Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


1.1.1

PENENALAN ALAT
Bekerja atau penelitian di laboratorium kultur jaringan, banyak
alat-alat dalam pelaksaan kegiatannya. Untuk itu, sangat diperlukan untuk
mengetahui mamfaat dan cara pemakaian alat-alat yang digunakan.

1.1.2

PEMBUATAN LARUTAN STOK MEDIA MS DAN WMP


Untuk membuat media dalam kultur jaringan di butuhkan bahan
kimia yang banyak macamnya dan pemakaiannya dalam jumlah yang
sangat sedikit. Untuk itu perlu dibuat larutan stok untuk menghemat bahan
kimia, efisiensi tempat dan pekerjaan.

1.1.3

PEMBUATAN MEDIA MS DAN WMP


Media MS umum digunakan dalam perbanyakan kultur jaringan
dan biasa digunakan untuk semua jenis tanaman. Sedangkan media WMP
digunakan untuk perbanyakan kultur jaringan tumbuhan berkayu.

1.1.4

INOKULASI TANAMAN SUCCULENT


Inokulasi adalah kegiatan penanaman eksplan (bahan tanaman) di
labratorium. Pada kegiatan penanaman sterilisasi bahan, alat, ruangan, dan
praktikan sangat diperhatikan agar kegiatan ini berhasil. Media yang
umum digunakan untuk tanaman ini adalah media MS.

1.1.5

INOKULASI TANAMAN BERKAYU


Inokulasi adalah kegiatan penanaman eksplan (bahan tanaman) di
labratorium. Pada kegiatan penanaman sterilisasi bahan, alat, ruangan, dan
praktikan sangat diperhatikan agar kegiatan ini berhasil. Media yang
umum digunakan untuk tanaman ini adalah media MS.

1.1.6

SUBKULTUR

Subkultur adalah usaha untuk mengganti media tanam kultur


jaringan dengan media yang baru sehingga nutrisi untuk pertumbuhan
kalus, protocrom atau eksplan lainnya dapat terpenuhi. Penggantian media
dilakukan tergantung dari eksplan yang ditumbuhakan pada media
sebelumnya, namun biasanya dilakukan minimal 3 bulan sekali hingga
planlet sudah mencapai pertumbuhan yang layak untuk diaklimatisasi.
1.2 TUJUAN
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
2.1 NENAS

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Ordo:
Poales
Famili:
Bromeliaceae
Upafamili: Bromelioideae
Genus:
Ananas
Spesies:
A. comosus
Nama binomial
Ananas
comosus
(L.) Merr.

Sinonim
Ananas sativus

Nanas, nenas, atau ananas (Ananas comosus (L.) Merr.) adalah


sejenis tumbuhan tropis yang berasal dari Brasil, Bolivia, dan Paraguay.
Tumbuhan

ini

Bromeliaceae).

termasuk
Perawakan

dalam

familia

(habitus)

nanas-nanasan

tumbuhannya

rendah,

(Famili
herba

(menahun) dengan 30 atau lebih daun yang panjang, berujung tajam,


tersusun dalam bentuk roset mengelilingi batang yang tebal. Buahnya
dalam bahasa Inggris disebut sebagai pineapple karena bentuknya yang
seperti pohon pinus. Nama 'nanas' berasal dari sebutan orang Tupi untuk
buah ini: anana, yang bermakna "buah yang sangat baik". Burung
penghisap madu (hummingbird) merupakan penyerbuk alamiah dari buah
ini, meskipun berbagai serangga juga memiliki peran yang sama.
Buah nanas sebagaimana yang dijual orang bukanlah buah sejati,
melainkan gabungan buah-buah sejati (bekasnya terlihat dari setiap 'sisik'
pada kulit buahnya) yang dalam perkembangannya tergabung -- bersamasama dengan tongkol (spadix) bunga majemuk -- menjadi satu 'buah' besar.
Nanas yang dibudidayakan orang sudah kehilangan kemampuan

memperbanyak secara seksual, namun ia mengembangkan tanaman muda


(bagian 'mahkota' buah) yang merupakan sarana perbanyakan secara
vegetatif.
Di Indonesia, provinsi Lampung merupakan daerah penanaman
nanas utama, dengan beberapa pabrik pengolahan nanas juga terdapat di
sana.

2.2 DUKU

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi:
Magnoliophyta
Kelas:
Magnoliopsida
Ordo:
Sapindales
Famili:
Meliaceae
Genus:
Lansium
Spesies:
L. domesticum

Nama binomial
Lansium
domesticum
Corra (1807)

Sinonim
Aglaia dookoo Griffith (1854)
Aglaia domestica (Corra)
Pellegrin

(1911)

Aglaia aquea (Jack) Kosterm.


(1966)

Duku adalah jenis buah-buahan dari anggota suku Meliaceae. Tanaman


yang berasal dari Asia Tenggara sebelah barat ini memiliki kemiripan dengan
buah langsat, kokosan, pisitan, celoring dan lain-lain dengan pelbagai
variasinya. Nama-nama yang beraneka ragam ini sekaligus menunjukkan adanya
aneka kultivar yang tercermin dari bentuk buah dan pohon yang berbeda-beda.
Duku adalah tumbuhan identitas untuk Provinsi Sumatera Selatan.
Pemerian botani
Pohon yang berukuran sedang, dengan tinggi mencapai 30 m dan gemang
hingga 75 cm. Batang biasanya beralur-alur dalam tak teratur, dengan banir (akar
papan) yang pipih menonjol di atas tanah. Pepagan (kulit kayu) berwarna kelabu
berbintik-bintik gelap dan jingga, mengandung getah kental berwarna susu yang
lengket (resin).[1]
Daun majemuk menyirip ganjil, gundul atau berbulu halus, dengan 69
anak daun yang tersusun berseling, anak daun jorong (eliptis) sampai lonjong, 9
21 cm 510 cm, mengkilap di sisi atas, seperti jangat, dengan pangkal runcing
dan ujung meluncip (meruncing) pendek, anak daun bertangkai 512 mm.[1]

