Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN NIFAS PATOLOGIS

A. Definisi Nifas
Masa nifas adalah masa sesuadah persalinan dan kelahiran bayi, plasentas, serta
selaput yang diperlukan untuk memulihkan organ kandungan seperti sebelum
hamil dengan waktu kurang dari 6 minggu (Saleha, 2009).
Masa Nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alatalat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. masa ini berlangsung
selama 6-8 minggu (saifudin, 2002).
Selama masa nifas dapat terjadi 4 masalah utama yaitu :
1. Pendarahan Pasca Persalinan
2. Infeksi Masa Nifas
3. Tromboemboli
4. Depresi Pasca Persalinan
B. Macam-macan Nifas Patologis
1. Pendarahan Pasca Persalinan
a. Pengertian
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan atau hilangnya darah 500
cc atau lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi
sebelum, selama, atau sesudah lahirnya plasenta.
Definisi lain menyebutkan Perdarahan Pasca Persalinan adalah perdarahan
500 cc atau lebih yang terjadi setelah plasenta lahir
Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan
menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok,
ataupun merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus
menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan
menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh
dalam syok.
b. Klasifikasi
Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian :
1) Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) ialah
perdarahan >500 cc yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah bayi
lahir. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia
uteri, retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir.
2) Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) ialah
perdarahan >500 cc setelah 24 jam pasca persalinan. Penyebab utama
perdarahan postpartum sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa
plasenta.

c. Etiologi
Perdarahan postpartum bisa disebabkan karena (Faktor Predisposisi) :
1) Atonia Uteri
Ketidakmampuan uterus untuk berkontraksi sebagaimana mestinya
setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis
dikontrol oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada
disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat
perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak
dapat berkontraksi (Wiknjosastro,2002).
Faktor predisposisi yang mempengaruhi perdarahan postpartum
menurut JHPIEGO, POGI, JNKPR (2007) antara lain:
a) Pembesaran uterus lebih dari normal selama kehamilan yang
disebabkan

karena

(polihidramnion),
b)
c)
d)
e)
f)
g)

jumlah

kehamilan

air

ketuban

kembar

yang

(gemelli),

berlebihan
bayi

besar

(makrosomia)
Kala satu dan atau kala dua yang lama atau memanjang
Persalinan cepat (presipitatus)
Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
Infeksi intrapartum
Pengaruh pemberian narkosa pada anestesi
Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada

preeklamsia
2) Retensio plasenta
Perdarahan yang disebabkan karena plasenta belum lahir hingga atau
melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hal itu disebabkan karena
plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas,
akan tetapi belum dilahirkan (Wiknjosastro, 2002). Pada beberapa
kasus dapat terjadi retensio plasenta berulang (habitual retensio
plasenta) (Manuaba, 2001).
Terdapat jenis retensio plasenta antara lain (Saifuddin, 2001) :
a) Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan mekanisme separasi fisiologis.
b) Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki sebagian lapisan miometrium.
c) Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan serosa dinding uterus.
d) Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus serosa dinding uterus.
e) Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum
uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
Pada kasus retensio plasenta, plasenta harus dikeluarkan karena dapat
menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena plasenta sebagai

benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip


plasenta dan terjadi degenerasi sel ganas koriokarsinoma.
3) Laserasi jalan lahir
Perdarahan yang terjadi karena adanya robekan pada jalan lahir
(perineum, vulva, vagina, portio, atau uterus). Robekan pada perineum,
vulva, vagina dan portio biasa terjadi pada persalinan pervaginam.
Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada
pertolongan persalinan oleh dukun karena tanpa dijahit. Oleh sebab itu
bidan diharapkan melaksanakan pertolongan persalinan melalui
polindes, sehingga peran dukun berangsur-angsur berkurang. Dengan
demikian komplikasi robekan jalan lahir yang dapat menimbulkan
perdarahan pun akan dapat berkurang (Manuaba,2001).
4) Koagulopati
Perdarahan yang terjadi karena terdapat kelainan pada pembekuan
darah. Sebab tersering perdarahan postpartum adalah atonia uteri, yang
disusul dengan tertinggalnya sebagian plasenta. Namun, gangguan
pembekuan darah dapat pula menyebabkan perdarahan postpartum. Hal
ini disebabkan karena defisiensi faktor pembekuan dan atau
penghancuran fibrin yang berlebihan (Wiknjosastro, 2002).
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit
keturunan ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :
a) Hipofibrinogenemia,
b) Trombositopeni,
c) Idiopathic thrombocytopenic purpura,
d) HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, and low
platelet count),
e) Disseminated Intravaskuler Coagulation,
f) Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari
8 unit karena darah donor biasanya tidak segar sehingga komponen
fibrin dan trombosit sudah rusak.
Penyebab perdarahan pasca persalinana dini:
a) Perlukaan jalan lahir: ruptur uteri, robekan serviks, vagina,
perineum dan luka episiotomi
b) Gangguan mekanisme pembekuan darah
c) Perdarahan pada tempel menempelnya plasenta karena atonia uteri,
retensio plasenta, inversio plasenta
Penyebab perdarahan pasca persalinan lambat:
a) Sisa plasenta dan selaput ketuban, perlekatan abnormal (plasenta
akreta dan prakreta) tidak ada perlekatan (plasenta sekreta)

b) Infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam uterus sehingga


terjadi subinvolusi uterus
Faktor resiko
a) Riwayat perdarahan pada kehamilan yang lalu
b) Gravida multipara (lebih anak)
c) Jarak kehamilan dekat
d) Operasi secar pertama
e) Persalinan kala II terlalu cepat (cn: setelah ekstraksi atau vacum
forsep)
f) Uterus terlalu tegang, misalnya: hidramnion, kehamilan kembar,
anak besar.
g) Uterus kelelahan
h) Inversi uterus primer dan sekunder.
d. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala menurut Wiknjosastro, 2005:
1) Perdarahan > 500-600 ml
2) Kontraksi uterus lemah
3) Uterus lembek
4) Subinvolusi (fundus uteri naik)
5) Wajah pucat anemis
Pada HPP primer:
1) Perubahan hemodinamik, hipotensi, takikardi
2) Sisa plasenta:perdarahan dengan bekuan
3) Terdapat involusio
4) Lochea merah tua dan berbau jika terdapat infeksi
5) Suhu tubuh meningkat
e. Penilaian Klinis
1)

2)

1)
2)

3)

Tanda dan gejala


Uterus tidak
berkontraksi dan
lembek
Perdarahan segera
setelah anak lahir
(Perdarahan
Pascapersalinan
Primer atau P3)
Perdarahan segera
(P3)
Darah segar yang
mengalir segera
setelah bayi lahir
(P3)
Uterus kontraksi

Penyulit
1) Syok
2) Bekuan darah
pada serviks atau
posisi terlentang
menghambat
aliran darah keluar

1) Pucat
2) Menggigil
3) Lemah

Diagnosa
Atonia uteri

Robekan jalan lahir

baik
4) Plasenta lengkap
1) Plasenta belum lahir 1) Tali pusat putus
setelah 30 menit
akibat traksi
2) Perdarahan segera
berlebihan
(P3)
2) Inversio uteri
3) Uterus kontraksi
akibat tarikan
baik
3) Perdarahan
lanjutan
1) Plasenta atau
Uterus berkontraksi
sebagian selaput
tetapi tinggi fundus
(mengandung
tidak berkurang
pembuluh darah)
tidak lengkap
2) Perdarahan segera
(P3)
1) Uterus tidak teraba 1) Syok neurogenik
2) Lumen vagina terisi 2) Pucat dan limbung
massa
3) Tampak tali pusat
(jika plasenta belum
lahir)
4) Perdarahan segera
(P3)
5) Nyeri sedikit atau
berat
1) Sub-involusi uterus 1) Anemia
2) Nyeri tekan perut
2) Demam
bawah
3) Perdarahan lebih
dari 24 jam setelah
persalinan.
Perdarahan
sekunder atau P2S.
4) Perdarahan
bervariasi (ringan
atau berat, terus
menerus atau tidak
teratur) dan berbau
(jika disertai infeksi)
1) Perdarahan segera 1) Syok
2) Nyeri tekan perut
(P3) (Perdarahan
intraabdominal dan 3) Denyut nadi ibu
cepat
atau vaginum)
2) Nyeri perut berat
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboraturium

