Anda di halaman 1dari 10

RUMBIA(Metroxylon sago)

Rumbia atau disebut juga (pohon) sagu adalah nama sejenis palma penghasil pati sagu.

Pemerian
Belukar rumbia Pohon palma yang merumpun, dengan akar rimpang yang panjang dan bercabang-cabang; tinggi tajuk 10 m atau lebih dan diameter batang mencapai 60 cm. Daun-daun besar, majemuk menyirip, panjang hingga 7 m, dengan panjang anak daun lk. 1.5 m; bertangkai panjang dan berpelepah. Rumbia berbunga dan berbuah sekali (monocarpic) dan sudah itu mati. Karangan bunga bentuk tongkol, panjang hingga 5 m. Berumah satu (monoesis), bunga rumbia berbau kurang enak.

Kegunaan
Dari empulur batangnya dihasilkan tepung sagu, yang merupakan sumber karbohidrat penting bagi warga kepulauan di bagian timur Nusantara. Pelbagai rupa makanan pokok dan kue-kue diperbuat orang dari tepung sagu ini. Sagu dipanen tatkala kuncup bunga (mayang) telah keluar, namun belum mekar sepenuhnya. Umur panenan ini bervariasi menurut jenis kultivarnya, yang tercepat kirakira pada usia 6 tahun. Daun tua dari pohon yang masih muda merupakan bahan atap yang baik; pada masa lalu bahkan rumbia dibudidayakan (dalam kebon-kebon kiray) di sekitar Bogor dan Banten untuk menghasilkan atap rumbia ini. Dari helai-helai daun ini pun dapat dihasilkan semacam tikar yang disebut kajang. Daun-daunnya yang masih kuncup (janur) dari beberapa jenisnya dahulu digunakan pula sebagai daun rokok, sebagaimana pucuk nipah. Umbutnya, dan juga buahnya yang seperti salak, dimakan orang. Buah ini memiliki rasa sepat, sehingga untuk menghilangkan kelatnya itu buah rumbia biasa direndam dulu beberapa hari di lumpur atau di air laut sebelum dikonsumsi. Tempayak dari sejenis kumbang, yang biasa hidup di batang dan umbut rumbia yang mati, disukai orang -dari Jawa hingga Papua- sebagai sumber protein dan lemak yang gurih dan lezat.

NIPAH
Nipah adalah sejenis palem (palma) yang tumbuh di lingkungan hutan bakau atau daerah pasang-surut dekat tepi laut.

Pemerian
Sebagaimana rumbia (Metroxylon spp.), batang pohon nipah menjalar di tanah, membentuk rimpang yang terendam oleh lumpur. Hanya roset daunnya yang muncul di atas tanah, sehingga nipah nampak seolah-olah tak berbatang. Akar serabutnya dapat mencapai panjang 13 m. Karena perakaran nipah ini hanya

terletak dalam lumpur yang sifatnya labil maka rumpun-rumpun nipah dapat dihanyutkan oleh air sampai ke laut. Batang nipah terendam oleh lumpur. Hanya daunnya yang muncul di atas tanah Dari rimpangnya muncul daun-daun majemuk menyirip khas palma, tegak atau hampir tegak, menjulang hingga 9 m di atas tanah. Panjang tangkainya 1-1,5 m; dengan kulit yang mengkilap dan keras, berwarna hijau pada yang muda dan berangsur menjadi cokelat sampai cokelat tua sesuai perkembangan umurnya; bagian dalamnya lunak seperti gabus. Anak daun berbentuk pita memanjang dan meruncing di bagian ujung, memiliki tulang daun yang di sebut lidi (seperti pada daun kelapa). Panjang anak daun dapat mencapai 100 cm dan lebar daun 4-7 cm. Daun nipah yang sudah tua berwarna hijau, sedangkan daunnya yang masih muda berwarna kuning, menyerupai janur kelapa. Panjang tangkai badan bunga mencapai 100-170 cm. Tandan bunga inilah yang dapat disadap untuk diambil niranya. Empat hingga lima bulan sejak keluarnya bunga nipah, tandan bunga tersebut dapat disadap. Pada saat ini pengisian biji sedang aktif, maka bila dilakukan penyadapan pasti akan dapat memperoleh jumlah nira yang maksimal. Buah tipe buah batu dengan mesokarp bersabut, bulat telur terbalik dan gepeng dengan 2-3 rusuk, coklat kemerahan, 11 x 13 cm, terkumpul dalam kelompok rapat menyerupai bola berdiameter sekitar 30 cm. Dalam satu tandan, buahnya dapat mencapai antara 30-50 butir, berdempetan satu dengan yang lainnya membentuk kumpulan buah bundar. Buah yang masak gugur ke air dan mengapung mengikuti arus pasang surut atau aliran air hingga tersangkut di tempat tumbuhnya. Kerap kali buah telah berkecambah senyampang dihanyutkan arus ke tempat yang baru.

