Anda di halaman 1dari 6

RAD Journal 2016:02:024

Memahami Virus Zika dalam Konteks Indonesia

Pendahuluan
Akhir tahun 2015 dan awal tahun 2016 kita mau tidak mau mengalihkan perhatian kita
dari hiruk pikuk pergantian tahun ke isu kesehatan masyarakat global terbaru, yaitu
mengenai virus zika. Dikatakan di berbagai berita bahwa wabah zika di Amerika
Selatan telah diduga kuat berhubungan dengan ribuan bayi yang lahir mikrosefali dan
peningkatan risiko sindrom Guillain-Barre. Sangat wajar bila kita di Indonesia menaruh
perhatian serius pada zika, mengingat zika pernah ditemukan di Indonesia,
berhubungan erat dengan dengue dan chikungunya, dan ditularkan melalui vektor
yang sama, yaitu nyamuk aedes.
Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan pernyataan bahwa selama tahun 2016
belum ada kasus zika yang terkonfirmasi di Indonesia. Dalam salah satu laman
webnya, Kementerian Kesehatan mencantumkan daftar negara yang pernah
melaporkan adanya infeksi zika dan tidak mencantumkan Indonesia di dalamnya.
Kementerian juga mengeluarkan peringatan kepada para perempuan hamil yang
hendak bepergian ke luar negeri, terutama ke negara yang telah melaporkan wabah
zika baru-baru ini. Saat ini, konfirmasi kasus zika di Indonesia hanya dapat dilakukan di
Balitbangkes Kemenkes dan di Lembaga Biomolekuler Eijkman.
Penulis menemukan sedikitnya tiga publikasi terkait zika di Indonesia pada masa lalu.
Benarkah Indonesia aman dari zika dan apakah kewaspadaan dini terhadap penyakit
akibat nyamuk seperti yang telah berlangsung sudah cukup untuk melindungi kita?
Karakteristik Virus Zika
Pada tanggal 18 April 1947, di hutan Zika, Uganda, Afrika, seekor monyet rhesus yang
terlibat dalam penelitian demam kuning (yellow fever) terserang demam. Ketika
serumnya diinokulasi ke otak mencit, semuanya menjadi sakit. Dari mencit yang sakit
berhasil diisolasi virus yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya (1).
Sembilan bulan kemudian, di Bulan Januari 1948, dari nyamuk Aedes africanus untuk
penelitian demam kuning, berhasil diisolasi lagi virus yang belum pernah diidentifikasi
sebelumnya namun berhubungan dengan virus yang pernah diisolasi sembilan bulan
sebelumnya (1).
Kedua isolat inilah yang kemudian disebut sebagai virus Zika (ZIKV). Termasuk ke
dalam flaviviridae, virus ini bersaudara dengan dengue (DEN), west nile virus, dan
Japanese encephalitis (2). Penelitian lebih lanjut dari kedua strain virus Zika di atas
menunjukkan bahwa hanya inokulasi pada mencit saja yang menimbulkan gejala.
Kerusakan juga diobservasi pada jaringan saraf namun tidak pada organ mencit yang
lain (3). Virus ini juga lebih ganas pada mencit yang lebih muda dibandingkan pada
mencit dewasa.
Observasi lanjutan yang dilakukan pada isolat virus ini menunjukkan bahwa pada
jaringan otak mencit terjadi perlunakan yang meluas disertai dengan degenerasi
neuronal dan infiltrasi seluler pada batang otak (3). Organ lain yang diperiksa (hepar,
lien, ren) secara histopatologis tidak menunjukkan adanya kelainan.
Zika ditularkan oleh nyamuk, utamanya adalah nyamuk aedes. Sampai saat ini, virus
zika telah berhasil diisolasi dari Aedes africanus, Aedes api-coargenteus, Aedes
luteocephalus, Aedes aegypti, Aedes vitattus, dan Aedes furcifer (2,4). Tahun 2007,
didapatkan kasus pertama di Gabon dengan dugaan kuat berasal dari vektor Aedes
albopictus (5) sementara epidemi di Yap, Micronesia, pada tahun yang sama berasal
Memahami Virus Zika dalam Konteks Indonesia, Robertus Arian Datusanantyo |

RAD Journal 2016:02:024

dari vektor Aedes hensili walaupun virus tidak berhasil diisolasi dari nyamuk (6).
Epidemi di French Polynesia disebut melibatkan penularan dari nyamuk Aedes
polynesiensis dan Aedes aegypti (4).

