Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

ANTIGEN DAN ANTIBODI


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
karuniaNya serta hidayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan
tepat waktu, guna memenuhi tugas makalah Biokimia yang berjudul ANTIGEN DAN
ANTIBODI.

Makalah ini merupakan ringkasan materi bagi para pembaca dalam pembelajaran yang kami
sajikan secara ringkas. Serta dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan proses
belajar mandiri, agar kreativitas dan pengetahuan materi dari makalah ini dapat optimal sesuai
yang dharapkan, dan dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa
dalam menguasai materi pelajaran.

Dalam penulisan makalah ini kami sangat menyadari bahwa dalam penyusunan ini masih jauh
dari sempurna dan masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dalam ilmu pengetahuan
kami, maka dengan segala kerendahaan hati kami mohon maaf. Sehubung dengan makalah ini
kami mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca untuk mrmbangun demi hasi yang
lebih bauk.

Akhirnya kepada Tuhan jugalah kami kembali berdoa mengharapkan semoga usahasaya ini
mendapat ridho-Nya serta dapat memberi manfaat bagi para pembaca.

Banjarmasin, 30 Mei 2016


Penyusun

Kelompok 8

i|Antigen Dan Antibodi


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI ..............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................................. 2
BAB II ........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
A. antigen ........................................................................................................................ 3
a). pengertian Antigen ..................................................................................................... 3
b). Letak antigen ............................................................................................................. 3
c). Karakteristik ............................................................................................................... 3
d). Pembagian antigen ..................................................................................................... 4
B. Antibodi ...................................................................................................................... 6
a). Pengertian Antibodi.................................................................................................... 6
b). Fungsi........................................................................................................................... 6
c). Sifat antibodi ............................................................................................................... 6
d). Proses pembentukan antibodi ................................................................................... 6
e) Klasifikasi Antibodi ..................................................................................................... 7
f). Struktur molekul antibodi .......................................................................................... 7
C. Interaksi Antigen-Antibodi ...................................................................................... 8
BAB III .................................................................................................................................... 21
PENUTUP ................................................................................................................................ 21
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 21
B. Saran......................................................................................................................... 21
Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 22

ii | A n t i g e n D a n A n t i b o d i
iii | A n t i g e n D a n A n t i b o d i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tubuh manusia memiliki suatu sistem pertahanan untuk melindungi diri dari benda asing
yang mungkin bersifat patogen. Sistem pertahanan tubuh inilah yang disebut sistem imun.
Sistem imun terdiri dari semua sel, jaringan, dan organ yang membentuk imunitas, yaitu
kekebalan tubuh terhadap infeksi atau suatu penyakit.
Sistem imun memiliki beberapa fungsi pada tubuh, yaitu penangkal benda asing yang masuk
ke dalam tubuh, menjaga keseimbangan fungsi tubuh, sebagai pendeteksi adanya sel-sel yang
tidak normal, termutasi, atau ganas dan segera menghancurkannya
Dalam lingkungan sekitar kita terdapat banyak substansi bermolekul kecil yang bisa
masuk ke dalam tubuh. Substansi kecil tersebut bisa menjadi antigen bila dia melekat pada
protein tubuh kita. Substansi kecil yang bisa berubah menjadi antigen tersebut dikenal dengan
istilah hapten. Substansi-substansi tersebut lolos dari barier respon non spesifik (eksternal
maupun internal), kemudian substansi tersebut masuk dan berikatan dengan sel limfosit B yang
akan mensintesis pembentukan antibodi.
Sebelum pertemuan pertamanya dengan sebuah antigen, sel-sel-B menghasilkan molekul
immunoglobulin IgM dan IgD yang tergabung pada membran plasma untuk berfungsi sebagai
reseptor antigen. Jumlahnya mencapai 50.000 sampai 100.000 per sel dan semuanya spesifik
bagi satu determinan antigen. Sebuah antigen merangsang sel untuk membuat dan menyisipkan
dalam membrannya molekul immunoglobulin yang memiliki daerah pengenalan spesifik untuk
antigen itu. Setelah itu, limfosit harus membentuk immunoglobulin untuk antigen yang sama.
Pemaparan kedua kali terhadap antigen yang sama memicu respon imun sekunder yang segera
terjadi dan meningkatkan titer antibodi yang beredar sebanyak 10 sampai 100 kali kadar
sebelumnya. Sifat molekul antigen yang memungkinkannya bereaksi dengan antibodi disebut
antigenisitas. Kesanggupan molekul antigen untuk menginduksi respon imun disebut
imunogenitas
Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri terhadap masuknya antigen adalah
dengan cara meniadakan antigen tersebut, secara non spesifik yaitu dengan cara fagositosis.
Dalam hal ini, tubuh memiliki sel-sel fagosit yang termasuk ke dalam 2 kelompok sel, yaitu
kelompok sel agranulosit dan granulosit. Kelompok sel agranulosit adalah monosit dan
makrofag, sedangkan yang termasuk kelompok sel granulosit adalah neutrofil, basofil,
eosinofil yang tergolong ke dalam sel PMN (polymorphonuclear). Respon imun spesifik

1|Antigen Dan Antibodi


bergantung pada adanya pemaparan benda asing dan pengenalan selanjutnya, kemudian reaksi
terhadap antigen tersebut. Sel yang memegang peran penting dalam sistem imun spesifik
adalah limfosit. Limfosit berfungsi mengatur dan bekerja sama dengan sel-sel lain dalam sistem
fagosit makrofag untuk menimbulkan respon immunologik.