Pemanfaatan
Daun nipah yang telah tua banyak dimanfaatkan secara tradisional untuk membuat atap rumah yang daya tahannya mencapai 3-5 tahun. Daun nipah yang masih muda mirip janur kelapa, dapat dianyam untuk membuat dinding rumah yang disebut kajang. Daun nipah juga dapat dianyam untuk membuat tikar, tas, topi dan aneka keranjang anyaman. Di Sumatra, pada masa silam daun nipah yang muda (dinamai pucuk) dijadikan daun rokok -yaitu lembaran pembungkus untuk melinting tembakau-- setelah dikelupas kulit arinya yang tipis, dijemur kering, dikelantang untuk memutihkannya dan kemudian dipotong-potong sesuai ukuran rokok. Beberapa naskah lama Nusantara juga menggunakan daun nipah sebagai alas tulis, bukannya daun lontar. Tangkai daun dan pelepah nipah dapat digunakan sebagai bahan kayu bakar yang baik. Pelepah daun nipah juga mengandung selulosa yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pulp (bubur kertas). Lidinya dapat digunakan untuk sapu, bahan anyam-anyaman dan tali. Nipah dapat pula disadap niranya, yakni cairan manis yang diperoleh dari tandan bunga yang belum mekar. Nira yang dikeringkan dengan dimasak dipasarkan sebagai gula nipah (palm sugar). Dari hasil oksidasi gula nipah dapat

dihasilkan cuka. Di Pulau Rote dan Sawu, Nusa Tenggara Timur, nira nipah diberikan ke ternak babi di musim kemarau. Konon, hal ini bisa memberikan rasa manis pada daging babi. Di Filipina dan juga di Papua, nira ini diperam untuk menghasilkan semacam tuak yang dinamakan tuba (dalam bahasa Filipina). Fermentasi lebih lanjut dari tuba akan menghasilkan cuka. Di Malaysia, nira nipah dibuat sebagai bahan baku etanol yang dapat dijadikan bahan bakar nabati pengganti bahan bakar minyak bumi. Etanol yang dapat dihasilkan adalah sekitar 11.000 liter/ha/tahun, jauh lebih unggul dibandingkan kelapa sawit (5.000 liter/ha/tahun). Umbut nipah dan buah yang muda dapat dimakan. Biji buah nipah yang muda, yang disebut tembatuk, mirip dengan kolang-kaling (buah atep), dan juga diberi nama attap chee ("chee" berarti "biji" menurut dialek China tertentu). Sedangkan buah yang sudah tua bisa ditumbuk untuk dijadikan tepung. Di Kalimantan arang dari akar nipah digunakan untuk obat sakit gigi dan sakit kepala.

ENAU(Arenga pinnata)
Enau atau aren (Arenga pinnata, suku Arecaceae) adalah palma yang terpenting setelah kelapa (nyiur) karena merupakan tanaman serba guna.