Penampakan Klinis
Deskripsi pertama mengenai gejala klinis Zika didapatkan oleh seorang peneliti
bernama Simpson yang terkena infeksi virus Zika pada 1964. Simpson, yang diduga
kuat tertular zika dari nyamuk, menceritakan bahwa sakitnya dimulai dengan demam
diikuti lesi makulopapuler di wajah, leher, badan, lengan atas, dan menyebar ke
telapak tangan dan kaki. Saat itu juga timbul demam, malaise, dan nyeri di punggung.
Di akhir hari kedua, demam menghilang, lesi kulit mulai berkurang dan dia merasa
lebih nyaman. Hari ketiga sudah tidak ada keluhan dan lesi kulit menghilang
sepenuhnya pada hari kelima (2).
Infeksi kedua yang terlaporkan merupakan infeksi dari laboratorium. Gejalanya adalah
demam yang tiba-tiba, sakit kepala, nyeri sendi, namun tanpa lesi kulit (2). Infeksi
ketiga juga merupakan infeksi dari laboratorium dan menampakkan adanya lesi pada
kulit (7).
Penelitian di Rumah Sakit Tegalyoso (sekarang disebut RSUD Dr. Soeradji Tirtonegoro),
Klaten, tahun 1977 dan 1978 menunjukkan bahwa dari 219 pasien demam yang
diteliti, tujuh di antaranya disebabkan oleh zika. Penyebab demam ini ditegakkan
dengan uji serologis. Pencatatan gejala menunjukkan bahwa seluruh pasien
mengalami demam tinggi. Tidak ada lesi kulit tercatat dalam penelitian ini, namun
gejala lain yang muncul lebih dari satu kali meliputi anoreksia, malaise, konstipasi,
diare, nyeri perut, dan nyeri sendi maupun otot (7).
Australia melaporkan kasus zika pertama pada seorang perempuan 52 tahun yang
baru saja datang ke Jakarta, Indonesia. Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR)
yang dilakukan berhasil mengidentifikasi viruz zika. Pasien ini mengeluhkan malaise
dan fatigue yang diikuti dengan sakit kepala yang setelah mereda justru diikuti
keluarnya lesi makulopapuler menyebar dari badan ke arah punggung dan ekstremitas
disertai mialgia, diare, dan batuk kering (8). Penulis tidak berhasil menemukan laporan
fulltext kasus zika di Lombok yang ditulis oleh Olson et al (1983).
Menilik berbagai catatan lama ditambah data epidemi di Pulau Yap, Micronesia dan di
French Polynesia, selalu dikatakan bahwa penampilan klinis Zika mirip dengan dengue
dan chikungunya (4). Dalam Tabel dijelaskan perbandingan gejala dan tanda klinis zika
dibandingkan dengue dan chikungunya.
Tabel 1 Penampakan klinis zika dibandingkan dengue dan chikungunya (4).
Gejala / Tanda

