Anda di halaman 1dari 8

Enau

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Enau

Aren, dari Blanco

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi:
Magnoliophyta
Kelas:
Liliopsida
Ordo:
Arecales
Famili:
Arecaceae
Genus:
Arenga
Spesies:
A. pinnata
Nama binomial
Arenga pinnata
(Wurmb) Merr.

Sinonim
Arenga saccharifera Labill.
"Aren" dialihkan ke halaman ini. Untuk komune di Perancis, silakan lihat Aren, Perancis
dan untuk kotamadya di Spanyol, silakan lihat Arn

Enau atau aren (Arenga pinnata, suku Arecaceae) adalah palma yang terpenting setelah kelapa
(nyiur) karena merupakan tanaman serba guna. Tumbuhan ini dikenal dengan pelbagai nama
seperti nau, hanau, peluluk, biluluk, kabung, juk atau ijuk (aneka nama lokal di Sumatra dan
Semenanjung Malaya); kawung, taren (Sd.); akol, akel, akere, inru, indu (bahasa-bahasa di
Sulawesi); moka, moke, tuwa, tuwak (di Nusa Tenggara), dan lain-lain.[1]
Bangsa Belanda mengenalnya sebagai arenpalm atau zuikerpalm dan bangsa Jerman
menyebutnya zuckerpalme. Dalam bahasa Inggris disebut sugar palm atau Gomuti palm.
Aren adalah tumbuhan yang dilindungi oleh undang-undang.

Daftar isi

1 Pemerian

2 Kegunaan
o 2.1 Nira dan gula
o 2.2 Kolang-kaling
o 2.3 Produk lain

3 Ekologi dan penyebaran


o 3.1 Perbanyakan

4 Referensi

5 Pranala luar

Pemerian

Pohon enau
Situgede, Bogor, Jawa Barat
Palma yang besar dan tinggi, dapat mencapai 25 m. Berdiameter hingga 65 cm, batang pokoknya
kukuh dan pada bagian atas diselimuti oleh serabut berwarna hitam yang dikenal sebagai ijuk,
injuk, juk atau duk. Ijuk sebenarnya adalah bagian dari pelepah daun yang menyelubungi batang.
Daunnya majemuk menyirip, seperti daun kelapa, panjang hingga 5 m dengan tangkai daun
hingga 1,5 m. Anak daun seperti pita bergelombang, hingga 7 x 145 cm, berwarna hijau gelap di
atas dan keputih-putihan oleh karena lapisan lilin di sisi bawahnya.
Berumah satu, bunga-bunga jantan terpisah dari bunga-bunga betina dalam tongkol yang berbeda
yang muncul di ketiak daun; panjang tongkol hingga 2,5 m. Buah buni bentuk bulat peluru,
dengan diameter sekitar 4 cm, beruang tiga dan berbiji tiga,[2] tersusun dalam untaian seperti
rantai. Setiap tandan mempunyai 10 tangkai atau lebih, dan setiap tangkai memiliki lebih kurang
50 butir buah berwarna hijau sampai coklat kekuningan. Buah ini tidak dapat dimakan langsung
karena getahnya sangat gatal.

Kegunaan
Pohon enau menghasilkan banyak hal, yang menjadikannya populer sebagai tanaman yang
serbaguna, terutama sebagai penghasil gula.

Nira dan gula

Tongkol bunga jantan (kanan) dan yang disadap niranya (sebelah kiri)
Gula aren diperoleh dengan menyadap tandan bunga jantan yang mulai mekar dan
menghamburkan serbuk sari yang berwarna kuning. Tandan ini mula-mula dimemarkan dengan
memukul-mukulnya selama beberapa hari, hingga keluar cairan dari dalamnya. Tandan
kemudian dipotong dan di ujungnya digantungkan tahang bambu untuk menampung cairan yang
menetes.
Cairan manis yang diperoleh dinamai nira (alias legen atau saguer), berwarna jernih agak keruh.
Nira ini tidak tahan lama, maka tahang yang telah berisi harus segera diambil untuk diolah
niranya; biasanya sehari dua kali pengambilan, yakni pagi dan sore.
Setelah dikumpulkan, nira segera dimasak hingga mengental dan menjadi gula cair. Selanjutnya,
ke dalam gula cair ini dapat dibubuhkan bahan pengeras (misalnya campuran getah nangka
dengan beberapa bahan lain) agar gula membeku dan dapat dicetak menjadi gula aren bongkahan
(gula gandu). Atau, ke dalam gula cair ditambahkan bahan pemisah seperti minyak kelapa, agar
terbentuk gula aren bubuk (kristal) yang disebut juga sebagai gula semut.
Di banyak daerah di Indonesia, nira juga biasa difermentasi menjadi semacam minuman
beralkohol yang disebut tuak atau di daerah timur juga disebut saguer. Tuak ini diperoleh dengan
membubuhkan satu atau beberapa macam kulit kayu atau akar-akaran (misalnya kulit kayu nirih
(Xylocarpus) atau sejenis manggis hutan (Garcinia)) ke dalam nira dan membiarkannya satu
sampai beberapa malam agar berproses. Bergantung pada ramuan yang ditambahkan, tuak yang
dihasilkan dapat berasa sedikit manis, agak masam atau pahit.
Dengan membubuhkan bahan yang lain, atau dengan membiarkan begitu saja selama beberapa
hari, nira dapat berfermentasi menjadi cuka. Cuka dari aren ini kini tidak lagi populer, terdesak
oleh cuka buatan pabrik.
Nira mentah (segar) bersifat pencahar (laksativa), sehingga kerap digunakan sebagai obat urusurus. Nira segar juga baik sebagai bahan campuran (pengembang) dalam pembuatan roti.[1]