Bunga terletak dalam tandan yang muncul pada batang atau cabang yang
besar, menggantung, sendiri atau dalam berkas 25 tandan atau lebih, kerap
bercabang pada pangkalnya, 1030 cm panjangnya, berambut.[2] Bunga-bunga
berukuran kecil, duduk atau bertangkai pendek, menyendiri, berkelamin dua.
Kelopak berbentuk cawan bercuping-5, berdaging, kuning kehijauan. Mahkota
bundar telur, tegak, berdaging, 23 mm 45 mm, putih hingga kuning pucat.
Benang sari satu berkas, tabungnya mencapai 2 mm, kepala-kepala sari dalam satu
lingkaran. Putiknya tebal dan pendek.
Buah buni yang berbentuk jorong, bulat atau bulat memanjang, 2-4(-7) cm
1,55 cm, dengan bulu halus kekuning-kuningan dan daun kelopak yang tidak
rontok. Kulit (dinding) buah tipis hingga tebal (kira-kira 6 mm). Berbiji 13,
pipih, hijau, berasa pahit; biji terbungkus oleh salut biji (arilus) yang putih bening
dan tebal, berair, manis hingga masam. Kultivar-kultivar yang unggul memiliki
biji yang kecil atau tidak berkembang (rudimenter), namun arilusnya tumbuh baik
dan tebal, manis.
Perbanyakan duku yang dilakukan menggunakan biji mengakibatkan
lambannya tanaman dalam menghasilkan buah. Tanaman baru berbunga pada
umur 10 sampai 15 tahun. Perkecambahan tumbuhan ini memiliki perilaku
poliembrioni (satu biji menghasilkan banyak embrio atau semai): satu embrio
hasil pembuahan, dan sisanya embrio apomiktik,. Embrio apomiktik berkembang
dari jaringan pohon induk sehingga keturunannya memiliki karakter yang serupa
dengan induknya. Biji bersifat rekalsitran, penyimpanan lebih daripada tujuh hari
akan menyebabkan kemunduran daya kecambah yang cepat.
Perbanyakan vegetatif dilakukan dengan pencangkokan dan sambung pucuk.
Keanekaragaman
Duku amat bervariasi dalam sifat-sifat pohon dan buahnya; sehingga ada
pula ahli yang memisah-misahkannya ke dalam jenis-jenis (spesies) yang
berlainan. Pada garis besarnya, ada dua kelompok besar buah ini, yakni yang

dikenal sebagai duku, dan yang dinamakan langsat. Kemudian ada kelompok
campuran antara keduanya yang disebut duku-langsat, serta kelompok terakhir
yang di Indonesia dikenal sebagai kokosan.
Kelompok yang dikenal sebagai duku (L. domesticum var. duku)
umumnya memiliki pohon yang bertajuk besar, padat oleh dedaunan yang
berwarna hijau cerah, dengan tandan yang relatif pendek dan berisi sedikit buah.
Butiran buahnya besar, cenderung bulat, berkulit agak tebal namun cenderung
tidak bergetah bila masak, umumnya berbiji kecil dan berdaging tebal, manis atau
masam, dan berbau harum.
Langsat (L. domesticum var. domesticum) kebanyakan memiliki pohon
yang lebih kurus, berdaun kurang lebat yang berwarna hijau tua, dengan
percabangan tegak. Tandan buahnya panjang, padat berisi 1525 butir buah yang
berbentuk bulat telur dan besar-besar. Buah langsat berkulit tipis dan selalu
bergetah (putih) sekalipun telah masak. Daging buahnya banyak berair, rasanya
masam manis dan menyegarkan.[1][6] Tak seperti duku, langsat bukanlah buah yang
bisa bertahan lama setelah dipetik. Dalam tiga hari setelah dipetik, kulit langsat
akan menghitam sekalipun itu tidak merusak rasa manisnya. Hanya saja
tampilannya menjadi tidak menarik.
Kokosan (L. domesticum var. aquaeum) dibedakan oleh daunnya yang
berbulu, tandannya yang penuh butir buah yang berjejalan sangat rapat, dan kulit
buahnya yang berwarna kuning tua. Butir-butir buahnya umumnya kecil, berkulit
tipis dan sedikit bergetah, namun sukar dikupas. Sehingga buah dimakan dengan
cara digigit dan disedot cairan dan bijinya (maka disebut kokosan), atau dipijit
agar kulitnya pecah dan keluar bijinya (maka dinamai pisitan, pijetan, bijitan).
Berbiji relatif besar dan berdaging tipis, kokosan umumnya berasa masam sampai
masam sekali.
Kultivar duku yang paling terkenal di Indonesia adalah duku palembang,
terutama karena manis rasanya dan sedikit bijinya. Sebetulnya penghasil utama

duku ini bukanlah Kota Palembang, melainkan daerah Komering (Kabupaten


OKU dan OKI) serta beberapa wilayah lain yang berdekatan di Sumatera Selatan.
Tempat lain yang juga menghasilkannya adalah kawasan Kumpeh, Muaro Jambi,
Jambi. Duku dari wilayah-wilayah ini dipasarkan ke pelbagai daerah di Sumatera
dan Jawa, dan bahkan diekspor.
Di samping duku palembang, berbagai daerah juga menghasilkan dukunya
masing-masing. Di Jawa, beberapa yang terkenal secara lokal adalah duku condet
(dahulu juga duku menteng dan duku depok) dari seputaran Jakarta; duku
papongan dari Tegal; duku kalikajar dari Purbalingga; duku karangkajen dan duku
klaten dari Yogyakarta; duku matesih dari Karanganyar; duku woro dari
Rembang; duku sumber dari Kudus, dan lain-lain. Di Kalimantan Selatan, dikenal
duku Padang Batung dari Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Mengingat daya tahan buahnya yang tak seperti duku, langsat umumnya
dikenal secara lebih terbatas dan lokal. Beberapa kultivar yang populer, di
antaranya adalah langsep singosari dari Malang, langsat tanjung dari Kalsel,
langsat punggur dari Kalbar, dan sebagainya. Dari Thailand dikenal langsat
uttaradit, dan dari Luzon, Filipina, dikenal langsat paete.
Manfaat
Duku terutama ditanam untuk buahnya, yang biasa dimakan dalam
keadaan segar. Ada pula yang mengawetkannya dalam sirup dan dibotolkan. [1]
Kayunya keras, padat, berat dan awet, sehingga kerap digunakan sebagai bahan
perkakas dan konstruksi rumah di desa, terutama kayu pisitan
Beberapa bagian tanaman digunakan sebagai bahan obat tradisional. Biji
duku yang pahit rasanya, ditumbuk dan dicampur air untuk obat cacing dan juga
obat demam. Kulit kayunya dimanfaatkan sebagai obat disentri dan malaria;
sementara tepung kulit kayu ini dijadikan tapal untuk mengobati gigitan
kalajengking. Kulit buahnya juga digunakan sebagai obat diare; dan kulit buah
yang dikeringkan, di Filipina biasa dibakar sebagai pengusir nyamuk. Kulit buah

langsat terutama, dikeringkan dan diolah untuk dicampurkan dalam setanggi atau
dupa.

