Anda di halaman 1dari 32

1.

Palem Putri - Veitchia merillii


Palem putri-veitchia merilliiadalah jenis tanaman palem
yang sudah dikenal luas oleh masyarakat luas bahkan
seluruh dunia, jenis tanaman yang sering digunakan
sebagai hiasan baik difungsikan sebagai tanaman
penyearah jalan, palem, palem adalah tanaman hias yang
bersifat kosmopolitan, keberadaannya ditermukan di
daerah tropis dan subtropis, di dataran rendah dan tinggi,
di pegunungan dan pantai, di tanah subur dan gersang
Klasifikasi botani tanaman palem adalah sebagai berikut:
1.

Divisi : Spermatophyta

2.

Sub divisi : Angiospermae

3.

Kelas : Monocotyledonae

4.

Keluarga : Aracaceae (Palmaceae)

5.

Genus : Archontophoenix,Mascarena, Cyrtostachys, Roystonea

6.

Spesies : Ravenea sp. (palem putri);

Palem putri :
Sekilas bentuknya seperti palem raja, daun yang lebih lebar dan warna
lebih hijau. Tanaman berasal dari Madagaskar, banyak dimanfaatkan sebagai
penghias pinggir jalan atau tanaman pot. Tanaman palem adalah tanaman
tropis dan subtropis sehingga selama pertumbuhannya diperlukan
penyinaran matahari penuh. Pada waktu perkecambahan dan pembibitan
sebaiknya jangan terkena sinar matahari yang langsung. Suhu udara yang
diperlukan adalah 25-33 derajat C, dan masih tumbuh baik di luar kisaran
suhu udara tropis tersebut.

2. Palem rumbia (sagu)- Metroxylon sagu Rottboell

Palem dengan tinggi sedang, setelah berbunga mati. Akar dengan benang
pembuluh berserabut yang ulet, mempunyai akar nafas. Batang berdiameter
hingga 60 cm, dengan tinggi hingga 25 m. Daun menyirip sederhana,
dengan tangkai daun sangat tegar, melebar pada pangkalnya menuju
pelepah yang melekat pada batang, pelepah dan tangkai daun berduri tajam.
Perbungaan malai di pucuk, bercabang-cabang sehingga menyerupai

payung, bunga muncul dari percabangan berwarna coklat pada waktu masih
muda, gelap dan lebih merah pada waktu dewasa; bunga berpasangan
tersusun secara spiral, masing-masing pasangan berisi 1 bunga jantan dan 1
bunga hermafrodit, biasanya sebagian besar bunga jantan gugur sebelum
mencapai antesis. Buah pelok membulat-merapat turun sampai mengerucut
sungsang, tertutup dengan sisik, mengetupat, kuning kehijauan, berubah
menjadi bewarna kuning jerami atau sesudah buah jatuh; bagian dalamnya
dengan suatu lapisan bunga karang berwarna putih. Biji setengah membulat,
selaput biji merah tua. Sagu diduga berasal dari Niugini dan Maluku, tetapi
telah tersebar diluar Asia Tenggara hinga dekat Kepulauan Pasifik. Di
Indonesia, sagu ditemukan di beberapa daerah di Sulawesi, Kalimantan,
Sumatra dan Jawa Barat, maupun pada beberapa pulau kecil yang tidak
beriklim muson seperti Kepulauan Riau, Nias dan Mentawai. Di Malaysia,
sagu tumbuh di Sabah, Sarawak dan di Semenanjung Malaya. Beberapa
ditemukan di Brunei dan Filipina (Mindanao). Daerah persebaran yang luas
sagu adalah di Papua Niugini
Palem sagu merupakan pohon di dataran rendah tropik yang basah,
ditemukan secara alami sampai pada ketinggian 700 m dpl. (mencapai 1200
m dpl. di Papua New Guinea). Kondisi terbaik untuk pertumbuhan palem
sagu adalah suhu rata-rata paling tidak 26C, kelembaban relatif 90% dan
penyinaran kurang lebih 9 jam per-hari. Habitat palem sagu alami adalah di
pantai berawa, tempat-tempat aliran sungai, dan tempat tinggi pada dasar
lembah yang datar. Bila tumbuh di sepanjang sungai, pengaruh air pasang
surut adalah habitat sagu, dan bisa cenderung mempengaruhi tingkat dan
salinitas dari aliran air atau air tanah. Aliran air yang terjadi terus menerus
merugikan pertumbuhan semai, seperti hubungan salinitas dengan
konduktivitas listrik (EC) lebih dari 1 S/m. (EC air laut adalah 4.4 S/m).
Meskipun demikian, kadang-kadang bahkan dengan air yang sangat asin
bisa bertoleransi. Walaupun ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung
mineral, gambut dan tanah yang telah dipupuk, sagu tumbuh terbaik pada
tanah yang mengandung mineral dengan kandungan bahan organik tinggi
(mencapai 30%). Di Niugini sagu tumbuh terutama di 4 tipe vegetasi.
Berkisar dari tanah yang tergenang hampir sepanjang tahun sampai tanahtanah yang cenderung kurang aliran. Kelompok sagu dinamakan sesuai
dengan habitatnya, sagu yang dijumpai di Phragmites rawa merupakan sagu
yang tidak berbatang, sagu rawa adalah sagu yang tumbuh di rawa dan
merupakan sagu yang tidak berbatang, sagu hutan adalah sagu yang
terdapat di hutan campuran dengan pohon dikotil lainnya. Di tanah-tanah
gambut yang kering hampir sepanjang tahun, Campnosperma - sagu hutan

