Anda di halaman 1dari 45

Program Pengampunan Pajak Sebagai

Upaya Pemerintah Dalam Mengatasi


Masalah Kepatuhan Wajib Pajak Badan
di Indonesia
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Tengah Semester Ganjil Mata
Kuliah Perpajakan 2

Dessy Puspitasari
1131002020

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS BAKRIE
JAKARTA
2015

ABSTRAK

Program pengampunan pajak (tax amnesty) merupakan salah satu


program

yang

dilaksanakan

oleh

Pemerintah

untuk

memberi

pengampunan terhadap wajib pajak yang melakukan pelanggaran di masa


lalu. Tujuan dari dilaksanakannya program ini adalah memberikan
kesempatan kepada Wajib Pajak atau Pembayar Pajak untuk nantinya
mereka

membayar

pajak

sesuai

objek

pajak

yang

dimiliki,

tidak

memanipulasi pajak, tidak menunggak pajak, dan mempunyai iktikad baik


dan benar untuk membayar pajaknya. Di tahun 2015, Pemerintah akan
memasukan klausul mengenai pengampunan pajak (tax amnesty) dalam
revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
yang menjadi prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015.
Kebijakan ini pun langsung menimbulkan pro dan kontra bagi beberapa
pihak karena mengingat pelaksanaan program tax amnesty pada tahun
1984 dan 2008 tidak menimbulkan efek yang signifikan bagi peningkatan
kepatuhan wajib pajak di Indonesia. Selain itu banyak pihak yang kontra
karena kebijakan ini perlu kajian yang mendalam untuk dilakukan seperti
kekuatan hukum, sistem administrasi yang harus memadai untuk
mendorong wajib pajak lebih mudah membayar pajak, dan kajian lainnya.
Kata kunci: pengampunan pajak, pemerintah, wajib pajak

ABSTRACT

Tax amnesty program (tax amnesty) is one of the programs implemented


by the Government to give amnesty to taxpayers who commit violations
in the past. The purpose of the implementation of this program is to give
an opportunity to the taxpayer or the Taxpayers for their future pay taxes
according to tax owned, not manipulate tax, no tax arrears, and has the
goodwill and the right to pay taxes. In 2015, the Government will include a
clause concerning the remission of tax (tax amnesty) in the revised Law
on General Provisions and Tax Procedures (CTP), which is a priority of the
National Legislation Program (Prolegnas) in 2015. This policy was
immediately raises the pros and cons for some because considering the
implementation of the tax amnesty program in 1984 and 2008 did not
result in significant effects for the improvement of tax compliance in
Indonesia. In addition, many counter parties because this policy needs to
do in-depth studies such as the force of law, administrative system should
be sufficient to encourage taxpayers easier to pay taxes, and other
studies.

Keywords: tax amnesty, government, taxpayers

KATA PENGANTAR
Dengan segala puji syukur kepada Allah SWT, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan
Program

penelitian dalam makalah ini

Pengampunan

Pajak

Sebagai

Upaya

dengan

Pemerintah

judul:
Dalam

Mengatasi Masalah Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Indonesia. Penulisan


makalah ini sebagai salah satu tugas mata kuliah Perpajakan 2 di Fakultas
Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Bakrie.
Penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Rene Johannes, S.E., M.Si., Ak., M.Si., M.M., CA. selaku Dosen
mata kuliah Perpajakan 2 Universitas Bakrie
2. Kedua orang tua penulis yang selalu mendukung penulis dalam
membuat makalah ini, dan
3.

Teman-teman

penulis

yang

sangat

membantu

penulis

dalam

mengerjakan makalah ini.


Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini, oleh karena itu segala saran dan kritik demi kesempurnaan
makalah ini akan diterima dengan senang hati. Penulis berharap makalah
ini dapat berguna bagi pembacanya.

Jakarta, 17 September 2015

Dessy Puspitasari

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................


