Anda di halaman 1dari 5

TUGAS MIKROBIOLOGI

BAKTERI CLOSTRIDIUM

Disusun oleh : Kelompok 9


-

Hanissa Syafaah
Nurul Istiqomah
Rayie Dianingtyas
Wildan Firdaus

(P17431110061)
(P17431110073)
(P17431110079)
(P17431110088)

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


JURUSAN GIZI
2011

Clostridium
Clostridium sp. Merupakan bakteri basilus gram positif anaerob obligat yang
membentuk spora. Dari 80 spesies, sedikit yang merupakan patogen pada manusa.
Habitat alaminya adalah tanah, air, serat usus manusia dan hewan. Bakteri ini
menyebabkan penyakit sebagai dampak dari toksin yang dihasilkan, antara lain :
A. KOLITIS PSEUDOMEMBRANOSA
Epidemiologi dan patogenesis
Penyakit ini disebabkan oleh clostridium difficile. Clostridium difficile
ditemukan pada usus manusia terutama pada pasien rawat inap yang
mikroflora saluran cernanya telah terganggu akibat pemakaian antibiotik.
Bakteri ini memproduksi enterotoksin A dan B yang menyebabkan sekresi
cairan dan kerusakan jaringan. Neonatus biasanya membawa organism ini
dan toksinnya tidak menimbulkan efek sakit, kerentanan meningkat seiring
dengan bertambahnya usia.
Gambaran Klinis
Biasanya pasien mengalami lebih dari tiga kali sehari BAB yang lunak
atau tdak berbentuk. Nyeri abdomen dapat terjadi dan sigmoidoskopi akan
memperlihatkan adanya pseudomembran (plak putih dan kuning) pada ukosa
rectum dan kolon sigmoid. Didiagnosa melalui pemeriksaan feses melalui
EIA atau kultur jaringan. Gambaran kilnis yang berat disertai dengan
terjadinya megakolon toksik, perforasi usus dan toksisitas sistemik yang
berhubungan dengan mortalitas yang tinggi.
Pengobatan dan pencegahan
Penyebab penyakit dapat dihilangkan dengan diberi metronidinazol oral
selama 10 hari dan varkomisin oral merupakan alternatifnya. Pasien dengan
colitis pseudomembranoza harus diisolasi dari pasien lainnya. Pada penyakit
berat, terapi kombinasi, immunoglobulin dan pembedahan harus
dipertimbangkan.
B. TETANUS
Karakteristik Umum
Clostridium tetani adalah bakteri
berbentuk
batang
lurus,langsing,berukuran panjang 2-5
mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron.
Bakteri ini membentuk eksotoksin
yang disebut tetanospasmin. Kuman
ini terdapat di tanah terutama tanah
yang tercemar tinja manusia dan
binatang.
Costridium
tetani
menghasilkan 2 eksotosin yaitu
tetanospamin
dan
tetanolisin.
Tetanospaminlah
yang
dapat
menyebabkan penyakit tetanus. Perkiraan dosis mematikan minimal dari

kadar toksin (tenospamin) adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan atau
175 nanogram untuk 70 kilogram (154lb) manusia.
Clostridium tetani tidak menghasilkan lipase maupun lesitinase, tidak
memecah protein dan tidak memfermentasi sakarosa dan glukosa juga tidak
menghasilkan gas H2S. Menghasilkan gelatinase, dan indol positif. Spora dari
Clostridium tetani resisten terhadap panas dan juga biasanya terhadap
antiseptis. Sporanya juga dapat bertahan pada autoclave pada suhu 249.8F
(121C) selama 1015 menit. Juga resisten terhadap phenol dan agen kimia
yang lainya.
Epidemiologi dan pathogenesis
Infeksi muncul pada luka yang cukup dalam untuk menciptakan infeksi
anaerob. C.tetani memproduksi tetanospasmin yang mencegah pelepasan
tranmiter inhibitorik asam gama-aminobutirat, yang menyebabkan terjadinya
spasme otot. Tetanus pada neonates dapat muncul jika ujung abilikus
terkontaminasi setelah kelahiran. Tetanus jarang terjadi di negara maju,
berbeda dengan negara berkembang.
Gambaran Klinis
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, namun dapat singkat
1-2 hari dan kadang lebih satu bulan; makin pendek masa inkubasi makin
buruk prognosis. Paralisis spastik dan spasme otot dapat berkembang pada
lokasi lesi dan jika tidak diobati dapat berkembang menjadi generalisata.
Spasme otot di sekitar mulut berkembang menjadi risus sadonikus, dan
spasme dari otot tulang belakan dan tungkai berkembang menjadi opistotonus
( kepala dan tumit saling tertekuk kea rah belakang). Spasme ini terasa nyeri
dan dapat distimulasi oleh cahaya atau suara yang mendadak. Mungkin
ditemukan kesulitan bernafas dan pneumonia sekunder akibat bakeri.
Secara klinis tetanus dibedakan menjadi :
a. Tetanus Lokal
Ditandai dengan rasa nyeri dan spasmus otot di bagian proksimal luka; gejala
ini dapat terjadi selama beberapa minggu dan menghilang tanpa gejala sisa.
Bentuk ini dapat berkembang menjadi bentuk umum; kasus fatal kira-kira
1%.
b. Tetanus Umum
Merupakan bentuk tetanus yang paling banyak dijumpai, dapat timbul
mendadak, trismus merupakan gejala awal yang paling sering dijumpai.
Spasmus otot maseter dapat terjadi bersamaan dengan kekakuan otot leher
dan kesukaran menelan, biasanya disertai kegelisahan dan iritabilitas. Trismus
yang menetap menyebabkan ekspresi wajah yang karakteristik berupa risus
sardonicus. Kontraksi otot meluas, pada otot-otot perut menyebabkan perut
papan dan kontraksi otot punggung yang menetap menyebabkan opistotonus,
dapat timbul kejang tetani bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan
dan ekstensi ekstremitas bawah. Biasanya penderita dalam kesadaran penuh.
c. Tetanus Sefalik