Retensio plasenta

Tertinggalnya
sebagian plasenta

Inversio uteri

- Perdarahan
terlambat
- Endometritis atau
sisa plasenta
(terinfeksi atau
tidak)

Robekan dinding
uterus (ruptura
uteri)

a) Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal


terutama pemeriksaan Hb
b) Pemeriksaan golongan darah dan test antibodi harus dilakukan
sejak antenatal
c) Perlu dilakukan pemeriksaan koagulasi seperti waktu perdarahan
dan waktu pembekuan
2) Pemeriksaan Radiologi
a) Pemeriksaan USG dapat membantu melihat adanya bekuan darah
dan retensi sisa plasenta
b) Pemeriksaan USG periode antenatal dilakukan untuk mendeteksi
pasien dengan resiko tinggi perdarahan dengan postpartum, spt
plasenta previa.
g. Penatalaksanaan
1) Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
2) Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
3) Segera dilakukan penilaian klinis dan upaya pertolongan dihadapkan
pada masalah komplkasi
4) Atasi syok bila terjadi
5) Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
6) Pastikan kontraksi berlangsung dengan baik (keluarkan bekuan darah,
lakukan masase uterus, beri uterotonika 10 ml, dilanjutkan infus 20 ml
dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tpm)
7) Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi
8) Pasang kateter dan pantau cairan keluar dan masuk
9) Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama pasca melahirkan dan
lanjutkan pemantauan terjadwal hingga jam berikutnya
h. Komplikasi
1) Syok
2) Sepsis
3) Kegagalan fungsi
2. Infeksi Masa Nifas
a. Pengertian
Infeksi masa nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan
dalam masa nifas. Masukya kuman-kuman dapat terjadi dalam kehamilan
atau saat persalinan/saat nifas. Demam nifas adalah demam dalam nifas
oleh sebab apapun. Morbiditas puerpuralis adalah kenaikan suhu sampai
38 C atau lebih selama 2 hari dalam sepuluh hari pertama postpartum,
kecuali pada hari pertama. Suhu diukur dari mulut sedikitnya 4x/hari.
b. Klasifikasi
1) infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan
endometrium
a) Vulvitis
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan
sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak ;

jahitan ini mudah terlepas dan luka yang terbuka menjadi ulkus dan
mangaluarkan pus.
b) Vaginitis
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau
melalui

perineum.

Permukaan

mukosa

membengkak

dan

kemerahan, terjadi ulkus, dan getah mengandung nanah yang


keluar dari daerah ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada
umumnya infeksi tinggal terbatas.
c) Servisitis
Infeksi sering juga terjadi, akan tetapi biasanya tidak menimbulkan
banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung
kedasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang
menjalar ke parametrium.
d) Endometritis
Jenis infeksi yang paling sering ialah endometritis. Kuman-kuman
memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas Insersio
plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh
endometrium.
2) penyebaran dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, melalui
jalan limfe, dan melalui permukaan endometrium.
a) Septikemia dan piemia
Ini merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh kuman-kuman
yang sangat pathogen biasanya Streptococcus haemolyticus
golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari
semua kematian karena infeksi nifas.
Pada septicemia kuman-kuman dari sarangnya di uterus, langsung
masuk keperedaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum.
Adanya septicemia dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan
kuman-kuman

dari

darah.