DAFTAR ISI ....................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN ...................................................................................1
1.1

Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2

Rumusan Masalah ........................................................................... 3

1.3

Tujuan Pembahasan ........................................................................ 4

1.4

Manfaat Penulisan ........................................................................... 4

1.5

Sumber Data .................................................................................... 5

1.6

Metode dan Teknik .......................................................................... 5

BAB II TINJAUAN
PUSTAKA ............................................................................6
2.1

Landasan Teori ................................................................................. 6

2.1.1 Teori Perpajakan Menurut Undang-Undang .................................... 6


2.1.2 Fungsi

Pajak

....................................................................................

10
2.1.3 Pengampunan

Pajak

.......................................................................

11
2.1.4 Karakteristik Pengampunan Pajak .................................................. 11
2.1.5 Pemerintah

.....................................................................................

14
2.1.6 Kurva

Laffer

....................................................................................

14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................................


16

3.1

Metode Penelitian ........................................................................ 16

3.2

Objek Penelitian dan Sumber Data ............................................... 16

3.3

Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 17

3.4

Tahapan Penelitian ....................................................................... 17


3.4.1 Tahap persiapan ............................................................... 17
3.4.2 Tahap pelaksanaan ........................................................... 17
3.4.3 Tahap pengolahan data .................................................... 17

BAB IV PEMBAHASAN ...............................................................................


18
4.1

Tujuan Pemerintah Dalam Memberlakukan Kebijakan Tax amnesty di

Indonesia................................................................................................ 18
4.2

Pengaruh Program Tax amnesty Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib

Pajak Badan di Indonesia................................................................. 21


4.3

Permasalahan Yang Akan Timbul Dari Diberlakukannya Program Tax

amnesty di Indonesia.................................................................................
23
4.4

Hal Yang Harus Diperhatikan Oleh Pemerintah Dalam Pelaksanaan

Program Tax amnesty di Indonesia............................................................


26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................


5.1

Kesimpulan .................................................................................... 37

5.2

Saran ............................................................................................. 39

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang Masalah


Sektor pajak merupakan salah satu sektor yang berperan penting

dalam

sumber

penerimaan

negara.

Undang-Undang

perpajakan

mewajibkan para wajib pajak (WP) untuk membayar pajak untuk


mencapai kesejahteraan rakyat Indonesia.
Setiap warga negara, sejak dilahirkan hingga meninggal dunia,
menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya
dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Penggunaan uang pajak
meliputi belanja pegawai negeri sampai dengan pembiayaan berbagai
proyek

pembangunan.

Pembangunan

sarana

umum

seperti

jalan,

jembatan, sekolah, rumah sakit atau puskesmas, dan kantor polisi pun
dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak
juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman
bagi seluruh lapisan masyarakat. Peran dan fungsi pajak juga semakin
penting dan sangat strategis dalam menunjang pengeluaran Anggaran
Pembangunan Belanja Negara (APBN) dalam pembiayaan pengeluaran
pemerintah maupun dalam pengelolaan dan pengendalian kebijakan
ekonomi makro. Dengan demikian, jelas bahwa peranan pajak bagi negara
sangat menentukan kelancaran roda pemerintahan dan keberhasilan
pembangunan negara.
Wajib Pajak yang diwajibkan untuk membayar pajak, harus melalui
proses administrasi perpajakan yang sudah ditetapkan oleh Direktorat

Jenderal Pajak bersama dengan Menteri Keuangan. Sistem administrasi


perpajakan yang baik tentunya akan membuat Wajib Pajak menjadi patuh
terhadap

peraturan

perpajakan.

Hal

tersebut

dikarenakan

bahwa

pengelolaan pajak memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan


pengelolaan layanan umum instansi pemerintah, seperti pengelolaan
kesehatan, pendidikan, tenaga kerja, dan lainnya. Perbedaan karakteristik
ini ditunjukan dengan berbagai upaya yang dilakukan untuk menarik
masyarakat

agar

mau

membayar

pajak,

di

tengah

tidak

adanya

kontraprestasi secara langsung yang diperoleh pembayar pajak sendiri.