Kolang-kaling

Buah aren dan kolang-kaling


Buah aren (dinamai beluluk, caruluk dan lain-lain) memiliki 2 atau 3 butir inti biji (endosperma)
yang berwarna putih tersalut batok tipis yang keras. Buah yang muda intinya masih lunak dan
agak bening. Buah muda dibakar atau direbus untuk mengeluarkan intinya, dan kemudian intiinti biji itu direndam dalam air kapur beberapa hari untuk menghilangkan getahnya yang gatal
dan beracun.[1]. Cara lainnya, buah muda dikukus selama tiga jam dan setelah dikupas, inti
bijinya dipukul gepeng dan kemudian direndam dalam air selama 10-20 hari. Inti biji yang telah
diolah itu, diperdagangkan di pasar sebagai buah atep (buah atap) atau kolang-kaling.
Kolang-kaling disukai sebagai campuran es, manisan atau dimasak sebagai kolak. Teristimewa
sebagai hidangan berbuka puasa di bulan Ramadhan.

Produk lain
Sebagaimana nipah dan rumbia, daun pohon enau juga biasa digunakan sebagai bahan atap
rumah rakyat. Pucuk daunnya yang masih kuncup (janur) juga dipergunakan sebagai daun rokok,
yang dikenal pasar sebagai daun kawung. Lembar-lembar daunnya di Jawa Barat biasa
digunakan sebagai pembungkus barang dagangan, misalnya gula aren atau buah durian. Lembarlembar daun ini pun kerap dipintal menjadi tali, sementara dari lidinya dihasilkan barang
anyaman sederhana dan sapu lidi.
Seperti halnya daun, ijuk dari pohon enau pun dipintal menjadi tali. Meski agak kaku, tali ijuk ini
cukup kuat, awet dan tahan digunakan di air laut. Ijuk dapat pula digunakan sebagai bahan atap
rumah, pembuat sikat dan sapu ijuk. Dari pelepah dan tangkai daunnya, setelah diolah,
dihasilkan serat yang kuat dan tahan lama untuk dijadikan benang, tali pancing dan senar gitar
Batak.
Batangnya mengayu di sebelah luar dan agak lunak berserabut di bagian dalam atau empulurnya.
Kayunya yang keras ini dipergunakan sebagai papan, kasau atau dibuat menjadi tongkat.
Empulur atau gumbarnya dapat ditumbuk dan diolah untuk menghasilkan sagu, meski
kualitasnya masih kalah oleh sagu rumbia. Batang yang dibelah memanjang dan dibuang
empulurnya digunakan sebagai talang atau saluran air.
Dari akar dihasilkan serat untuk bahan anyaman, tali pancing atau cambuk.[1]

Ekologi dan penyebaran


Pohon enau mudah tumbuh. Memiliki asal usul dari wilayah Asia tropis, enau diketahui
menyebar alami mulai dari India timur di sebelah barat, hingga sejauh Malaysia, Indonesia, dan
Filipina di sebelah timur. Di Indonesia, enau tumbuh liar atau ditanam, sampai ketinggian 1.400
m dpl..[2] Biasanya banyak tumbuh di lereng-lereng atau tebing sungai.
Meskipun getahnya amat gatal, buah enau yang masak banyak disukai hewan. Musang luwak
diketahui sebagai salah satu hewan yang menyukai buah enau ini, dan secara tidak langsung
berfungsi sebagai hewan pemencar biji enau. Di Bangka, pada masa lalu orang-orang Tionghoa
memasang perangkap di bawah pohon enau yang tengah berbuah, untuk menangkap rombongan
babi hutan yang berpesta buah enau yang berjatuhan.[1]