Pada

piemia

terdapat

dahulu

tromboflebitis pada vena-vena diuterus serta sinus-sinus pada bekas


tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterine, vena
hipogastrika, dan/atau vena ovarii (tromboflebitis pelvika). Dari
tempat-tempat thrombus itu embolus kecil yang mengandung
kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk
keperedaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ketempat-

tempat lain, antaranya ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan


sebagainya, dan mengakibatkan terjadinya abses-abses ditempattempat tersebut. Keadaan ini dinamakan piemia.
b) Peritonitis
Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe didalam
uterus

langsung

mencapai

peritoneum

dan

menyebabkan

peritonitis, atau melalui jaringan diantara kedua lembar ligamentum


latum yang menyebabkan parametritis ( sellulitis pelvika).
c) Parametritis (sellulitis pelvika)
Peritonitis dapat pula terjadi melalui salpingo-ooforitis atau
sellulitis pelvika.
Infeksi jaringan ikat pelvis dapat terjadi melalui tiga jalan yakni :
(1) Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau
dari endometritis.
(2) Penyebaran langsung dari luka pada serviks yang meluas
sampai kedasar ligamentum.
(3) Penyebaran sekunder dari tromboflebitis pelvika.
Penyebaran melalui permukaan endometrium: Salpingitis, ooforitis
Kadang-kadang walaupun jarang, infeksi yang menjalar ketuba
Fallopii, malahan ke ovarium.
c. Etiologi
1) Eksogen: kuman datang dari luar
2) Autogen: kuman masuk dari tempat lain
3) Endogen: dari jalan lahir sendiri
Selain itu infeksi dapat disebabkan oleh:
1) Streptococus haemolyticus aerobicus, ini merupakan penyebab infeksi
yang berat, khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen (dari
penderita lain, alat atau kain yang tidak steril, infeksi tenggorokan
orang lain)
2) Staphylococus aureus, kuman ini biasanya menyebabkan infeksi
terbatas, walaupun kadang kadang menjadi sebab infeksi umum.
Banyak ditemukan di rumah sakit.
3) Escherichia coli, Kuman ini umumnya berasal dari kandung kencing
atau rektum dan dapat menyebabkan infeksi terbatas pada perineum,

vulva, dan endometrium. Kuman ini merupakan sebab dari infeksi


traktus urinarius.
4) Clostridium welchii, infeksi kuman yang bersifat anerobik jarang
ditemukan tetapi sangat berbahaya. Infeksi lebih sering terjadi pada
abortus kriminalis.
Faktor Predisposisi terjadinya infeksi :
1) Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita, seperti
perdarahan banyak, pre-eklamsia, juga infeksi lain, seperti pneumonia,
penyakit jantung, dan sebagainya.
2) Partus lama, terutama dengan ketuban pecah lama.
3) Tindakan bedah vaginal, yang menyebabkan perlukaan pada jalan lahir.
4) Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban, dan bekuan darah.
d. Manifestasi Klinis
1) Infeksi pada perineum, vulva, vagina, dan serviks
Gejalanya berupa rasa nyeri serta panas pada tempat infeksi, dan
kadang-kadang perih bila kencing. Bilamana getah radang bisa keluar,
biasanya keadaannya tidak berat suhu sekitar 38 C, dan nadi dibawah
100 per menit. Bila luka terinfeksi tertutup oleh jahitan dan getah
radang tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 39-40C dengan
kadang-kadang disertai menggigil.
2) Endometritis
Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada perabaan,
dan lembek. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan
tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang
dari satu minggu keadaan sudah normal kembali. Lokia pada
endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau.
3) Septikimia
Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya
disertai dengan menggigil. Selanjutnya, suhu berkisar antara 39-40C,
keadaan umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140-160/menit
atau lebih). Penderita dapat meninggal dalam 6-7 hari postpartum.
4) Piemia
penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit, perut nyeri dan
suhu agak meningkat. Akan tetapi, gejala-gejala infeksi umum dengan
suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman-kuman dengan
embolus memasuki peredaran darah umum. Satu cirri khusus pada
piemia ialah bahwa berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat
disertai dengan menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya suhu.
5) Peritonitis

Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah


pelvis. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum
tetap baik. Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat
pathogen dan merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi
tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense
musculaire. Muka penderita yang mulanya kemerah-merahan, menjadi
pucat, mata cekung, kulit muka dingin, terdapat apa yang dinamakan
facies hippocratica.
Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi
dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan
sellulitis pelvika.
6) Sellulitis pelviks
Sellulitis pelvika ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi
dalam nifas. Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai
dengan rasa nyeri dikiri atau dikanan dan nyeri pada pemeriksaan
dalam, hal ini patut dicurigai terhadap kemungkinan sellulitis pelvika.
Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri
disebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan tulang
panggul, dapat meluas keberbagai jurusan. Ditengah-tengah jaringan
yang meradang itu bisa tumbuh abses. Penderita tampak sakit, nadi
cepat, dan perut nyeri.
7) Salpingitis dan ooforitis
Gejala salpingitis dan ooforitis tidak dapat dipisahkan dari pelvioperitonitis.
e. Cara Terjadinya Infeksi
1) Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada
pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada
dalam vagina dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung
tangan atau alt alt yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak
sepenuhnya bebas dari kuman kuman.
2) Droplet infection: Sarung tangan atau alat alat terkena kontaminasi
bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan penolong.
3) Infeksi nosokomial: Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman
pathogen, berasal dari penderita-penderita dengan berbagai jenis
infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa aliran udara kemana-mana.
4) Coitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting,
kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
5) Infeksi intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada
waktu berlangsungnya persalinan. Infeksi intrapartum biasanya terjadi

pada partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa
kali dilakukan pemeriksaan dalam.
f. Pencegahan Infeksi
1) Selama kehamilan
a) Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas,
harus diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga
merupakan factor penting, karenanya diet yang baik harus
diperhatikan.
b) Coitus pada

hamil

tua

sebaiknya

dilarang

karena

dapat

mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.


2) Selama persalinan
a) membatasi sebanyak mungkin kuman-kuman dalam jalan lahir,
menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut, menyelesaikan
persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah
terjadinya perdarahan banyak.
b) Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan
mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam
persalinan harus suci hama.
c) Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu, terjadinya
perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi darah
harus diberikan menurut keperluan.
3) Selama nifas
a) Perawatan luka postpartum dengan teknik aseptik
b) Semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genetalia
harus bersih
c) Penderita dengan tanda infeksi nifas jangan bergabung dengan
wanita nifas yang sehat
g. Pengobatan Infeksi
1) Lakukan kultur dengan segera dari sekret vagina dan serviks, luka
operasi dan darah serta uji kepekaan untuk mendapat antibiotik yang
tepat
2) Berikan antibiotik yang cukup dan adekuat
3) Sambil menunggu hasi laboratorium, berikan antibiotik spektrum luas
4) Pengobatan meningkatkan daya tahan tubuh spt infus, trasfusi draah,
makanan begizi.
3. Tromboemboli
a. Pengertian
Tromboemboli berasal dari kata trombus dan emboli. Trombus adalah
kumpulan

faktor

darah

terutama

trombosit

dan

fibrin

dengan

terperangkapnya jalur selular yang sering menyebabkan obstruksi pada


akhir prmbrntukannya. Tormboemboli adalah obstruksi pembuluh darah
dengan bahan trombus yang dibawa oleh darah dari tempat aral untuk

