Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai mahluk hidup, manusia memiliki berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi untuk
menjaga kelangsungan hidupnya sendiri. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut, manusia telah
melakukan berbagai macam kegiatan di lingkungan hidupnya. Kegiatan ini baik secara langsung
maupun tidak langsung akan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada lingkungan.
Tanpa disadari oleh manusia, pemenuhan kebutuhan melalui berbagai macam kegiatan ini telah
menimbulkan kerugian yang harus ditanggung bukan saja oleh manusia namun juga oleh seluruh
mahluk hidup yang bersentuhan langsung dengan kegiatan tersebut. Hal ini disebabkan, kegiatan
pemenuhan kebutuhan ini menyebabkan munculnya sisa-sisa hasil kegiatan yang tidak
digunakan atau dibuang oleh manusia dan memberikan dampak negatif bagi lingkungan, yaitu
limbah dan sampah. Banyak sekali permasalahan yang terjadi seputar pengelolaan limbah
khususnya limbah hasil kegiatan industri yang mengandung unsur bahan berbahaya dan beracun
(B3). Bahan berbahaya dan beracun menjadi sebuah ancaman bagi kelestarian lingkungan yang
memerlukan keseimbangan dalam lingkaran rantai ekosistem.
Salah satu cara untuk mengolah limbah B3 yaitu melalui proses pengolahan secara fisika yaitu
insinerasi. Proses pengolahan secara fisik bertujuan untuk mengurangi daya racun limbah b3
dan/atau menghilangkan sifat/karakteristik limbah B3 dari berbahaya menjadi tidak berbahaya,
selain itu untuk menghancurkan senyawa B3 yang terkandung di dalamnya menjadi senyawa
yang tidak mengandung B3.
Teknologi insinerasi merupakan cara pengolahan yang baik bagi materi combustible yang
mempunyai nilai kalor yang memadai untuk itu, misalnya limbah hidrokarbon (cair dan padat).
Limbah berbahaya yang patogen, seperti dari rumah sakit sangat ampuh ditangani cara ini.
Keuntungan lain adalah kemungkinan pemanfaatan panas yang ditimbulkannya. Kelemahan dari
cara ini adalah modal awal yang relatif tinggi dibanding cara lain. Disamping itu masalah
pencemaran udara yang dapat ditimbulkan, membutuhkan sarana yang baik dan cocok
menanggulanginya.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui apa itu insinerator.
2. Untuk melihat macam-macam insinerator dalam pengelolaan limbah B3
3. Untuk mengetahui mekanisme kerja masing-masing insinerator dalam pengelolaan limbah
B3.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Mekanisme Insinerator

Insinerasi adalah metode penghancuran limbah organik dengan melalui pembakaran dalam suatu
sistem yang terkontrol dan terisolir dari lingkungan sekitarnya. Insenerasi dan pengolahan
sampah bertemperatur tinggi lainnya didefinisikan sebagai pengolahan termal. Insinerasi material
sampah mengubah sampah menjadi abu, gas sisa hasil pembakaran, partikulat dan panas. Gas
yang dihasilkan harus dibersihkan dari polutan sebelum dilepas ke atmosfer. Panas yang
dihasilkan bisa dimanfaatkan sebagai energi pembangkit listrik.
Keistimewaan pembakaran limbah adalah sebagai berikut :
1. Sebagian besar komponen B3 dari limbah dapat dihancurkan;
2. Volume dan berat limbah berkurang dan berubah menjadi bentuk asalnya;
3. Limbah berkurang dengan cepat sekali, tidak seperti pada pengolahan limbah secara biologik
maupun sistem penimbunan tanah. Limbah dapat dibakar setempat (on-site), tanpa harus
diangkut ke tempat yang jauh;
4. Pembuangan gas hasil-bakar dapat dikontrol secara efektif untuk meminimumkan pengaruh
pada lingkungan;
5. Pembakaran dengan mudah dihentikan;
6. Jika abu sisa pembakaran tidak diklasifikasikan sebagai B3, maka metode pembuangannya
(disposal) tidak seketat limbah padat B-3 pada umumnya;
7. Pembakaran memerlukan area yang relatif lebih kecil, tidak seperti laguna (lagoons) maupun
metode penimbunan tanah (land disposal);
8. Melalui teknik pengambilan panas kembali, biaya operasi dapat dikurangi atau diimbangi
dengan menggunakan atau menjual energi.
Meskipun pembakaran merupakan pilihan pengurangan limbah yang menarik, namun tidak dapat
dengan mudah diterapkan pada semua limbah, karena:

