PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
paradigm
belajar
mengajar
dan
kemudian
menerapkan
menjawab
perubahan-perubahan
yang
terjadi
dalam
dunia
Universitas
Brawijaya
(FKUB)
menerapkan
kurikulum
berbasis kompetensi (KBK) pada tahun 2007, yaitu dua tahun saat tulisan
ini dibuat. Namun demikian sejak diimplementasikan pada tahun 2007,
evaluasi tentang bagaimana perubahan kurikulum tersebut memberikan
dampak pada kualitas peserta didik, atau yang lebih umum dampak
terhadap lingkungan pendidikan belum dilakukan oleh institusi. Selama ini
evaluasi akademik di institusi pendidikan masih mengandalkan IPK
mahasiswa. Meskipun sistem penjaminan mutu internal telah dilakukan,
namun karena menggunakan sistem evaluasi mutu akademik berbasis
evaluasi diri dari Badan Akreditasi Nasional untuk Perguruan Tinggi (BANPT), hasil evaluasi tersebut tidak banyak memberikan masukan obyektif
bagi penyelenggara pendidikan untuk melihat secara lengkap hasil
implementasi KBK (AIPKI, 2009).
Menurut hasil evaluasi pada rapat kritisi tentang sistem akreditasi
nasional dan EPSBED di FKUB disebutkan bahwa hal ini disebabkan
karena borang/sistem evaluasi dari BAN-PT tersebut masih bersifat
generik untuk program studi di perguruan tinggi. Lebih spesifik, borang
evaluasi tersebut dinilai belum dapat memfasilitasi penerapan student
directed
learning
dalam
kurikulum
dengan
variasi
metode
mahasiswa
dan
manajemennya,
kualitas
interaksi
dosen-
aspek
utama
dalam
implementasi
kurikulum
yang
berpengaruh pada capaian hasil belajar. Selain itu posisi BAN yang
menjadi lembaga pemberi harkat akreditasi, menyebabkan proses
evaluasi yang ada cenderung tidak berjalan alamiah dan tidak
mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Bahkan dengan adanya
akomodasi terhadap muatan kurikulum lokal, semakin menguatkan
dibutuhkannya suatu format evaluasi yang lebih baik lagi dan sesuai untuk
semua kondisi unik tiap institusi ini. Oleh karena itu pengembangan
perangkat evaluasi kurikulum yang sederhana, yang dapat secara efektif
dapat menilai kualitas pelaksanaan kurikulum sekaligus memberikan
informasi akurat mengenai kekuatan dan kelemahan yang menjadi modal
untuk perbaikan pendidikan dokter, merupakan kebutuhan mendesak bagi
institusi pendidikan kedokteran.
Lingkungan
pendidikan
(Educational
Environment/
Academic
justifikasi
bahwa
lingkungan
pendidikan
merupakan
2001),
merupakan
sumber
informasi
untuk
melakukan
semata-mata
sekumpulan
perencanaan
kegiatan
belajar
dirasakan, dilakukan dan dipersepsi oleh guru dan siswa (Coles, 1998,
Genn, 2001a). Oleh karena itu, dapat dipahami bila WFME menjadikan
kualitas lingkungan pendidikan sebagai salah satu aspek dari standar
kualitas pendidikan dokter masa depan (WFME, 2003a)
Dundee Ready Educational Environment Measures (DREEM)
merupakan salah satu dari beberapa instrumen yang dikembangkan untuk
mengevaluasi lingkungan pendidikan dalam konteks pendidikan dokter
(Roff S, et al., 2004). DREEM dinyatakan sebagai instrumen yang dapat
diaplikasikan untuk semua kondisi pendidikan dokter di banyak negara
karena telah digunakan untuk mengevaluasi lingkungan pendidikan pada
negara-negara di lima benua (Bassaw et al., 2003, Roff et al., 2001a, Roff
et al., 1997, Till, 2005b). Dalam kritik terhadap penggunaan DREEM
sebagai evaluasi kekuatan dan kelemahan pelaksanaan kurikulum,
dipandang
perlu
kiranya
mengevaluasi
kondisi
lingkungan
yang
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
kualitas
lingkungan
pendidikan
pada
institusi
C. Tujuan Penelitian
1.
2.
D. Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain
1.
2.
3.
E. Keaslian Penelitian
Peneltian Lingkungan pendidikan merupakan salah satu bidang yang
mendapatkan perhatian para ahli pendidikan. Instrumen evaluasi terhadap
lingkungan pendidikan ini telah berkembang baik untuk lingkungan
pendidikan pra sekolah hingga perguruan tinggi (Tableman, 2004, Emillia,
2008). Perkembangan penelitian lingkungan pendidikan dalam konteks
pendidikan kedokteran berjalan lambat selama 30 tahun terakhir.
DREEM
merupakan
salah
satu
diantara
instrumen
yang
dikembangkan
dengan
mempertimbangkan
konstruksi
memberikan
informasi
yang
lebih
bermanfaat
untuk
perbaikan
pelaksanaan kurikulum.
Iklim pendidiikan merupakan apa yang dipersepsikan oleh dosen
dan pendidik (Genn, 2001a), karena itu Miles dan Leinster (2009)
menggunakan DREEM untuk mengevaluasi lingkungan pendidikan dari
persepsi mahasiswa dan dosen. Mereka berdua merekomendasikan
bahwa perbaikan kurikulum tidak hanya dilakukan pada mahasiswa tapi
juga pada dosen.
Mengingat bahwa perancangan kurikulum juga berkaitan erat
dengan kebijakan pimpinan institusi. Maka dipandang perlu untuk
melakukan evaluasi kurikulum dengan melihat persepsi mahasiswa,
dosen dan pimpinan institusi baik dari konteks ideal dan aktual agar
didapatkan
informasi
yang
lebih
akurat
untuk
perbaikan
yang