Anda di halaman 1dari 4

POLA PIKIR DAN ETOS KERJA REVOLUSIONER SEBAGAI FONDASI KEKUATAN

BANGSA
Muhammad Fadhil
Ketua BEM Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo 2016-2017
Dewasa ini bangsa Indonesia tengah memiliki berbagai macam permasalahan
yang menyebabkan bangsa kita menjadi bangsa yang terpuruk, tidak
berkembang bahkan terkesan mengalami kemunduran khususnya dalam bidang
pemerintahan, perekonomian dan moral etika. Mengapa bangsa kita
memerlukan perubahan yang bersifat menyeluruh ? karena permasalahan yang
bangsa kita alami sudah hampir mencakup keseluruhan aspek, kita sudah terlalu
lama membiarkan praktik-praktik dalam berbangsa dan bernegara dilakukan
dengan cara yang tidak jujur, tidak memegang etika dan moral, tidak
bertanggung-jawab, tidak dapat diandalkan, dan tidak dapat dipercaya. Bangsa
kita juga mengalami krisis integritas dan pandemik korupsi. Akibatnya kejujuran
dan integritas menjadi barang mahal dalam kehidupan para penyelenggara
negara dan masyarakat. Kepercayaan antar penyelenggara Negara rendah,
aturan dibuat untuk tidak untuk ditaati, perilaku tak amanah pada berbagai lapis
kepemimpinan. Dengan kata lain, sebagai bangsa kita kehilangan nilai-nilai
Integritas yang merupakan wujud keutuhan prinsip moral dan etika bangsa
dalam kehidupan bernegara yang selayaknya menjadi pondasi kekuatan suatu
bangsa dalam menyelenggarakan suatu sistem berbangsa dan bernegara yang
baik. Dalam bidang perekonomian kita tertinggal jauh dari negara-negara lain,
karena Indonesia makin tertinggal dari negeri lain, akibat orientasi materialisme
namun berbudaya instan untuk meraih tujuan-tujuan hidup. Ketergantungan atas
impor makin tinggi pada berbagai produk barang dan jasa, padahal sumber daya
alam dan manusia melimpah akibat etos kerja, produktivitas, kreativitas dan
daya saing relatif rendah. Tak kalah pentingnya, permasalahan mengenai krisis
Identitas perlu perhatian khusus untuk kita semua. Karakter kuat bangsa
Indonesia sebagai bangsa yang mempunyai semangat gotong royong, saling
bekerja-sama demi kemajuan bangsa perlahan telah mengalami reduksi.
Sebagai seorang mahasiswa yang merupakan agent of change terhadap bangsa
dan negara sudah selayaknya mahasiswa memiliki kecenderungan menghendaki
perubahan secara menyeluruh dan mendasar terkait cara pandang, pola pikir,
pemahaman akan nilai-nilai berbangsa dan bernegara serta etos kerja individu
itu sendiri yang lebih dikenal dengan istilah revolusioner. Kenyataan yang
dihadapi bangsa ini mewajibkan adanya perubahan dari bangsa itu sendiri dari
berbagai aspek terutama adanya revolusi mental terutama untuk para generasi
penerus bangsa.
Mengapa bangsa kita memerlukan revolusi mental ?. Mentalitas menentukan
kemajuan suatu bangsa, bangsa yang mempunyai mental yang kuat akan
tumbuh sebagai bangsa yang maju dan bermartabat, dan sebaliknya bangsa
yang memiliki mental yang terbelakang akan tumbuh pula sebagai bangsa yang
tertinggal. Revolusi mental bermula di alam pikiran, menuntun dalam meraih
cita-cita dan mencapai tujuan bernegara. Revolusi mental juga membangkitkan

kesadaran untuk berprestasi tinggi, produktif menuju bangsa maju dan modern.
Revolusi mental bertumpu pada tiga nilai-nilai dasar : Integritas, Etos kerja dan
Gotong Royong. adapun tujuan Revolusi Mental itu sendiri mencakup 3 hal yaitu :
1. Mengubah cara pandang, pola pikir, sikap, perilaku dan cara kerja yang
berorientasi pada kemajuan dan kemodernan sehingga Indonesia menjadi
bangsa besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
2. Membangkitkan kesadaran dan membangun sikap optimististis dalam
menatap masa depan Indonesia sebagai negara dengan kekuatan besar untuk
berprestasi tinggi, produktif dan berpotensi menjadi bangsa maju dan modern
dengan fondasi tiga pilar Trisakti.
3. Mewujudkan Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi,
dan berkepribadian yang kuat melalui pembentukan manusia Indonesia baru
yang unggul menerapkan nilai-nilai integritas, kerja keras, dan semangat gotong
royong.
Tujuan diatas tidak akan tercapai tanpa adanya kesadaran dari seluruh pihak
terkait dalam hal ini seluruh aspek bangsa Indonesia terutama mahasiswa
sebagai agent of change, namun tidak dapat dipungkiri penanaman nilai-nilai
akan revolusi mental dari bangsa Indonesia itu sendiri harus dimulai dari
penanaman nilai-nilai dasar dari tiap individu dan proses penanaman nilai-nilai
tersebut harus dimulai sejak dini dan atas dukungan semua aspek untuk
tercapainya generasi bangsa yang lebih baik. Penanaman nilai-nilai kebangsaan
memiliki porsinya masing-masing, namun yang menjadi perhatiaan utama
adalah pola pikir dan etos kerja dari masing-masing individu. Pola pikir dan etos
kerja yang dibutuhkan oleh bangsa saat ini adalah pola pikir yang bersifat kritis
dalam menanggapi suatu masalah, inovatif dan kreatif dalam mencari solusi
terhadap masalah yang ada, dan mampu merealisasikan nilai-nilai pancasila
dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Disamping itu dalam
membangun sistem pemerintahan yang maju dan sinergis diperlukan etos kerja
yang mencakup Kerja keras, optimis, produktif, inovatif, dan berdaya saing.
Dalam sebuah kesempatan Presiden Republik Indonesia berkata bahwa "Revolusi
pola pikir kita perlukan. Kita tidak mungkin (lagi) berpikir monoton, bisa
kedahuluan negara lain," kata Presiden saat menerima kunjungan peserta kursus
reguler Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) di Istana Negara, Jakarta,
Selasa.
Hal ini menunjukkan bahwa betapa penting bagi rakyat Indonesia berhijrah dari
pola pikir sederhana yang hanya menguntungkan diri sendiri, kurang inovatif dan
tidak effisien menjadi pola pikir yang mengutamakan kemajuan bangsa, inovatif
dan effisien. Menjadi bangsa yang besar adalah cita-cita para pendahulu bangsa,
oleh karena itu upaya memajukan bangsa menjadi tanggung jawab kita semua.
Melalui pembangunan yang berorientasi peningkatan kesejahteraan serta
peningkatan produktivitas dari masyarakat Indonesia. Yang diperlukan itu
sebenarnya revolusi pola pikir dalam melihat suatu momen peristiwa. Kata
Adnan Oskar yang sering disebut Harun Yahya, kita umumnya mempunyai pola