B. Rumusan Masalah
a. Apakah pengertian antigen dan antibodi ?
b. Apa saja jenis-jenis antigen dan antibodi?
c. Bagaimana interaksi antara antigen-antibodi dan kompleks imun?

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian antigen dan antibodi.
b. Untuk mengetahui jenis-jenis antigen dan antibodi.
c. Untuk mengetahui interaksi antara antigen-antibodi dan kompleks imun.

2|Antigen Dan Antibodi


BAB II

PEMBAHASAN

A. Antigen
a). pengertian Antigen
Antigen adalah molekul asing yang dapat menimbulkan respon imun spesifik dari
limfosit pada manusia dan hewan. Antigen meliputi molekul yang dimilki virus, bakteri,
fungi, protozoa dan cacing parasit. Molekul antigenik juga ditemukan pada permukaan
zat-zat asing seperti serbuk sari dan jaringan yang dicangkokkan. Sel dan sel t
terspesialisasi jenis antigen yang berlainan dan melakukan aktivitas pertahanan yang
berbeda namun saling melengkapi (Campbell,dkk 2000).

b). Letak antigen


Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel, tetapi dalam keadaan normal, sistem
kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap sel-nya sendiri. Sehingga dapat dikatakan
antigen merupakan sebuah zat yang menstimulasi tanggapan imun, terutama dalam
produksi antibodi. Antigen biasanya protein atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa
molekul lainnya. Permukaan bakteri mengandung banyak protein dan polisakarida yang
bersifat antigen, sehingga antigen bisa merupakan bakteri,virus, protein, karbohidrat, sel-
sel kanker, dan racun.

c). Karakteristik
Karakteristik antigen yang sangat menentukan imunogenitas respon imun adalah
sebagai berikut:
Asing (berbeda dari self )
Pada umumnya, molekul yang dikenal sebagai self tidak bersifat imunogenik, jadi
untuk menimbulkan respon imun, molekul harus dikenal sebagai nonself.
Ukuran molekul
Imunogen yang paling poten biasanya merupakan protein berukuran besar. Molekul
dengan berat molekul kurang dari 10.000 kurang bersifat imunogenik dan yang
berukuran sangat kecil seperti asam amino tidak bersifat imunogenik.

3|Antigen Dan Antibodi


Kompleksitas kimiawi dan structural
Jumah tertentu kompleksitas kimiawi sangat diperlukan, misalnya homopolimer asam
amino kurang bersifat munogenik dibandingkan dengan heteropolimer yang
mengandung dua atau tiga asam amino yang berbeda.
Determinan antigenic (epitop)
Unit terkecil dari antigen kompleks yang dapat dikat antibodi disebut dengan
determinan antigenic atau epitop. Antigen dapat mempunyai satu atau lebih
determinan. Suatu determinan mempunyai ukuran lima asam amino atau gula.
Tatanan genetik penjamu
Dua strain binatang dari spesies yang sama dapat merespon secara berbeda terhadap
antigen yang sama karena perbedaan komposisi gen respon imun.
Dosis, cara dan waktu pemberian antigen
Respon imun tergantung kepada banyaknya natigen yang diberikan, maka respon
imun tersebut dapat dioptmalkan dengan cara menentukan dosis antigen dengan
cermat (termasuk jumlah dosis), cara pemberian dan waktu pemberian (termasuk
interval diantara dosis yang diberikan)

d). Pembagian antigen


1. Secara fungsional :
Imunogen, yaitu molekul besar (disebut molekul pembawa).
Hapten, yaitu kompleks yang terdiri atas molekul kecil.
2. Pembagian antigen menurut epitope
Nideterminan, univalent yaitu hanya satu jenis determinan atau epitop pada satu
molekul.
Unideterminan, multivalen yaitu hanya satu determinan tetapi dua atau lebih
determian tersebut ditemukan pada satu molekul.
Multideterminan, univalent yaitu banyak epitop yang bermacam-macam tetapi
hanya satu dari setiap macamnya (kebanyakan protein).
Multideterminan, multivalent yaitu banyak macam determinan dan banyak dari
setiap macam pada satu molekul (antigen dengan berat molekul yang tinggi dan
kompleks secara kimiawi)(Baratawidjaja, 1991).