1. Beberapa bahan tidak dapat diinsinerasi yaitu material yang memiliki kandungan air yang
tinggi, atau merupakan material yang tak-terbakar;
2. Pengontrolan logam-logam dari proses pembakaran mungkin menjadi sulit untuk limbahlimbah anorganik yang mengandung logam-logam berat (timbal, kromium, kadmium, air
raksa, nikel, arsenik, dll.);
3. Pembakaran umumnya membutuhkan biaya investasi yang tinggi;
4. Diperlukan operator yang handal;
5. Tambahan bahan-bakar diperlukan untuk bahan-bahan tertentu, agar temperatur pembakaran
dapat dijaga.
Proses insinerasi pada dasarnya adalah reaksi oksidasi cepat antara bahan organik dengan
oksigen. Jika proses ini berlangsung secara sempurna, komponen utama penyusun bahan organik
(H dan C) akan dikonversi menjadi gas karbon dioksida dan uap air. Unsur-unsur penyusun
limbah padat organik lainnya seperti belerang (S), nitrogen (N) dioksidasi menjadi oksida-oksida
dalam fasa gas (SOx, NOx) sedangkan unsur inert lainnya tetap berada pada fasa padat atau
teruapkan dan terbawa oleh gas-gas produk insinerasi yang berpotensi menimbulkan
pencemaran. Untuk mengurangi pencemaran, insinerator dilengkapi dengan sistem pengendalian
polusi udara yang pada prinsipnya merupakan peralatan untuk menangkap gas-gas pencemar
produk insinerasi.
Pada prinsipnya limbah dapat dikategorikan menjadi tiga macam berdasarkan kemampuan untuk
dibakar yaitu: (i) limbah yang tidak dapat dibakar, yaitu limbah dengan heating value di bawah
1700 kkal/kg; (ii) limbah yang dapat dibakar dengan bantuan bahan bakar, yaitu limbah
dengan heating value 1700-5000 kkal/kg, dan (iii) limbah yang dapat terbakar dengan
sendirinya, yaitu limbah dengan heating value di atas 5000 kkal/kg. Temperatur yang digunakan
untuk membakar limbah padatan tersebut dipengaruhi oleh kandungan atau komposisi limbah
tersebut.

Pembakaran

bertemperatur

tinggi

(>

1200 0C)

digunakan

jika

limbah

mengandung PCB, dioxin. Pembakaran dengan temperatur medium (1000 1200 0C) digunakan
jika limbah itu mengandung senyawa-senyawa toksik. Pembakaran dengan temperatur normal

(700 1000 0C) digunakan jika limbah itu tidak mengandung komponen PCB, dioksin atau
senyawa toksik. Scrubber ditambahkan jika gas yang dilepaskan dari insinerator mengandung
komponen komponen seperti Cl, Br, F dan S. Jika komponen limbah mengandung (i) nitrogen
(N), perlu penanganan NOX dari hasil pembakaran dan (ii) logam berat, perlu pemisahan
partikulat dalam gas buang.
Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Aspek penting dalam sistem
insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value) limbah. Selain menentukan kemampuan
dalam mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga menentukan
banyaknya energi yang mungkin diperoleh dari sistem insinerasi. Jika sistem insinerasi
dilengkapi dengan peralatan pengendali pencemaran udara, heating value akan menentukan
volume fluida pendingin yang diperlukan untuk melengkapi sistem agar gas-gas produk proses
insinerasi berada pada kondisi temperatur yang sesuai dengan spesifikasi peralatan pengendali
pencemaran.
Pada mulanya sistem insinerasi digunakan hanya untuk mengurangi volume padatan. Pada saat
ini selain digunakan sebagai sistem pengelolaan limbah padat, sistem insinerasi juga banyak
difungsikan sebagai suatu sistem pembangkit energi. Jika sistem insinerasi ini terletak cukup
dekat dengan industri, panas yang dihasilkan dapat disupply ke industri untuk memenuhi
kebutuhan panas proses (produksi steam, untuk pengeringan bahan dsb.). Di samping itu panas
hasil proses insinerasi dapat pula digunakan untuk membangkitkan listrik lewat proses thermomechanic. Pengolahan limbah B3 dengan insinerasi (thermal treatment) diatur dalam Kep03/Bapedal/09/1995, yang mencakup cara pembangunan insinerator sejak pengajuan ijin;
pemasangan, uji coba; hingga pemantauan dan pelaporan.
Skema proses incenerasi adalah sebagai berikut:

2.2 Jenis-jenis limbah yang dapat dimusnahkan incinerator adalah sbb:


1. Limbah domestik
Yang termasuk limbah domestik adalah sampah kota, pasar, perumahan, pertokoan dsbnya
2. Limbah Infeksius
Limbah infeksius adalah limbah padat yang dihasilkan oleh rumah sakit
3. Limbah Industri, terbagi atas :
1. Limbah padat:
a.Obat-obatan kadaluarsa pada industri farmasi
b.

Produk reject pada industri makanan, sabun, sampoo dsbnya

c.Sampah-sampah kemasan
d.

Adonan permen yang mengeras dan tidak dapat digunakan pada industri permen.

e.Majun atau potongan kain pada industri tekstil


f. Sisa sisa tembakau dan produk reject pada industri rokok

g.

Karet- karet bekas dan sudah tidak bisa digunakan pada industri karet.

h.

