangat menyedihkan. (Chandranita, 2009)

2.4.1 Berkembangnya seksualitas dan pertalian seksual


1.Remaja
Pada awal masa remaja, sebagian besar seksualitas berkaitan dengan penegasan
identitas gender dan harga diri. Pada saat awitan pubertas terjadi perubahan-

perubahan di tubuh yang berlangsung tanpa dapat diduga sementara perubahanperubahan hormon menimbulkan dampak pada reaktivitas emosi.
2. Pasangan dan awal perkawinan
Setelah perkawinan dimulai, tantangannya adalah membangun rasa aman dalam
pertalian seksual yang juga mulai kehilangan pengaruh pengalaman barunya.
Pada tahap inilah membangun komunikasi yang baik menjadi sangat penting
untuk kelanjutan perkembangan pertalian seksual. Apabila pasangan tidak
mengembangkan cara-cara yang memungkinkan pasangannya mengetahui apa
yang mereka nikmati dan apa yang tidak menyenangkan maka akan muncul
masalah yang seharusnya dapat dihadapi dan dipecahkan.
3. Awal menjadi orang tua
Kehamilan, dan beberapa bulan setelah kelahiran, menimbulkan kebutuhan
lebih lanjut akan penyesuaian seksual. Wanita besar kemungkinannya
mengalami penurunan keinginan seksual dan kapasitas untuk menikmati seks
menjelang akhir kehamilnya karena terjadinya perubahan-perubahan fisik dan
mekanis. Periode pascanatal, karena berbagai alasan merupakan salah satu
periode saat munculnya kesulitan-kesulitan seksual yang apabila pasangan
obesitas

belum

mengembangkan

metode-metode

yang

sesuai

untuk

mengatasinya, dapat menimbulkan kesulitan berkepanjangan. Masalah jangka


panjang yang paling sering dalam hali ini adalah hilangnya gairah seksual pihak
wanita.
4. Usia paruh baya
Seksualitas pada hubungan yang sudah terjalin lama biasanya menghadapi
hambatan yang berbeda-beda. Pada tahap ini sesuatu yang baru dalam hubungan
seksual telah lama hilang. Bagi banyakorang hal ini tidak menimbulkan
masalah. Mereka telah mengembangkan bentuk kenyamanan intimasi seksual
lain yang tetap menjadi bagian integral dari hubungan mereka. Tetapi bagi yang
lain, kualitas hubungan seksual yang rutin ini akan memakan korban. Pada
keadaan seperti ini stress di tempat kerja misalnya akan mudah menyebabkan
kelelahan dan memadamkan semua antusiasme spontan untuk melakukan
aktivitas seksual. Hubungan intim menjadi jarang dilakukan dan sebagai
konsekuensinya dapat timbul ketegangan dalam hubungan pasangan tersebut.

Pada kelompok yang lebih tua lagi masalah seksual yang kita hadapi terutama
adalah masalah ereksi pada pria dan hilangnya minat seksual pada wanita.
Proses penuaan memang menimbulkan dampak pada seksualitas tetapi tentu
tidak selalu negatif. Pasangan pada usia ini lebih kecil kemungkinannya
meminta pertolongan dalam konteks keluarga berencana atau kesehatan
reproduksi. (Glasier, 2005)
2.5

Respon Seksual Manusia


Manusia mempunyai kebutuhan yang konstan akan kasih sayang,

kedekatan, dan penerimaan oleh seseorang. Identitas dari dorongan-dorongan ini


berfluktuasi dari waktu ke waktu tergantung situasi. Ekspresi yang mendalam
dalam dorongan ini diistilahkan sebagai siklus respon seksual manusia.
Dua orang peneliti, Master dan Jhonson, secara objektif mengamati 10.000
siklus seperti ini pada pria dan wanita yang sehat dalam semua tingkatan usia.
Mereka menemukan bahwa siklus yang tipikal terdapat empat fase: bergairah atau
terangsang, palateu, orgasme, dan resolusi. Secara umum, tubuh bereaksi terhadap
rangsangan fisik dan psikis meningkatkan tegang otot vasokongesti dari area
tetentu pada tubuh. Bersama dengan berjalannya usia, respon ini berkurang tetapi
tidak menghilangkan, tidak juga kebutuhan atau kesenangan di dalam respon
tersebut menghilang. (Mitayani, 2009)

