Anda di halaman 1dari 11

TINJAUAN PUSTAKA

A. Asfiksia Neonatorum
1. Pengertian
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktorfaktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi
lahir (Wiknjosastro, 2011).
Asfiksia atau fetal distress, merupakan keadaan yang perlu
diperhatikan karena berkaitan dengan kualitas hidup sehingga pada setiap
persalinan diharapkan tidak terjadi cacat yang mempengaruhi kehidupan di
masa yang akan datang (Manuaba, 2006). Definisi asfiksia adalah keadaan
janin dalam rahim yang tertekan, karena terjadi hipoksia atau kekurangan
nutrisi. Kejadian asfiksia dapat terjadi secara mendadak atau bersifat
menahun (Manuaba, 2010).
Asfiksia neonatorum merupakan suatu kondisi dimana bayi tidak
dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Betz dan
Sowden, 2010). Keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia,
hiperkapnea, sampai asidosis (Hidayat, 2005).
2. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Menurut Manuaba (2006) penyebab terjadinya asfiksia adalah:

1) Faktor Intrauteri, meliputi : Keadaan ibu, Uterus, Plasenta, Tali pusat


dan Fetus
2) Faktor umur kehamilan, melipui :Persalinan prematur, Persalinan
presipitatus, Persalinan lewat waktu
3) Faktor persalinan, meliputi Persalinan memanjang/terlantar, Persalinan
dengan tindakan operatif, Persalinan dengan induksi, Persalinan
dengan anestesia, Perdarahan (solusio plasenta marginalis)
4) Faktor buatan (iatrogenik), meliputi : Sindrom hipotensi-suspansi
(posisi tidur), asfiksia intrauteri pada induksi persalinan, Asfiksia
intrauteri pada persalinan dengan anestesia.
Asfiksia intrauteri adalah suatu keadaan yang harus segera diatasi
atau bila perlu, segera mengakhiri persalinan dengan tindakan tersebut
diharapkan keadaan tekanan pada janin akan berakhir dan bayi dapat
diselamatkan (Manuaba, 2010).

Hipoksia janin yang menyebabkan

asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan petukaran gas serta transpor


O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O 2 dan
dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara
menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau
secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan
(Wiknjosastro, 2011).
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang
buruk, penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, penyakit jantung, dan
lain-lain. Pada keadaan terakhir ini pengaruh terhadap janin disebabkan

oleh gangguan oksigenisasi serta kekurangan pemberian zat-zat makanan


berhubungan dengan gangguan fungsi plasenta. Hal ini dapat dicegah atau
dikurangi dengan melakukan pemeriksaan antenatal yang sempurna,
sehingga perbaikan sedini-dininya dapat diusahakan (Manuaba, 2010).
Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan bersifat lebih mendadak
dan hampir selalu mengakibatkan anoksia atau hipoksia janin dan berakhir
dengan asfiksia bayi. Keadaan ini perlu dikenal, agar dapat dilakukan
persiapan yang sempurna pada saat bayi lahir. Faktor-faktor yang
mendadak ini terdiri dari atas : (Manuaba, 2010)
a) Faktor-faktor dari pihak janin, seperti gangguan aliran darah dalam tali
pusat karena tekanan tali pusat, depresi pernapasan karena obat-obat
anestesia/analgetika

yang

diberikan

kepada

ibu,

perdarahan

intrakranial, dan kelainan bawaan (hernia diafragmatika, atresia


saluran pernafasan, hipoplasia paru-paru dan lain-lain).
b) Faktor-faktor dari pihak ibu, seperti gangguan his, misalnya hipertoni
dan tetani, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan misalnya
pada plasenta previa, hipertensi pada eklampsia, gangguan mendadak
pada plasenta seperti solusio plasenta.
3. Klasifikasi Asfiksia
1) Asfiksia ringan
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan
tindakan istimewa.

2) Asfiksia sedang
Skor APGAR 4-6. Bayi dengan asfiksia sedang memerlukan
tindakan medis segera seperti seperti lendir yang menyumbat jalan
napas dan pemberian O2. Tanda dan gejala yang muncul antara lain:
frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x/menit, usaha napas
lambat, tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada, bayi tidak dapat
memberikan reaksi jika diberikan ransangan, bayi tampak pucat,
terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum dan sesudah
persalinan.
3) Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3. Memerlukan tindakan medis yang lebih intesif
lagi. Pada asfiksia berat frekuensi jantung kecil, yaitu <40x/menit,
tidak ada usaha napas, tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada,
bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan ransangan, bayi
tampak pucat, terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum dan
sesudah persalinan.
4. Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam
pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dn mengangkat
CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara,
sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru
sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam
paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini

disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian
besar sirkulasi darah paru akan melewati Duktus Anteriosus (DA) tidak
banyak yang masuk ke dalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menarik napas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi.
Alveoli akan mengembang dan udara akan masuk, dan cairan yang ada
didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan
dengan iniarteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru
akan meningkat secara memadai. Duktus arteriosus (DA) akan mulai
menutup bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran
darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA
dan masuk kedalam aorta akan mulai member aliran darah yang cukup
berarti kedalam arteriole paru yang mulai mengembang, DA akan tetap
tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokontriksi
dan penurunan perfusi paru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya
akan terjadi konstriksi arteriol pada usus, ginjal, otot,dan kulit sehingga
penyediaan oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak akan
meningkat. Apabila asfiksia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungai
penurunan penyediaan oksigen pada organ vital dan saat ini akan mulai
terjadi suatu Hypoxic Ischemic Encephalopathy (HIE) yang akan
mmberikan gangguan yang menetap pada bayi baru lahir. HIE ini pada

bayi baru lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak
diatasi secara cepat dan tepat (Aliyah Anna, 2007).
5. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari
anoksia/hipoksia janin. Diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat
dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal
perlu mendapat perhatian antara lain:
1) Denyut jantung janin
Frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan semenit,
selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi
kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung
umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun
sampai di bawah 100 semenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak
teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik
elektrokardiograf janin digunakan untuk terus menerus mengawasi
keadaan denyut jantung dalam persalinan.
2) Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan
tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan
oksigenisasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium
dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi
untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan
mudah.