pikir yang dangkal bukan deep thingking. Salah satu cirinya adalah kesulitan kita
ketika mengungkapkan sesuatu. Dengan kata lain umumnya kita sangat susah
untuk menulis padahal pelajaran mengarang dulu diajarkan sejak SD.
Revolusi pola pikir sebenarnya sudah jelas dicantumkan di dalam al-Qur'an
dalam Qs 96:1 ketika wahyu pertama kali diturunkan dengan sebutan Iqra
bismi. Iqra bismi adalah ungkapan bacalah dengan Nama Tuhanmu Yang
menciptakan. Ayat pertama yang terdiri dari 19 huruf ini sebenarnya
menegaskan kepada Rasulullah yang saat itu memang ummi untuk membaca.
Kenapa Tuhan memerintahkan Rasul untuk membaca sementar Tuhan sendiri
tahu persis kalau Rasul seorang yang Ummi. Perintah ini bukanlah kontradiksi
namun suatu ungkapan metaforis bahwa meskipun Rasul seorang yang ummi
dan secara formal tidak dididik secara khusus dengan ilmu-ilmu pengetahuan
yang saat itu sudah berkembang, Tuhan menekankan bahwa bacalah itu
mengandung makna yang jelas berkaitan dengan membaca Tanda-tanda Tuhan,
Pesan-pesan Tuhan yang ada dimana-mana termasuk dalam diri Rasulullah
sendiri sebagai makhluk yang diciptakan dari segumpal darah.
Dalam membaca Qalam Allah, maka Tuhan menyarankan Rasul untuk
merenungkan, memahami, dan mengamati gejala-gejala fenomenal seperti
diungkapkan dalam beberapa ayat dari prinsip dasarnya bukan katanya atau
merujuk pada suatu referensi tertentu. Ungkapan yang dimaksud adalah dzikir,
fikir dan ikhtiar. Meskipun hasil akhirnya tampil seperti mirip-mirip, namun
sejatinya itu menunjukkan bahwa sumber pengetahuan Rasul adalah Allah,
Tuhan Yang Esa melalui mediator-mediator Wahyu-Nya seperti Jibril, Rasulin
Kariim, dll. Ketika Tatanan Pengetahuan Tuhan Terungkap sebagai Isra Miraj,
maka Rasulullah telah mengetahui dengan Cahaya Allah yang murni yang hanya
dimungkinkan karena beliau menyucikan jiwanya untuk memahami Asma, Sifat
dan Perbuatan Tuhan.
Jadi, dalam belajar membaca, umat Islam diwajibkan untuk membaca langsung
Qalam Allah atau Pesan-pesan Tuhan bukan taklid buta. Dan harus kritis benar
tentang berbagai hal bukan hanya sebagai pengikut. Harus mampu
berargumentasi tanpa meninggalkan kemukminannya dan harus bisa memahami
pendapat orang lain karena kebenaran boleh jadi muncul dari lawan bicara kita
tanpa disadarinya. Ambil yang benar dan baik dan buang yang buruk itu
merupakan kaidah Rasululah belajar dari sekelilingnya.
Revolusi pola pikir pada akhirnya kembali kepada diri kita sendiri untuk menggali
kembali al-Qur'an dan as-Sunnah dengan jiwa yang murni dan tidak diliputi hawa
nafsu karena banyak ilmu pengetahuan dari Al Qur'an yang diabaikan Umat
Islam namun sebenarnya telah diadopsi oleh kalangan barat yang diam-diam
membedah Al Qur'an meskipun sebagian besar dari mereka mungkin tidak
beriman kepada Tuhan.
Karena itu untuk berpikir dengan benar, kembalilah menggali Warisan Sang Nabi,
al-Qur'an dan As-Sunnah dengan melihat ruang-waktu atau zaman dimana kita

hidup karena penafsir al-Qur'an yang benar adalah anak-anak zamannya. Anakanak yang sadar dirinya, ruang-waktunya dan sejarahnya.

Anda mungkin juga menyukai