(palem sagu yang terbentuk dibawah kanopi yang dekat Campnosperma


brevipetiolatum Volkens) dapat ditemukan. Batang yang paling banyak dan
terbesar ditemukan pada palem sagu hutan. Populasi palem sagu seringkali
dibatasi oleh habitat nipa (Nypa fruticans Wurmb) yang lebih bertoleransi
terhadap salinitas.
Manfaat tumbuhan:
Pati yang tersimpan dalam batang merupakan makanan pokok di Papua.
Biasanya pati yang masih basah direbus, digoreng atau di panggang,
sendirian atau dicampur dengan bahan makanan lain, menghasilkan produkproduk yang disimpan dengan kualitas berbeda. Di Indonesia dan Malaysia,
pati digunakan dalam bidang industri di pabrik kue dan makanan ringan, mi
dan kerupuk, dan di Amerika untuk bahan pembuatan bedak. Penggunaan
bukan untuk makanan, mencakup adonan lem untuk kertas dan tekstil, dan
meluas untuk pelekatan tripleks. Material yang segar sangat cocok untuk
memproses industri selanjutnya, misalnya menjadi sirup dengan fruktosa
tinggi dan etanol. Palem sagu mempunyai banyak kegunaan sekunder.
Seluruh batang yang masih muda, empulur dan sisa-sisa empulur sebagai
makanan hewan. Pepagan dari batangnya digunakan sebagai bahan
bangunan rumah atau bahan bakar. Dinding, atap rumah dan pagar dapat
dibuat dari tangkai daun (`gaba-gaba`); serabut dari lapisan luar tangkai
daun digunakan untuk tali dan anyaman tikar. Penggunaan utama dari palem
di Jawa Barat adalah pinak daunnya dapat menghasilkan atap yang terbaik
(atap lalang) dan sangat berguna. Pinak daun yang masih muda dapat dibuat
menjadi keranjang untuk bepergian dan penyimpanan pati yang masih segar
(basah). Ujung palem yang masih tumbuh dan dikelilingi jaringan bisa
dimakan secara mentah atau dikukus (kobis palem). Larva serangga yang
memakan empulur batang, yaitu bubuk dari marga Rhynchophorus, dapat
dimakan mentah, dikukus atau dipanggang di banyak tempat dimana palem
sagu merupakan makanan pokoknya. Jamur (Volvariella volvacea Fries) yang
tumbuh pada sisa-sisa empulur digemari di Maluku.
3. Siwalan
Siwalan
Borassus flabellifer

Siwalan
Klasifikasi ilmiah
Kerajaa Plantae
n:
Divisi:

Angiospermae

Kelas:

Monocotyledoneae

Ordo:

Arecales

Famili:

Arecaceae (sin.
Palmae)

Genus:

Borassus

Siwalan (juga dikenal dengan nama pohon lontar atau tal) adalah
sejenis palma yang tumbuh di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Di banyak
daerah, pohon ini
juga
dikenal
dengan
nama-nama
yang
mirip
seperti lonta (Min.), ental (Sd., Jw., Bal.), taal (Md.), dun
tal(Sas.), jun
tal (Sumbawa), tala (Sulsel), lontara (Toraja), lontoir (Ambon). Juga manggita,
manggitu (Sumba) dan tua (Timor).

Pohon-pohon siwalan diNusa Tenggara Timur.


Pohon palma yang kokoh kuat, berbatang tunggal dengan tinggi 15-30 m dan
diameter batang sekitar 60 cm. Sendiri atau kebanyakan berkelompok,
berdekat-dekatan.
Daun-daun besar, terkumpul di ujung batang membentuk tajuk yang
membulat. Helaian daun serupa kipas bundar, berdiameter hingga 1,5 m,
bercangap sampai berbagi menjari; dengan taju anak daun selebar 5-7 cm,
sisi bawahnya keputihan oleh karena lapisan lilin. Tangkai daun mencapai
panjang 1 m, dengan pelepah yang lebar dan hitam di bagian atasnya; sisi
tangkai dengan deretan duri yang berujung dua.
Karangan bunga dalam tongkol, 20-30 cm dengan tangkai sekitar 50 cm.
[2]
Buah-buah bergerombol dalam tandan, hingga sekitar 20 butir, bulat
peluru berdiameter 7-20 cm, hitam kecoklatan kulitnya dan kuning daging
buahnya bila tua. Berbiji tiga butir dengan tempurung yang tebal dan keras.
Kegunaan
Daunnya digunakan sebagai bahan kerajinan dan media penulisan
naskah lontar. Barang-barang kerajinan yang dibuat dari daun lontar antara
lain adalah kipas, tikar, topi, aneka keranjang, tenunan untuk pakaian
dan sasando, alat musik tradisional di Timor.
Sejenis serat yang baik juga dapat dihasilkan dengan mengolah tangkai dan
pelepah daun. Serat ini pada masa silam cukup banyak digunakan di
Sulawesi Selatan untuk menganyam tali atau membuat songkok, semacam
tutup kepala setempat.[1]
Kayu dari batang lontar bagian luar bermutu baik, berat, keras dan berwarna
kehitaman. Kayu ini kerap digunakan orang sebagai bahan bangunan atau
untuk membuat perkakas dan barang kerajinan.

Dari karangan bunganya (terutama tongkol bunga betina) disadap


orang nira lontar.
Nira
ini
dapat
dimasak
menjadi gula atau
difermentasi menjadi legen atau tuak, semacam minuman beralkohol buatan
rakyat.

Buah siwalan dijual di pasar kota Guntur, India.


Buahnya juga dikonsumsi, terutama yang muda. Biji yang masih muda itu
masih lunak, demikian pula batoknya, bening lunak dan berair (sebenarnya
adalah endosperma cair) di tengahnya. Rasanya mirip kolang-kaling, namun
lebih enak. Biji yang lunak ini kerap diperdagangkan di tepi jalan sebagai
buah siwalan (nungu, bahasa Tamil). Adapula biji siwalan ini dipotong
kotak-kotak kecil untuk bahan campuran minuman esdawet siwalan yang
biasa didapati dijual didaerah pesisir Jawa Timur, Paciran, Lamongan. Rasa
minuman es dawet siwalan ini terasa lezat karena gulanya berasal dari
sari nira asli.
Daging buah yang tua, yang kekuningan dan berserat, dapat dimakan segar
ataupun dimasak terlebih dahulu. Cairan kekuningan darinya diambil pula
untuk dijadikan campuran penganan atau kue-kue; atau untuk dibuat
menjadi selai.
Ekologi dan penyebaran
Pohon ini terutama tumbuh di daerah-daerah kering. Di Indonesia, siwalan
terutama tumbuh di bagian timur pulau Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara
Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Siwalan dapat hidup hingga umur 100 tahun atau lebih, dan mulai berbuah
pada usia sekitar 20 tahun.