Ekologi
Sebagai tanaman bertajuk menengah, duku tumbuh baik dalam kebunkebun campuran (wanatani). Tanaman ini, terutama varietas duku, menyukai
tempat-tempat yang ternaung dan lembap. Di daerah-daerah produksinya, duku
biasa ditanam bercampur dengan durian, petai, jengkol, serta aneka tanaman buah
dan kayu-kayuan lainnya, meski umumnya duku yang mendominasi.
Duku biasa ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 600 m dpl., di
wilayah dengan curah hujan antara 1.500-2.500 mm per tahun. Tanaman ini dapat
tumbuh dan berbuah baik pada berbagai jenis tanah, terutama tipe tanah latosol,
podsolik kuning, dan aluvial. Duku menyenangi tanah bertekstur sedang dan
berdrainase baik, kaya bahan organik dan sedikit asam, namun dengan
ketersediaan air tanah yang cukup. Sementara itu varietas langsat lebih tahan
terhadap perubahan musim, dan dapat menenggang musim kemarau asalkan
cukup ternaungi dan mendapatkan air. Duku tidak tahan penggenangan.
Duku umumnya berbuah sekali dalam setahun, sehingga dikenal adanya
musim buah duku. Musim ini dapat berlainan antar daerah, namun umumnya
terjadi di sekitar awal musim hujan.
Perbanyakan
Duku biasanya diperbanyak dengan biji, yang sengaja disemaikan atau
dengan mengumpulkan cabutan semai yang tumbuh spontan di bawah pohon
induknya. Akan tetapi menunggu hingga pohon baru ini menghasilkan, memakan
waktu yang lama (2025 tahun) dan belum pasti pula kualitasnya sama dengan
induknya.

Cara lain yang juga populer adalah dengan mencangkoknya. Meskipun


proses mencangkok ini memakan waktu yang relatif lama (8-9 bulan, akar keluar
setelah 134 hari) namun pohon baru hasil cangkokan sudah dapat berbuah pada
umur sekitar dua tahun. Kelemahannya, persen kematian anakan hasil cangkokan
cukup besar. Lagi pula pertumbuhannya tidak seberapa kuat.
Perbanyakan secara modern yang kini banyak dilakukan adalah dengan
sambung pucuk (grafting). Teknik ini memungkinkan sifat-sifat genetik batang
atas anakan yang dihasilkan sama dengan induknya, sementara waktu tunggunya
dipersingkat menjadi 56 tahun. Anakan hasil sambung pucuk ini juga lebih kuat
perakarannya daripada anakan hasil cangkokan.
Penyebaran dan nama-nama lokal
Wilayah asal usul duku membentang dari sekitar Semenanjung Siam di
barat hingga Kalimantan di timur, termasuk pula Filipina. Di daerah-daerah itu,
duku ditanam sebagai salah satu buah-buahan yang penting. Bahkan varietasvarietas liar atau yang meliar dapat dijumpai di alam. Kini duku juga
dibudidayakan, walau tidak besar, di Vietnam, Burma, Srilanka, India, Australia,
Hawaii, Suriname, dan Puerto Rico.
Duku dikenal dengan banyak nama, seperti langsat, langseh, langsep,
lansa (Mal.); lansones, lanzone, lanzon, dan buahan, (Fil.); langsad, longkong
(Thailand); ln bon dan bn bon (Vietnam); langsak, duku (Burma); serta gadu
guda (Srilanka). Dalam bahasa Inggris juga disebut sebagai langsat dan duku.
Di Indonesia sendiri duku disebut dengan berbagai nama, yang mirip
maupun yang tidak. Misalnya langsat (umum); lansat, lancat (Aceh dan Sumut);
las (Nias); langsk (Min.); langsak, lasak, rarsak, rasak (Lampung); lanst,
lasat, losot, lhat, lihat, rihat, richat (Kal.); lansa, lasat, lasot, lansot, dansot,
ranso, lantat (Sulut); lansa, lasa, las, ls (Sulsel); lasat, lasat, last, nasat,
lasato, lalasat, lasa (Maluku) dan sejenisnya. Serta langsat, langsep dan duku,

dukuh (Jw., Sd.); kokosan, pisitan, bijitan (Sd.); pijetan, celuring (Jw.); celorng
(Md.; celoring, ceroring (Bali); dan lain-lain.
Perdagangan
Negara-negara penghasil utama duku adalah Malaysia, Thailand, Filipina
dan Indonesia. Namun umumnya duku habis dikonsumsi di dalam negeri masingmasing, kecuali sedikit yang diekspor ke Singapura dan Hongkong. Duku belum
menembus pasar buah-buahan di Eropa dan Amerika.

2.3 JAGUNG

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Plantae
(tidak
Monocots
termasuk)
(tidak
termasuk)

Commelinids

Ordo:
Poales
Famili:
Poaceae
Genus:
Zea
Spesies:
Z. mays
Nama binomial
Zea
mays
ssp.
mays
L.