4|Antigen Dan Antibodi


Gambar 1. Berbagai antigen dan epitop

3. Pembagian antigen menurut spesifisitas


Heteroantigen, yaitu antigen yang terdapat pada jaringan dari spesies yang berbeda.
Xenoantigen yaitu antigen yang hanya dimiliki spesies tertentu.
Alloantigen (isoantigen) yaitu antigen yang spesifik untuk individu dalam satu
spesies.
Antigen organ spesifik, yaitu antigen yang dimilki oleh organ yang sama dari
spesies yang berbeda.
Autoantigen, yaitu antigen yang dimiliki oleh alat tubuh sendiri
(baratawidjaja,1991).
4. Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap sel t
t dependent yaitu antigen yang memerlukan pengenalan oleh sel t dan sel untuk
dapat menimbulkan respons antibodi. Sebagai contoh adalah antigen protein.
t independent yaitu antigen yang dapat merangsang sel b tanpa bantuan sel t untuk
membentuk antibodi. Antigen tersebut berupa molekul besar polimerik yang
dipecah di dalam badan secara perlahan-lahan, misalnya lipopolisakarida, ficoll,
dekstran, levan, dan flagelin polimerik bakteri (Baratawidjaja 1991).

5|Antigen Dan Antibodi


B. Antibodi
a). Pengertian Antibodi
Antibodi adalah protein serum yang mempunyai respon imun (kekebalan) pada tubuh
yang mengandung Imunoglobulin (Ig). Ig dibentuk oleh sel plasma (poloferasi sel B) akibat
kontak atau dirangsang oleh antigen.

b). Fungsi
1. Untuk mengikatkan diri kepada sel-sel musuh, yaitu antigen.
2. Membusukkan struktur biologi antigen tersebut lalu menghancurkannya.

c). Sifat antibodi


Antibodi mempunyai sifat yang sangat luar biasa, karena untuk membuat antibodi
spesifik untuk masing-masing musuh merupakan proses yang luar biasa, dan pantas
dicermati. Proses ini dapat terwujud hanya jika sel-sel b mengenal struktur musuhnya
dengan baik. Dan, di alam ini terdapat jutaan musuh (antigen). Dia mengetahui polanya
berdasarkan perasaan. Sulit bagi seseorang untuk mengingat pola kunci, walau cuma satu,
akan tetapi, satu sel b yang sedemikian kecil untuk dapat dilihat oleh mata, menyimpan
jutaan bit informasi dalam memorinya, dan dengan sadar menggunakannya dalam
kombinasi yang tepat.

d). Proses pembentukan antibodi


1) Antibodi terbentuk secara alami di dalam tubuh manusia dimana substansi tersebut
diwariskan dari ibu ke janinnya melalui intraplasenta. Antibodi yang dihasilkan pada
bayi yang baru lahir titier masih sangat rendah, dan nanti antibodi tersebut berkembang
seiring perkembangan seseorang.
2) Pembentukan antibody karena keterpaparan dengan antigen yang menghasilkan reaksi
imunitas, dimana prosesnya adalah:
Misalnya bakteri salmonella. Saat antigen (bakteri salmonella) masuk ke dalam tubuh,
maka tubuh akan meresponnya karena itu dianggab sebagai benda asing. Karena bakteri
ini sifatnya interseluler maka dia tidak sanggup untuk di hancurkan dalam makrofag
karena bakteri ini juga memproduksi toksin sebagai pertahanan tubuh. Oleh karena itu
makrofag juga memproduksi apc yang berfungsi mempresentasikan antigen terhadap
limfosit.agar respon imun berlangsung dengan baik.ada dua limfosit yaitu limfosit b
dan limfosit t.

6|Antigen Dan Antibodi


e) Klasifikasi Antibodi
1. Imunoglobulin G (IgG)
Terbanyak dalam serum (75%). Dapat menembus plasenta membentuk imunitas bayi
sampai berumur 6 sampai dengan 9 bulan. Mempunyai sifat opsonin berhubungan erat
dengan fagosit, monosit dan makrofag. Berperan pada imunitas seluler yang dapat
merusak antigen seluler berinteraksi dengan komplemen, sel k, eosinofil dan neutrofil.

2. Imunoglobulin A (IgA)
Sedikit dalam serum. Banyak terdapat dalam saluran pernapasan, pencernaan, kemih, air
mata, keringat, ludah, dan air susu. Fungsinya menetralkan toksin dan virus, mencegah
kontak antara toksin atau virus dengan sel sasaran dan menggumpalkan atau menganggu
gerak kuman yang memudahkan fagositosis.

3. Imunoglobulin M (IgM)
Tidak dapat menembus plasenta, dibentuk pertama kali oleh tubuh akibat rangsangan
antigen sifilis, rubela, toksoplasmosis. Fungsinya mencegah gerakan mikroorganisme
antigen memudahkan fagositosis dan aglutinasi kuat terhadap antigen.

4. Imunoglobulin E (IgE)
Jumlah paling sedikit dalam serum. Mudah diikat oleh sel mastosit, basofil dan eosinofil.
Kadar tinggi pada kasus alergi, infeksi cacaing, skistosomiasis, trikinosis. Proteksi
terhadap invasi parasit seperti cacing.