4. Rotan
Rotan adalah sekelompok palma dari puak (tribus) Calameae yang
memiliki
habitus
memanjat,
terutama Calamus, Daemonorops,
danOncocalamus. Puak Calameae sendiri terdiri dari sekitar enam ratus
anggota, dengan daerah persebaran di bagian tropis Afrika, Asia dan
Australasia. Ke dalam puak ini termasuk pula marga Salacca ( misalnya
salak), Metroxylon (misalnya
rumbia/sagu),
serta Pigafettayang
tidak
memanjat, dan secara tradisional tidak digolongkan sebagai tumbuhan
rotan.
Batang rotan biasanya langsing dengan diameter 25 cm, beruas-ruas
panjang, tidak berongga, dan banyak yang dilindungi oleh duri-duri panjang,
keras, dan tajam. Duri ini berfungsi sebagai alat pertahanan diri
dari herbivora, sekaligus membantu pemanjatan, karena rotan tidak
dilengkapi dengan sulur. Suatu batang rotan dapat mencapai panjang
ratusan meter. Batang rotan mengeluarkan air jika ditebas dan dapat
digunakan sebagai cara bertahan hidup di alam bebas. Badak jawa diketahui
juga menjadikan rotan sebagai salah satu menunya.
Sebagian
besar
rotan
berasal
dari
hutan
di Indonesia,
seperti Sumatra, Jawa, Borneo, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Indonesia
memasok
70%
kebutuhan
rotan
dunia.
Sisa
pasar
diisi
dari Malaysia, Filipina, Sri Lanka, dan Bangladesh.
Rotan cepat tumbuh dan relatif mudah dipanen serta ditransprotasi. Ini
dianggap membantu menjaga kelestarian hutan, karena orang lebih suka
memanen rotan daripada kayu.

Kegunaan

Kursi dari rotan.


Rotan yang umum dipergunakan dalam industri tidaklah terlalu banyak.
Beberapa yang paling umum diperdagangkan adalah Manau, Batang, Tohiti,
Mandola, Tabu-Tabu, Suti, Sega, Lambang, Blubuk, Jawa, Pahit, Kubu, Lacak,
Slimit, Cacing, Semambu, serta Pulut.
Setelah dibersihkan dari pelepah yang berduri, rotan asalan harus
diperlakukan untuk pengawetan dan terlindung dari jamur Blue Stain. Secara
garis besar terdapat dua proses pengolahan bahan baku rotan: Pemasakan
dengan minyak tanah untuk rotan berukuran sedang /besar dan Pengasapan
dengan belerang untuk rotan berukuran kecil.
Selanjutnya rotan dapat diolah menjadi berbagai macam bahan baku,
misalnya
dibuat Peel(kupasan)/Sanded
Peel,
dipoles
/semi-poles,
dibuat core, fitrit atau star core. Adapun sentra industri kerajinan dan mebel
rotan terbesar di indonesia terletak di Cirebon.
Pemanfaatan rotan ( sp. Daemonorops Draco ) terutama adalah sebagai
bahan baku mebel, misalnya kursi, meja tamu, serta rak buku. Rotan
memiliki beberapa keunggulan daripada kayu, seperti ringan, kuat, elastis /
mudah dibentuk, serta murah. Kelemahan utama rotan adalah gampang
terkena kutu bubuk "Pin Hole".
Batang rotan juga dapat dibuat sebagai tongkat penyangga berjalan dan
senjata. Berbagai perguruan pencak silat mengajarkan cara bertarung
menggunakan batang rotan. Di beberapa tempat di Asia Tenggara, rotan
dipakai sebagai alat pemukul dalam hukuman cambuk rotan bagi pelaku
tindakan kriminal tertentu.

Beberapa rotan mengeluarkan getah (resin) dari tangkai bunganya. Getah ini
berwarna merah dan dikenal di perdagangan sebagaidragon's blood ("darah
naga"). Resin ini dipakai untuk mewarnai biola atau sebagai meni.
Masyarakat suku Dayak di Kalimantan Tengah memanfaatkan batang rotan
muda sebagai komponen sayuran.

5. Gebang
Gebang

Pohon gebang yang telah tua


Unthuk
Batur, Prembun, Tambak,
Banyumas
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:

Plantae

Divisi:

Magnoliophyta

Kelas:

Liliopsida

Ordo:

Arecales

Famili:

Arecaceae

Genus:

Corypha
L.

Spesies:

C. utan

Nama binomial

Corypha
Lamk.

utan

Sinonim
Corypha
C. gebanga Bl.

elata Roxb.

Gebang adalah nama sejenis palma tinggi besar dari daerah dataran
rendah.
Pohon
ini
juga
dikenal
dengan
nama-nama
lain
sepertigabang (Dayak
Ngaju), gawang (Timor), pucuk, lontar
utan,
[1]
(Btw.), pocok (Md.), ibus (Bat., Sas.), silar (Minh.), kuala (Mak.), dan
lainlain. Nama ilmiahnya adalah Corypha utan.
Pohon palma yang besar, berbatang tunggal, tinggi sekitar 15-20 m. Daundaun besar berbentuk kipas, bulat menjari dengan diameter 2-3,5 m,
terkumpul di ujung batang; bertangkai panjang hingga 7 m, lebar, beralur
dalam serta berduri tempel di tepinya. Bekas-bekas pelepah daun pada
batang membentuk pola spiral.
Gebang hanya berbunga dan berbuah sekali, yakni di akhir masa hidupnya.
Karangan bunga muncul di ujung batang (terminal), sesudah semua daunnya
mati, berupa malai tinggi besar 3-5 m, dengan ratusan ribu kuntum bunga
kuning kehijauan yang berbau harum. Buah bentuk bola bertangkai pendek,
hijau, 2-3 cm diameternya.

Ekologi dan penyebaran

Lukisan Corypha umbraculifera(1913). Sebelah kanan adalah pohon yang


berbunga
Palma ini tumbuh menyebar di dataran rendah hingga ketinggian sekitar 300
m dpl.. Gebang menyukai padang rumput terbuka, aliran sungai, tepi rawa,
dan kadang-kadang tumbuh pula di wilayah berbukit. Di beberapa tempat
yang cocok, biasanya tak jauh dari pantai, gebang dapat tumbuh
menggerombol membentuk sabuk hutan yang cukup luas.
Gebang
ditemukan
menyebar
luas
mulai
dari India melewati Asia
Tenggara, Filipina danIndonesia hingga ke Australia utara.
Kegunaan
Daun gebang, terutama yang muda, diolah menjadi berbagai bahan
anyaman yang bagus; untuk bahan membuat tikar, topi, kantong, karung,
tali, jala dan pakaian tradisional. Helai-helai pita dari olahan janur gebang ini
pada masa lalu ramai diperdagangkan terutama di Sulawesi Selatan; dikenal
beberapa macamnya seperti agel, papas, dan akan. Dan saat ini di berbagai
kota di Indonesia telah dijadikan bahan baku untuk kerajinan tangan.