Jagung (Zea mays ssp. mays) adalah salah satu tanaman pangan penghasil
karbohidrat yang terpenting di dunia, selain gandum dan padi. Bagi penduduk Amerika
Tengah dan Selatan, bulir jagung adalah pangan pokok, sebagaimana bagi sebagian penduduk
Afrika dan beberapa daerah di Indonesia. Di masa kini, jagung menjadi komponen penting
pakan ternak. Penggunaan lainnya adalah sebagai sumber minyak pangan dan bahan dasar
tepung maizena. Berbagai produk turunan hasil jagung menjadi bahan baku berbagai produk
industri, seperti bioenergi, industri kimia, kosmetika, dan farmasi.
Dari sisi botani, jagung merupakan tanaman model yang menarik. Sejak awal abad
ke-20 ia menjadi objek penelitian genetika yang intensif. Secara fisiologi, tanaman ini
tergolong tanaman C4 sehingga sangat efisien memanfaatkan sinar matahari. Sebagian jagung
juga merupakan tanaman hari pendek yang pembungaannya terjadi jika mendapat penyinaran
di bawah panjang penyinaran matahari tertentu, biasanya 12,5 jam.
Sejarah dan asal-usul
Kebanyakan ahli sejarah bersepakat bahwa jagung didomestikasi pertama kali oleh
penghuni lembah Tehuacan, Meksiko. Bangsa Olmek dan Maya diketahui sudah
membudidayakan di seantero Amerika Tengah dan mengenal berbagai teknik pengolahan.
Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10.000 tahun yang lalu, lalu teknologi
ini dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7000 tahun yang lalu, dan mencapai daerah
pegunungan di selatan Peru pada 4.000 tahun yang lalu. Pada saat inilah berkembang jagung
yang beradaptasi dengan suhu rendah di kawasan Pegunungan Andes.].S ejak 2500 SM,
tanaman ini telah dikenal di berbagai penjuru Benua Amerika.
Kedatangan orang-orang Eropa sejak akhir abad ke-15 membawa serta jenis-jenis
jagung ke Dunia Lama, baik ke Eropa maupun Asia. Pengembaraan jagung ke Asia
dipercepat dengan terbukanya jalur barat yang dipelopori oleh armada pimpinan Ferdinand
Magellan melintasi Samudera Pasifik. Di tempat-tempat baru ini jagung relatif mudah
beradaptasi karena tanaman ini memiliki elastisitas fenotipe yang tinggi.
Di Indonesia (Nusantara), berbagai macam nama dipakai untuk menyebut jagung. Kata
"jagung" menurut Denys Lombard merupakan penyingkatan dari jawa agung, berarti
"jewawut besar"[7], nama yang digunakan orang Jawa. Beberapa nama daerah adalah
jhaghung (Madura), binthe atau binde (Gorontalo), dan warelle (Bugis). Di kawasan timur

Indonesia juga dipakai luas istilah milu, yang jelas berasal dari milho, berarti "jagung" dalam
bahasa Portugis, .
Jagung budidaya dianggap sebagai keturunan langsung sejenis tanaman rerumputan mirip
jagung yang bernama teosinte (Zea mays ssp. parviglumis). Dalam proses domestikasinya,
yang berlangsung paling tidak 7.000 tahun lalu oleh penduduk asli setempat, masuk gen-gen
dari subspesies lain, terutama Zea mays ssp. mexicana. Istilah teosinte sebenarnya digunakan
untuk menggambarkan semua spesies dalam genus Zea, kecuali Zea mays ssp. mays. Proses
domestikasi menjadikan jagung merupakan satu-satunya spesies tumbuhan yang tidak dapat
hidup secara liar di alam.
Pertelaann botani
Jagung merupakan tanaman semusim. Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari.
Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk
tahap pertumbuhan generatif.
Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian
1 m sampai 3 m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6 m. Tinggi tanaman biasa diukur
dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun ada yang dapat
menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan ini.

Bunga betina jagung berupa "tongkol" yang terbungkus oleh semacam pelepah
dengan "rambut". Rambut jagung sebenarnya adalah tangkai putik.

Sebagai anggota monokotil, jagung berakar serabut yang dapat mencapai kedalaman
80 cm meskipun sebagian besar berada pada kisaran 20 cm. Tanaman yang sudah cukup
dewasa memunculkan akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu
menyangga tegaknya tanaman.
Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana pada sorgum dan tebu.
Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset.
Batangnya beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang
jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung zat kayu (lignin).
Daun jagung merupakan daun sempurna, memiliki pelepah, tangkai, dan helai daun.
Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat lidah-lidah (ligula). Tulang
daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut.
Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki Poaceae (suku rumputrumputan). Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan
penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun. Jika tanaman
mengalami kekeringan, sel-sel kipas akan mengerut, menutup lubang stomata, dan membuat
daun melipat ke bawah sehingga mengurangi transpirasi.
Susunan bunga jagung adalah diklin: memiliki bunga jantan dan bunga betina yang
terpisah dalam satu tanaman (berumah satu atau monoecious). Bunga tersusun majemuk,
bunga jantan tersusun dalam bentuk malai, sedangkan betina dalam bentuk tongkol. Pada
jagung, kuntum bunga (floret) tersusun berpasangan yang dibatasi oleh sepasang glumae
(tunggal: gluma). Rangkaian bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman. Serbuk sari
berwarna kuning dan beraroma wangi yang khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol.
Tangkai tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun.
Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif yang
memiliki puluhan sampai ratusan bunga betina. Beberapa kultivar unggul dapat menghasilkan
lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai jagung prolifik. Bunga jantan jagung
cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri).
Genetika dan keanekaragaman

Jagung dikelompokkan berdasarkan tipe bulir. Kiri atas adalah jagung gigi-kuda, di
kiri latar depan adalah podcorn, sisanya adalah jagung tipe mutiara.
Jagung yang dibudidayakan memiliki sifat bulir/biji yang bermacam-macam. Di dunia
terdapat enam kelompok kultivar jagung yang dikenal hingga sekarang, berdasarkan
karakteristik endosperma yang membentuk bulirnya:
1. Indentata (Dent, "gigi-kuda")
2. Indurata (Flint, "mutiara")
3. Saccharata (Sweet, "manis")
4. Everta (Popcorn, "berondong")
5. Amylacea (Flour corn, "tepung")
6. Glutinosa (Sticky corn, "ketan")
7. Tunicata (Podcorn, merupakan kultivar yang paling primitif dan anggota subspesies
yang berbeda dari jagung budidaya lainnya)
Dipandang dari bagaimana suatu kultivar ("varietas") jagung dibuat dikenal berbagai
tipe kultivar:
1. galur murni, merupakan hasil seleksi terbaik dari galur-galur terpilih
2. komposit, dibuat dari campuran beberapa populasi jagung unggul yang diseleksi untuk
keseragaman dan sifat-sifat unggul
3. sintetik, dibuat dari gabungan beberapa galur jagung yang memiliki keunggulan
umum (daya gabung umum) dan seragam