Jenis ini jarang dijumpai; masa inkubasi 1-2 hari, biasanya setelah luka di
kepala, wajah atau otitis media; banyak kasus berkembang menjadi tipe
umum.Tetanus tipe ini mempunyai prognosis buruk
Pengobatan dan pencegahan
Pengobatan dilakukan dengan memberikan relaksan otot dan membatasi
aktivitas toksin lebih lanjut dengan menggunakan antitoksin, tetanus toksoid,
antikonvulsan dan antibiotik. Untuk pencegahanya dengan memberikan
imunisasi pada anak dan vaksinasi pada orang dewasa,
C. BOTULISMUS
Epidemiologi dan patognesis
Clostridium botulinum dapat
mengkontaminasi makanan seperti
daging dan sayuran. Pemanasan
yang tidak sempurna pada proses
pengalengan atau pembtolan
memungkinkan organism ini
untuk bertahan hidup dan
memproduksi
toksin. Toksin
botulinum
merupakan
suatu
neurotoksin yang menghambat
pelepasan neurotransmitter.
Gambaran Klinis
Lupuh layuh yang mengarah ke
bawah dimulai dari saraf cranial terjadi selama 6 jam setelah mengkonsumsi
makanan yang terkontamminasi toksin. Pasien akan mengalami disfagia dan
pandangan menjadi kabur, diikuti oleh kelupuhan yang lebih menyebar. Bayi
tampak terkulai dan lesu, mengalami konstipasi dan kelemahan otot yang
menyeluuh. Diagnosis didasarkan atas gambaran klinis dan riwayat ingesti
makanan yang dicurigai. Toksin ditemukan di feses dan serum melalui EIA.
Pengobatan dan pencegahan
Pengobatan dilakukan dengan memberkan antitoksin spesifik dan bantuan
ventilasi. Penisilin juga digunakan untuk mengeradikasi organism. Penyakit
ini dapat dicegah dengan pemantauan proses secra adekuat pada industry
pengolahan makanan dan pengawetan skala rumahan.
D. GANGREN GAS
Clostridium perfringens merupakan organisme yang paling sering
dihubungkan dengan gangren gas, tetapi C. septicum, C. novyi, C.
histolycum, dan C. sordelli juga dapat terlibat. Clostridium perfingens
memiliki kapsul dan memproduksi sejumlah toksin ( toksin).
Epidemiologi dan pathogenesis

Gangren gas berkembang saat luka mengalami devitalisasi terkontaminasi


dengan spora dari lingkungan. Spora kemudian tumbuh dan bermultipikasi
dalam kondisi iskemik, melepaskan toksin yang menyebabkan kerusakan
jaringan.
Gambaran Klinis
Gangren berkembang dalam 3 hari setelah cedera. Luka teras nyeri, kulit
tegang dengan diskolorisasi biru dibawahnya, berbau busuk dan terdapat
krepitasi. Toksemia akan menyebabkan syok sirkulasi.
Pengobatan dan pencegahan
Pengobatan tergantung pada pembersihan jaringan yang terdevitalisasi dan
pemberian antibiotic intravena. Oksigen hiperbarik dapat juga bermanfaat.
E. Keracunan
perfringens

makanan

akibat

Clostridium

Kondisi ini biasanya terjadi pada hidangan daging


yang dipanaskan ulang. Klostridia melepaskan
toksin dalam lambung saat membentuk spora yang
menyebabkan mual, muntah dan diare. EIA untuk
mendeteksi toksin dalam feses. Kasus ini jarang,
walupun demikian infeksi saluran pencernaan
akibat klostridia dapat menyebabkan enteritis berat.

Sumber:
Arditayasa, I wayan. Makalah Clostridium Tetani. 2008.
Gillespie, Stephen dan kethleen Bamford. At a Glance Mikrobiologi Medis dan
Infeksi. Ed 3. Jakarta : Erlangga Medical Series. 2008.
Meryandini, Anja. Identifikasi Isolat Clostridium botulinum Asal Bogor. Jurnal
Hayati IPB.Vol 9. 2002: 24-26.

Anda mungkin juga menyukai