Pemerintah selalu berupaya untuk menjadikan sistem perpajakan di
Indonesia menjadi lebih baik. Perubahan sistem perpajakan dari tahun ke
tahun juga merupakan salah satu upaya untuk menelaah keefektivitasan
sistem tersebut dalam meningkatkan penerimaan pajak setiap tahunnya,
maka dari itu Undang-Undang tentang Perpajakan selalu berubah setiap
saat.
Program pengampunan pajak (tax amnesty) merupakan salah satu
program

yang

dilaksanakan

oleh

Pemerintah

untuk

memberi

pengampunan terhadap wajib pajak yang melakukan pelanggaran di masa


lalu. Hal ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak bersama tim yang
telah dibentuk dengan melibatkan kementerian hukum dan perundangundangan, pihak kepolisian dan pihak yang berkompeten. Tujuan dari
dilaksanakannya program ini adalah memberikan kesempatan kepada
Wajib Pajak atau Pembayar Pajak untuk nantinya mereka membayar pajak
sesuai objek pajak yang dimiliki, tidak memanipulasi pajak, tidak
menunggak pajak, dan mempunyai iktikad baik dan benar untuk
membayar pajaknya.
Upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan pengampunan
terhadap Wajib Pajak atau Pembayar Pajak masih diwarnai dengan pro dan
kontra dari berbagai pihak. Program tax amnesty pernah dilaksanakan
dua kali yaitu di tahun 1984 dan 2008. Pelaksanaan tax amnesty di tahun
1984

merupakan

kegagalan

bagi

program

tersebut

karena

pelaksanaannya tidak efektif, respon Wajib Pajak saat itu sangat kurang
dan tidak diikuti dengan reformasi sistem administrasi perpajakan secara
menyeluruh. Sedangkan, di tahun 2008, beberapa perubahan sempat
tampak dengan bertambahnya 5,6 juta wajib pajak baru, namun setelah
itu tingkat kepatuhan wajib pajak stagnan, realisasi penerimaan pajak
turun, begitu pula tax ratio yang tidak naik signifikan.
Di tahun 2015, Pemerintah akan memasukan klausul mengenai
pengampunan

pajak

(tax

amnesty)

dalam

revisi

Undang-Undang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang menjadi prioritas
Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015. Presiden Joko Widodo
menyetujui kebijakan tersebut dengan memberi pengampunan pajak bagi
orang Indonesia yang mau menarik dananya dari luar negeri dan di parkir
di Tanah Air. Kebijakan ini pun langsung menimbulkan pro dan kontra bagi
beberapa pihak karena mengingat pelaksanaan program tax amnesty
pada tahun 1984 dan 2008 tidak menimbulkan efek yang signifikan bagi
peningkatan kepatuhan wajib pajak di Indonesia. Selain itu banyak pihak
yang kontra karena kebijakan ini perlu kajian yang mendalam untuk
dilakukan seperti kekuatan hukum, sistem administrasi yang harus
memadai untuk mendorong wajib pajak lebih mudah membayar pajak,
dan kajian lainnya.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penulis susun, maka ada beberapa

masalah yang akan dirumuskan penulis dalam makalah ini. Rumusan


masalah dalam makalah ini adalah:
1 Apakah tujuan pemerintah dalam memberlakukan kebijakan tax
amnesty di Indonesia?
2 Apakah pengaruh program tax amnesty terhadap tingkat kepatuhan
wajib pajak badan di Indonesia?
3 Adakah permasalahan yang akan timbul dari diberlakukannya
program tax amnesty di Indonesia?

4 Apa

sajakah

yang

harus

diperhatikan

pemerintah

dalam

pelaksanaan program tax amnesty di Indonesia?


1.3

Tujuan Pembahasan
Berdasarkan permasalahan yang disebutkan pada bagian 1.2 diatas,

tujuan pembahasan ini adalah untuk:


1

Mengetahui tujuan pemerintah dalam memberlakukan kebijakan

tax amnesty di Indonesia.


Mengetahui pengaruh program tax amnesty terhadap tingkat

kepatuhan wajib pajak badan di Indonesia.


Mengetahui
permasalahan
yang
akan

diberlakukannya program tax amnesty di Indonesia.