4. hibrida, merupakan keturunan langsung (F1) dari persilangan dua, tiga, atau empat
galur yang diketahui menghasilkan efek heterosis.
Warna bulir jagung ditentukan oleh warna endosperma dan lapisan terluarnya (aleuron),
mulai dari putih, kuning, jingga, merah cerah, merah darah, ungu, hingga ungu kehitaman.
Satu tongkol jagung dapat memiliki bermacam-macam bulir dengan warna berbeda-beda,
karena setiap bulir terbentuk dari penyerbukan oleh serbuk sari yang berbeda-beda.
Budidaya
Lahan dan perawatan
Pemupukan
Organisme pengganggu
Organisme pengganggu dalam budidaya jagung di daerah tropika dan non-tropika
berbeda.
Di kawasan Asia tropika, penyakit utama jagung adalah

penyakit bulai (maize downy mildew) karena infeksi Peronosclerospora,

karat daun jagung karena cendawan Puccinia (terutama P. polysora),

busuk tongkol oleh cendawan Fusarium, Diplodia, dan Gibberella,

bercak daun jagung (Southern leaf blight) karena cendawan Bipolaris maydis
(teleomorf: Cochliobolus heterostrophus),

hawar daun jagung (Northern leaf blight) karena cendawan Setosphaeria turcica
(anamorf: Exserohilum turcicum),

busuk pelepah (sheath blight) karena cendawan Rhizoctonia solani,

busuk batang jagung karena bermacam-macam cendawan dan oomycetes, dan

penyakit mosaik kerdil jagung karena infeksi Maize Dwarf Mosaic Virus.

Hama utama jagung adalah

penggerek batang jagung Ostrinia furnacalis (Asia tropika) dan Ostrinia nubilalis
(daerah subtropika dan iklim empat musim)

lalat bibit Atherigona spp.,

uret, terutama Lepidiota stigma (Jawa dan Sumatera),

ulat tanah, seperti Agrotis,

ulat grayak Spodoptera,

penggerek tongkol Helicoverpa armigera

belalang kembara Locusta migratoria,

tikus sawah Rattus argentiventer, dan

kumbang gudang, terutama Sitophilus zeamais.


Di Afrika tropis dikenal gulma sekaligus parasit berbahaya yang diawasi ketat agar

tidak masuk ke kawasan Asia tropika, yaitu striga.


Kandungan gizi
Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium.
Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat
dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan,
sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak
berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan
pangan. Jagung manis diketahui mengandung amilopektin lebih rendah tetapi mengalami
peningkatan fitoglikogen dan sukrosa.
Kandungan gizi Jagung per 100 gram bahan adalah:

Kalori : 355 Kalori

Protein : 9,2 gr

Lemak : 3,9 gr

Karbohidrat : 73,7 gr

Kalsium : 10 mg

Fosfor : 256 mg

Ferrum : 2,4 mg

Vitamin A : 510 SI

Vitamin B1 : 0,38 mg

Air : 12 gr

Dan bagian yang dapat dimakan 90 %.


Untuk ukuran yang sama, meski jagung mempunyai kandungan karbohidrat yang
lebih rendah, namum mempunyai kandungan protein yang lebih banyak.
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan
dalam 80-150 hari.
Pemanfaatan
Selain sebagai bahan pangan dan bahan baku pakan, saat ini jagung juga dijadikan
sebagai sumber energi alternatif. Lebih dari itu, saripati jagung dapat diubah menjadi polimer
sebagai bahan campuran pengganti fungsi utama plastik. Salah satu perusahaan di Jepang
telah mencampur polimer jagung dan plastik menjadi bahan baku casing komputer yang siap
dipasarkan.
Produksi jagung dan perdagangan dunia
Indonesia pada tahun 2012 menempati peringkat ke-8 produsen jagung (pipilan
kering) dunia. Provinsi penyumbang produksi terbanyak jagung adalah Jawa Timur 5 jt ton,

Jawa Tengah 3,3 jt ton; Lampung 2 jt ton; Sulawesi Selatan 1,3 jt ton; Sumatera Utara 1,2 jt
ton; Jawa Barat 700 800 rb ton, dan sisanya yang signifikan adalah NTT, NTB, Jambi, dan
Gorontalo. Rata-rata produksi per tahun jagung nasional adalah 16 jt ton per tahun.

2.4 PERBANYAKAN TANAMAN SECARA INVITRO/ KULTUR JARINGAN

Pengertian Kultur Jaringan :


Kultur Jaringan adalah metode pembudidayaan suatu jaringan tanaman secara
vegetatif menjadi tanaman kecil yang memiliki sifat sama dengan tanaman aslinya.
Teknik kultur jaringan memanfaatkan sifat totipotensi tanaman, yaitu kemampuan setiap
sel tanaman untuk tumbuh dan menjadi tanaman sempurna apabila berada di lingkungan
sesuai. Agar tumbuhan sempurna, suatu sel harus ditumbuhkan pada media khusus.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar kultur jaringan dapat berhasil antara
lain :
1. Pemilihan bahan tanaman (eksplan) yang baik, biasanya diambil dari jaringan
meristem.
2. Penggunaan medium yang cocok. Medium ini harus mengandung 5 kelompok
senyawa yaiyu : garam anorganik, sumber karbon vitamin, zat pengatur tubuh, daan
pelengkap organik.
3. Pencapaian keadaan aseptik, yaitu pengambilan bahan tanaman (eksplan) secara steril.
4. Pengaturan udara yang baik.