5. Imunoglobulin D (IgD)
Sedikit ditemukan dalam sirkulasi. Tidak dapat meningkat komplemen. Mempunyai
aktifitas antibodi terhadap makanan dan autoantigen.

f). Struktur molekul antibodi


Antibodi merupakan reseptor sel b yang disekresi, sehingga identik dengan
reseptor sel b itu sendiri kecuali pada c-terminal dari bagian konstan rantai berat. Pada
resptor sel b, c-terminal pada membran berupa squence yang bersifat hidrofobik, dan
pada antibodi c-terminal berupa squence yang bersifat hidrofilik yang memungkinkan
terjadinya sekresi molekul tersebut. Antibodi bersifat terlarut dan disekresi dalam
jumlah yang besar sehingga mudah diperoleh dan mudah dipelajari. Molekul antibodi

7|Antigen Dan Antibodi


secara garis besar digambarkan sebagai huruf y. Tiga skema struktur antibodi yang
diperoleh dari sinar-x kristalografi.

Gambar 2.
Semua antibodi disusun dengan cara yang sama dari pasangan polipeptida rantai berat
dan ringan dan secara umum protein itu dinamakan imunoglobulin. Secara umum
imunoglobulin dibagi menjadi lima kelas yang berbeda yakni: igm, igd, igg, iga, dan
ige yang dapat dibedakan pada bagian konstannya (c region).

C. Interaksi Antigen-Antibodi
Antigen yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan reseptor sel limfosit B.
Pengikatan tersebut menyebabkan sel limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma. Sel
plasma kemudian akan membentuk antibody yang mampu berikatan dengan antigen yang
merangsang pembentukan antibody itu sendiri. Tempat melekatnya antibody pada antigen
disebut epitop, sedangkan tempat melekatnya antigen pada antibodi disebut variabel.
Secara garis besar, interaksi antigen-antibodi adalah seperti berikut :
1. Antigen/hapten masuk ke tubuh melalui makanan, minuman, udara, injeksi, atau kontak
langsung.
2. Antigen berikatan dengan antibody.
3. Histamine keluar dari sel mast dan basofil
4. Timbul manifestasi alergi

8|Antigen Dan Antibodi


Berikut ini adalah beberapa gambaran umum interaksi antigen- antibodi :
1. Sifat Fisikokimia
Ikatan elektrostatik, ikatan hidrogen, ikatan van der Waals, dan interaksi hidrofobik
adalah gaya antar molekul yang terjadi dalam reaksi antigen-antibodi. Semua jenis gaya
intermolekul tergantung pada kedekatan molekul antigen dan antibod. Oleh karena itu,
"good fit" antara antigen tertentu dan combining site antibodi menentukan stabilitas
reaksi antigen-antibodi. Beberapa ikatan antara antigen dan antibodi memastikan bahwa
antigen akan terikat erat pada antibodi.
2. Afinitas
Afinitas adalah Kekuatan total interaksi non kovalen antara ikatan antigen dan antibodi
tersebut. Antibodi dengan afinitas yang rendah mengikat antigen dengan lemah dan
cenderung memisah. Sedangkan antibodi dengan afinitas tinggi mengikat antigen dengan
ketat dan terikat lama (gambar 3.)
3. Aviditas
Aviditas adalah ukuran kekuatan keseluruhan pengikatan antigen dengan banyak
determinan antigenik dan multivalen antibodi. Aviditas adalah indikator yang lebih baik
dari kekuatan interaksi dalam sistem biologi yang nyata dari afinitas. Oleh karena itu,
aviditas dari reaksi antigen-antibodi tergantung pada valensi dari kedua antigen dan
antibodi dan lebih besar dari jumlah total afinitas individu.
4. Spesifisitas
Spesifisitas adalah kemampuan antibodi- combining site individu untuk bereaksi dengan
hanya satu antigen tertentu atau kemampuan dari populasi molekul antibodi untuk
bereaksi dengan satu antigen. Reaksi antigen-antibodi biasanya menunjukkan tingkat
spesifisitas yang tinggi.
5. Reaksi Silang
Reaksi silang (cross reaction) antara antigen dan antibodi dapat terjadi dan kadang-
kadang bertanggung jawab menyebabkan penyakit pada host dan menyebabkan hasil
yang palsu dalam tes diagnostik Meskipun reaksi antigen-antibodi sangat spesifik,
dibeberapa kasus antibodi dapat bereaksi silang dari satu antigen dengan antigen yang
tidak terkait. Kebanyakan reaktivitas silang tersebut terjadi jika dua antigen yang berbeda
mempunyai epitop yang identik atau sangat mirip. Afinitas antibodi dengan epitop reaksi
silang biasanya lebih kecil dibandingkan dengan epitop aslinya. (gambar 4.)