Mengetahui apa saja yang harus diperhatikan pemerintah dalam

timbul

dari

pelaksanaan program tax amnesty di Indonesia.

1.4

Manfaat Penulisan
Program pengampunan pajak (tax amnesty) yang akan dilaksanakan

kembali di tahun 2015 setelah sebelumnya pernah dilaksanakan dua kali


yaitu di tahun 1984 dan 2008 merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh
pemerintah, karena kebijakan ini menyangkut penerimaan negara yang
paling besar yaitu sektor perpajakan. Berbagai komentar dari berbagai
pihak yang pro maupun kontra terus berdatangan karena menyangkut
perekonomian Indonesia di sektor pajak, karena itu masalah yang akan
dibahas di makalah ini diharapkan berguna bagi pembaca maupun
instansi

terkait.

Penulis

juga

mengarapkan

pembaca

memperoleh

informasi yang cukup mengenai masalah yang akan dibahas. Manfaat


lainnya adalah agar masyarakat tahu apakah keuntungan dan kekurangan
dari kebijakan pemberlakuan pengampunan pajak (tax amnesty) di
Indonesia yang akan dilaksanakan tahun 2015 ini. Semoga manfaat
penulisan makalah ini dapat dirasakan oleh semua pihak.
1.5

Sumber Data

Data-data dalam makalah ini adalah data sekunder yang diperoleh


dari berbagai macam sumber. Sumber dalam data tersebut adalah dari
buku, jurnal, dan internet. Penulis membaca dari buku-buku, jurnal, dan
dari Internet untuk mengumpulkan semua informasi yang berkaitan
dengan masalah yang terdapat dalam makalah ini yang bertujuan sebagai
referensi dalam pembuatan makalah.
1.6

Metode dan Teknik


Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode dan

teknik observasi, yaitu penulis membaca buku-buku di Perpustakaan


Umum Provinsi DKI Jakarta dan menganalisa data-data tersebut untuk
mengumpulkan informasi megenai hal yang terdapat dalam makalah ini.
Selain dari buku, penulis juga memanfaatkan teknologi yaitu mencari
informasi dengan menggunakan internet.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teori

Untuk menganalisis berbagai kasus yang terdapat di makalah ini


sangat

diperlukan

materi

pendukung

terutama

mengenai

apa

itu

Pengampunan Pajak (tax amnesty) dan pengaruhnya terhadap tingkat


kepatuhan wajib pajak badan di Indonesia.
2.1.1

Teori Perpajakan Menurut Undang-Undang


Menurut UU KUP No. 28/2007, Pajak adalah kontribusi wajib kepada

negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa

berdasarkan

undang-undang,

dengan

tidak

mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi


sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berikut adalah beberapa teori
yang berhubungan dengan makalah ini, yaitu mengenai pengampunan
pajak (tax amnesty) serta pengaruhnya terhadap tingkat kepatuhan wajib
pajak badan di Indonesia:
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang
terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
Surat Pemberitahuan Masa PPN dan PPnBM merupakan laporan
bulanan yang harus disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak meskipun
Nihil, mengenai penghitungan Pajak Masukan yang berasal dari pembelian
Barang Kena Pajak atau penerimaan Jasa Kena Pajak; Pajak Keluaran yang
berasal dari penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; dan
penyetoran pajak atau kompensasi
Hak WP adalah hak mendapatkan informasi, didampingi, dan
didengar keluhannya. WP berhak naik banding, berhak membayar pajak
tidak lebih dari yang seharusnya, dan berhak mendapatkan kepastian
hukum.
Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23A ditentukan bahwa
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara
diatur dengan undang-undang.

Dengan peraturan perpajakan yang berlaku saat ini, tata cara


pemungutan pajak di Indoneia dilaksanakan dengan menerapkan sistem
self-assesment. Wajib pajak menentukan sendiri besarnya pajak yang
harus

dibayarnya

kepada

negara.