Kerak cat yang sudah mengeras pada industri otomotif

2. Limbah sludge:
Sludge dari proses pengolahan limbah cair (Wastewater Treatment Sludge) dari berbagai jenis
industri.
1. Limbah cair
2. Limbah chemical dari laboratorium (terbatas)
3. Limbah chemical produksi (terbatas)\
4. Obat-obatan cair
5. Shampo cair reject yang belum dikemas
6. Sabun cair reject
Jenis-jenis pembakaran sampah :
1. Pembakaran stoikhiometrik
Pembakaran yang dilakukan dengan suplai udara/oksigen yang sesuai dengan kebutuhan
untuk pembakaran sempurna.
2. Pembakaran dengan udara berlebih
Pembakaran yang dilakukan dengan suplai udara yang melebihi kebutuhan untuk
berlangsungnya pembakaran sempurna.
3. Gasifikasi
Proses pembakaran parsial pada kondisi substoikhiometrik, di mana produknya adalah gasgas CO, H2, dan hidrokarbon.
4. Pirolisis
Pembakaran tanpa suplai udara
2.3 Teknologi Incinerator
Ada beberapa teknologi incinerator yang telah digunakan di berbagai tempat didunia bagi limbah

B3. tiap teknologi memiliki kelebihan maupun kelemahan, dan pemilihannya memerlukan
pertimbangan cermat. Uraian berikut ini menggambarkan sistem-sistem diatas sebagai bahan
pertimbangan bagi penggunaannya di Indonesia.
1. Tungku Statis
Incinerator tungku statis terdiri dari dua ruang pembakaran, yang pertama berupa tungku statis
ditempat dimana limbah ditempatkan di suatu alas batch (burner) untuk memanaskan ruang,
menggunakan bahan bakar tambahan seperti LNG atau minyak bakar agar tungku tersebut
mempunyai suhu operasional sebelum limbah dimasukkan kedalamnya. Gas (buang) hasil
pembakaran tidak sempurna diruang ini dipindahkan ke ruang kedua, ditempat mana suhunya
telah dinaikkan oleh pembakar tambahan kedua guna menyempurnakan proses ini. residu
anorganik yang tidak terbakar atau abu dipindahkan pada sebuah alas reguler (reguler basis) dari
tungku statis.
Tungku statis merupakan salah satu incinerator yang tidak terlalu mahal. Tungku ini sesuai untuk
limbah dengan jumlah yang relatif sedikit pada suatu alas batch (batch basis). Kelemahan
utamanya adalah kompleksitas pengoperasiannya sehingga memerlukan staff yang terlatih baik.
2. Tungku Putar (rotary kiln)
Incinerator tungku putar terdiri dari tabung silinder yang berputar pelahan, yang dipasang miring
pada suatu tempat. Limbah dimasukkan ke incinerator dari salah satu ujung dan dibakar sampai
menjadi abu setelah limbah tersebut bergerak sampai ke ujung lain. bahan bakar tambahan
digunakan untuk menaikan suhu tungku dan mempertahankan suhu selama operasional.
Incinerator tungku putar dapat mengelola berbagai limbah padatan, cairan dan gas yang
dimasukkan secara terpisah atau bersama. Karena mahalnya bahan bakar guna memanaskan
tungku putar, maka tungku ini digunakan terbatas bagi limbah dalam jumlah besar yang
dimasukkan secara terus menerus.
3. Fluidized bed
Reaktor fluidized bed terdiri dari bejana/tabung baja berbentuk silinder vertikal yang dasarnya
diisi pasir. Udara dialirkan melalui difuser yang terletak dibawah lapisan pasir untuk mencampur
dan mencairkan (fluidize) pasir. Bahan bakar tambahan digunakan untuk memanaskan pasir

sebelum dimasukkan limbah. Limbah dimasukkan di atas atau ke dalam pasir dan dibakar setelah
terjadi kontak dengan pasir panas.
Fluidized bed incinerator dapat mengelola berbagai macam limbah sludge dan limbah cair.
Incinerator ini dapat di operasikan terhadap limbah yang datang per-kumpulan, karena pasirnya
dapat mempertahankan suhu diantara masa operasionalnya.
2.4 Pengolahan Tambahan (Co-Treatment)
Ada sejumlah unit pembakaran yang digunakan industri guna membangkit uap atau tujuan lain
dan dapat digunakan dalam incinerator limbah B3. unit ini mencakup boiler yang memilki
tingkat efisiensi tinggi serta tungku semen.
Boiler berefisiensi tinggi menggunakan gas alam, batu bara, atau minyak untuk membangkit uap
pada industri. Suhu yang dicapai seringkali cukup untuk menghancurkan limbah B3 dan telah
diterapkan bagi tujuan ini. berbagai pertimbangan termasuk korosi dari gas-gas yang bersifat
asam, pencampuran yang cukup guna memastikan pembakaran sempurna dan sistem penanganan
bagi limbah yang dimasukkan. Peralatan pengendalian pencemaran udara harus ditambahkan
untuk memisahkan kontaminan-kontaminan dari aliran gas buang.
Tungku semen, yang perancangannya mirip dengan rotary klin telah digunakan untuk mengelola
limbah B3 secara luas. Tungku ini mempunyai suhu dan pencampuran yang cukup untuk tujuan
ini. peralatan pengendalian pencemaran udara harus diperbaiki agar sesuai dengan beban
pencemar yang bertambah.
2.5 Peralatan Pengendalian Pencemaran Udara
Sementara pembakaran efektif dalam mengurangi sedikit emisi senyawa organik yang ada,
pencemar lain seperti partikulat dan gas bersifat asam memerlukan beberapa bentuk/sistem
pengendalian pencemaran udara. Khususnya, alat ini dapat meliputi suatu pemadam untuk
mengurangi suhu gas-gas incinerator, suatu penyaring (scrubber) seperti suatu pemisah
partikulat, diikuti suatu menara (packed tower) untuk menyerap gas-gas yang bersifat asam.
Pada sistem pemadam (quench), gas-gas dicampur dengan air atau cairan lain, dan penguapan air
akan mendinginkan gas-gas. Setelah didinginkan, gas-gas dilewatkan ke suatu saringan (venturi
scrubber) dimana tetesan air berukuran halus digunakan untuk memisahkan partikulat.
Kemungkinan lain, dapat digunakan suatu baghouse (filter dari tenunan yang kuat) atau suatu
electrostatic precipitator (satu sistem yang memberikan muatan listrik pada partikulat dan