Pemerian
Palma yang besar dan tinggi, dapat mencapai 25 m. Berdiameter hingga 65 cm, batang pokoknya kukuh dan pada bagian atas diselimuti oleh serabut berwarna hitam yang dikenal sebagai ijuk, injuk, juk atau duk. Ijuk sebenarnya adalah bagian dari pelepah daun yang menyelubungi batang. Daunnya majemuk menyirip, seperti daun kelapa, panjang hingga 5 m dengan tangkai daun hingga 1,5 m. Anak daun seperti pita bergelombang, hingga 7 x 145 cm, berwarna hijau gelap di atas dan keputih-putihan oleh karena lapisan lilin di sisi bawahnya. Berumah satu, bunga-bunga jantan terpisah dari bungabunga betina dalam tongkol yang berbeda yang muncul di ketiak daun; panjang tongkol hingga 2,5 m. Buah buni bentuk bulat peluru, dengan diameter sekitar 4 cm, beruang tiga dan berbiji tiga, tersusun dalam untaian seperti rantai. Setiap tandan mempunyai 10 tangkai atau lebih, dan setiap tangkai memiliki lebih kurang 50 butir buah berwarna hijau sampai coklat kekuningan. Buah ini tidak dapat dimakan langsung karena getahnya sangat gatal.

Kegunaan
Pohon enau menghasilkan banyak hal, yang menjadikannya populer sebagai tanaman yang serbaguna, terutama sebagai penghasil gula.
Nira dan gula Gula aren diperoleh dengan menyadap tandan bunga jantan yang mulai mekar dan menghamburkan serbuk sari yang

berwarna kuning. Tandan ini mula-mula dimemarkan dengan memukul-mukulnya selama beberapa hari, hingga keluar cairan dari dalamnya. Tandan kemudian dipotong dan di ujungnya digantungkan tahang bambu untuk menampung cairan yang menetes.

Cairan manis yang diperoleh dinamai nira (alias legen atau saguer), berwarna jernih agak keruh. Nira ini tidak tahan lama, maka tahang yang telah berisi harus segera diambil untuk diolah niranya; biasanya sehari dua kali pengambilan, yakni pagi dan sore. Setelah dikumpulkan, nira segera dimasak hingga mengental dan menjadi gula cair. Selanjutnya, ke dalam gula cair ini dapat dibubuhkan bahan pengeras (misalnya campuran getah nangka dengan beberapa bahan lain) agar gula membeku dan dapat dicetak menjadi gula aren bongkahan (gula gandu). Atau, ke dalam gula cair ditambahkan bahan pemisah seperti minyak kelapa, agar terbentuk gula aren bubuk (kristal) yang disebut juga sebagai gula semut. Di banyak daerah di Indonesia, nira juga biasa difermentasi menjadi semacam minuman beralkohol yang disebut tuak atau di daerah timur juga disebut saguer. Tuak ini diperoleh dengan membubuhkan satu atau beberapa macam kulit kayu atau akar-akaran (misalnya kulit kayu nirih (Xylocarpus) atau sejenis manggis hutan (Garcinia)) ke dalam nira dan membiarkannya satu sampai beberapa malam agar berproses. Bergantung pada ramuan yang ditambahkan, tuak yang dihasilkan dapat berasa sedikit manis, agak masam atau pahit. Dengan membubuhkan bahan yang lain, atau dengan membiarkan begitu saja selama beberapa hari, nira dapat berfermentasi menjadi cuka. Cuka dari aren ini kini tidak lagi populer, terdesak oleh cuka buatan pabrik. Nira mentah (segar) bersifat pencahar (laksativa), sehingga kerap digunakan sebagai obat urus-urus. Nira segar juga baik sebagai bahan campuran (pengembang) dalam pembuatan roti.
Kolang-kaling Buah aren (dinamai beluluk, caruluk dan lain-lain) memiliki 2 atau 3 butir inti biji (endosperma) yang berwarna putih tersalut batok tipis yang keras. Buah yang muda intinya masih lunak dan agak bening. Buah muda dibakar atau direbus untuk mengeluarkan intinya, dan kemudian inti-inti biji itu direndam dalam air kapur beberapa hari untuk menghilangkan getahnya yang gatal dan beracun.[1]. Cara lainnya, buah muda dikukus selama tiga jam dan setelah dikupas, inti bijinya dipukul gepeng dan kemudian direndam dalam air selama 10-20 hari. Inti biji yang telah diolah itu, diperdagangkan di pasar sebagai buah atep (buah atap) atau kolang-kaling.

Kolang-kaling disukai sebagai campuran es, manisan atau dimasak sebagai kolak. Teristimewa sebagai hidangan berbuka puasa di bulan Ramadhan.