Undang-Undang

memberikan

kepercayaan dan hak serta kewenangan besar kepada Wajib Pajak untuk
memenuhi kewajiban-kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak menentukan
sendiri jumlah pajak yang harus ia bayar ke Kas Negara.
Hak Wajib Pajak, ialah:
o Menerima tanda bukti Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan
(Psl 6/1)
o Mengajukan permohonan penundaan dan pengangsuran
pembayaran pajak (Pasal 3/4)
o Pembetulan sendiri SPT (Psl 8/1)
o Mengajukan permohonan penundaan dan pengangsuran
pembayaran pajak (Psl 9/4)
o Mengajukan

permohonan

pengembalian

kelebihan

pembayaran pajak (Psl 11/1) dan kepastian keputusan atas


permohonan tersebut (Psl 11/2, 17B/1)
o Memperoleh imbalan bunga apabila pengembalian lewat
waktu (Psl 11/3)
o Mengajukan
kesalahan

permohonan
hitung,

atau

pembetulan
kekeliruan

kesalahan
dalam

tulis,

penerapan

peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat


dalam surat ketetapan pajak (Psl 16)
o Memperoleh Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak (SKPPKP) (Psl 17C/1)
o Mengajukan gugatan atas penagihan keputusan pembetulan
dan peninjauan kembali (Psl 23/2)

o Meminta keterangan tertulis dari Direktorat Jenderal (Dirjen)


Pajak

tentang

dasar

pengenaan

pemungutan

atau

pemotongan pajak (Psl 25/5)


o Mengajukan permohonan keberatan (Psl 25/1) dan kepastian
terbitnya Surat Keputusan Keberatan (Psl 26/5)
o Memperoleh tanda penerimaan surat keberatan (Psl 25/5)
o Menyampaikan alasan keberatan tambahan atau penjelasan
tertulis (Psl 26/2)
o Mengajukan permohonan banding atas Surat Keputusan
Keberatan (Psl 27/1)
o Memperoleh imbalan bunga dari putusan keberatan dan
banding yang menyebabkan lebih bayar (Psl 27A/1)
o Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan
atau menyelenggarakan atau pencatatan (Psl 28/2; 28/10)
o Menyelenggarakan pembukuan dengan bahasa asing (Psl
28/5)
o Mengubah metode pembukuan (Psl 28/6)
o Menggunakan bahasa asing tertentu dan mata uang selain
tupiah dalam pembukuan (Psl 28/8)
o Melihat Surat Perintah Pemeriksaan (Psl 29/2)
o Menunjuk kuasa khusus (Psl 32/3)
o Kerahasiaan atas informasi yang disampaikan ke pejabat
yang menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan (Psl 34/1)
Kewajiban Wajib Pajak

o Melaksanakan pendaftaran diri/melaporkan usahanya untuk


memperoleh

Nomor

Pokok

Wajib

Pajak

(NPWP)/Nomor

Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagai tana/identitas diri


Wajib Pajak (Psl 2/1; 2/2)
o Mengambil sendiri formulir SPT dan formulir perpajakan
lainnya ditempat yang telah ditentukan oleh Dirjen Pajak (Psl
3/2)
o Mengisi dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatangani
sendiri serta menyampaikan SPT (Psl 4/1; 3/7; 3/1)
o Memberikan surat kuasa khusus pada kuasanya (Psl 4/3)
o Membayar/menyetor pajak yang terutang di kas Negara atau
tempat lain yang ditunjuk Menteri Keuangan (Psl 10/1; Psl 12)
o Melengkapi surat keberatan (Psl 25/2) dan menyampaikan
pada waktunya (Psl 25/3)
o Membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak (Psl 26/3)
o Melengkapi surat banding dan menyampaikan pada waktunya
(Psl 27/3)
o Menyimpan pembukuan selama 10 tahun (Psdl 28/6)
o Memperlihatkan
kepada

petugas

pembukuan.
pemeriksa

Memberikan
untuk

kesempatan

memasuki

ruangan,

memberikan keterangan yang diperlukan kepada petugas


pemeriksa pajak (Psl 29/3; 29/4)
o Tanggung renteng pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
(Psl 33)
2.1.2 Fungsi Pajak

Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian


pajak dari berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak menurut
Waluyo (2011:6) yaitu sebagai berikut:
1. Fungsi Penerimaan (Budgeter), pajak berfungsi sebagai sumber
dana

yang

diperuntukkan

bagi

pembiayaan

pengeluaran-

pengeluaran pemerintah. sebagai contoh: dimasukkannya pajak


dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
2. Fungsi Mengatur (Regular)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.