9|Antigen Dan Antibodi


Gambar 3. Afinitas yang tinggi dan affinitas rendah

Gambar 4. (a) Affinitas mengacu pada kekuatan interaksi tunggal antara antigen dan
antibodi, sementara aviditas mengacu pada kekuatan semua interaksi gabungan. (b) Suatu
antibodi dapat silang bereaksi dengan epitop yang berbeda.

Interaksi antigen-antibodi dapat dikategorikan menjadi tingkat primer, sekunder, dan tersier.
1. Interaksi Tingkat Primer
Interaksi tingkat primer adalah saat kejadian awal terikatnya antigen dengan
antibodi pada suatu bagian kecil, bernama epitop. Pada tingkat ini, ikatan antibodi yang
terjadi merupakan ikatan yang melalui fragmen ikatan antigen ke antigen homolog yang

10 | A n t i g e n D a n A n t i b o d i
membentuk kompleks antigen antibodi. Setelah dua substansi yang dibawa berkontak,
penyatuan awal akan berlangsung seketika (dalam milidetik).

Gambar 5. Epitop (determinan antigenik) berikatan dengan antibodi yang sesuai

Interaksi primer antigen dengan antibodi jarang dapat terlihat secara langsung, dan
visualisasi biasanya didukung dengan melakukan labeling antibodi dan antigen dengan
fluorescent, radioactive, electron-dense, atau enzymatic markers. Metode ini meliputi
metode kuantitatif dengan menggunakan serum dan metode immunohistochemical pada
jaringan.

2. Interaksi Tingkat Sekunder


Tahap kedua adalah interaksi ireversibel antara antigen dan antibodi, dengan efek
terlihat, seperti aglutinasi, presipitasi, netralisasi, fiksasi komplemen, dan imobilisasi
organisme motil. Ikatan antara antigen dan antibodi selama tahap ini adalah ikatan
kovalen.
Sebuah antibodi tunggal mampu menyebabkan jenis reaksi antigen-antibodi yang
berbeda. Sebuah antigen tunggal mampu merangsang produksi kelas yang berbeda dari
imunoglobulin, yang berbeda dalam sifat biologis mereka.
Hasil aglutinasi, presipitasi, netralisasi, dan tes lainnya biasanya dinyatakan
sebagai titer. Titer didefinisikan sebagai pengenceran tertinggi serum yang memberikan
reaksi positif pada pemeriksaan. Titer yang lebih tinggi berarti tingkat yang lebih besar
dari antibodi dalam serum. Misalnya, serum dengan titer 1/128 mengandung antibodi
lebih banyak dari serum dengan titer 1/8.
Serum dengan kekuatan tinggi atau tidak diencerkan hanya sedikit atau tidak
menunjukkan aglutinasi /presipitasi. Hal ini disebut fenomen prozon disebabkan oleh

11 | A n t i g e n D a n A n t i b o d i
antibodi berlebihan. Setiap antigen dapat diikat oleh satu antibodi. Hal yang sama bila
serum di encerkan, juga hanya sedikit atau tidak menunjukkan aglutinasi/ presipitasi
yang disebut fenomena pos-zone, setiap molekul antibodi bereaksi dengan antigen yang
membentuk kompleks besar. Zona ini disebut zona ekuivalen. Kadar antigen dan antibodi
dalam zona ini merupakan kadar relatif molekul- molekul yang membentuk kompleks.
(gambar 6).

A. Presipitasi
Adalah jika komplek antigen-antibodi yang terbentuk berukuran terlalu besar,
sehingga tidak dapat bertahan untuk terus berada di larutan dan akhirnya mengendap.

Gambar 6. Pembentukan imun kompleks dan presipitasi

B. Aglutinasi
Adalah jika sel-sel asing yang masuk, misalnya bakteri atau transfusi darah yang tidak
cocok berikatan bersama-sama membentuk gumpalan.

C. Netralisasi
Adalah jika antibody secara fisik dapat menghalangi sebagian antigen menimbulkan
efek yang merugikan. Contohnya adalah dengan mengikat toksin bakteri, antibodi
mencegah zat kimia ini berinteraksi dengan sel yang rentan.

D. Fagositosis
Adalah jika bagian ekor antibody yang berikatan dengan antigen mampu mengikat
reseptor fagosit (sel penghancur) sehingga memudahkan fagositosis korban yang
mengandung antigen tersebut.

12 | A n t i g e n D a n A n t i b o d i
E. Sitotoksis
Adalah saat pengikatan antibodi ke antigen juga menginduksi serangan sel pembawa
antigen oleh killer cell (sel K). Sel K serupa dengan natural killer cell kecuali bahwa
sel K mensyaratkan sel sasaran dilapisi oleh antibody sebelum dapat dihancurkan
melalui proses lisis membran plasmanya.

3. Interaksi Tingkat Tersier


Interaksi tingkat tersier adalah munculnya tanda-tanda biologis dari interaksi
antigen - antibodi yang dapat berguna atau merusak bagi penderitanya. Pengaruh
menguntungkan antara lain: aglutinasi bakteri, lisis bakteri, immnunitas mikroba,dan
lain-lain. Sedangkan pengaruh merusak antara lain: edema, reaksi sitolitik berat, dan
defisiensi yang menyebabkan kerentanan terhadap infeksi.