3) Pemeriksaan pH darah janin


Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat
serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh
darah

janin.

Darah

ini

diperiksa

pH-nya.

Adanya

asidosis

menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2


hal itu dianggap sebagai tanda bahaya.
Diagnosis

gawat-janin

sangat

penting

untuk

dapat

menyelamatkan dan dengan demikian membatasi morbiditas dan


mortalitas perinatal. Setelah itu kelahiran bayi yang telah menunjukkan
tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia neonatorum,
sehingga perlu diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan
tersebut. Jika terdapat asfiksia, tingkatnya perlu dikenal untuk dapat
melakukan resusitasi lain. Nilai Apgar mempunyai hubungan erat
dengan beratnya asfiksia dan biasanya dinilai satu menit dan lima
menit setelah bayi lahir. Angka ini penting artinya karena dapat
dipergunakan sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi yang
akan dikerjakan (Wiknjosastro, 2011).
6. Penilaian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah
menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya
melaksanakan tindakan tadi. Penilaian selanjutnya merupakan dasar untuk
menentukan kesimpulan dan tindakan berikutnya. Upaya resusitasi yang
efisien dan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan, yaitu

penilaian, pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan. Rangkaian


tindakan ini merupakan suatu siklus. Misalnya pada saat-saat anda
melakukan rangsangan taktil anda sekaligus menilai pernafasan bayi. Atas
dasar penilaian ini anda akan menentukan langkah-langkah selanjutnya.
Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak
bernafas atau bahwa pernafasan tidak adekuat, anda sudah menentukan
dasar

pengambilan

kesimpulan

untuk

tindakan

berikutnya

yaitu

memberikan ventilasi dengan tekanan positif (VTP). Sebaliknya apabila


pernafasannya normal, maka tindakan selanjutnya adalah menilai denyut
jantung bayi. Segera sesudah memulai suatu tindakan anda harus menilai
dampaknya pada bayi dan membuat kesimpulan untuk tahap berikutnya
(Saifuddin, 2008).
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh
tiga tanda penting yaitu:
1) Pernafasan
2) Denyut jantung
3) Warna
Nilai APGAR tidak dipakai untuk menentukan kapan kita memulai
resusitasi atau untuk membuat keputusan mengenal jalannya resusitasi.
Nilai Apgar pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit
sesudah bayi lahir. Akan tetapi, penilaian bayi harus dimulai segera
sesudah bayi lahir. Apabila bayi memerlukan intervensi berdasarkan
penilaian pernafasan, denyut jantung atau warna bayi, maka penilaian ini

harus dilakukan segera. Intervensi yang harus dilakukan jangan sampai


terlambat

karena

menunggu

hasil

penilaian

Apgar

satu

menit.

Keterlambatan tindakan sangat membahayakan terutama pada bayi yang


mengalami depresi (Saifuddin, 2008).
Walaupun nilai Apgar tidak penting dalam pengambilan keputusan
pada awal resusitasi, tetapi dapat menolong dalam upaya penilaian
keadaan bayi dan penilaian efektivitas upaya resusitasi. Jadi nilai Apgar
perlu dinilai pada 1 menit dan 5 menit. Apabila nilai Apgar kurang dari 7
penilaian nilai tambahan masih diperlukan yaitu tiap 5 menit sampai 20
menit atau sampai dua kali penilaian menunjukkan nilai 8 atau lebih
(Saifuddin, 2008).

Tanda
Warna

Denyut jantung

Tonus otot
1.Respons refleks
2.Respons terhadap
kateter dalam lubang
hidung (dicoba
setelah orofaring
dibersihkan)
3.Tangential foot
slep
Usaha bernapas

Tabel 1
Penilaian APGAR
0
1
Biru, pucat
Badan merah
muda,
ekstremitas
biru
Tidak ada
Lambat (di
bawah 100)
lemah/tida
k ada
Tidak ada
respons

2
Seluruhnya
merah muda
Di atas 100

sedikit gerakan

bergerak aktif

Menyeringai

Batuk atau
bersin

menyeringai
Tidak ada
respons

Tidak ada

Menangis dan
menarik kaki

Tangisan
lemah,
hipoventilasi

Tangisan kuat
yang baik

7. Komplikasi
Komplikasi menurut Nadasuster (2003)
1) Hipoksia
2) Hipotermi
3) Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)
4) Prematuritas
5) Gangguan perdarahan otak
Menurut Wiknjosastro, (2011) Komplikasi yang muncul pada
asfiksia neonatus antara lain:
1) Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang
telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah
ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia
dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga
dapat menimbulkan perdarahan otak.
2) Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita
asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat
terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini
curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium
dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada
pembuluh

darah

mesentrium

pengeluaran urine sedikit.

dan

ginjal

yang

menyebabkan

3) Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan
persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat
menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak
efektif.
4) Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdarahan pada otak.

Anda mungkin juga menyukai