2.1.3

Pengampunan Pajak
Baer dan LeBorgne, sebagaimana dikutip oleh Mikesell dan Ross,

mendefinisikan tax amnesty sebagai

penawaran terbatas-waktu oleh

pemerintah untuk kelompok tertentu wajib pajak untuk membayar jumlah


yang ditetapkan, dalam pertukaran untuk pengampunan kewajiban pajak
(termasuk bunga dan denda), berkaitan dengan masa pajak sebelumnya,
serta kebebasan tuntutan hukum.
Sementara, Jacques Malherbe mengartikan tax amnesty sebagai
kemungkinan membayar pajak dalam pertukaran untuk pengampunan
dari jumlah kewajiban pajak (termasuk bunga dan denda), pengabaian
penuntutan pidana pajak, dan keterbatasan untuk mengaudit penentuan
pajak untuk jangka waktu tertentu.

2.1.4

Karakteristik Pengampunan Pajak


Definisi tax

amnesty sebagaimana

telah

disebutkan

di

atas

memberikan gambaran tentang karakteristik dari suatu program tax


amnesty, yaitu:

1. Durasi
Secara umum, program tax amnesty berlangsung dalam suatu
kurun waktu tertentu, dan umumnya berjalan selama 2 bulan hingga 1
tahun. Untuk mendukung berhasilnya program tax amnesty, hal yang
perlu ditekankan adalah luasnya publisitas dan promosi program tax
amnesty serta tersampaikannya pesan bahwa wajib pajak hanya memiliki
kesempatan sekali ini saja untuk memperoleh pengampunan atas pajak
yang terutang, bunga, dan/atau sanksi administrasi.
Menurut Benno Torgler dan Christoph A. Schaltegger, pengampunan
pajak sebaiknya diberikan hanya sekali saja dalam suatu generasi (once
per

generation).

Pengampunan

pajak

yang

diberikan

berkali-kali

menyebabkan wajib pajak akan selalu menunggu program pengampunan


pajak berikutnya dan ini akan mendorong wajib pajak untuk tidak
menjalankan kewajiban pajaknya dengan benar. Oleh karena itu, apabila
pemerintah akan memberikan tax amnesty maka tidak boleh ada isu
tentang program pengampunan pajak jilid berikutnya.
2. Kelompok wajib pajak
Secara
kewajiban

umum,

setiap

perpajakannya

wajib

pajak

diperbolehkan

yang
untuk

belum

menunaikan

berpartisipasi

dalam

program tax amnesty. Artinya, program tax amnesty ini ditujukan kepada
wajib pajak yang telah berada dalam sistem administrasi perpajakan dan
wajib pajak yang belum masuk dalam sistem administrasi perpajakan.
Perlakuan yang berbeda dimungkinkan ketika wajib pajak yang
hendak berpartisipasi dalam program tax amnesty telah diperiksa atau
sedang dalam proses pemeriksaan. Dalam hal ini, wajib pajak yang telah
diperiksa

atau

sedang

dalam

proses

pemeriksaan

tersebut

tidak

diperbolehkan berpartisipasi dalam program tax amnesty karena jumlah


tunggakan pajaknya telah diketahui oleh otoritas pajak. Wajib pajak juga
dapat diberikan pengampunan jika ketentuan peraturan perundangundangan menyatakan wajib pajak yang mengungkapkan kewajiban