Sejenis serat tumbuhan yang cukup baik dapat pula dihasilkan dari tangkai
daunnya, setelah dibelah-belah, direndam dan diolah lebih lanjut. Serat ini
dapat dipintal menjadi tali atau, diFilipina, dianyam menjadi topi.

Putak, sagu lempengan yang dibakar


Umbutnya dapat dimakan. Demikian pula dengan sagu yang diperoleh
dari empulur batangnya, meski biasanya sagu ini untuk makanan hewan saja
dan baru dimakan orang di masa paceklik. Di Ayotupas, sagu gebang dibuat
menjadi semacam kue lempengan yang dibakar dan disebut putak; biasanya
dimakan bersama pisang.
Batang gebang menghasilkan sagu kira-kira 90 kg untuk setiap pohon.
Laporan lain menyebut bahwa sagu gebang dapat mengobati
penyakit usus. Akar gebang digunakan untuk mengobati murus-murus.
Namun, hendaknya kita berhati-hati memakan bagian gebang, yakni
buahnya. Buahnya yang sudah tua itu beracun. Sehingga tidak boleh
dimakan.[1]
Batang gebang cukup keras, terutama bagian luarnya yang mengayu, dan
biasa digunakan sebagai bahan bangunan. Potongan batang yang utuh dan
dibuang
bagian
tengahnya
(empulur)
biasa
digunakan
untuk
membuat bedug.
Beberapa bagian pohon gebang memiliki khasiat obat. Akarnya digunakan
untuk menyembuhkan diare ringan dan berulang. Air dari pelepahnya
digunakan sebagai anti racun. Semacam getah kemerahan (blendok, Jw.) dari
pucuknya digunakan untuk mengobati luka, batuk dan disentri.

Enau
Enau

Aren, dari Blanco


Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:

Plantae

Divisi:

Magnoliophyta

Kelas:

Liliopsida

Ordo:

Arecales

Famili:

Arecaceae

Genus:

Arenga

Spesies:

A. pinnata

Nama binomial
Arenga

pinnata

(Wurmb) Merr.
Sinonim
Arenga saccharifera Labill.

"Aren" dialihkan ke halaman ini. Untuk komune di Perancis, silakan


lihat Aren, Perancis dan untuk kotamadya di Spanyol, silakan
lihat Arn
Enau atau aren (Arenga pinnata, suku Arecaceae) adalah palma yang
terpenting setelah kelapa (nyiur) karena merupakan tanaman serba guna.
Tumbuhan
ini
dikenal
dengan
pelbagai
nama
seperti nau, hanau, peluluk, biluluk, kabung, juk atau ijuk (aneka
nama
lokal
di Sumatra dan Semenanjung
Malaya); kawung, taren (Sd.); akol, akel, akere, inru, indu (bahasa-bahasa
di Sulawesi); moka,moke, tuwa, tuwak (di Nusa Tenggara), dan lain-lain. [1]
Bangsa Belanda mengenalnya
sebagai arenpalm atau zuikerpalm dan
bangsa Jerman menyebutnya zuckerpalme.
Dalam bahasa
Inggris disebut sugar palm atau Gomuti palm.
Aren adalah tumbuhan yang dilindungi oleh undang-undang.

Pemerian[sunting | sunting sumber]

Pohon
Situgede, Bogor, Jawa Barat

enau

Palma yang besar dan tinggi, dapat mencapai 25 m. Berdiameter hingga


65 cm, batang pokoknya kukuh dan pada bagian atas diselimuti oleh
serabut berwarna hitam yang dikenal sebagai ijuk,injuk, juk atau duk. Ijuk
sebenarnya adalah bagian dari pelepah daun yang menyelubungi batang.
Daunnya majemuk menyirip, seperti daun kelapa, panjang hingga 5 m
dengan tangkai daun hingga 1,5 m. Anak daun seperti pita
bergelombang, hingga 7 x 145 cm, berwarna hijau gelap di atas dan
keputih-putihan oleh karena lapisan lilin di sisi bawahnya.
Berumah satu, bunga-bunga jantan terpisah dari bunga-bunga betina
dalam tongkol yang berbeda yang muncul di ketiak daun; panjang tongkol
hingga 2,5 m. Buah buni bentuk bulat peluru, dengan diameter sekitar 4
cm, beruang tiga dan berbiji tiga, [2] tersusun dalam untaian seperti
rantai. Setiap tandan mempunyai 10 tangkai atau lebih, dan setiap
tangkai memiliki lebih kurang 50 butir buah berwarna hijau sampai coklat
kekuningan. Buah ini tidak dapat dimakan langsung karena getahnya
sangat gatal.

Kegunaan[sunting | sunting sumber]


Pohon enau menghasilkan banyak hal, yang menjadikannya populer
sebagai tanaman yang serbaguna, terutama sebagai penghasil gula.
Nira dan gula[sunting | sunting sumber]

Tongkol bunga jantan (kanan) dan yang disadap niranya (sebelah kiri)
Gula aren diperoleh dengan menyadap tandan bunga jantan yang mulai
mekar dan menghamburkan serbuk sari yang berwarna kuning. Tandan ini
mula-mula dimemarkan dengan memukul-mukulnya selama beberapa
hari, hingga keluar cairan dari dalamnya. Tandan kemudian dipotong dan
di ujungnya digantungkan tahang bambu untuk menampung cairan yang
menetes.
Cairan manis yang diperoleh dinamai nira (alias legen atau saguer),
berwarna jernih agak keruh. Nira ini tidak tahan lama, maka tahang yang
telah berisi harus segera diambil untuk diolah niranya; biasanya sehari
dua kali pengambilan, yakni pagi dan sore.
Setelah dikumpulkan, nira segera dimasak hingga mengental dan menjadi
gula cair. Selanjutnya, ke dalam gula cair ini dapat dibubuhkan bahan
pengeras (misalnya campuran getah nangka dengan beberapa bahan
lain) agar gula membeku dan dapat dicetak menjadi gula aren bongkahan
(gula gandu). Atau, ke dalam gula cair ditambahkan bahan pemisah
seperti minyak kelapa, agar terbentuk gula aren bubuk (kristal) yang
disebut juga sebagai gula semut.