D. Mekanisme Pembentukan Antigen Antibodi


Di dalam tubuh manusia, antibodi dihasilkan oleh organ limfoid sentral yang terdiri
atas sumsum tulang dan kelenjar timus, terutama oleh sel-sel limfosit. Ada dua macam sel
limfosit, yaitu sel limfosit B dan sel limfosit T. Kedua sel ini bekerja sama untuk
menghasilkan antibodi dalam tubuh. Baik antibodi maupun antigen keduanya mempunyai
hubungan spesifi k yang sangat khas. Keadaan ini terlihat sewaktu antigen masuk ke dalam
tubuh. Saat itu, dengan seketika sel limfosit T mendeteksi karakteristik dan jenis antigen.
Kemudian sel limfosit T bereaksi cepat dengan cara mengikat antigen tersebut melalui
permukaan reseptornya. Setelah itu, sel limfosit T membelah dan membentuk klon.
Sementara pada permukaan membrannya menghasilkan immunoglobulin monomerik.
Berikutnya, molekul antigen dan molekul antibodi saling berikat an dan ikatan kedua
molekul ini ditempatkan pada makrofaga. Secara berurutan, makrofaga menghadirkan
antigen pada sel limfosit B. Lantas, sel limfosit B berpoliferasi dan menjadi dewasa,
sehingga mampu membentuk antibodi untuk masing-masing antigen.
Perhatikan (Gambar 7.)

13 | A n t i g e n D a n A n t i b o d i
Gambar 7. Reaksi Antigen Antibodi

Sementara itu, pembuangan antigen setelah diikat antibodi dapat menggunakan berbagai
cara, yakni netralisasi, aglutinasi, presipitasi, dan fiksasi komplemen.
Perhatikan (Gambar 8.)

Gambar 8. Mekanisme Pelenyepan Antigen

14 | A n t i g e n D a n A n t i b o d i
Netralisasi merupakan cara yang digunakan antibodi untuk berikatan dengan antigen
supaya aktivitasnya terhambat. Sebagai contoh, antibodi melekat pada molekul yang
akan digunakan virus untuk menginfeksi inangnya. Pada proses ini, antibodi dan antigen
dapat mengalami proses opsonisasi, yakni proses pelenyapan bakteri yang diikat antibodi
oleh makrofaga melalui fagositosis.

Cara pelenyapan antigen berikutnya adalah aglutinasi. Aglutinasi atau penggumpalan


merupakan proses pengikatan antibodi terhadap bakteri atau virus sehingga mudah
dinetralkan dan diopsonisasi. Misalnya, IgG yang berikatan dengan dua sel bakteri atau
virus secara bersama-sama. Mekanisme yang sama juga terjadi pada cara berikutnya
yakni presipitasi. Presipitasi atau pengendapan merupakan pengikatan silang molekul-
molekul antigen yang terlarut dalam cairan tubuh. Setelah diendapkan, antigen tersebut
dikeluarkan dan dibuang melalui fagositosis. Selain berbagai cara tersebut, pembuangan
antigen dapat melalui fiksasi komplemen. Fiksasi komplemen merupakan
pengaktifan rentetan molekul protein komplemen karena adanya infeksi.
Prosesnya menyebabkan virus dan sel-sel patogen yang menginfeksi bagian tubuh menjadi
lisis.