perpajakan atau harta kekayaannya secara sukarela berhak mendapatkan


penurunan atau penghapusan sanksi administrasi.
3. Jenis pajak dan jumlah pajak atau sanksi administrasi yang diberikan
ampunan
Ketentuan tentang tax amnesty harus menspesifikasi pajak apa saja
yang diberikan ampunan. Pada umumnya, pajak yang diberikan ampunan
hanya bersumber dari satu jenis pajak atau satu kategori subjek pajak
saja, misalnya tax amnesty hanya diberikan pada pajak penghasilan orang
pribadi saja tidak termasuk pajak penghasilan badan, atau program tax
amnesty hanya dikhususkan kepada pajak bumi dan bangunan saja.
Perkembangan
program tax

terkini

amnesty juga

di

beberapa

diberikan

secara

negara
spesifik

menunjukkan
kepada

harta

kekayaan yang ditempatkan di luar negeri yang belum dilaporkan oleh


wajib pajak. termasuk harta kekayaan yang direpatriasi ke dalam negeri.
Program tax amnesty yang diberikan secara khusus ini umumnya disertai
dengan pembebasan atau pengurangan pajak atas penghasilan yang
belum dilaporkan yang bersumber dari harta kekayaan di luar negeri
tersebut.
Selain itu, jumlah pajak yang belum dibayar dan sanksi administrasi
yang diberikan ampunan harus ditentukan dalam ketentuan tax amnesty.
Pada umumnya, jumlah yang diberikan ampunan dapat berupa:

Seluruh atau sebagian dari jumlah pajak yang terutang;

Seluruh atau sebagian dari jumlah sanksi administrasi;

Pembebasan dari sanksi pidana;

Pemberian fasilitas angsuran.

Secara umum, tax amnesty mensyaratkan wajib pajak untuk tetap


membayar seluruh pajak yang terutang. Walau demikian, perhitungan
pajak yang terutang tersebut dapat saja didasarkan pada ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku pada saat


program tax amnesty dilaksanakan. Sementara pemberian ampunan atas
sanksi administrasi dan pembebasan dari sanksi pidana merupakan hal
yang umum diberikan di banyak program tax amnesty.
2.1.5

Pemerintah
Menurut PP 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,

Pemerintah

adalah

Presiden

kekuasaan

pemerintahan

Republik

Negara

Indonesia

Kesatuan

yang

Republik

memegang
Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia


Tahun 1945.
Dikutip dari Indra Bastian (2007: 75) fungsi pemerintahan yaitu (1)
untuk memelihara keamanan dalam negeri dan pertahanan; (2) untuk
menyelenggarakan peradilan; (3) untuk menyediakan barang-barang yang
tidak disediakan oleh pihak swasta seperti halnya dengan jalan, dan
sebagainya.

2.1.6 Kurva Laffer


Laffer menjelaskan adanya hubungan antara tarif pajak (tax rates)
dengan penerimaan negara dari pajak (tax revenue). Hubungan ini dapat
dijelaskan dengan sebuah kurva yang kemudian dikenal lebih lanjut
dengan istilah Laffer Curve. Laffer (2004: 1).

Sumber gambar: www.laffercenter.com

Secara sederhana perolehan penerimaan pajak akan besar bila


diterapkan tarif yang tinggi. Demikian pula apabila diterapkan tarif
rendah, maka akan diperoleh penerimaan pajak yang kecil, tetapi
demikian disimpulkan bahwa dalam penerapannya banyak bergantung
pada basis pajak (tax base) yang dihadapi. Penerapan tarif tinggi akan
digunakan dalam hal basis pajak yang tinggi. Berdasarkan teori Laffer
tersebut, kondisi ini menyebabkan perolehan pajak yang relatif lebih
rendah.

BAB III
METODOLOGI RISET

3.1

Metode Penelitian
Metode berasal dari kata methodos dalam bahasa latin yang terdiri

dari kata meta dan hodos. Meta berarti menuju, melalui, mengikuti,
sesudah, sedangkan hodos berarti jalan, cara, arah. Dalam pengertian
yang lebih luas metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk
memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan
rangkaian sebab akibat berikutnya.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian

deskriptif,

kemungkinan

untuk

yaitu

metode

memecahkan

yang

membicarakan

masalah

aktual

beberapa

dengan

jalan

mengumpulkan data, menyusun atau mengklarifikasi, menganalisis, dan


menginterprestasikannya.
Alasan penulis menggunakan metode ini adalah karena pada
dasarnya penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Selain itu, metode
ini dianggap cukup tepat bagi penulis untuk melakukan pendekatan
terhadap masalah yang akan diteliti.