Di banyak daerah di Indonesia, nira juga biasa difermentasi menjadi


semacam minuman beralkohol yang disebut tuak atau di daerah timur
juga disebut saguer. Tuak ini diperoleh dengan membubuhkan satu atau
beberapa macam kulit kayu atau akar-akaran (misalnya kulit
kayunirih (Xylocarpus) atau sejenis manggis hutan (Garcinia)) ke dalam
nira dan membiarkannya satu sampai beberapa malam agar berproses.
Bergantung pada ramuan yang ditambahkan, tuak yang dihasilkan dapat
berasa sedikit manis, agak masam atau pahit.
Dengan membubuhkan bahan yang lain, atau dengan membiarkan begitu
saja selama beberapa hari, nira dapat berfermentasi menjadi cuka. Cuka
dari aren ini kini tidak lagi populer, terdesak oleh cuka buatan pabrik.
Nira mentah (segar) bersifat pencahar (laksativa), sehingga kerap
digunakan sebagai obat urus-urus. Nira segar juga baik sebagai bahan
campuran (pengembang) dalam pembuatan roti.[1]
Kolang-kaling[sunting | sunting sumber]

Buah aren dan kolang-kaling


Buah aren (dinamai beluluk, caruluk dan lain-lain) memiliki 2 atau 3 butir
inti biji (endosperma) yang berwarna putih tersalut batok tipis yang keras.
Buah yang muda intinya masih lunak dan agak bening. Buah muda
dibakar atau direbus untuk mengeluarkan intinya, dan kemudian inti-inti
biji itu direndam dalam air kapur beberapa hari untuk menghilangkan
getahnya yang gatal dan beracun.[1]. Cara lainnya, buah muda dikukus
selama tiga jam dan setelah dikupas, inti bijinya dipukul gepeng dan
kemudian direndam dalam air selama 10-20 hari. Inti biji yang telah
diolah itu, diperdagangkan di pasar sebagai buah atep (buah atap)
atau kolang-kaling.

Kolang-kaling disukai sebagai campuran es, manisan atau dimasak


sebagai kolak. Teristimewa sebagai hidangan berbuka puasa di
bulanRamadhan.
Produk lain[sunting | sunting sumber]
Sebagaimana nipah dan rumbia, daun pohon enau juga biasa digunakan
sebagai bahan atap rumah rakyat. Pucuk daunnya yang masih kuncup
(janur) juga dipergunakan sebagai daun rokok, yang dikenal pasar
sebagai daun kawung. Lembar-lembar daunnya di Jawa Barat biasa
digunakan sebagai pembungkus barang dagangan, misalnya gula aren
atau buah durian. Lembar-lembar daun ini pun kerap dipintal menjadi tali,
sementara
dari
lidinya
dihasilkan
barang anyaman sederhana
dan sapu lidi.
Seperti halnya daun, ijuk dari pohon enau pun dipintal menjadi tali. Meski
agak kaku, tali ijuk ini cukup kuat, awet dan tahan digunakan di air laut.
Ijuk dapat pula digunakan sebagai bahan atap rumah, pembuat sikat
dan sapu ijuk. Dari pelepah dan tangkai daunnya, setelah diolah,
dihasilkan serat yang kuat dan tahan lama untuk dijadikan benang,
tali pancing dan senar gitar Batak.
Batangnya mengayu di sebelah luar dan agak lunak berserabut di bagian
dalam atau empulurnya. Kayunya yang keras ini dipergunakan
sebagai papan, kasau atau
dibuat
menjadi
tongkat. Empulur atau
gumbarnya dapat ditumbuk dan diolah untuk menghasilkan sagu, meski
kualitasnya masih kalah oleh sagu rumbia. Batang yang dibelah
memanjang dan dibuang empulurnya digunakan sebagai talang atau
saluran air.
Dari akar dihasilkan
atau cambuk.[1]

serat

untuk

bahan

anyaman,

tali

pancing

Ekologi dan penyebaran[sunting | sunting sumber]


Pohon enau mudah tumbuh. Memiliki asal usul dari wilayah Asia tropis,
enau diketahui menyebar alami mulai dari India timur di sebelah barat,
hingga sejauh Malaysia, Indonesia, dan Filipina di sebelah timur. Di
Indonesia, enau tumbuh liar atau ditanam, sampai ketinggian 1.400
m dpl.. [2] Biasanya banyak tumbuh di lereng-lereng atau tebing sungai.

Meskipun getahnya amat gatal, buah enau yang masak banyak


disukai hewan. Musang luwak diketahui sebagai salah satu hewan yang
menyukai buah enau ini, dan secara tidak langsung berfungsi sebagai
hewan pemencar biji enau. Di Bangka, pada masa lalu orangorang Tionghoa memasang perangkap di bawah pohon enau yang tengah
berbuah, untuk menangkap rombongan babi hutan yang berpesta buah
enau yang berjatuhan. [1]
Perbanyakan[sunting | sunting sumber]
Enau atau aren dapat dikembang biakkan secara generatif yaitu melalui
bijinya. Agar diperoleh keturunan yang baik, benih sebaiknya diambil dari
pohon induk yang memiliki kriteria sebagai berikut :
a. Batang pohon harus besar dengan pelepah daun merunduk
dan rimbun. Sampai saat ini dikenal dua macam tanaman aren
yaitu Aren Genjah yang memiliki batang agak kecil dan pendek
dengan produksi nira antara 1015 liter/tandan/hari, dan Aren
Dalam yang memiliki batang besar dan tinggi dengan produksi nira
2030 liter/tandan/hari. Untuk kepentingan produksi nira dan
turunannya, dianjurkan untuk menggunakan varietas Dalam
sebagai pohon induknya.
b. Pohon terpilih harus memiliki produktivitas yang tinggi.
Perlu diketahui bahwa tidak semua pohon aren dan tidak semua
mayang (tandan bunga) jantan yang keluar (9 11 mayang)
menghasilkan nira. Hal ini sangat dipengaruh oleh proses fisiologi
tanaman. Calon pohon induk perlu diperiksa produktivitasnya
dengan menyadap nira dari mayang jantan pertama atau kedua;
jika hasilnya banyak maka pohon itu pantas dijadikan pohon induk.
Kemudian pohon induk ini tidak lagi disadap niranya, agar kualitas
benih yang dihasilkan tetap baik.
Selanjutnya tahapan penyediaan bibit tanaman aren adalah sebagai
berikut:
1. Pengumpulan buah
Buah yang digunakan sebagai sumber benih harus matang, sehat yang
ditandai dengan kulit buah yang berwarna kuning kecoklatan, tidak

terserang hama dan penyakit dengan diameter buah 4 cm.