menariknya ke satu elektroda yang digantung).


Sebagai langkah akhir, gas-gas seperti SO2, HCl dab HF dapat dipisahkan dalam saringan
penetralisasi (neutralizing scrubber). Saringan ini meliputi menara (packed atau plate tower) atau
suatu saringan yang menggunakan larutan basa.
Pencemaran udara akibat proses insinerasi
1. Nitrogen oksida --> menyebabkan timbulnya kabut dan hujan asam
2. Sulfur oksida, SO2 dan SO3 (SOx)
Senyawa ini bersifat iritasi terhadap mata, hidung, dan tenggorokan. Pada konsentrasi tinggi
SOx dapat menyebabkan penyakit serius bahkan kematian pada penderita penyakit paru-paru,
seperti asma atau bronchitis. SOx merupakan penyebab timbulnya hujan asam
3. Karbon monoksida (CO)
Gas CO dapat terbentuk apabila dalam pembakaran sampah tidak tersedia cukup suplai
udara/oksigen. Efek gasCO terhadap kesehatan adalah dapat mengikat haemoglobin dalam
darah membentuk karboksi haemoglobin (HbCO),
4. Partikulat --> gangguan pada paru-paru
5. Logam --> menguap dalam bentuk gas yang membahayakan kesehatan adalah Cd, Cr, Hg, dan
Pb
6.Gas- gas asam
F dan Cl menghasilkan gas HF dan HCl yang bersifat asam. Misalnya Cl terdapat pada plastik,
terutama jenis PVC, polistirena, dan polietilen.
7. Dioksin dan furan
Dioksin dan furan merupakan senyawa organik mengandung klor yang bersifat sangat beracun
Keduanya dapat terbentuk dari proses pembakaran sampah organik di mana tersedia sumber Cl
(misal plastik PVC) atau garam NaCl.

Pengendalian pencemaran udara


1.Injeksi amoniak yang dapat mengikat NOx
2. Instalasi sistem penetral (scrubber) kering berfungsi untuk mengendalikan SOx dan gas yang
bersifat asam
3. Unit penyaring partikulat yang berupa fabric filter/baghouse dioperasikan untuk menangkap
abu yang keluar bersama gas buang.
4. Gas yang telah melalui sistem pembersih gas buang dialirkan ke atmosfir melalui cerobong
2.6 Jenis-jenis Insinerator

Insinerator dapat dibagi berdasarkan perbedaan:


a. Cara pengoperasian: batch atau kontinu
b. Tungku yang digunakan:
1.
2.
3.
4.
5.

Statis (insinerator modular atau kecil, seperti insinerator RS)


Mechanical stoker : biasanya untuk sampah kota
Fluiduized bed : biasanya untuk limbah homogen
Rotary kiln : untuk limbah industri (limbah padat atau cair)
Multiple hearth : untuk limbah industri

c. Cara penyuplaian limbah: dikaitkan dengan fasa limbah (padat, gas, sludge, slurry)
Masing-masing jenis kemudian berkembang lagi, misalnya dalam insenarator modular dikenal
insinerator kamar-jamak, yang kemudian dibagi lagi menjadi:
1. Multi chambre
2. Multi chambre starved control-air

http://efendybloger.blogspot.com/2012/05/pltsa-teknologi-merubah-sampah-

Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3, yaitu:
a. Rotary Kiln,

b. Multiple Hearth,
c. Fluidized Bed,
d. Open pit,
e. Single Chamber,
f. Multiple Chamber,
g. Aqueous Waste Injection,
h. Starved Air Unit
1) Rotary Kiln
Sistem insinerator jenis rotary kiln merupakan sistem pembuangan limbah yang paling universal
dari segi jenis dan kondisi limbah yang dikelola. Insinerator jenis ini dapat digunakan untuk
mengolah berbagai jenis limbah padat dan sludge, cair maupun limbah gas. Perangkat insinerator
jenis rotary kiln biasanya terdiri dari sistem pengumpan, injeksi udara, kiln atau silinder
horisontal yang dapat berputar pada sumbunya, afterburner, sistem pengumpul dan pengambilan
abu, dan sistem pengendali pencemaran udara (lihat Gambar 9). Pada insinerator jenis ini,
limbah dimasukkan di salah satu ujung dan dibakar pada ujung lainnya dengan waktu tinggal
tertentu. Putaran silinder bervariasi antara 3/4 sampai 4 rpm.