2.6

Respon Seksual pada wanita dan pria

Siklus respon seksual dibagi menjadi empat fase, yaitu:


1. Fase Rangsangan (Exicetement)

Reaksi Umum pada wanita dan pria


- Denyut jantung dan tekanan darah terus meningkat.
- Puting susu ereksi.
- Miotonia dimulai.
Respon wanita
- Diameter klitoris membesar dan membengkak.
- Genetalia eksterna menegang dan warna menjadi gelap.
- Terjadi lubrikasi vagina : dua pertiga bagian atas vagina memanjang dan
meluas.
- Serviks dan uterus tertarik ke atas.
- Ukuran payudara membesar.
Respon Pria
- Timbul ereksi penis : panjang dan diameter penis meningkat.
- Kulit skrotum menegang dan menebal.
- Testis mulai menegang dan terangkat ke arah tubuh.
2. Fase Plateau (penguatan respon fase exicetement)
Reaksi umum pada wanita dan laik-laki
- Denyut jantung dan tekanan darah terus meningkat .
- Pernafasan menigkat.
-

Miotonia menjadi nyata: wajah meringis.

Respon wanita
- Kepala klitoris retraksi dibawah pembungkus klitoris.
- Sepertiga bagian bawah vagina membesar.
- Warna kulit berubah terlihat kemerahan di payudara, abdomen, atau
dipermukaan yang lain.

Respon Pria
- Kepala penis sedkit membesar.
- Scrotum menegang dan menebal.
- Testis terangkat dan membesar.

- Sekresi kelenjar Cowper (bulbouretralis) pengeluaran dua atau tiga tetes


cairan bening (madzi) pada kepala penis sebelum orgasme.
3. Fase Orgasme (penyaluran kumpulan darah dan tegangan otot)
Reaksi umum pada wanita dan laki-laki
- Denyut jantung, tekanan darah, dan pernafasan meningkat sampai tingkat
maksimum.
- Timbul spasme otot involunter.
- Sfingter rektum eksterna berkontraksi.
Respon wanita
- Kontraksi ritmik yang kuat terasa di klitoris, vagina dan uterus.
- Sensasi hangat menyebar diseluruh daerah pelvis.
Respon Pria
- Testis terangkat ke tingkat maksimum.
- Titik yang tidak terelakan terjadi sesaat sebelum ejakulasi dan terasa ada
cairan di uretra.
- Kontraksi pada penis, uretra, anal spincter, vesikula seminalis, kelenjar
prostat, otot sphincter vesica urinaria interna dan vasdeferens
- Kontraksi ritmik terjadi di penis.
- Terjadi ejakulasi semen (ejakulat) yang terdiri dari sperma dari testis dan
cairan dari sekresi kelenjar vesicula seminalis, prostat dan bulbouretralis.
4. Fase Resolusi (fisiologis dan psikologis kembali kedalam keadaan tidak
terangsang)
Reaksi umum pada wanita dan laki-laki
- Denyut jantung, tekanan darah, dan pernafasan kembali normal.
- Ereksi puting susu mereda.
- Miotonia berkurang.
- Berkeringat
Respon wanita
- Engorgement pada genetalia eksterna dan vagina berkurang.
- Serviks dan uterus turun ke posisi normal.

10

- Ukuran payudara mengecil.


- Kemerahan di kulit menghilang.
Respon Pria
- 50 % ereksi segera hilang setelah ejakulasi: penis secara bertahap kembali ke
ukuran normal.
- Testis dan scrotum kembali ke ukuran normal.
- Periode refrakter (waktu yang diperlukan supaya ereksi lagi) bervariasi
sesuai usia dan kondisi fisik secara umum (Mitaani, 2009).