Sebaiknya buah yang diambil adalah yang terletak di bagian luar
rakila. Buah aren ini dapat disimpan selama 2 minggu pada karung
plastik atau dus untuk memudahkan pemisahan biji (benih) dari kulit.
2. Pengambilan biji dari buah
Pengambilan biji dari dalam buah aren harus menggunakan sarung
tangan karena buah aren mengandung asam oksalat yang akan
menimbulkan rasa gatal apabila kena kulit. Cara lain, yaitu dengan
memeram buah-buah aren yang telah dikumpulkan sampai kulit buah
menjadi busuk sehingga biji terpisah dengan sendirinya dari daging
buah. Dengan cara ini, biji dapat diambil dengan mudah dan kulit buah
aren tidak gatal lagi.

Anakan (semai) pohon aren


3. Perkecambahan
Benih disemaikan dalam tempat persemaian dengan media campuran
pasir dan serbuk gergaji dengan perbandingan 2:1. Untuk
mempercepat perkecambahan, tempurung biji dapat digosok dengan
kertas pasir (ampelas) di bagian punggungnya, tempat keluar apokol,
selebar kira-kira 3 mm kemudian biji direndam dalam air agar air
meresap ke dalam endosperm sampai jenuh, lalu disemaikan. Benih
disiram setiap hari untuk mempertahankan kelembaban yang tinggi
sekitar 80%.
4. Pembibitan

Semai aren yaitu setelah terbentuk apokol yang telah mencapai


panjang 3 5 cm dipindahkan ke tempat pembibitan atau ke dalam
kantong plastik (polibag) yang berdiameter 25 cm, yang telah diisi
bagiannya dengan tanah-tanah lapisan atas yang dicampur dengan
pupuk kandang dengan perbandingan 1:2. Bibit-bibit yang telah
dipindahkan ini memerlukan penyiraman dan naungan agar terhindar
dari cahaya matahari secara langsung. Bibit aren dapat dipindahkan
(ditanam) ke lapangan setelah berumur 6-8 bulan sejak daun pertama
terbentuk.
Hydriastele

Hydriastele adalah genus beragam dan luas tanaman berbunga dalam


keluarga palem ditemukan di seluruh Australia dan Selandia Baru, Melanesia,
Polinesia, dan Asia Tenggara. Ini terdiri dari hanya sembilan spesies sampai
2004, ketika penelitian molekuler, yang didukung oleh kesamaan morfologi,
dipimpin ahli taksonomi untuk menyertakan anggota dari genus Gulubia,
Gronophyllum, dan Siphokentia. 48 spesies sekarang diakui, yang 38 adalah
kombinasi baru, dua adalah nama-nama baru dan satu spesies baru. [2] Hal
ini dinamai dalam bahasa Yunani, menggabungkan "hydriad", seorang peri
air dalam mitologi, dan "kolom". [3]

Telapak sekarang diklasifikasikan dalam genus ini memiliki ciri-ciri


menyatukan tetapi tetap beragam. Pleonanthy, monoecy, crownshafts,
bracts peduncular, dan kurangnya persenjataan ciri semua anggota. Batang
mungkin soliter atau suckering dan mungkin kecil untuk kuat, mencakup
berbagai ketinggian. Daun menyirip dan bervariasi secara luas. Para
perbungaan yang bercabang tiga pesanan dengan baik bunga jantan dan
betina, beberapa di antaranya kumbang penyerbukan. [4] Buah mungkin
ellipsoidal atau bulat dan berwarna kuning, oranye, merah, ungu, atau hitam
saat masak, masing-masing dengan biji tunggal.

Distribusi dan habitat [sunting]


Rentang alami mereka dikenal meliputi sejumlah pengaturan tropis di
Sulawesi, Kepulauan Maluku, New Guinea, Australia, Kepulauan Bismarck,

Kepulauan Solomon, New Hebrides, Fiji, dan Palau. Sangat sering mereka
ditemukan di hutan hujan varietas pegunungan dan dataran rendah atau
pada batuan ultrabasa, pegunungan kapur dan wajah ular.

Budidaya dan menggunakan [sunting]


Beberapa telapak tangan ini dibudidayakan dan biasanya membutuhkan
kondisi yang menyerupai orang-orang dari jangkauan mereka. Batang
beberapa spesies yang digunakan sebagai dinding dan lantai mobil
komponen dalam konstruksi rumah atau split dan kuno menjadi tombak. [4]
Palem jepang atau palem ijoActynophloeus canderianus

Palem Jepang/ Palem Ijo


Penjual tanaman palem jepang biasa menyebut palem tersebut dengan
nama palem ijo, ini dikarenakan tanaman ini berbatang dengan warna hijau,
ini adalah nama pasaran di tukang kembang, sedangkan nama latin atau
nama ilmiah yang biasa digunakan untuk anak sekolahan palem ini
memimiliki
nama
latinPtychosperma
macarthurii

Untuk daftar harga tanaman palem jepang atau palem ijo tidak mahal,
ditingkat penjual tanaman hias yang ada dipinggir jalan biasanya dibandrol
seharga
Rp.90.000,
untuk
ukuran
150
cm
sampai
200
cm

Karakter tanaman palem ijo


1.

Tinggi tanaman sampai dengan 10 meter

2.

Memiliki batang, daun berwarna hijau

3.

Tidak bercabang di atas

4.
Hidup secara berumput, satu rumpun biasanya terdiri dari 3 sampai 4
batang utama dan 9 tunas anakan
5.

Berkembang biak dengan biji

6.
Kuat hidup ditempat yang sepanjang hari mendapatkan sinar matahari,
tetapi juga bisa hidup dengan baik di tempat yang tidak terkena sinar
matahari langsung walaupun sepanjang hari
7.
Kuat hidup di dalam ruangan, makanya tanaman ini dapat dijadikan
sebagai material dari Indoor plant
Penggunaan Tanaman palem ijo/ palem jepang
1.

Untuk material utama taman

2.

Untuk material indoor plant

3.

Untuk material dekorasi artifisial

untuk memperindah ruangaan dan dekorasi diperlukan tanaman indoor ,


tanaman indoor atau tanaman yang bisa hidup ditempat yang teduh, kurang
sinar matahari, salah satu yang cocok adalah tanaman palem ijo juga
disebut palem jepang
Sarai (tumbuhan)
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Untuk kegunaan lain dari Sarai, lihat Sarai (disambiguasi).
?