Kiln biasanya dipasang dengan kemiringan tertentu terhadap horisontal dengan ujung yang lebih
tinggi merupakan tempat masuk bahan dan ujung lainnya tempat keluar abu. Sumber panas
biasanya diperlukan untuk meningkatkan dan mempertahankan suhu kiln hingga temperatur
operasinya. Bahan bakar tambahan biasanya diinjeksikan melalui burner konvensional atau suatu
burner jenis cincin jika bahan bakar tersebut berupa gas. Beberapa variasi desain kiln
diantaranya, adalah:
1. Aliran paralel co-current atau berlawanan counter current,

2. Slagging atau nonslagging, dengan atau tanpa refractory.

Jenis aliran di dalam rotary kiln ada dua macam yaitu counter current dan co-current. Jika gas
dan bahan yang diinsenerasi mengalir pada arah yang sama kiln tersebut dinamakan paralel
sedangkan

jika

arah

aliran

gas

countercurrent. Countercurrent biasanya

dan

bahan

digunakan

untuk

berlawanan

kiln

mengolah aqueous

dinamakan
waste atau

setidaknya mempunyai kandungan air sekitar 60% berat. Limbah diumpankan diakhiri tanur,
jauh dari pembakaran. Gas yang keluar dari kiln akan mengeringkan bahan basah yang masuk
kiln dalam arah berlawanan dengan aliran gas.
Limbah yang berisi fraksi volatil ringan (berisi minyak sebagai contohnya) menggunakan kiln
jenis cocurrent. Zat volatil ini akan diuapkan segera setelah limbah diumpankan ke kiln.
Pemakaian cocurrent kiln memungkinkan diperolehnya waktu tinggal yang lebih lama guna
pembakaran volatil dibandingkan dengan pemakaian sistemcountercurrent. Jika limbah cair
diumpankan secara co-current, air akan diuapkan di ujung akhir pembakar dan terjadi penurunan
temperatur di ujung akhir tanur. Akibatnya diperlukan pengering yang lebih panjang untuk
membakar habis limbah tersebut. Penghancuran campuran organik diperoleh dengan
mengkombinasikan temperatur pembakaran dan waktu tinggal. Biasanya, makin tinggi
temperatur pembakaran makin singkat waktu tinggal untuk menghancurkannya. Begitu juga
sebaliknya, makin lama waktu tinggal maka dapat digunakan temperatur lebih rendah untuk
menghancurkan limbah tersebut.
Dalam operasi kiln model slugging, limbah dibakar dengan temperatur tinggi hingga abu sisa
pembakaran berada pada kondisi meleleh. Biasanya, slagging kiln beroperasi pada temperatur
antara 2600-2800 F. Proses penghancuran bahan organik tercapai oleh kombinasi antara
temperatur tinggi dan waktu tinggal. Biasanya, makin tinggi temperatur makin rendah waktu
tinggal yang dibutuhkan dan sebaliknya. Operasi kiln pada temperatur tinggi mengurangi waktu
tinggal yang dibutuhkan oleh gas buang sehingga biasanya afterburner yang dibutuhkan slagging
kiln berukuran lebih kecil dibanding yang dibutuhkan nonslagging. Lelehan abu merupakan heat
sink yang menstabilkan temperatur dalam sistem. Kiln dapat mempertahan profil temperatur
yang konstan pada suatu kondisi pengumpanan yang berubah cepat sehingga faktor-faktor

pengamanan dalam disain dan operasi peralatan downstream dapat dikurangi jika digunakan kiln
sistem slagging.
Sistem kiln mempunyai banyak titik-titik sumber kebocoran gas. Agar kebocoran tersebut
mengarah ke dalam kiln, sistem kiln dioperasikan dengan aliran draft negative yaitu dengan
menggunakan ID-fan. ID fan dipasang di sistem pengendali pencemaran untuk menghisap gas
dari kiln melalui equipment line dan mengeluarkannya melalui cerobong ke atmosfir. Untuk
merecover energi dari aliran gas buang insinerator kiln dapat dilengkapi dengan waste heat boiler
yang dipasang diantara afterburner dan scrubber. Waste heat boiler menurunkan temperatur gas
sehingga memungkinkan digunakannya fabric filter, baghouse dan pengendali partikulat.
Rotary kiln mempunyai beberapa keunggulan dan kekurangan, keunggulan itu antara lain: (i)
mampu membakar variasi aliran limbah; (ii) limbah mengalami perlakuan awal yang minimum;
(iii) dapat membakar berbagai macam limbah (padatan atau cair) pada waktu bersamaan; (iv)
tersedia dalam berbagai macam jenis mekanisme pengumpan (ram feeder, screw, injeksi
langsung, dan lain-lain); (v) dengan mudah mengontrol waktu tinggal limbah dalam pengering;
(vi) mempunyai turbulensi yang tinggi dan kontak yang efektif dengan udara di dalam pengering.
Sedangkan kekurangan Rotary Kiln antara lain: (i) partikulat yang terbawa oleh aliran gas relatif
tinggi; (ii)diperlukannya after-burner yang terpisah untuk menghancurkan senyawa-senyawa
volatil; (iii) kondisi di sepanjang tanur (kiln) sulit dikontrol; (iv) jumlah udara berlebih (excess)
yang dibutuhkan relatif besar yaitu sekitar 100 % dari stoikiometri; (v) Seal tanur yang efektif
sulit diperoleh; dan (vi) jumlah panas yang hilang cukup berarti.