Produk lain

Sebagaimana nipah dan rumbia, daun pohon enau juga biasa digunakan sebagai bahan atap rumah rakyat. Pucuk daunnya yang masih kuncup (janur) juga dipergunakan sebagai daun rokok, yang dikenal pasar sebagai daun kawung. Lembar-lembar daunnya di Jawa Barat biasa digunakan sebagai pembungkus barang dagangan, misalnya gula aren atau buah durian. Lembar-lembar daun ini pun kerap dipintal menjadi tali, sementara dari lidinya dihasilkan barang anyaman sederhana dan sapu lidi. Seperti halnya daun, ijuk dari pohon enau pun dipintal menjadi tali. Meski agak kaku, tali ijuk ini cukup kuat, awet dan tahan digunakan di air laut. Ijuk dapat pula digunakan sebagai bahan atap rumah, pembuat sikat dan sapu ijuk. Dari pelepah dan tangkai daunnya, setelah diolah, dihasilkan serat yang kuat dan tahan lama untuk dijadikan benang, tali pancing dan senar gitar Batak. Batangnya mengayu di sebelah luar dan agak lunak berserabut di bagian dalam atau empulurnya. Kayunya yang keras ini dipergunakan sebagai papan, kasau atau dibuat menjadi tongkat. Empulur atau gumbarnya dapat ditumbuk dan diolah untuk menghasilkan sagu, meski kualitasnya masih kalah oleh sagu rumbia. Batang yang dibelah memanjang dan dibuang empulurnya digunakan sebagai talang atau saluran air. Dari akar dihasilkan serat untuk bahan anyaman, tali pancing atau cambuk.

SIWALAN(Borassus flabellifer)
Siwalan (juga dikenal dengan nama pohon lontar atau tal) adalah sejenis palma yang tumbuh di Asia Selatan dan Asia Tenggara.

Pemerian
Pohon palma yang kokoh kuat, berbatang tunggal dengan tinggi 15-30 m dan diameter batang sekitar 60 cm. Sendiri atau kebanyakan berkelompok, berdekatdekatan. Daun-daun besar, terkumpul di ujung batang membentuk tajuk yang membulat. Helaian daun serupa kipas bundar, berdiameter hingga 1,5 m, bercangap sampai berbagi menjari; dengan taju anak daun selebar 5-7 cm, sisi bawahnya keputihan oleh karena lapisan lilin. Tangkai daun mencapai panjang 1 m, dengan pelepah yang lebar dan hitam di bagian atasnya; sisi tangkai dengan deretan duri yang berujung dua.

Karangan bunga dalam tongkol, 20-30 cm dengan tangkai sekitar 50 cm. Buah-buah bergerombol dalam tandan, hingga sekitar 20 butir, bulat peluru berdiameter 7-20 cm, hitam kecoklatan kulitnya dan kuning daging buahnya bila tua. Berbiji tiga butir dengan tempurung yang tebal dan keras.

Kegunaan
Daunnya digunakan sebagai bahan kerajinan dan media penulisan naskah lontar. Barang-barang kerajinan yang dibuat dari daun lontar antara lain adalah kipas, tikar, topi, aneka keranjang, tenunan untuk pakaian dan sasando, alat musik tradisional di Timor. Sejenis serat yang baik juga dapat dihasilkan dengan mengolah tangkai dan pelepah daun. Serat ini pada masa silam cukup banyak digunakan di Sulawesi Selatan untuk menganyam tali atau membuat songkok, semacam tutup kepala setempat.[1] Kayu dari batang lontar bagian luar bermutu baik, berat, keras dan berwarna kehitaman. Kayu ini kerap digunakan orang sebagai bahan bangunan atau untuk membuat perkakas dan barang kerajinan. Dari karangan bunganya (terutama tongkol bunga betina) disadap orang nira lontar. Nira ini dapat dimasak menjadi gula atau difermentasi menjadi legen atau tuak, semacam minuman beralkohol buatan rakyat. Buahnya juga dikonsumsi, terutama yang muda. Biji yang masih muda itu masih lunak, demikian pula batoknya, bening lunak dan berair (sebenarnya adalah endosperma cair) di tengahnya. Rasanya mirip kolang-kaling, namun lebih enak. Biji yang lunak ini kerap diperdagangkan di tepi jalan sebagai buah siwalan (nungu, bahasa Tamil). Adapula biji siwalan ini dipotong kotak-kotak kecil untuk bahan campuran minuman es dawet siwalan yang biasa didapati dijual didaerah pesisir Jawa Timur, Paciran, Lamongan. Rasa minuman es dawet siwalan ini terasa lezat karena gulanya berasal dari sari nira asli. Daging buah yang tua, yang kekuningan dan berserat, dapat dimakan segar ataupun dimasak terlebih dahulu. Cairan kekuningan darinya diambil pula untuk dijadikan campuran penganan atau kue-kue; atau untuk dibuat menjadi selai.