Sarai

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:

Plantae

(tidak
termasuk)

Monocots

(tidak
termasuk)

Commelin
ids

Ordo:

Arecales

Famili:

Arecacea
e

Genus:

Caryota

Spesies:

C. mitis

Nama binomial

Caryota
Lour.

mitis

Sinonim
Referensi:[1][2]

Caryota
furfuracea Blume e
x. Mart.

C. griffithii Becc.

C. javanica Zipp.
ex Miq. [Nama ini
tidak sah]

C.
sobolifera Wall.
Mart.

Drymophloeus
zippellii Hassk.

Thuessinkia
speciosa Korth.

ex

Sarai (Caryota
mitis)
adalah palem yang
memiliki
bentuk
seperti pohon yang bisa berguna sebagai tanaman hias. Di Indonesia, sarai
dikenal
dengan
bermacam-macam
nama,
seperti andudur (Btk.), bridin (Mlk. dan Ac.), risi (Palemb.), tukas dan rotan
t. (Mly.), sarai,sukawung
leutik, suwangkung
leutik (Sund.), gnduru (Jw.), ghanduru (Mad.), bulang
talang, b.
[2][3][4]
tlang (Kalteng), dan panisi (Bug.).
Justus Karl Hasskarl berbeda pendapat dengan Heyne; menurutnya,
selain sarai, spesies ini dikenal juga dengan nama sarowai, dankalombu.[2]

Deskripsi[sunting | sunting sumber]


Sarai adalah tumbuhan palem yang berbentuk pohon yang hidupnya
merumpun dan mencapai tinggi 15 m, serta sewaktu muda, dia membentuk
suatu jenis mirip ijuk yang berbentuk cincin. [4][5] Daunnya menyirip,
berjumlah ganda, dan anak daunnya berbentuk sirip. Panjang daun adalah 49 kaki, tumbuh menyebar, dan memanjang ke atas dengan warna hijau
berkilauan. anak-anak daun berukuran 4-7inci, berbentuk miring agak
runcing dan bergerigi. Bagian atas daun, terlebih tepinya, tumpul dan
bergerigi.[5]
Perbungaannya malai yang bergantung,[4] muncul dari bawah daun atau
keluar
dari
tengah-tengah
batang.[6] Perbungaan
tergolong
sebagai malai yang bertandan dan bercabang, dan perbungaan pertama
tumbuh di dekat ujung batang, dan perbungaan lebih muda yang lain
tumbuh di bawah batang secara teratur dan berturut-turut. Bunga jantan
berjumlah banyak, panjangnya 1/4 inci, berwarna merah-daging dengan titik
merah. Kelopak bunga berbentuk cawan, daun kelopak (sepal) berbentuk
lebar dan daun mahkota (petal) berjumlah 8. Sedangkan itu, benang
sari berjumlah banyak, dan tangkai sarinya bekumpul pada dasar bunga.
Bunga betina mekar hampir bersamaan dengan bunga betina. Warna bunga
ungu hingga merah-kecoklatan. Buahnya berdiameter 1/2 inci, bulat,
berwarna merah dan menjadi merah tua sewaktu tua. Daging buah rapuh,
dan agak berserabut. Biji berbentuk bulat.[4][5][6]
Persebaran & habitat[sunting | sunting sumber]
Tumbuhan sarai dapat dijumpai di Semenanjung Malaya, Jawa, dan Sulawesi
Utara. Di Kalimantan, ada tumbuhan mirip sarai dengan anak-daun yang
lebih tebal & besar, dan bentuknya cekung. Sarai dapat dijumpai di hutanhutan dataran rendah, umumnya menempati tempat yang tak terlalu
terbuka.[4] Tumbuhan ini menyebar di seluruh Semenanjung Malaya; di Jawa,
tumbuhan ini hidup di bawah ketinggian 1300mdpl, malahan di bagian timur
Jawa tumbuhan ini dapat ditemukan dalam jumlah besar.[2]
Di luar Indonesia, sarai bertumbuh di Burma, Arakan di selatan, Penang,
dan Kepulauan Andaman. Kerchove de Denterghem -dikutip oleh E. Blatter
(1913)- berpendapat bahwa tumbuhan ini berasal dari Tibet, dan Malaya.
Tapi, E. Blatter tidak pernah mendapati tumbuhan ini berhasil diamati di
Tibet.[5]

Kegunaan & manfaat[sunting | sunting sumber]


Dari batangnya yang besar, hitam, dan kuat, dipergunakan sebagai roda.
Saat terjadi kelangkaan pangan, sagu berwarna putih dari sarai dimakan.
Tumbuhan
ini
juga
dibuat
sagu
di Sarawak (di
tempat
inilah Beccari menemukan
tumbuhan
ini), Bangka
Belitung,
dan Semenanjung Melayu. Walaupun rasanya agak pahit, tapi masih tetap
dimakan. DiPalembang -kata Heyne (1922)- dulu, serat batang dari sarai
dikeringkan untuk dijadikan semacam kain yang berserat spon dan
digunakan untuk menutup badan pencuri pada zaman dahulu apabila
hendak mencuri.[2]
Sekalipun sagunya dapat dimakan, namun buah dari sarai tidak dapat
dimakan dikarenakan mengandung kristal oksalat yang menyebabkan gatal
di kulit. Apabila mengenai mata, mata dapat memerah dan dapat
menyebabkan sakit dan gatal. Namun, untuk menghilangkan racun, dapatlah
kita gunakan pita perekat. Sakit dan gatal dapat menghilang perlahan secara
sendirinya selama 12 jam. Barangsiapa yang menelan buah sarai, bisa kita
gunakan cairan dinginatau pencahar untuk mengurangi rasa sakit. Apabila
tidak berkurang rasa sakitnya, bisa kita gunakan analgesik. Namun, racun
dari asam oksalat sendiri tidak terlalu berbahaya. Selain buah, daun dan
batang juga beracun. Daunnya yang berbulu ini menghasilkan racun yang
menyebabkan gatal.[6]
Untuk berkembangbiak, dapat dipergunakan biji. Selain dengan biji, dapat
pula digunakan tunas dari pangkal batang untuk membentuk pohon baru.
Dapat juga digunakan sebagai tanaman hias.[4]
PENANAMAN
1. Teknik Penanaman

Penentuan Pola Tanam : Pola tanam palem botol dan merah biasanya
ditanam secara individual jadi jarak tanam tidak menjadi masalah. Selain
ditanam di halaman secara individu, palem putri dan raja sering dipakai
sebagai pohon penghias sisi jalan . Jarak tanam untuk kedua palem
tersebut antara 2,5-3 m.