Teknik Kultur Jaringan :


Setiap eksplan memerlukan media dan perlakuan yang berbeda. Brdasarkan bahan
yang akan dikulturkan , kultur jaringan dibedakan menjadi :
1. Kultur embrio : eksplan berupa embrio tanaman.
Contohnya perbanyakan kelapa.
2. Kultur jaringan sel atau kultur kalus : eksplan berupa sel.
Contohnya pada perbanyakan tanaman anggrek, kacang hijau, jagung dan gandum.
3. Kultur meristem : eksplan berupa jaringan muda.
Misalnya pucuk batang atau tunas.
4. Kultur pollen : eksplan berupa benang sari.
5. Kultur protoplas : eksplan berupa sel jaringan hidup tanpa dinding sel.

Langkah-langkah Teknik Kultur Jaringan


Kultur jaringan tumbuhan dapat dilakukan dengan langkah sebagai berilut :

1. Menyiapkan media tumbuhan yang terdiri atas campuran garam mineral berisi
unsure makro dan mikro, asam amino, vitamin, gula serta hormone tumbuhan
dengan perbandingan tertentu.
2. Siapkan eksplan (jaringan yang akan dikultur). Misalnya pada pembuatan kultur
jaringan tanaman anggrek, eksplan berupa potongan dari akar tanaman anggrek.
3. Tanamkan eksplan pada media yang telaah disiapkan.
4. Setelah terbentuk calon tumbuhan (akar, tunas) maka dipindahkan ke media tanah
untuk tumbuh menjadi tanaman dewasa.
Beberapa kegunaan kultur jaringan tumbuhan yakni :
1. Menghasilkan sejumlah besar tanaman (bibit) yang secara genetika sama, dalam
jumlah yang banyak dan waktu yang singkat.
2. Mendapatkan bibit dengan sifat yang dikehendaki (unggul) dalam waktu yang
relative singkat.
3. Memperbanyak tanaman yang sukar diperbanyak secara tradisional.
4. Mendapatkan tanaman yang bebas virus dan penyakit.
5. Mempertahankan keaslian sifat-sifat tanaman.
6. Melestarikan tanaman-tanaman langka.
Kultur jaringan dapat diaplikasikan untuk tujuan tertentu, antara lain sebagai berikut :
1. Produksi tumbuhan bagi kepentingan pertanian dan perkebunan.
2. Produksi zat kimia (metabolisme sekunder) misalnya karet, retin, minyak atsiri
yang mempunyai nilai ekonomi dalam jumlah yang lebih banyak.
3. Memperoleh tanaman yang mampu tumbuh pada lingkungan yang dikehendaki,
misalnya pada lahan dengan salinitas tinggi atau lahan gambut (keasaman tinggi).

Masalah (Gangguan ) pada Kultur Jaringan


Gangguan kultur jaringan dapat menyebabkan kematian eksplan. Gangguan kultur
jaringan secara umum dapat muncul dari bahan yang ditanam, lingkungan kultur maupun
manusia yang melakukannya. Masalah yang muncul antara lain :
1. Kontaminasi oleh bakteri, jamur, virus, dll. Agar terhindar dari kontaminasi maka
langkah-langkah pelaksanaannya harus mengikuti prosedur yang benar dan dalam
keadaan steril.
2. Browning (pencokelatan), utnuk mengatasinya dengan cara mengabsorbsi fenol
penyebab pencokelatan dengan arang aktif.
Kelebihan dan kekurangan teknik kultur jaringan
Adapun kelebihannya yakni :
1. Kultur jaringan merupakan suatu cara menghasilkan jumlah bibit tanaman yang
banyak dalam waktu singkat.
2. Tidak memerlukan tempat yang luas.
3. Tidak tergantung pada musim sehingga bias dilaksanakan sepanjang tahun.
4. Bibit yang dihasilkan lebih sehat.
5. Memungkinkan dilakukannya manipulasi genetic.
Selain kelebihan, teknik kultur jaringan juga mempunya kelemahan antara lain :
1. Memerlukan biaya besar karena harus dilakukan dalam laboratorium dan
menggunakan bahan kimia.
2. Memerlukan keahlian khusus.
3. Memerlukan aklimatisasi ke lingkungan eksternal karena tanaman hasil kultur
biasanya berukuran kecil dan bersifat aseptic serta sudah terbiasa berada di tempat
yang mempunyai kelembapan udara tinggi.

Kultur jaringan bila diartikan ke dalam bahasa Jerman disebut Gewebe kultur
atau tissue culture (Inggris) atau weefsel kweek atau weefsel cultuur (Belanda).Kultur
jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari
tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, ditumbuhkan
pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang
aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbayak diri dan beregenerasi
menjadi tanaman yang lengkap.
Dasar teori yang digunakan adalah teori totipotensi yang ditulis oleh Schleiden
dan Schwann (Suryowinoto dan Suryowinoto, 1977) yang menyatakan bahwa teori
totipotensi adalah bagian tanaman yang hidup mempunyai totipotensi, kalau
dibudidayakan di dalam media yang sesuai, akan dapat tumbuh dan berkembang
menjadi tanaman yang sempurna, artinya dapat bereproduksi, berkembang biak secara
normal melalui biji atau spora.
Teknik kultur jaringan menuntut syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi
dalam pelaksanaannya. Syarat pokok pelaksanaan kultur jaringan adalah laboratorium
dengan segala fasilitasnya. Laboratorium harus menyediakan alat-alat kerja, sarana
pendukung terciptanya kondisi aseptik terkendali dan fasilitas dasar seperti, air listrik
dan bahar bakar.
Pelaksanaan kultur jaringan memerlukan juga perangkat lunak yang
memenuhi syarat. Dalam melakukan pelaksanaan kultur jaringan, pelaksana harus
mempunyai latar belakang ilmu-ilmu dasar tertentu yaitu botani, fisiologi tumbuhan
ZPT, kimia dan fisika yang memadai. Pelaksana akan berkecimpung dalam pekerjaan
yang berhubungan erat dengan ilmu-ilmu dasar tersebut. Pelaksana akan banyak
berhubungan dengan berbagai macam bahan kimia, proses fisiologi tanaman
(biokimia dan fisika) dan berbagai macam pekerjaan analitik. Kadang-kadang latar
belakang pengetahuan tentang mikrobiologi, sitologi dan histologi. Pelaksana juga
dituntut dalam hal ketrampilan kerja, ketekunan dan kesabaran yang tinggi serta harus
bekerja intensif.
Pekerjaan kultur jaringan meliputi: persiapan media, isolasi bahan tanam
(eksplan), sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan, aklimatisasi dan usaha pemindahan
tanaman hasil kultur jaringan ke lapang. Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan

serius, karena setiap tahapan pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri


dengan dasar pengetahuan tersendiri.