Dengue

Chikungun
ya

Zika

++++

+++

+++

Mialgia / arthralgia

+++

++++

++

Edema ekstremitas

++

Lesi makulopapuler

++

++

+++

Nyeri retroorbita

++

++

Konjungtivitis

+++

Limfadenopati

++

++

Hepatomegali

+++

+++

+++

Demam

Leukopenia
Trombopenia
Perdarahan

Memahami Virus Zika dalam Konteks Indonesia, Robertus Arian Datusanantyo |

RAD Journal 2016:02:024

Tidak mudah mendiagnosis zika, terutama karena masih sedikitnya data mengenai
infeksinya pada manusia. Sampai saat ini, pembuktian zika masih memerlukan
pemeriksaan PCR (2,9) yang tidak selalu ada, terjangkau, dan signifikan secara klinis.
Diduga banyak kasus infeksi zika yang tetap tidak bergejala atau gejalanya demikian
ringan sehingga tidak mengganggu penderita.
Wabah Zika
Laporan secara sporadis mengenai kasus infeksi zika beberapa kali dilaporkan. Sampai
saat ini, kasus zika sudah pernah dilaporkan di Nigeria, Uganda, Tanzania, Egypt,
Republik Afrika Tengah, Sierra Leone, Gabon, Senegal, Pantai Gading, India, Malaysia,
Filipina, Thailand, Vietnam, dan Indonesia (2). Walau demikian, wabah zika terpenting
adalah di pulau Yap, French Polynesia, dan di Brazil baru-baru ini. Perlu dicatat,
epidemi zika kemungkinan sudah pernah terjadi namun tidak diketahui karena adanya
reaksi silang secara serologis dengan dengue (10) di samping gejala dan tanda klinis
yang memang mirip.
Antara bulan April sampai Agustus 2007, pemerintah di Yap menemukan 185 kasus
zika. Kasus terjadi 14,6 setiap 1.000 penduduk. Enam puluh persen kasus terjadi pada
perempuan dengan median usia 36 tahun. Gejala yang dilaporkan pada sebagian
pasien adalah arthralgia, demam ringan, sakit kepala, lesi kulit, konjungtivitis, nyeri
retroorbita, mialgia, edema, dan gangguan pencernaan. Tidak ada kasus yang
memerlukan rawat inap, dan tidak ada kematian (6).
Epidemi yang lebih besar terjadi tahun 2013 di French Polynesia. Penulis tidak dapat
mengakses publikasi asli laporan epidemi ini. Disebutkan, antara 30 Oktober 2013
sampai 14 Februari 2014 diestimasi terdapat 29.000 (10% populasi) pasien yang
berkonsultasi karena zika. Dari jumlah ini, diambil sejumlah 746 sampel dan 53% di
antaranya terkonfirmasi secara biologis. Tujuh puluh dua kasus tercatat disertai
dengan gejala neurologis yang berat. Di antaranya, 40 pasien didiagnosis dengan
sindrom Guillain-Barre dalam tiga bulan. Dalam keadaan normal, dalam rentang waktu
yang sama hanya ditemukan lima pasien (4). Pada epidemi ini, sebuah penelitian
menyebutkan bahwa keberadaan virus pada saliva lebih mudah dibuktikan daripada
pada darah (11), berhubungan dengan temuan baru-baru ini terkait epidemi di Brazil
(12).
Tahun 2015, terjadi kemunculan virus zika bersama dengan arbovirus lain, yaitu
dengue dan chikungunya. Tanggal 26 Maret 2015 dilakukan pengambilan sampel pada
24 pasien di Rumah Sakit Santa Helena di Camaari. Pasien-pasien ini diambil sampel
setelah didiagnosis menderita serangan virus akut. Tujuh di antara sampel ini positif
untuk zika. Pasien dengan zika mencari pertolongan medis setelah 4 hari dengan
gejala demam, lesi kulit, mialgia, dan arthralgia (13).
Epidemi di Brazil inilah yang kemudian dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun telah
menyebar ke lebih dari 25 negara di Amerika, kepulauan Pasifik, dan Cape Verde di
Afrika Barat (14) dan telah memaksa World Health Organization / WHO untuk
mengumumkan global public health emergency (kedaruratan kesehatan masyarakat
global) pada Senin, 1 Februari 2016 yang lalu (15). Dalam keterangan lanjutannya,
WHO bahkan mendorong negara-negara dengan kasus dengue dan chikungunya untuk
mencari kasus zika sehubungan dengan jenis nyamuk vektor yang sama (16).
Hubungan zika dengan mikrosefali dan sindrom Guillain-Barre belum dapat secara
meyakinkan ditentukan, namun pencatatan kasus menunjukkan peningkatan insidensi
bersesuaian dengan epidemi zika yang menampakkan kecenderungan hubungan
kausatif (14,15).