15 | A n t i g e n D a n A n t i b o d i
PEMERIKSAAN WIDAL

DASAR TEORI :
Demam tifoid merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi.Tubuh yang
kemasukan Salmonella akan terangsang untuk membentuk antibodi yang bersifat spesifik
terhadap antigen yang merangsang pembentukannya.Salmonella mempunyai substansi
antigenik yaitu antigen O (somatik) , antigen H (flagella) dan antigen Vi (kapsul). Berdasarkan
serotipenya, ada 17 golongan Salmonella tetapi hanya 5 golongan yang penting yaitu A, B, C,
D, E. Di samping antigen O, Salmonela juga mempunyai antigen H yang terdapat pada flagella,
dan antigen Vi yang biasanya tidak dipakai untuk menentukan diagnosis infeksi, tetapi hanya
dipakai untuk mendeteksi carrier. Antigen H mempunyai sifat tahan terhadap formalin tetapi
tidak tahan terhadap panas, fenol, atau alcohol, sedangkan antigen O tidak terpengaruh oleh
zat-zat tersebut. Perbedaan sifat itu dipakai untuk memisahkan kedua jenis antigen.
Pemeriksaan laboratorium untuk deteksi demam tipoid selain kultur bakteri, dapat juga dengan
tes imunologis yaitu tes Widal secara aglutinasi. Pemeriksaan Widal berguna untuk membantu
menegakkan diagnosa demam tifoid atau enterik secara cepat dan dapat sebagai kontrol antigen
dalam identifikasi serologis pada isolat bakteri. Pemberian chloramphenicol akan mengurangi
titer antibodi terutama bila diberikan dini sekali. Aglutinasi ikutan dapat terjadi karena adanya
persamaan pada struktur antigen pada Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi. False positif
dapat terjadi pada pasien yang di vaksinasi dengan Chotypa, infeksi akut seperti influenza dan
brucella. Petanda infeksi Demam Thypoid :
1. Aglutinin O
Titer aglutinin 1/40 ke bawah masih belum mempunyai arti diagnostik, sedangkan
titer sebesar 1/160 atau lebih menunjukkan infeksi akut.
Titer aglutinin o biasanya mencapai puncaknya antara minggu ketiga sampai minggu
keenam, kemudian menurun atau menghilang setelah 12 bulan.
Umumnya pada 50% penderita, titer agglutinin meningkat pada akhir minggu
pertama, sedangkan pada 90% penderita agglutinin itu meningkat pada minggu
keempat.
2. Aglutinin H
Titer h sesudah vaksinasi atau thypoid fever, masih bisa positif dalam jangka waktu
lama dan titer ini meningkat bila terdapat infeksi ulangan salmonella.
Titer h bagi orang belum di vaksinasi chotypa atau demam tyhpoid 1/80 dinyatakan
positif demam thypoid.
16 | A n t i g e n D a n A n t i b o d i
Vaksinasi yang diberikan belun lama berselang dapat meningkatkan titer aglutinasi,
khususnya aglutinin h.
3. Aglutinin Vi
Adanya aglutinin vi terhadap antigen vi salmonella menunjukkan carrier.
Antigen vi tidak digunakan untuk menentukan diagnosa infeksi demam thypoid.
Serum carrier direaksikan dengan antigen ini maka akan terjadi 75% aglutinasi positif.
Tubuh yang kemasukan Salmonella typhosa akan terangsang untuk membentuk antibodi.
Antibodi ini bersifat spesifik, artinya hanya bereaksi dengan antigen yang telah merangsang
pembentukannya. (Widmann).
Pemeriksaan widal ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam darah)
terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi (reagen). Uji ini merupakan test kuno yang
masih amat popular dan paling sering diminta terutama di negara dimana penyakit ini endemis
seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapit test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif
dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile
agglutinin. (Prasetyo, 2006)
Titer aglutinin 1/40 kebawah masih belum mempunyai arti diagnostik, sedangkan titer
sebesar 1/160 atau lebih menunjukkan infeksi akut. Titer aglutinin O biasanya mencapai
puncaknya antara minggu ketiga sampai minggu keenam, kemudian menurun atau menghilang
setelah 12 bulan. Umumnya pada 50% penderita, titer agglutinin meningkat pada akhir minggu
pertama, sedangkan pada 90% penderita agglutinin itu meningkat pada minggu keempat.
Titer H sesudah vaksinasi atau thypoid fever, masih bisa positif dalam jangka waktu
lama dan titer ini meningkat bila terdapat infeksi ulangan Salmonella. Titer H bagi orang belum
di vaksinasi chotypa atau demam tyhpoid 1/80 dinyatakan positif demam thypoid. Vaksinasi
yang diberikan belun lama berselang dapat meningkatkan titer aglutinasi, khususnya aglutinin
H. Adanya aglutinin Vi terhadap antigen Vi Salmonella menunjukkan carrier. Antigen Vi tidak
digunakan untuk menentukan diagnosa infeksi demam thypoid. Serum carrier direaksikan
dengan antigen ini maka akan terjadi 75% aglutinasi positif.
Aglutinasi ikutan dapat terjadi karena adanya persamaan pada struktur antigen pada
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi. False positif dapat terjadi pada pasien yang di
vaksinasi dengan Chotypa, infeksi akut seperti influenza dan brucella.

17 | A n t i g e n D a n A n t i b o d i
REFERENSI PUSTAKA :
Tinjauan klinis atas hasil pemeriksaan laboratorium, Frances
K. Widmann Tinjauan klinis atas hasil pemeriksaan laboratorium, Ronald A. Sacher
Imunologi, Pusdiknakes, Depkes, RI, Jakarta, halaman 35. Prasetyo, Risky Vitria,
Ismoedijanto, Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya
Metode Diagnostik Demam Tifoid Pada Anak 2006

TUJUAN :
Untuk mengetahui adanya antibodi spesifik dalam serum terhadap antigen Salmonella secara
kualitatif dan semikuantitatif berdasarkan reaksi aglutinasi sekaligus mengukur kekuatan
titernya.

METODE :
Fortress Febrile serodiagnostik aglutinasi untuk slide dan tabung

PRINSIP :
Berdasarkan reaksi aglutinasi secara imunologis antara antibodi dalam serum dengan suspensi
bakteri sebagai antigen akan terbentuk aglutinasi berupa endapan pasir (O) dan awan halus (H).
Antigen Febrile Salmonella adalah suspensi yang telah terstandardisasi yang dibuat dengan
pemberian pewarna untuk deteksi pemeriksaan cepat dan penilaian semikuantitatif antibodi
dalam serum untuk menemukan stadium akut penyakit tifus.