ROTAN
Rotan adalah sekelompok palma dari puak (tribus) Calameae yang memiliki habitus memanjat, terutama Calamus, Daemonorops, dan Oncocalamus. Puak Calameae sendiri terdiri dari sekitar enam ratus anggota, dengan daerah persebaran di bagian tropis Afrika, Asia dan Australasia. Ke dalam puak ini termasuk pula marga Salacca ( misalnya salak), Metroxylon (misalnya rumbia/sagu), serta Pigafetta yang tidak memanjat, dan secara tradisional tidak digolongkan sebagai rotan.

Batang rotan biasanya langsing dengan diameter 2-5cm, beruas-ruas panjang, tidak berongga, dan banyak yang

dilindungi oleh duri-duri panjang, keras, dan tajam. Duri ini berfungsi sebagai alat pertahanan diri dari herbivora, sekaligus membantu pemanjatan, karena rotan tidak dilengkapi dengan sulur. Suatu batang rotan dapat mencapai panjang ratusan meter. Batang rotan mengeluarkan air jika ditebas dan dapat digunakan sebagai cara bertahan hidup di alam bebas. Badak jawa diketahui juga menjadikan rotan sebagai salah satu menunya.

Kegunaan
Rotan yang umum dipergunakan dalam industri tidaklah terlalu banyak. Beberapa yang paling umum diperdagangkan adalah Manau, Batang, Tohiti, Mandola, Tabu-Tabu, Suti, Sega, Lambang, Blubuk, Jawa, Pahit, Kubu, Lacak, Slimit, Cacing, Semambu, serta Pulut. Setelah dibersihkan dari pelepah yang berduri, rotan asalan harus diperlakukan untuk pengawetan dan terlindung dari jamur Blue Stain. Secara garis besar terdapat dua proses pengolahan bahan baku rotan: Pemasakan dengan minyak tanah untuk rotan berukuran sedang /besar dan Pengasapan dengan belerang untuk rotan berukuran kecil. Selanjutnya rotan dapat diolah menjadi berbagai macam bahan baku, misalnya dibuat Peel (kupasan)/Sanded Peel, dipoles /semi-poles, dibuat core, fitrit atau star core. Adapun sentra industri kerajinan dan mebel rotan terbesar di indonesia terletak di Cirebon. Pemanfaatan rotan ( sp. Daemonorops Draco ) terutama adalah sebagai bahan baku mebel, misalnya kursi, meja tamu, serta rak buku. Rotan memiliki beberapa keunggulan daripada kayu, seperti ringan, kuat, elastis / mudah dibentuk, serta murah. Kelemahan utama rotan adalah gampang terkena kutu bubuk "Pin Hole". Batang rotan juga dapat dibuat sebagai tongkat penyangga berjalan dan senjata. Berbagai perguruan pencak silat mengajarkan cara bertarung menggunakan batang rotan. Di beberapa tempat di Asia Tenggara, rotan dipakai sebagai alat pemukul dalam hukuman cambuk rotan bagi pelaku tindakan kriminal tertentu. Beberapa rotan mengeluarkan getah (resin) dari tangkai bunganya. Getah ini berwarna merah dan dikenal di perdagangan sebagai dragon's blood ("darah naga"). Resin ini dipakai untuk mewarnai biola atau sebagai meni. Masyarakat suku Dayak di Kalimantan Tengah memanfaatkan batang rotan muda sebagai komponen sayuran.

SALAK(Salacca zalacca)
Salak adalah sejenis palma dengan buah yang biasa dimakan.