Memahami Virus Zika dalam Konteks Indonesia, Robertus Arian Datusanantyo |

RAD Journal 2016:02:024

Zika dan Mikrosefali


Pada epidemi di Brazil, dilaporkan sudah lebih dari empat ribu kelahiran dengan
mikrosefali (15), bandingkan dengan 150 kasus di sepanjang tahun 2014 (17). Adalah
dokter Adriana Melo dari Campina Grande, Brazil yang pertama kali terusik dengan
mikrosefali. Pada pemeriksaan ultrasonografi yang dilakukannya, dia menemukan
kalsifikasi pada otak yang biasanya bersesuaian dengan infeksi bersama dengan
pembesaran ventrikel di otak yang biasanya bersesuaian dengan masalah genetis
(18).
Pada Oktober 2015, Adriana Melo mendengar sudah lebih dari 60 kasus serupa terjadi.
Hal ini menggugah rasa ingin tahunya dan memberanikan dirinya berkonsultasi
dengan Gustavo Malinger, seorang ahli ultrasonografi di Tel Aviv Sourasky Medical
Center dan terkenal sebagai salah satu ahli otak janin terhebat di dunia. Berdua,
mereka menerbitkan laporan pertama yang mendeskripsikan temuan ultrasonografi
pada dua ibu dengan bayi mikrosefali yang diduga berkaitan dengan zika.
Sebenarnya, kedua ibu tersebut secara serologis negatif untuk zika, namun PCR pada
cairan amnionnya menunjukkan keberadaan virus zika. Ini kemungkinan juga
merupakan laporan pertama transmisi virus intrauterin (19). Kelainan pada pasien
pertama yang berhasil diungkap melalui ultrasonografi adalah atrofi serebri dengan
kalsifikasi kasar pada substansia alba lobus frontalis, termasuk kaudatus, vasa
lentostriatal, dan serebelum yang nampak bersama disgenesis corpus callosum dan
vermian disertai pelebaran sisterna magna (19).
Pada pasien kedua, didapatkan asimetri hemisfer serebri dengan ventrikulomegali
hebat unilateral, pergeseran midline, penipisan parenkim pada sisi terdilatasi,
penipisan pons dan batang otak dengan massa kecil non homogen di ganglia basalis,
disertai kalsifikasi yang lebih sedikit dibanding pasien pertama yang berada di
ventrikel lateralis dan ventrikel keempat. Ditemukan juga katarak pada kedua mata
dengan kalsifikasi intraokuler, satu mata lebih kecil dari yang lain (19).
Dalam sebuah korespondensi, seorang peneliti dari Kanada bernama Jason A. Tetro
mencoba menjelaskan kaitan antara zika dan mikrosefali. Salah satu penyebab
mikrosefali melibatkan abnormalitas sentrosom, organela yang berkaitan dengan
mitosis namun juga pada migrasi, polaritas, dan transportasi vesikel. Amplifikasi
jumlah sentrosom diketahui memicu mikrosefali. Ada beberapa contoh protein yang
berperan dalam autofagi sekaligus pada stabilitas sentrosom. Diketahui pula bahwa
proses autofagi umum ditemukan pada infeksi virus dan juga zika sebagai salah satu
cara replikasi virus di dalam sel (20).
Memang kaitan kausalitas antara zika dan mikrosefali belum terkonfirmasi secara
ilmiah. Walau demikian, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) telah
mengeluarkan panduan mengenai evaluasi dan pemeriksaan bagi anak kecil yang
diduga telah terinfeksi zika secara kongenital (21), panduan mengenai perawatan ibu
hamil atau usia subur yang terpapar zika (22), dan panduan mengenai kewaspadaan
penularan zika secara seksual (23).
Dalam panduan-panduan tersebut, disarankan bagi para pria di daerah epidemi atau
baru berkunjung ke daerah epidemi yang pasangannya sedang hamil agar
mengenakan kondom saat berhubungan seksual. Sementara itu, bagi pria yang
pasangannya sedang tidak hamil, disarankan untuk tidak berhubungan seksual atau
mengenakan kondom sampai ada perkembangan lebih lanjut mengenai kemungkinan
penularan secara seksual.
Sementara itu, berkaitan dengan kehamilan, panduan-panduan tersebut menyarankan
untuk adanya kesadaran dari pada perempuan yang hamil dan tinggal di daerah
epidemi atau yang baru saja mengunjungi daerah epidemi untuk memeriksakan diri
dan mengikuti algoritme yang ada dalam panduan tersebut berdasarkan pada hasil
tes zika.