2.5 SUBKULTUR
Subkultur merupakan salah satu tahap metode dalam kultur jaringan, yaitu
suatu teknik yang dilakukan di antara tahapan kultur. Subkultur atau overplanting
adalah pemindahan planlet yang masih sangat kecil (planlet muda) dari medium lama
ke dalam medium baru yang dilakukan secara aseptis di dalam entkas atau Laminar
Air Flow (LAF). Pada dasarnya subkultur kita memisahkan, memotong, membelah
dan menanam kembali eksplan yang telah tumbuh sehingga jumlah tanaman akan
bertambah banyak. Tujuannya adalah supaya kultur tetap mendapatkan unsur hara
atau nutrisi untuk pertumbuhannya (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Pada dasarnya
subkultur merupakan tahap kegiatan yang relatif mudah dibandingkan dengan
kegiatan lain dalam kultur jaringan. Subkultur dilakukan karena beberapa alasan
berikut:
1. Tanaman sudah memenuhi atau sudah setinggi botol
2. Tanaman sudah berada lama didalam botol sehingga pertumbuhannya berkurang
3. Tanaman mulai kekurangan hara
4. Media dalam botol sudah mongering
Kegiatan subkultur dilakukan sesuai dengan jenis tanaman yang dikulturkan.
Setiap tanaman memiliki karakteristik dan kecepatan tumbuh yang berbeda-beda.
Sehingga cara dan waktu subkultur juga berbeda-beda. Tanaman yang harus segera
atau relatif cepat disubkultur adalah jenis pisang-pisangan, alokasia, dan caladium.
Tanaman yang relatif lama adalah aglaonema.
Untuk tanaman yang diperbanyak dengan kultur biji, kultur embrio, baik pada
embrio somatik maupun embrio mikrospora, serta multifikasi tunas, maka subkultur
dapat dilakukan dengan memisahkan anakan tanaman dari koloninya atau melakukan
penjarangan. Contoh tanamannya adalah anggrek, pisang, dan tanaman lain yang satu

tipe pertumbuhan. Untuk tanaman yang tipe pertumbuhannya dengan pemanjangan


batang maka subkultur bisa dilakukan dengan memotong tanaman perruas tanaman
yang ada. Namun jika ada planlet yang masih terlalu kecil dan beresiko tinggi untuk
dipotong, maka subkulturnya cukup dilakukan dengan dipisahkan dari induknya dan
ditanam kembali secara terpisah. Contoh tanamannya adalah jati, krisan, dan tanaman
lain yang memiliki karakteristik pertumbuhan yang sama. kita dapat menghitung
kecepatan produksi tanaman dengan mengetahui kecepatan tanaman melakukan
multifikasi hingga siap disubkultur.
Kegiatan sub kultur harus dilakukan terhadap eksplan disebabkan oleh
beberapa hal antara lain:
1)
2)

Tumbuhnya eksplan cukup cepat dan telah memenuhi seluruh botol kultur.
Media tumbuh telah mengering yang ditandai dengan berkurangnya

3)

volume agar-agar atau media cairnya sudah habis.


Eksplan perlu diperbanyak lebih lanjut untuk tujuan tahapan perbanyakan

4)

selanjutnya.
Eksplan memerlukan media yang susunannya baru agar dapat mengalami
diferensiasi lebih lanjut.
Eksplan atau kalus yang sudah waktunya dipindahkan ke dalam media

kultur yang baru harus segera dilaksanakan dan tidak boleh sampai terlambat. Sub
kultur yang terlambat dapat menyebabkan pertumbuhan eksplan atau kalus
tersebut akan terhenti atau mengalami pencoklatan atau bahkan terkontaminasi
oleh jamur atau bakteri. Keadaan eksplan yang demikian kemungkinan untuk
diselamatkan kecil sekali sebab spora jamur atau bakteri dapat menyebar dengan
cepat sekali.

BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 WAKTU DAN TEMPAT
a. Waktu

b. Tempat
Dilabolatorium Bioteknologi Fakutas Pertanian Universitas Riau
3.2 BAHAN DAN ALAT
a. Alat yang digunakan
Timbangan analitik
Timbangan digital biasa
Gelas ukur
Erlemeyer
Petridish
Tabung reaksi
Botol kultur
Pipet
Pengaduk
Magnetic stirrer
pH meter
Autoclave
Oven
Laminar Air Flow Cabinet
Dissecting kit
Shaker
Rakinkubasi
b. Bahan yang di pakai
NH4NO3
KNO3
CaCl32HO
MgSO4.7H2O
KH2PO4
FeSO4.7H2O
NaEDTA
Mn2SO4.4H2O
ZnSO4.7H2O
H3BO3
KI
CoCl2.5H2O
CuSO4.5H2O
NaMoO4.2H2O
Myo-inositol
Thiamine HCl
Asam nicotinat
Pyridoxine HCl
Nanas
Duku
Embrio jagung
Alcohol 70%