2.7

Permasalahan Seksualitas

Adapun penyebab dari masalah seksualitas adalah antara lain:


1. Ketidaktahuan mengenai seks
Lebih dari 70% wanita di Indonesia tidak mengetahui dimana letak
klitorisnya sendiri. Sebuah hal yang sebenarnya sangat penting tetapi tidak
diketahui oleh banyak orang. Masalah ketidaktahuan terhadap seks sudah betulbetul merakyat. Ini berpangkal dari kurangnya pendidikan seks yang sebagian
besar dari antara masyarakat tidak memperolehnya pada waktu remaja. Tidak
jarang, pengetahuan seks itu hanyalah sebatas informasi, bukan pendidikan. Itu
terjadi karena mereka tidak mendapatkan pendidikan seks di sekolah atau lembaga
formal lainnya. Akibatnya, keingintahuan soal seks didapatkannya dari berbagai
media. Untuk itu orang tua hendaknya memberikan pendidikan soal seks kepada
anak-anaknya sejak dini. Salah satunya dengan memisahkan anak-anaknya tidur
dalam satu kamar setelah berusia sepuluh tahun, sekalipun sama-sama perempuan
atau laki-laki. Demikian halnya dengan menghindarkan anak-anaknya mandi
bersama keluarga atau juga teman-temannya.
Orang tua harus menjawab jujur ketika anaknya bertanya soal seks. Jawabanjawaban yang diberikan hendaknya mudah dimengerti dan sesuai dengan usia si
anak. Karena itulah, orang tua dituntut membekali dirinya dengan pengetahuanpengetahuan tentang seks. Terlebih lagi, perubahan fisik dan emosi anak akan
terjadi pada usia 13 15 tahun pada pria dan 12 14 tahun pada wanita. Saat
itulah yang dinamakan masa pubertas yaitu masa peralihan dari masa anak-anak
menjadi remaja. Pada saat itu pula, mereka mulai tertarik kepada lawan jenisnya.

11

2. Kelelahan
Rasa lelah adalah momok yang paling menghantui pasangan pada jaman
ini dalam melakukan hubungan seks. Apalagi dengan meningkatnya tuntutan
hidup, sang wanita harus ikut bekerja di luar rumah demi mencukupi kebutuhan
sehari-hari. Pada waktu suami istri pulang dari kerja, mereka akan merasa lelah.
Dan pasangan yang sedang lelah jarang merasakan bahwa hubungan seks menarik
minat. Akhirnya mereka memilih untuk tidur. Kelelahan bisa menyebabkan
bertambahnya usaha yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan lawan jenis
dan merupakan beban yang membuat kesal yang akhirnya bisa memadamkan
gairah seks.
3. Konflik
Sebagian pasangan memainkan pola konflik merusak yang berwujud
sebagai perang terbuka atau tidak mau berbicara sama sekali satu sama lain.
Konflik menjadi kendala hubungan emosional mereka. Bahkan ini bisa menggeser
proses foreplay. Pasangan dapat mempertajam perselisihan mereka dengan
menghindari seks atau mengeluarkan ungkapan negatif atau membandingkan
dengan orang lain, yang sangat melukai perasaan pasangannya. Kemarahan dan
kecemasan yang tidak terpecahkan bisa menyebabkan sejumlah masalah seksual
antara lain masalah ereksi, hilang gairah atau sengaja menahan diri untuk tidak
bercinta. Perbedaan antara satu orang dan lainnya biasanya tidak baik dan tidak
juga buruk. Jadi haruslah dipandang hanya sebagai perbedaan. Kemarahan,
ketegangan atau perasaan kesal akan selalu menghambat gairah seks.
4. Kebosanan
Seperti halnya menggosok gigi atau menyetel alarm jam, seks bisa
dianggap seperti kerja malam. Hubungan seks yang rutin sebelum tidur sering
menjadi berlebihan sampai ke suatu titik yang membosankan. Yang mendasari
rasa bosan itu adalah kemarahan yang disadari atau tidak disadari karena harapan
anda tidak terpenuhi. Masalah ini diderita oleh kebanyakan pasangan yang sudah
hidup bersama bertahun-tahun. Sebagian pasangan yang sudah hidup bersama
untuk jangka waktu yang lama merasa kehilangan getaran kenikmatan yang
datang ketika melakukan hubungan seks dengan pasangan yang baru. Orang
demikian melihat rayuan penguat ego, dibandingkan bila bersenggama dengan
mitra baru. (Bobak, 2005)
12

