Anda di halaman 1dari 4

Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia pada Masa

Prakemerdekaan
Pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu di pakai sebagai bahasa
penghubung antar suku di Nusantara dan sebagai bahasa yang
di gunakan dalam perdagangan antara pedagang dari dalam
Nusantara dan dari luar Nusantara.
Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu
diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu :
Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia,
bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.
Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena
dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa
kasar dan bahasa halus).
Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan
sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional
Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai
sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
Kedudukan bahasa indonesia:
Bahasa nasional 28 oktober 1928
-

Lambang kebanggaan nasional


Lambang/identitas nasional
Alat penghubung antar daerah
Alat pemersatu suku

Bahasa negara Bab XV : 36 UUD 1945


- Bahasa resmi kenegaraan
- Pengantar didunia pendidikan
- Alat penghubung tingkat nasional dan pengembangan
IPTEK
TAHUN

PENEMU

PENJELASAN

BERLAKUNYA
BAHASA INDONESIA
1901
Ejaan Van
Ophuijsen

1917

Bangsa minang

1928

Sumpa pemuda 28
oktober
1928(bahasa
nasional)

1945

Bahasa negara

Penemunya bangsa
belanda dari bahasa
latin untuk
kepentingan
administrasi
Orang minang lebih
dulu mengenal buku
belanda, karena itu
banyak sastrawan
minang yang
membuat roman
ikrar para pemuda
ini di kenal dengan
nama Sumpah
Pemuda. Unsur
yang ketiga dari
Sumpah Pemuda
merupakan
pernyataan tekad
bahwa bahasa
indonesia
merupakan bahasa
persatuan bangsa
indonesia.
Bahasa Indonesia di
nyatakan
kedudukannya
sebagai bahasa
negara pada
tanggal 18 Agustus
1945, karena pada
saat itu UndangUndang Dasar 1945
di sahkan sebagai
Undang-Undang
Dasar Negara
Republik Indonesia.
Di dalam UUD 1945
di sebutkan bahwa
Bahasa Negara

1947

Ejaan soewandi

1972

EYD

Adalah Bahasa
Indonesia,(pasal
36).
Ejaan Soewandi
adalah ketentuan
ejaan dalam Bahasa
Indonesia yang
berlaku sejak 17
Maret 1947.
Pada tanggal 16
Agustus 1972,
berdasarkan
Keputusan Presiden
No. 57, Tahun 1972,
berlakulah sistem
ejaan Latin (Rumi
dalam istilah
bahasa Melayu
Malaysia) bagi
bahasa Melayu dan
bahasa Indonesia.

1. Ejaan van Ophuijsen

1.

Huruf untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran


dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong
seperti mula dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis
huruf y seperti dalam Soerabaa.
2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang,
dsb.
3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe,
oemoer, dsb.
4. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk
menuliskan kata-kata mamoer, akal, ta, pa, dsb.
2. Ejaan soewandi
1.

Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur,


dsb.

2.

Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada


kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada
kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis
serangkai dengan kata yang mendampinginya.
3. Ejaan yang disempurnakan
4.
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya
adalah:
tj menjadi c : tjutji cuci
dj menjadi j : djarak jarak
oe menjadi u : oemoem -> umum
j menjadi y : sajang sayang
nj menjadi ny : njamuk nyamuk
sj menjadi sy : sjarat syarat
ch menjadi kh : achir akhir
awalan di- dan kata depan di dibedakan penulisannya. Kata
depan di pada contoh di rumah, di sawah, penulisannya
dipisahkan dengan spasi, sementara di- pada dibeli, dimakan
ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Fanetis adalah kata sesuai dengan bunyinya
Fonemis adalah kata yang berbeda dengan bunyinya

Anda mungkin juga menyukai