Perbanyakan
Enau atau aren dapat dikembang biakkan secara generatif yaitu melalui bijinya. Agar diperoleh
keturunan yang baik, benih sebaiknya diambil dari pohon induk yang memiliki kriteria sebagai
berikut :
a. Batang pohon harus besar dengan pelepah daun merunduk dan rimbun. Sampai saat
ini dikenal dua macam tanaman aren yaitu Aren Genjah yang memiliki batang agak kecil
dan pendek dengan produksi nira antara 1015 liter/tandan/hari, dan Aren Dalam yang
memiliki batang besar dan tinggi dengan produksi nira 2030 liter/tandan/hari. Untuk
kepentingan produksi nira dan turunannya, dianjurkan untuk menggunakan varietas
Dalam sebagai pohon induknya.
b. Pohon terpilih harus memiliki produktivitas yang tinggi. Perlu diketahui bahwa tidak
semua pohon aren dan tidak semua mayang (tandan bunga) jantan yang keluar (9 11
mayang) menghasilkan nira. Hal ini sangat dipengaruh oleh proses fisiologi tanaman.
Calon pohon induk perlu diperiksa produktivitasnya dengan menyadap nira dari mayang
jantan pertama atau kedua; jika hasilnya banyak maka pohon itu pantas dijadikan pohon
induk. Kemudian pohon induk ini tidak lagi disadap niranya, agar kualitas benih yang
dihasilkan tetap baik.
Selanjutnya tahapan penyediaan bibit tanaman aren adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan buah
Buah yang digunakan sebagai sumber benih harus matang, sehat yang ditandai dengan
kulit buah yang berwarna kuning kecoklatan, tidak terserang hama dan penyakit dengan
diameter buah 4 cm. Sebaiknya buah yang diambil adalah yang terletak di bagian luar
rakila. Buah aren ini dapat disimpan selama 2 minggu pada karung plastik atau dus untuk
memudahkan pemisahan biji (benih) dari kulit.
2. Pengambilan biji dari buah

Pengambilan biji dari dalam buah aren harus menggunakan sarung tangan karena buah
aren mengandung asam oksalat yang akan menimbulkan rasa gatal apabila kena kulit.
Cara lain, yaitu dengan memeram buah-buah aren yang telah dikumpulkan sampai kulit
buah menjadi busuk sehingga biji terpisah dengan sendirinya dari daging buah. Dengan
cara ini, biji dapat diambil dengan mudah dan kulit buah aren tidak gatal lagi.

Anakan (semai) pohon aren


3. Perkecambahan
Benih disemaikan dalam tempat persemaian dengan media campuran pasir dan serbuk
gergaji dengan perbandingan 2:1. Untuk mempercepat perkecambahan, tempurung biji
dapat digosok dengan kertas pasir (ampelas) di bagian punggungnya, tempat keluar
apokol, selebar kira-kira 3 mm kemudian biji direndam dalam air agar air meresap ke
dalam endosperm sampai jenuh, lalu disemaikan. Benih disiram setiap hari untuk
mempertahankan kelembaban yang tinggi sekitar 80%.
4. Pembibitan
Semai aren yaitu setelah terbentuk apokol yang telah mencapai panjang 3 5 cm
dipindahkan ke tempat pembibitan atau ke dalam kantong plastik (polibag) yang
berdiameter 25 cm, yang telah diisi bagiannya dengan tanah-tanah lapisan atas yang
dicampur dengan pupuk kandang dengan perbandingan 1:2. Bibit-bibit yang telah
dipindahkan ini memerlukan penyiraman dan naungan agar terhindar dari cahaya
matahari secara langsung. Bibit aren dapat dipindahkan (ditanam) ke lapangan setelah
berumur 6-8 bulan sejak daun pertama terbentuk.

Referensi
1.

^ a b c d e Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 1. Yay. Sarana Wana


Jaya, Jakarta. Hal. 447-455.

2.

^ a b Steenis, CGGJ van. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya


Paramita, Jakarta. Hal. 139.

Phang Wien Ho et al. A Guide to the Botanic Gardens Jungle. Pusat Sains Singapura
(1983). ISBN 9971-88-010-5.

Anonym, 2016. https://id.wikipedia.org/wiki/Enau

Anda mungkin juga menyukai