Insinerator rotary kiln


http://www.winderickx.pl/en/manufacturing_incinerators

Mekanisme kerja rotary kiln


http://www.thefullwiki.org/Incineration&docid

2) Multiple Hearth
Multiple-hearth furnace terdiri dari sebuah rak baja, tungku berbentuk lingkaran yang disusun
seri, satu di atas yang lainnya dan biasanya berjumlah 5-8 buah, shaft rabble arms beserta rabble
teeth-nya dengan kecepatan berputar 3/4-2 rpm. Temperatur pembakaran 1400-1800 oF (760980 oC). Umpan dimasukkan dari atas tungku secara terus menerus dan abu dari proses
dikeluarkan melalui silo.

Limbah yang dapat diproses dalam multiple-hearth furnace memiliki kandungan padatan
minimum antara 15-50 %-berat. Limbah yang kandungan padatannya di bawah 15 %-berat
padatan mempunyai sifat seperti cairan daripada padatan. Limbah semacam ini cenderung untuk
mengalir di dalam tungku dan manfaat rabble tidak akan efektif. Jika kandungan padatan di atas
50 % berat, maka lumpur bersifat sangat viscous dan cenderung untuk menutup rabble
teeth. Udara dipasok dari bagian bawah furnace dan naik melalui tungku demi tungku dengan
membawa produk pembakaran dan partikel abu. Sebagian udara pembakar yang tidak sempat
memasuki rabble arms didaur ulang seperti yang terlihat pada Gambar 10.
Multiple-heart furnace terdiri dari tiga zona, yaitu:
1. Zona pengeringan
Terletak di bagian atas furnace, gunanya memanaskan dan menguapkan air yang dikandung
oleh umpan sekaligus mendinginkan gas panas yang akan keluar dari furnace.
2. Zona pembakaran
Terletak dibagian tengah furnace. Limbah lumpur yang memasuki zona ini dipanaskan sampai
terbakar (temperatur pembakaran). Jika lumpur terlalu kering (berisi lebih dari 25 %-berat
padatan) atau kandungan minyak dalam limbah tinggi maka sebuah afterburner perlu
ditambahkan. Afterburner ini berguna untuk menjaga kalau ada senyawa volatil yang tidak
terbakar yang menyebabkan asap dan bau emisi. Letak afterburner yang efektif adalah pada
aliran sebelum gas keluar dari insinerator.
3. Zona pendinginan
Terletak pada bagian bawah furnace, gunanya untuk mendinginkan abu sisa pembakaran
dengan cara memindahkan panas sensibelnya pada udara pembakar yang diumpankan dari
bawah furnace.

Insinerator Multiple Heart


http://www.ducon.com/tpc/hearth.php&docid

3) Fluidized Bed Incinerator (Insinerator Unggun Pancar)


Limbah yang dapat diolah Fluidized Bed Incinerator adalah cairan organik, gas dan butiran atau
padatan dari proses sumur minyak. Dalam tungku unggun ini penghancuran limbah terjadi di
mana bahan dalam keadaan terfluidakan dan proses pembakaran terjadi pada temperatur sekitar
1400-2000 oF (760-1100 oC). Di dalam tungku terdapat suatu media padat granular yang
berfungsi sebagai penyimpan panas biasanya, berupa pasir.
FBI menggunakan forced draft fan untuk menggerakkan unggun maupun untuk mengalirkan gas
hasil insinerasi dalam sistem. Limbah dimasukkan dari bagian samping insinerator sehingga
proses pengeringannya otomatis seketika. Kandungan air diflashkan menjadi steam begitu
memasuki unggun pasir. Unggun yang panas terfluidisasi membuat kontak maksimum antara
permukaan limbah dengan udara yang berarti memaksimumkan efisiensi pembakaran.
Pengumpanan bahan bakar digunakan start-up dan reheat, bergantung pada nilai kalor bahan
yang diinsinerasi, untuk mempertahankan temperatur proses. Bahan yang digunakan sebagai
unggun biasanya berupa pasir silika tetapi dapat juga limestone, alumina atau bahan keramik.