Memahami Virus Zika dalam Konteks Indonesia, Robertus Arian Datusanantyo |

RAD Journal 2016:02:024

Kesimpulan dan Penutup


Zika memiliki sejarah di Indonesia. Virus ini juga ditularkan oleh nyamuk-nyamuk yang
sangat umum di Indonesia. Penelitian-penelitian yang dirujuk di atas juga
menunjukkan hubungan antara zika dengan dengue dan chikungunya. Gejala dan
tanda klinis yang ditemukan cukup mirip. Walaupun Kementerian Kesehatan
mengatakan belum ada kasus konfirmasi positif kasus zika di Indonesia, tidak mustahil
bahwa ada zika di antara pasien-pasien dengan demam yang di awal tahun ini banyak
membanjiri rumah sakit di Indonesia.
Penulis dan kalangan medis maupun kesehatan lain sampai saat ini sedang menunggu
publikasi-publikasi ilmiah terbaru mengenai konfirmasi apakah benar zika
berhubungan kausatif dengan mikrosefali dan peningkatan insidensi sindrom GuillainBarre. Ada juga beberapa isu kesehatan masyarakat baru pada epidemi kali ini, yaitu
mode penularan secara seksual maupun ditemukannya virus pada saliva dan urine.
Bila semua pengamatan ini benar, maka berarti kita berhadapan dengan virus yang
mengembangkan virulensinya.
Walau demikian, orang Indonesia sudah sangat terbiasa dengan pencegahan penyakit
akibat nyamuk. Gerakan 3M: menutup, menguras, dan mengubur. Beberapa sarana
pelayanan kesehatan juga telah menambahkan saran seperti penggunaan mosquito
repellent, kelambu, dan lain-lain. Dengan konsisten pada cara-cara ini, penyebaran
penyakit dengan vektor nyamuk dipercaya akan berkurang.
Daftar Bacaan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Dick GWA, Kitchen SF, Haddow AJ. Zika virus (I). Isolations and serological specificity.
Trans R Soc Trop Med Hyg. 1952;46(5):50920.
Hayes EB. Zika Virus Outside Africa. Emerg Infect Dis. 2009;15(9):134750.
Dick GWA. Zika Virus (II). Pathogenicity and Physical Properties. Trans R Soc Trop Med
Hyg. 1952;46(5):52134.
Ioos S, Mallet HP, Leparc Goffart I, Gauthier V, Cardoso T, Herida M. Current Zika virus
epidemiology and recent epidemics. Med Mal Infect. Elsevier Masson SAS;
2014;44(7):3027.
Grard G, Caron M, Mombo IM, Nkoghe D, Mboui Ondo S, Jiolle D, et al. Zika Virus in Gabon
(Central Africa) - 2007: A New Threat from Aedes albopictus? PLoS Negl Trop Dis.
2014;8(2):16.
Duffy MR, Chen T-H, Hancock WT, Powers AM, Kool JL, Lanciotti RS, et al. Zika virus
outbreak on Yap Island, Federated States of Micronesia. N Engl J Med.
2009;360(24):253643.
Olson JG, Ksiazek TG, Suhandiman, Triwibowo. Zika virus, a cause of fever in Central Java,
Indonesia. Trans R Soc Trop Med Hyg. 1981;75(3):38993.
Kwong JC, Druce JD, Leder K. Case report: Zika virus infection acquired during brief travel
to indonesia. Am J Trop Med Hyg. 2013;89(3):5167.
Yasri S, Wiwanitkit V. New human pathogenic dengue like virus infections (Zika,
Alkhumra, and Mayaro viruses): a short review. Asian Pacific J Trop Dis. Asian Pacific
Tropical Medicine Press; 2015;5(Suppl 1):S312.
Lanciotti RS, Kosoy OL, Laven JJ, Velez JO, Lambert AJ, Johnson AJ, et al. Genetic and
Serologic Properties of Zika Virus Associated with an Epidemic, Yap State, Micronesia,
2007. Emerg Infect Dis. 2008;14(8):12329.
Musso D, Roche C, Nhan T-X, Robin E, Teissier A, Cao-Lormeau V-M. Detection of Zika
virus in saliva. J Clin Virol. Elsevier B.V.; 2015;68:535.
Fonseca P. Brazil Finds Zika in Saliva, Urine; Expert Warns Against Kissing. Medscape.
2016 Feb;12.
Campos GS, Bandeira AC, Sardi SI. Zika virus outbreak, Bahia, Brazil. Emerg Infect Dis.
2015;21(10):18856.
Lucey DR. Time for global action on Zika virus epidemic. Br Med J. 2016;781(February):1
2.
Gulland A. Zika virus is a global public health emergency, declares WHO. BMJ.
2016;352(February):i657.
Gulland A. WHO urges countries in dengue belt to look out for Zika. Br Med J.
Memahami Virus Zika dalam Konteks Indonesia, Robertus Arian Datusanantyo |