Pemerian botanis

Palma berbentuk perdu atau hampir tidak berbatang, berduri banyak, melata dan beranak banyak, tumbuh menjadi rumpun yang rapat dan kuat. Batang menjalar di bawah atau di atas tanah, membentuk rimpang, sering bercabang, diameter 10-15 cm. Daun majemuk menyirip, panjang 3-7 m; tangkai daun, pelepah dan anak daun berduri panjang, tipis dan banyak, warna duri kelabu sampai kehitaman. Anak daun berbentuk lanset dengan ujung meruncing, berukuran sampai 8 x 85 cm, sisi bawah keputihan oleh lapisan lilin. Kebanyakan berumah dua (dioesis), karangan bunga terletak dalam tongkol majemuk yang muncul di ketiak daun, bertangkai, mula-mula tertutup oleh seludang, yang belakangan mengering dan mengurai menjadi serupa serabut. Tongkol bunga jantan 50-100 cm panjangnya, terdiri atas 4-12 bulir silindris yang masing-masing panjangnya antara 7-15 cm, dengan banyak bunga kemerahan terletak di ketiak sisik-sisik yang tersusun rapat. Tongkol bunga betina 20-30 cm, bertangkai panjang, terdiri atas 1-3 bulir yang panjangnya mencapai 10 cm. Buah tipe buah batu berbentuk segitiga agak bulat atau bulat telur terbalik, runcing di pangkalnya dan membulat di ujungnya, panjang 2,5-10 cm, terbungkus oleh sisik-sisik berwarna kuning coklat sampai coklat merah mengkilap yang tersusun seperti genting, dengan banyak duri kecil yang mudah putus di ujung masing-masing sisik. Dinding buah tengah (sarkotesta) tebal berdaging, kuning krem sampai keputihan; berasa manis, masam, atau sepat. Biji 1-3 butir, coklat hingga kehitaman, keras, 2-3 cm panjangnya.

Kegunaan
Salak terutama ditanam untuk dimanfaatkan buahnya, yang populer sebagai buah meja. Selain dimakan segar, salak juga biasa dibuat manisan, asinan, dikalengkan, atau dikemas sebagai keripik salak. Salak yang muda digunakan untuk bahan rujak. Umbut salak pun dapat dimakan. Helai-helai anak daun dan kulit tangkai daunnya dapat digunakan sebagai bahan anyaman, meski tentunya sesudah duri-durinya dihilangkan lebih dahulU. Karena duri-durinya hampir tak tertembus, rumpun salak kerap ditanam sebagai pagar. Demikian pula, potongan-potongan tangkai daunnya yang telah mengering pun kerap digunakan untuk mempersenjatai pagar, atau untuk melindungi pohon yang tengah berbuah dari pencuri. Untuk pengobatan seperti untuk menghentikan diare, jadi bila kebanyakan makan salak akan menyebabkan kesulitan membuang air besar dalam kadar menengah.

kadang kulit salak juga di gunakan dalam traditional china medicine/jamu sebagai bahan obat.

KELAPA
Kelapa (Cocos nucifera) adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan atau Arecaceae dan adalah anggota tunggal dalam marga Cocos. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna, khususnya bagi masyarakat pesisir. Kelapa juga adalah sebutan untuk buah yang dihasilkan tumbuhan ini.

Pemerian botani
Pohon dengan batang tunggal atau kadang-kadang bercabang. Akar serabut, tebal dan berkayu, berkerumun membentuk bonggol, adaptif pada lahan berpasir pantai. Batang beruas-ruas namun bila sudah tua tidak terlalu tampak, khas tipe monokotil dengan pembuluh menyebar (tidak konsentrik), berkayu. Kayunya kurang baik digunakan untuk bangunan. Daun tersusun secara majemuk, menyirip sejajar tunggal, pelepah pada ibu tangkai daun pendek, duduk pada batang, warna daun hijau kekuningan. Bunga tersusun majemuk pada rangkaian yang dilindungi oleh bractea; terdapat bunga jantan dan betina, berumah satu, bunga betina terletak di pangkal karangan, sedangkan bunga jantan di bagian yang jauh dari pangkal. Buah besar, diameter 10 cm sampai 20 cm atau bahkan lebih, berwarna kuning, hijau, atau coklat; buah tersusun dari mesokarp berupa serat yang berlignin, disebut sabut, melindungi bagian endokarp yang keras (disebut batok) dan kedap air; endokarp melindungi biji yang hanya dilindungi oleh membran yang melekat pada sisi dalam endokarp. Endospermium berupa cairan yang mengandung banyak enzim, dan fase padatannya mengendap pada dinding endokarp ketika buah menua; embrio kecil dan baru membesar ketika buah siap untuk berkecambah (disebut kentos). Kelapa secara alami tumbuh di pantai dan pohonnya mencapai ketinggian 30 m. Ia berasal dari pesisir Samudera Hindia, namun kini telah tersebar di seluruh daerah tropika. Tumbuhan ini dapat tumbuh hingga ketinggian 1000 m dari permukaan laut, namun akan mengalami pelambatan pertumbuhan.