menyumbat statis vena pada ekstrimitas bawah yang disebabkan oleh


melemahnya dinding pembuluh darah dan penekanan vena-vena utama
akibat pembesaran uterus. Meskipun sistem pembekuan darah kembali ke
tingkat normal sebelum kehamilan 3 minggu setelah persalinan resiko
terjadi trombosis tetap berlanjut 4-5 minggu setelah persalinan
b. Klasifikasi
1) Trombosis vena superfisial (TVS)
Lebih sering diderita oleh wanita dengan varises dan kejadiannya tidak
dipengaruhi oleh intervensi obstetrik yang traumatik. Biasanya disertai
peradangan sehingga disebut tromboplebitis, yaitu dibagi 2:
a) Pelviotrombophlebitis yaitu mengenai vena dinding uterus dan
ligamentum latum, yaitu vena vesika, vena uterina dan hipogastrik
b) Trombophlebitis femoralis yaitu mengenai vena-vena pada tungkai,
vena femoralis, popliteal dan vena savena.
2) Trombosis vena dalam (TVD)
Sangat dipengaruhi oleh intervensi obstetrik yang traumatik, sebagai
contoh kejadiannya meningkat menjadi 1,8-3% setelah tindakan bedah
Caesar.
3) Emboli paru (EP)
15-20% pendertita TVD yang tidak tertangani dengan baik akan
mengalami emboli paru dan 12-15% dari jumlah tersebut akan
berakibat fatal.
c. Etiologi
Persalinan khususnya pada saat plasenta terlepas, kadar fibrinogen serta
faktor lain yang memegang peranan dalam pembekuan meningkat,
sehingga memudahkan timbulnya pembekuan. Pembekuan darah pada kaki
menjadi lebih lambat karena tekanan uterus berisi janin beserta
berkurangnya aktivitas yang berlangsung sampai masa nifas. Pada
persalinan

terutama

yang

diselesaikan

dengan

pembedahan,

ada

kemungkinan gangguan pada pembuluh darah terutama di daerah pelvis.


Terjadinya tromboemboli melibatkan 3 faktor yang berhubungan yaitu:
1) Perubahan koagulasi
Pada saat persalinan, faktor pembekuan V, VII, dan X kadarnya akan
meningkat 2x lipat dan tetap tinggi di masa nifas. Plasenta dan cairan
amnion merupakan sumber dari tromboplastin jaringan (faktor III).
Pengeluaran semua material dalam persalinan dan akan merangsang
jalur ekskresi pembekuan darah.

2) Statis vena, terjadi karena:


a) Terjadi penurunan secara bertahap aliran darah vena dari kaki ke
paha
b) Obstruksi bermakna dari vena kava akibat penekanan uterus yang
semakin membesar
c) Dilatasi vena panggul
d) Kemungkinan terjadinya disfungsi dan katub vena
Semua hal tersebut mempunyai potensi untuk meningkatkan resiko
terjadinya statis aliran darah yang progresif dengan akibat trombus
yang semakian luas. Keadaan tersebut diperparah dengan tirah baring
yang lama dan proses persalinan dengan tindakan.
3) Trauma endotelium vaskuler
Merupakan barier fisiologis terhadap trombosis diantaranya dengan
menghasilkan prostasiklin yang berfungsi mencegah terjadinya
agregasi dan akivitas trombosis.
Faktor resiko umum terjadinya tromboemboli:
1)
2)
3)
4)
5)

Tromboemboli herediter (muutasi faktor)


Riwayat tromboemboli sebelumnya
Penggunaan katub jantung artifisial
Fibrilasi atrial
Sindroma anti fosfolipid

Faktor resiko khusus yang meningkatkan kecenderungan tromboemboli


1) Bedah SC
2) Usia lanjut ibu hamil
3) Persepsi laktasi dengan preparat estrogen
4) Side cell disease
5) Riwayat trombophlebitis sebelumnya
6) Penyakit jantung
7) Imobilisasi yang lama
8) Obesitas
9) Multipara
10) Varises
11) Infeksi nifas
12) Infeksi maternal dan insufisiensi vena kronik
Faktor resiko penting terjadinya tromboemboli
1) Merokok
2) Preeklampsia
3) Persalinan lama
4) Anemia
5) perdarahan
d. Manifestasi Klinis
Tromboemboli pada masa nifas umumnya ditandai dengan:
1) Manifesatasi klinik klasik yang disbeut dengan plegmasia alba doleris
yaitu berupa edema tungkai dan paha