RAD Journal 2016:02:024

17.
18.
19.
20.
21.
22.

23.

2016;352(i595).
Dyer O. Sixty seconds on . . . mindfulness. Br Med J. 2016;352(i467).
Collins S, Goodman B. Zika and Microcephaly: How Doctors Made the Link. Medscape.
2016 Feb;25.
Melo ASO, Malinger G, Ximenes R, Szejnfeld PO, Sampaio SA, de Filippis AMB. Zika virus
intrauterine infection causes fetal brain abnormality and microcephaly: tip of the
iceberg? Ultrasound Obs Gynecol. 2016;47:67.
Tetro JA. Zika and microcephaly: Causation, correlation, or coincidence? Microbes Infect.
Institut Pasteur; 2016;
Staples JE, Dziuban EJ, Fischer M, Cragan JD, Rasmussen SA, Cannon MJ, et al. Interim
Guidelines for the Evaluation and Testing of Infants with Possible Congenital Zika Virus
Infection United States, 2016. Morb Mortal Wkly Rep. 2016;65(3):637.
Oduyebo T, Petersen EE, Rasmussen SA, Mead PS, Meaney-delman D, Renquist CM, et al.
Update: Interim Guidelines for Health Care Providers Caring for Pregnant Women and
Women of Reproductive Age with Possible Zika Virus Exposure United States , 2016.
Morb Mortal Wkly Rep. 2016;65.
Oster AM, Brooks JT, Stryker JE, Kachur RE, Mead P, Pesik NT, et al. Interim Guidelines for
Prevention of Sexual Transmission of Zika Virus United States , 2016. Morb Mortal Wkly
Rep. 2016;65.

Penulis
Artikel ini ditulis oleh dr. Robertus Arian Datusanantyo, M.P.H.; alumni Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada; sedang menempuh pendidikan dokter spesialis
di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; tinggal di Sidoarjo.

Memahami Virus Zika dalam Konteks Indonesia, Robertus Arian Datusanantyo |

Anda mungkin juga menyukai