Unggun akan mengembang sekitar 30-60% volume unggun pada keadaan dingin jika difluidakan
dengan laju udara 2-3 ft/detik.
Salah satu kelebihan sistem FBI adalah dimungkinkannnya penggunaan limestone atau batu
alkali lainnya dalam unggun yang dapat berguna juga sebagai penangkap zat-zat halogen dan
senyawa-senyawa lain sehingga dapat mengurangi kandungan asam dalam gas buang. Untuk
dapat diproses dengan FBI limbah harus dibersihkan dari bahan-bahan kaca dan logam-logam
dengan bertitik didih rendah (aluminium) karena senyawa -senyawa ini walaupun dalam jumlah
sedikit akan menimbulkan slag pada unggun. Di samping itu, ukuran umpan harus tertentu dan
homogen. Udara diumpankan melalui fluidizing air inlet pada tekanan 3,5-5 psig. Udara masuk
kewind box kemudian ke tuyere plate dan ke unggun pasir. Udara ini menciptakan derajat
keturbulenan yang tinggi dalam unggun pasir sehingga bagian atas pasir seperti fluida.
Abu hasil proses insinerasi ikut keluar bersama-sama dengan gas buang yang selanjutnya
dibersihkan di sistem scrubber abu. Pencampuran antara udara dan bahan yang diinsinerasi
dalam FBI cukup efektif sehingga kebutuhan akan udara pembakar tidak terlampau besar,
biasanya sekitar 40% di atas stoikiometri. Suhu ruangan di atas unggun terfluidakan
dipertahankan sekitar 1500F dan waktu tinggal bahan di dalam ruangan ini biasanya cukup untuk
mencapai pembakaran sempurna.

Insineraotor Fluidized Bed


http://www.tsk-g.co.jp/en/tech/industry/tsk_fbi.html

4) Open Pit Insinerator


Insinerator jenis ini dikembangkan untuk mengendalikan insinerasi bahan-bahan eksplosif, yaitu
yang menimbulkan bahaya ledakan atau pelepasan panas yang tinggi pada insinerator tertutup
biasa. Udara pembakar disemprotkan ke dalam ruang bakar dari atas insinerator dengan
kecepatan tinggi sehingga menciptakan turbulensi. Temperatur pembakaran mencapai 2000F dan
menghasilkan gas dengan emisi partikulat yang rendah.
5) Single Chamber Incinerators
Limbah padat pada sistem ini diletakkan di atas grid kemudian dibakar. Sistem ini dapat
dilengkapi peralatan penyalaan atau tidak. Pada sistem ini upaya mengendalikan emisi dilakukan

dengan menambahkan afterburnerdan damper, keduanya dimaksudkan untuk mengendalikan


proses pembakaran. Sebagian besar emisi disebabkan oleh proses pembakaran yang tidak
sempurna.
6) Multiple Chamber Incinerators
Dalam upaya untuk mencapai pembakaran bahan secara sempurna dan mengurangi partikulat
yang terbawa gas buang, insinerator dengan banyak ruang bakar telah dikembangkan. Ruang
bakar utama digunakan untuk membakar padatan. Ruang bakar kedua memperpanjang waktu
tinggal produk gas yang tidak terbakar dan merupakan tempat masuk bahan bakar tambahan
guna pembakaran produk gas yang belum terbakar dan padatan-padatan yang terbawa aliran gas
buang yang keluar dari ruang bakar utama. Pada insinerator jenis ini,baffle-baffle didisain untuk
mengarahkan aliran gas hingga membuat belokan 90o dalam arah horisontal maupun vertikal
sehingga memungkinkan terjadinya pengendapan padatan yang terbawa aliran gas. Pada jenis inlineinsinerator arah belokan gas hanya vertikal. Jenis in biasanya dilengkapi dengan sistem
pengeluaran abu otomatis atau konveyor pembuang debu dan beroperasi secara kontinu.

7)

Aqueous Waste Injection

Aqueous Waste injection terdiri dari sebuah nozel yang berguna untuk mengatomisasi limbah
yang akan dibakar, dan alat penunjang lainnya. Jenis-jenis nozel: mechanical atomizing nozzles,
rotary cap burners, external low-pressure air atomizing burner, external high-pressure two-flow
burner, internal mix nozzles, dan sonic nozzles.Limbah yang dapat diolah dengan sistem ini
adalah limbah cair dan lumpur yang dapat dipompa. Temperatur pembakaran antara 13003000 oF (700-1650 oC). Limbah yang akan dibakar diatomisasi dengan ukuran partikel antara 40100 mm dan disemburkan ke dalam ruang bakar. Efisiensi destruksi ditentukan oleh banyaknya
pengembunan dan uap yang bereaksi. Turbulansi sangat diinginkan untuk mendapatkan destruksi
limbah organik setinggi mungkin. Penempatan dan peletakan alat pembakar (fuel burner) serta
nozel penginjeksi akan tergantung pada aliran cairan yang akan diinsinerasi (aksial, radial
ataupun tangensial).
8)