SENSITIVITAS :
Suspensi sel Salmonella mengandung 1010 bakteri per ml yang dapat memberikan aglutinasi
secara spesifik dengan antibodi yang dibentuk sebagai respon terhadap antigen.

SAMPEL :
Serum.Bila tidak segera diperiksa maka serum dapat disimpan pada suhu 2-8 o C sampai stabil
selama 7 hari atau suhu -20 o C sampai 4 minggu.Sampel sebaiknya bebas dari kontaminasi,
hemolisis dan lipaemia.Serum lipemik atau keruh dapat disentrifuge pada 1500 rpm selama 10
menit.

18 | A n t i g e n D a n A n t i b o d i
ALAT DAN BAHAN :
Alat :
1. Plate tetes porselin
2. Mikropipet atau pipet tetes
3. Batang pengaduk
4. Rotator
Bahan :
1. Suspensi Antigen O
2. Suspensi antigen H
3. Suspensi antigen AO
4. Suspensi antigen BO
5. Serum

PROSEDUR KERJA :
1. KUALITATIF (Screening Test) :
a. Reagen dan sampel diletakkan pada suhu ruang
b. Dipipet 50 l serum (1 tetes) dan teteskan pada objek gelas bersama kontrol positif dan
negatif.
c. Suspensi antigen dikocok perlahan dengan menggoyang-goyang dan menekan bagian
karet pipet.
d. Ditambahkan 1 tetes suspensi antigen pada lingkaran serum.
e. Diaduk selama 5 detik membentuk lingkaran dengan diameter 1-2 cm menggunakan
batang pengaduk kecil
f. Digoyangkan selama 2 menit menggunakan rotator atau tangan
g. Lalu amati hasilnya dan dibaca adanya aglutinasi
h. Dibandingkan dengan control positif dan negatif.

2. TITRASI SLIDE (Rapid Slide Titration)


a. Dipipet masing-masing 0,08 ml; 0,04 ml; 0,02 ml; 0,01 ml; 0,005 ml serum yang tidak
diencerkan pada gelas benda
b. Ditambahkan masing-masing serum dengan 1 tetes suspensi antigen
c. Diaduk selama 5 detik membentuk lingkaran dengan diameter 1-2 cm menggunakan
batang pengaduk kecil
d. Digoyangkan selama 2 menit menggunakan rotator atau tangan

19 | A n t i g e n D a n A n t i b o d i
e. Lalu amati hasilnya dan dibaca adanya aglutinasi
f. Ditentukan hasil akhir atau titernya.

Volume serum Ekuivalen pengenceran


0,08 mL atau 80 L 1 : 20
0,04 mLatau 40 L 1 : 40
0,02 mLatau 20 L 1 : 80
0,01 mLatau 10 L 1 : 160
0,005 mL atau 5 L 1 : 320
0,0025 mL atay 2,5 L 1 : 640

Interprestasi hasil :
- Tes negatif : Bila tidak terjadi aglutinasi
- Tes positif : Bila terjadi aglutinasi

20 | A n t i g e n D a n A n t i b o d i
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Antigen adalah molekul asing yang dapat menimbulkan respon imun spesifik dari
limfosit pada manusia dan hewan. Antigen meliputi molekul yang dimilki virus, bakteri, fungi,
protozoa dan cacing parasit. Molekul antigenik juga ditemukan pada permukaan zat-zat asing
seperti serbuk sari dan jaringan yang dicangkokkan. Sel dan sel t terspesialisasi jenis antigen
yang berlainan dan melakukan aktivitas pertahanan yang berbeda namun saling melengkapi
(Campbell,dkk 2000).
Antibodi adalah protein serum yang mempunyai respon imun (kekebalan) pada tubuh
yang mengandung Imunoglobulin (Ig). Ig dibentuk oleh sel plasma (poloferasi sel B) akibat
kontak atau dirangsang oleh antigen.
Antigen yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan reseptor sel limfosit B.
Pengikatan tersebut menyebabkan sel limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma. Sel
plasma kemudian akan membentuk antibody yang mampu berikatan dengan antigen yang
merangsang pembentukan antibody itu sendiri. Tempat melekatnya antibody pada antigen
disebut epitop, sedangkan tempat melekatnya antigen pada antibodi disebut variabel.
Interaksi antigen-antibodi dapat dikategorikan menjadi tingkat primer, sekunder, dan
tersier.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis dapat menyarankan kita menjaga
kesehatan agar imunitas kita dapat berjalan dengan baik.

21 | A n t i g e n D a n A n t i b o d i
Daftar Pustaka

Rochmah, S. N., Sri Widayati, M. Miah. 2009. Biologi : SMA dan MA Kelas XI. Pusat
Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 346

22 | A n t i g e n D a n A n t i b o d i

Anda mungkin juga menyukai