2.8

Membantu Kesulitan Seksual


Kemampuan yang dapat sangat membantu tidak hanya memfasilitasi

pasien dalam mengekspresikan kekhawatiran mereka mengenai kesulitan seksual,


tetapi juga dengan mendengarkan secara empati. Tidak jarang, ini merupakan
pertama kali pasien benar-benar mengutarakan masalah mereka dan mampu
melakukannya, makamasalah dan kemungkinan-kemungkinan penyebabnya lebih
mudah dibawa ke dalam perspektif. Pada banyak kasus, mungkin tidak tersedia
informasi mengenai respons seksual normal dan apa yang dapat diharapkan. Hal
ini dapat dengan mudah diperbaiki. Contoh-contoh umum adalah asumsi bahwa
pasangan harus mencapai orgasme bersama-sama atau bahwa pihak wanita harus
mengalami orgasme hanya melalui hubungan per vaginam.
Dengan cara berbicara dengan pasangan,kita dapat membantu mereka
untuk lebih memahami satu sama lain dan mengetahui arti pengalaman seksual
bagi masing-masing. Mendorong pasangan untuk berbicara secara lebih terbuka
dan nyaman mengenai perasaan-perasaan seksual mereka sering merupakan hal
yang sangat penting, karena cara tersebut dapat membuka jalan bagi pasangan
untuk menyelesaikan sendiri masalahnya. (Mitayani, 2009)

13

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Seksualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi kehidupan
yang berhubungan dengan alat reproduksi. (Mitayani : 2009). Sedangkan menurut
WHO dalam Mardiana (2012) seksualitas adalah suatu aspek inti manusia
sepanjang kehidupannya dan meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi
seksual, erotisme, kenikmatan, kemesraan dan reproduksi.
Respon seksual pada manusia ada empat tahap yaitu : Fase Rangsangan
(Exicetement), Fase Plateau (penguatan respon fase exicetement), Fase Orgasme
(penyaluran kumpulan darah dan tegangan otot), Fase Resolusi (fisiologis dan
psikologis kembali kedalam keadaan tidak terangsang). Walaupun sama-sama
memiliki persamaan dasar, respon seksual pada wanita terdapat beberapa
perbedaan dengan laki-laki. Pada umumnya, wanita memiliki fase plateau yang
cukup lama dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu, wanita juga dapat
mengalami fase orgasmik yang berulang kali dengan interval fase resolusi yang
pendek. Sedangkan pada laki-laki, setelah fase orgasmik laki-laki akan mengalami
fase resolusi yang cukup lama. Semakin tua usia laki-laki, biasanya semakin lama
fase resolusi tersebut.
3.2 Saran
Penulis
Saya sebagai penulis berharap materi ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas bagi saya dan pembaca tentang materi Respon
Seksual pada matakuliah Maternitas ini, semoga kita semua bisa menjadi
perawat yang baik dan bisa menyelesaikan sekolah perawat ini dengan
sukses serta dapat menyerap ilmu yang diperoleh dengan baik yang akan
digunakan untuk menjadi seorang perawat yang professional nantinya.

Pembaca
14

Semoga dengan membaca materi kami yang berisi tentang Respon


Seksual ini, pembaca dapat mengambil poin-poin penting yang
diungkapkan dalam materi dan dapat menjadi referensi dalam menjalankan
tugas sebagai perawat. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kami juga membutuhkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca.

15

Anda mungkin juga menyukai