Pemanfaatan
Kelapa adalah pohon serba guna bagi masyarakat tropika. Hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan orang. Akar kelapa menginspirasi penemuan teknologi penyangga bangunan Cakar Ayam (dipakai misalnya pada Bandar Udara Soekarno Hatta) oleh Sedijatmo. Batangnya, yang disebut glugu dipakai orang sebagai kayu dengan mutu menengah, dan dapat dipakai sebagai papan untuk rumah. Daunnya dipakai sebagai atap rumah setelah dikeringkan. Daun muda kelapa, disebut

janur, dipakai sebagai bahan anyaman dalam pembuatan ketupat atau berbagai bentuk hiasan yang sangat menarik, terutama oleh masyarakat Jawa dan Bali dalam berbagai upacara, dan menjadi bentuk kerajinan tangan yang berdiri sendiri (seni merangkai janur). Tangkai anak daun yang sudah dikeringkan, disebut lidi, dihimpun menjadi satu menjadi sapu. Tandan bunganya, yang disebut mayang (sebetulnya nama ini umum bagi semua bunga palma), dipakai orang untuk hiasan dalam upacara perkawinan dengan simbol tertentu. Bunga betinanya, disebut bluluk (bahasa Jawa), dapat dimakan. Cairan manis yang keluar dari tangkai bunga, disebut (air) nira atau legn (bhs. Jawa), dapat diminum sebagai penyegar atau difermentasi menjadi tuak. Buah kelapa adalah bagian paling bernilai ekonomi. Sabut, bagian mesokarp yang berupa serat-serat kasar, diperdagangkan sebagai bahan bakar, pengisi jok kursi, anyaman tali, keset, serta media tanam bagi anggrek. Tempurung atau batok, yang sebetulnya adalah bagian endokarp, dipakai sebagai bahan bakar, pengganti gayung, wadah minuman, dan bahan baku berbagai bentuk kerajinan tangan. Endosperma buah kelapa yang berupa cairan serta endapannya yang melekat di dinding dalam batok ("daging buah kelapa") adalah sumber penyegar populer. Daging buah muda berwarna putih dan lunak serta biasa disajikan sebagai es kelapa muda atau es degan. Cairan ini mengandung beraneka enzim dan memilki khasiat penetral racun dan efek penyegar/penenang. Beberapa kelapa bermutasi sehingga endapannya tidak melekat pada dinding batok melainkan tercampur dengan cairan endosperma. Mutasi ini disebut (kelapa) kopyor. Daging buah tua kelapa berwarna putih dan mengeras. Sarinya diperas dan cairannya dinamakan santan. Daging buah tua ini juga dapat diambil dan dikeringkan serta menjadi komoditi perdagangan bernilai, disebut kopra. Kopra adalah bahan baku pembuatan minyak kelapa dan turunannya. Cairan buah tua kelapa biasanya tidak menjadi bahan minuman penyegar dan merupakan limbah industri kopra. Namun demikian dapat dimanfaatkan lagi untuk dibuat menjadi bahan semacam jelly yang disebut nata de coco dan merupakan bahan campuran minuman penyegar. Daging kelapa juga dapat dimanfaatkan sebagai penambah aroma pada daging serta dapat dimanfaatkan sebagai obat rambut yang rontok dan mudah patah.

Anda mungkin juga menyukai