Starved Air Unit

Dalam upaya mengurangi emisi partikulat, laju udara pembakar yang masuk melalui grid dapat
dikurangi. Sebagai akibatnya pembakaran sempurna gas-gas hasil proses pirolisa dan gasifikasi
padatan tidak terjadi di atas unggun. Gas-gas tersebut dibakar di ruang yang terpisah dari ruang
insinerasi yaitu di ruang bakar kedua (secondary). Sistem insinerasi demikian dinamakan SAU.
Limbah padat ditempatkan dalam ruang bakar primary dan dibakar dengan udara yang
jumlahnya kurang dari volume stoikiometrinya, biasanya sekitar 70-80% dari volume
stoikiometri. Gas hasil pembakaran ini akan berupa gas-gas bakar yang selanjutnya dialirkan ke
ruang bakar kedua. Ke dalam ruang bakar kedua ini udara dimasukkan secara terkendali untuk
membakar gas dari ruang bakar pertama. Ruang bakar kedua didisain sedemikian rupa sehingga
gas mempunyai waktu tinggal yang cukup untuk terjadinya pembakaran total zat-zat organik
dalam gas hasil proses di ruang bakar pertama. Untuk mencapai pembakaran sempurna, jumlah
udara yang dimasukkan cukup berlebih yaitu sekitar 140-200% dari volume stoikiometri.
Perangkat pembersih gas seperti wet scrubber atau electric precipitator mungkin tidak lagi
diperlukan pada sistem ini. Pembakaran off-gas di ruang bakar sekunder biasanya mampu
membersihkan gas hingga 0,08 gram/stft3. Salah satu sifat yang menonjol dari proses SAU
adalah turbulensi umpan limbahnya minimal. Bahan-bahan yang proses pembakaran efektifnya
mensyaratkan turbulensi seperti karbon atau limbah pulp tidak cocok diolah dengan SAU.
Dibandingkan metoda insinerasi lainnya, udara di ruang bakar utama SAU rendah dalam jumlah
maupun kecepatannya. Kecepatan yang rendah dan hampir tidak adanya turbulensi bahan limbah
menyebabkan jumlah particulate yang terbawa oleh aliran gas minimum. Gas panas yang keluar
dari ruang bakar kedua relatif bersih; oleh karena itu permukaan boiler ataupun sistem-sistem
penukar panas lainnya yang ditempatkan dalam aliran gas tersebut akan mengalami
permasalahan minimal dalam hal erosi dan penyumbatan yang disebabkan oleh partikulat.
2.7 Keuntungan dan Kerugian Insenerator
Keuntungan dari Incinerator dalam mengurangi volume sampah atau limbah yaitu minimnya
pengguanaan lahan, efisien, tidak terpengaruh iklim, dapat menghilangkan bahan-bahan organik
dan bebas dari gangguan kesehatan lingkungan, panas (kalor) dapat dijadikan sumber arus listrik,
uap dapat mengeringkan lumpur pada penggolongan limbah (sludge). Namun, incinerator juga
memilikikekurangan yaitu modal awal yang cukup besar, biaya operasional cukup tinggi, masih

memerlukan langkah-langkah lanjutan pada akhir proses (abu dan sisa pembakaran) di buang ke
lahan lain, belum dapat membakar bahan material.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang bisa didapatkan dari makalah ini yaitu:
1. Insinerasi adalah metode penghancuran limbah organik dengan melalui pembakaran
dalam suatu sistem yang terkontrol dan terisolir dari lingkungan sekitarnya. Insenerasi
dan pengolahan sampah bertemperatur tinggi lainnya didefinisikan sebagai pengolahan
termal.
2. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3, yaitu:
a. Rotary Kiln,
b.

Multiple Hearth,

c. Fluidized Bed,
d.

Open pit,

e. Single Chamber,
f. Multiple Chamber,
g.

Aqueous Waste Injection,

h.

Starved Air Unit

3. Proses insinerasi pada dasarnya adalah reaksi oksidasi cepat antara bahan organik dengan
oksigen. Jika proses ini berlangsung secara sempurna, komponen utama penyusun bahan
organik (H dan C) akan dikonversi menjadi gas karbon dioksida dan uap air.
3.2 Saran
Dalam hal pengelolaan limbah padat, proses insinerasi atau pembakaran adalah teknologi
pengolahan limbah dengan cara mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90 %
(volume) dan 75% (berat). Sistem ini sebenarnya bukan merupakan solusi final dari sistem
pengolahan limbah padat karena sistem ini hanya memindahkan limbah dari bentuk padat
yang kasat mata menjadi bentuk lain yang tidak kasat mata yaitu gas. Di sisi lain,
pembakaran limbah merupakan alternatif yang menarik dalam metode pengurangan limbah.

DAFTAR PUSTAKA
http://nunulasa.wordpress.com/2011/03/11/teknologi-pengolahan-limbah-padat-b-3/
www. Wikipedia.com
www.slideshare.net
http://www.facebook.com/home.php#!/notes/waspada-limbah-beracun-berbahaya-b3/pedomanpengolahan-limbah-b3-dgn-cara-pembakaran-incinerator/136953726343935
http://id.shvoong.com/exact-sciences/earth-sciences/2228257-pencemaran-udara-akibat-prosesinsinerasi/#ixzz2QtyMAHwn

http://fzan721.wordpress.com/2012/09/27/incinerator-akhir-perjalanan-sampah-danlimbah/

Anda mungkin juga menyukai