Pembuatan Lubang Tanam : Lubang tanam disiapkan 2 minggu


sebelum tanam. Buat lubang tanam 30 x 30 x 30 cm untuk tanah berpasir
dan 50 x 50 x 50 cm untuk tanah liat. Jika tanaman yang akan ditanam
sudah besar, lubang tanam disesuaikan dengan luasnya perakaran

Cara Penanaman : Masukkan tanaman ke lubang tanam dan timbun


akar sampai pangkal batang dengan sisa tanah. Padatkan tanah di sekitar
batang
2. Pemeliharaan Tanaman

Pemupukan : Dosis pemupukan tergantung umur tanaman. Pemupukan


anorganik: palem putri dan raja yang telah berukuran 3 m memerlukan 3-5
kg NPK. Palem berukuran 2-3 m memerlukan 1-2 kg NPK dan palem kecil
berukuran kurang dari 2 m memerlukan 0,5-1 kg NPK. Pemupukan organik:
palem putri dan raja yang telah berukuran 3 m memerlukan 5-15 kg pupuk
kandang. Palem berukuran 2-3 m memerlukan 2,5-5 kg dan palem kecil
berukuran kurang dari 2 m memerlukan 1-2,5 kg. Frekuensi pemupukan
anorganik 2-3 kali setahun dan organik 2-4 kali setahun.

Pengairan dan Penyiraman : Penyiraman dilakukan sesuai kebutuhan


dan tergantung cuaca.
F. HAMA & PENYAKIT
Dibandingkan tanaman hias lainnya, palem relatif tahan terhadap serangan
hama dan penyakit. Jika ada, serangan hama biasanya lebih sering terjadi
daripada penyakit.
1. Belalang (Aularches miliaris dan Valanga nigricans)
Gejala: daun rusak ditandai dengan terlihatnya gigitan tidak teratur di tepi
daun. Serangan berat, yang tersisa hanya tulang daun. Pengendalian:
dengan membunuh belalang, menanam tanaman peutup tanah seperti
Colopogonium sp. dan Centrosema sp, penggunaan insektisida Basudin 90
SC (2cc/liter).

2. Ulat penggulung daun (Hidari irava)


Gejala: helaian daun palem menggulung, daun palem tinggal tulangnya saja,
kadang-kadang hanya hanya separuh anak daun yang ditinggalkan.
Pengendalian: dengan parasit telur Neotelenomus sp. dan Anastatus sp.
Pengendalian kimia dengan insektisida Basudin 60 EC.
3. Kutu daun palem (Aspidiotus destructor)
Gejala: daun menjadi merah keabu-abuan. Di permukaan daun tampak
bercak menguning. Selanjutnya daun menguning semua, daun tidak tumbuh
berkembang dan mati. Pengendalian: dengan menggunakan parasit hama
Scimnus sp. atau Cryptoghatha sp. Pengendalian kimia dengan Malathion,
Kelthane, Supracide 0,05%.
4. Kumbang penggorok daun (Brontispa longissima)
Gejala: merusak pohon palem muda, kumbang bersembunyi di antara lipatan
anak daun muda yang belum membuka. Daun akan berkerut hingga mati.
Pengendalian: dengan memotong daun yang terserang, menyemprot
tanaman setiap 4-6 minggu dengan insektisida berbahan aktif karbaril
seperti Carbavin 85 WP, Dicarbam 85 S, Sevin 50 dengan konsentrasi 0,15 %
atau berbahan aktif dieldrin seperti Dieldrin 20 Sc dengan konsentrasi 0,16
%.
5. Kumbang palem (Anadastus sp.)
Gejala: kumbang menggerek daun muda kemudian ke daun tua.
Pengendalian: dengan insektisida Dekasulfan 350 EC atau Thiodan 35 EC.
6. Kutu putih (Aleyrodidae sp.)
Kepik ini bergerombil di balik daun atau lipatannya. Cairan madu yang
dihasilkan merangsang semut untuk bergerombol. Pengendalian: insektisida
berbahan aktif dimethoate seperti Perfekthion 400 EC.

7. Kutu perisai (Parlatoria sp.)


Gejala: daun menguning yang dimulai dengan bintik kecil kuning.
Pengendalian: membilas daun yang sakit dengan air sabun dan
penyemprotan insektisida Supracide 40 EC atau Dimacide 400 EC.
8. Tungau merah (Tetranychus urticae)
Gejala: menyerang dari tanaman bagian bawah ke atas. Daun yang diserang
menjadi kuning, kusam, kuning pucat dan layu bila disiram. Pengendalian:
dengan akarisida Kelthan, Endosan, Moroscide atau Acarin serta
membersihkan gulma di sekeliling tanaman.
9. Bercak daun
Penyebab: jamur Fusarium sp., Pestalotia sp., Gloesporium sp. dan lain-lain.
Gejala: pada daun tua atau muda terdapat bercak berbagai bentuk berwarna
kuning atau hijau yang akan menghilang. Bercak ini meninggalkan bekas
terang berwarna hitam, abu-abu dan coklat. Bagian tersebut kemudian
kering. Serangan berat seluruh tajuk kering dan daun menutup. Buah akan
rontok. Pengendalian: memotong dan membakar bagian yang sakit,
penyemprotan fungisida Dithane M-45, Difolatan 4F dengan kepekatan 0,10,2 %.
10. Layu pucuk
Penyebab: jamur Thielaviopsis sp., Botrydiplodia sp., Fusarium sp.,
Chlaraopsis sp., Erwinia sp. dan Pseudomonas sp. Gejala: daun mahkota layu
secara tiba-tiba, daun menjadi kusam, pelepah daun bergantungan dan
gugur. Kematian terjadi dengan cepat (1-3 bulan). Pengendalian:
memperbaiki pengelolaan tanaman termasuk pemupukan yang berimbang,
sanitasi lingkungan, membuang dan membakar tanaman yang terserang.
11. Penyakit akar

Penyebab: jamur parasit dan nematoda. Perubahan warna daun, ujung daun
mengkerut dan kering. Gejala: dapat menyebar ke pangkal daun.
Pengendalian: sama dengan yang dilakukan untuk penyakit layu pucuk.

Anda mungkin juga menyukai