3.3 METODE PRAKTIKUM


3.3.1 PENANAMAN EKSPLAN
1. Tentukan bagian tanaman yang akan dijadikan eksplan (meristem pucuk,, tunas atau
akar). Rendam jaringan yang akan digunakan dengan larutan fungisida (2g/l) selama
15 menit. Setelah itu dibilas sampai bersih dengan air mengalir.
2. Bagian/jaringan tanaman di atas dimasukkan ke dalam wadah yang telah di sterilkan
dan ditutup dengan aluminium foil, kemudian eksplan dibawa ke ruang inokulasi atau
Laminar Air Flow Cabinet (LAFC). Nyalakan lampu UV.
3. Bersama dengan jaringan yang akan ditanam, media tanam, petridish, gelas piala,
larutan klorok 10%, 5%, dan 1%, scapel, pinset, lampu Bunsen, aquadesh steril,
ascorbic acid 1%, dan alcohol 70% di tempatkan di Laminar Air Flow Cabinet
(LAFC). Nyalakan lampu UV selama 30 menit.
4. Setelah 30 menit matikan lampu UV dan kegiatan penanaman dapat dilakukan.
Sebelum penanaman, tangan praktikan disemprot dengan alcohol 70%.
5. Masukkan eksplan yang telah disiapkan ke dalam larutan klorok 10% sambil digojog
selama 10 menit, setelah itu eksplan dipindahkan kemudian direndam kedalam larutan
klorok 5% dan selama 5 menit di gojog, setelah itu eksplan dipindahkan ke petridish
dan dipotong dengan ukuran 1 cm, setelah itu eksplan disterilisasi ke dalam larutan
klorok 1% selama 1 menit sambil digojog dan terakhir dibilas dengan aquadesh steril
sebanyak tiga kali dan eksplan siap untuk di tanam ke media tanam.
6. Buka aluminium foil penutup media, kemudian tanam eksplan ke media. Pelaksanaan
ini dilakukan dekat nyala lampu Bunsen. Pinset yang akan digunakan disterilakan
dengan mencelupkan ke dalam alcohol 96%, lalu dibakar diatas nyala api Bunsen.
Setelah eksplan selesai di inokulasi di dalam ruang inkubasi.

3.3.2 SUBKULTUR DUKU


1. Tentukan bagian tanaman yang akan dijadikan eksplan (meristem pucuk,, tunas atau
akar). Rendam jaringan yang akan digunakan dengan larutan fungisida (2g/l) selama
15 menit. Setelah itu dibilas sampai bersih dengan air mengalir.
2. Bagian/jaringan tanaman di atas dimasukkan ke dalam wadah yang telah di sterilkan
dan ditutup dengan aluminium foil, kemudian eksplan dibawa ke ruang inokulasi atau
Laminar Air Flow Cabinet (LAFC). Nyalakan lampu UV.

3. Bersama dengan jaringan yang akan ditanam, media tanam, petridish, gelas piala,
larutan klorok 10%, 5%, dan 1%, scapel, pinset, lampu Bunsen, aquadesh steril,
ascorbic acid 1%, dan alcohol 70% di tempatkan di Laminar Air Flow Cabinet
(LAFC). Nyalakan lampu UV selama 30 menit.
4. Setelah 30 menit matikan lampu UV dan kegiatan penanaman dapat dilakukan.
Sebelum penanaman, tangan praktikan disemprot dengan alcohol 70%.
5. Masukkan eksplan yang telah disiapkan ke dalam larutan klorok 10% sambil digojog
selama 10 menit, setelah itu eksplan dipindahkan kemudian direndam kedalam larutan
klorok 5% dan selama 5 menit di gojog, setelah itu eksplan dipindahkan ke petridish
dan dipotong dengan ukuran 1 cm, setelah itu eksplan disterilisasi ke dalam larutan
klorok 1% selama 1 menit sambil digojog dan terakhir dibilas dengan aquadesh steril
sebanyak tiga kali dan eksplan siap untuk di tanam ke media tanam.
6. Buka aluminium foil penutup media, kemudian tanam eksplan ke media. Pelaksanaan
ini dilakukan dekat nyala lampu Bunsen. Pinset yang akan digunakan disterilakan
dengan mencelupkan ke dalam alcohol 96%, lalu dibakar diatas nyala api Bunsen.
Setelah eksplan selesai di inokulasi di dalam ruang inkubasi.

3.3.3 PENANAMAN EMBRIO JAGUNG


1. Semua eksplan diseksi steril, botol berisi media tanam, botol yang berisi eksplan atau
planlet yang akan di subkultur, petridish steril, bunsen, diletakkan di Laminar Air
Flow Cabinet (LAFC), setelah lampu UV dinyalakn selama 30 menit.
2. Setelah lampu UV dimatikan, blower dan lampu LAFC dinyalakan dan pelaksanaan
subkultur bias dilakukan.
3. Eksplan atau planlet yang di subkultur dikeluarkan dari botol dan diletakkan kedalam
petridish.
4. Selanjutnya eksplan dibersihkan dari media yang melekat dengan menggunakan
pinset.
5. Botol yang berisi media baru dibuka tutup aluminium foilnya, lalu eksplan atau
planlet di tanam ke media tersebut dengan menggunakan pinset.
6. Setelah botol kultur ditanam eksplan atau planlet tersebut ditutup kembali dengan
aluminium foil selanjutnya di beri label yang berisikan label yang berisikan informasi
tanggal pemindahan, media dan lain-lain.
7. Media baru yang telah ditanam eksplan tersebut dikeluarkan dari LAFC dan
dipindahakn ke ruang inkubasi.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 NENAS
a. HasilPengamatan
Table 1.pengamatan saat muncul tunas
Tanggal penanaman :
No Botol Kultur

Tanggal Muncul Tunas

1
2
3

Table 2.pengamatan panjang tunas


No Botol Kultur

Panjang Tunas

1
2
3

Table 3.jumlah tunas


No Botol Kultur

JumlahTunas

1
2
3

b. Pembahasan
4.2 DUKU
a. Hasil pengamatan

Table 1.pengamatan saat muncul tunas


Tanggal penanaman :
No Botol Kultur
1
2

Tanggal Muncul Tunas

Table 2.pengamatan panjang tunas


No Botol Kultur

Panjang Tunas

1
2
3

Table 3.jumlah tunas


No Botol Kultur

JumlahTunas

1
2
3

4.3 JAGUNG
a. HasilPengamatan
Table 1.pengamatan saat muncul tunas
Tanggal penanaman :
No Botol Kultur

Tanggal Muncul Tunas

1
2
3

Table 2.pengamatan panjang tunas


No Botol Kultur

Panjang Tunas

1
2
3

Table 3.jumlah tunas


No Botol Kultur
1
2
3

JumlahTunas

b. Pembahasan

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Anda mungkin juga menyukai