2) Disertai rasa nyeri yang hebat


3) Sianosis lokal
4) Demam yang terjadi karena tersumbatnya vena dari kaki sampai region
illeo femoral. Nyeri pada otot betis baik spontan ataupun akibat
peregangan tendon Achilles Chormon sign tidak mempunyai arti klinis
yang bermakna karena tanda yang sama, seringkali ditemukan pada
awal masa nifas akibat tekanan oleh penyangga betis meja obstetrik
pada saat persalinan. Derajat nyeri tidak berhubungan dengan resiko
terjadinya emboli karena banyak penderita emboli paru yang
sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda trombosis vena.
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan invasif (venografi) gold standart untuk diagnosis TVD
2) Pemeriksaan non invasif (compression ultrasound: CUS, impedance
peltysimografi: IPG dan magnetik Resonance Venogravy: MRV)
CUS adalah salah satu pemeriksaan untuk TVD proksimal
Jika hasil pemeriksaan ini negatif edangkan secara klinis tetap patut
diduga TVD, maka:
a) USG dan USG dopler secara akurat dapat mengidentifikasi
trombosis vena proksimal
b) CT Scan dipertimbangkan sebagai pemeriksaan yang akurat dan
mengidentifikasi TVD panggul dan abdomen
c) Angiografi paru merupakan gold standart untuk diagnosa emboli
paru
f. Penatalaksanaan
1) Trombosis ringan, Khususnya di vena-vena di bawah permuakaan
diatasi dengan:
a)
b)
c)
d)

Istirahatkan, kaki agak tinggi


Pemberian anti trombus
Jika terjadi peradangan berikan antibiotik
Segera setelah nyeri hilang dianjurkan untuk mulai berjalan.

2) Pelviotrombophlebitis
a) Rawat inap: tirah baring
3) Trombophlebitis femoralis
a) Perawatan kaki
b) Terapi medik: Antibiotik dan analgesik
c) Ibu tidak boleh menyusui
4) TVD
a) Stoking untuk menekan
b) Terapi antikoagulan, warfarin
c) Pemberian analgesik
4. Depresi Pasca Persalinan

a. Klasifikasi
Terdiri dari 3 macam yaitu:
1) Maternity blues
Kesedihan pasca persalinan yang berlangsung 2 hari sampai 2 minggu
postpartum yang ditandai dengan ketidakstabilan emosi ibu
2) Postpartum depression
Kesedihan pasca persalinan yang berlangsung berminggu-minggu
sampai berbulan-bulan.
3) Postpartum psychosis
Terjadi tekana jiwa yang sangat karena bisa menetap sampai 1 tahun
dan bisa selalu kambuh setiap pasca persalinan
b. Gejala
1) Mimpi buruk
2) Insomnia
3) Phobia
4) Cemas dan tegang
5) Perubahan mood, nafsu makan menurun, sedih, murung, perasaan tidak
berharga, mudah marah, kelelahan, sulit konsentrasi, melukai diri,
tidak mau berhubungan dengan orang lain dan tidak mencintai bayinya
c. Resiko Tinggi Yang Mengalami Gangguan Psikologis
1) Ibu berusia kurang dari 16 tahun
2) Riwayat keluarga dengan depresi atau pernah menderita depresi
3) Depresi pada masa hamil
4) Masalah hubungan keluarga pada masa remaja
5) Tak ada dukungan dari pasangan selama kehamilan dan kelahiran
6) Merawat bayi sendirian tanpa keluarga dan teman
7) Pengalaman negatif saat berhubungan dengan tenaga kesehatan selama
kehamilan
8) Riwayat komplikasi kehamilan.

Anda mungkin juga menyukai