3.2

Objek Penelitian dan Sumber Data


Objek dalam penelitian ini adalah pengaruh tax amnesty terhadap

tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan di Indonesia. Adapun data yang


diperoleh bersumber dari buku, kitab undang-undang, koran, jurnal ilmiah,

dan artikel baik dalam bentuk jurnal maupun internet. Data tersebut
berupa makna kata, kerangka pikiran yang selanjutnya penulis analisa
untuk ditulis ke dalam penelitian ini.

3.3

Teknik Pengumpulan Data


Penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan studi

kepustakaan

merupakan

suatu

teknik

pengumpulan

data

dengan

menghimpun dan menganalisa dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,


gambar, maupun elektronik.

3.4

Tahapan Penelitian
Untuk meneliti masalah yang ada, penulis membutuhkan tahap-

tahap yang menjadikan penelitian ini menjadi lebih baik. Adapun


tahapannya meliputi tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan, dan
tahapan pengolahan data.

3.4.1 Tahap persiapan


Pada tahap ini penulis mengumpulkan dan mempelajari buku-buku
literatur yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti,
mekakukan pencarian data melalui media internet, mengumpulkan teoriteori yang menunjang penelitian.

3.4.2 Tahap pelaksanaan


Pada tahap ini, data yang telah dikumpulkan dijadikan penulis
sebagai data mentah. Kemudian penulis melakukan studi media elektronik
(internet dan televisi) untuk menguji keakuratan data mentah. Setelah
tahapan pengujian selesai, hasilnya dijadikan data utama.

3.4.3 Tahap pengolahan data


Pada tahap ini, penulis menyusun dan mengolah data utama
kemudian

mengklasifikasikannya

berdasarkan

makna

dan

penggunaannya. Setelah itu data dianalisis lebih lanjut dengan cara


dibaca, dimengerti, dan diinterprestasikan ke dalam tulisan di penelitian
ini.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1

Tujuan Pemerintah Dalam Memberlakukan Kebijakan Tax

amnesty di Indonesia
Indonesia memiliki berbagai permasalahan perpajakan antara lain
penyelundupan pajak, rendahnya penerimaan pajak, dan rendahnya
kepatuhan pajak. Dengan demikian pemerintah mulai membuat suatu
program atau kebijkan dengan melihat kondisi tersebut. Permasalahan
tersebut dapat diatasi dengan berbagai kebijakan, salah satunya dengan
pengampunan pajak (tax amnesty). Tax amnesty merupakan usaha
pemerintah untuk menambah sumber penerimaan pajak yang selama ini
belum

atau

kurang

dibayar,

disamping

meningkatkan

kepatuhan

membayar pajak karena semakin efektifnya pengawasan, semakin


akuratnya informasi mengenai daftar kekayaan wajib pajak. Tax amnesty
dipercaya membuat patuh para wajib pajak untuk membayar pajaknya.
Selain itu, tax amnesty juga dipercaya menjadi sistem alat deteksi untuk
mengetahui wajib pajak mana yang tidaj patuh dalam membayar pajak.

Tax amnesty dimaksudkan untuk menghapuskan sanksi pidana. Tax


amnesty juga dapat diberikan kepada pelaporan sukarela data kekayaan
wajib pajak yang tidak dilaporkan di masa sebelumnya tanpa harus
membayar pajak yang mungkin belum dibayar sebelumnya. Dalam
menetapkan perlu tidaknya tax amnesty, perlu dipertimbangkan apa yang
menjadi

justifikasi

dari tax

amnesty dan

hingga

batas

mana tax

amnesty dapat dijustifikasi.


Meningkatkan kepatuhan perpajakan Wajib Pajak merupakan tujuan
pertama reformasi administrasi perpajakan jangka menengah. Ada tiga
strategi yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan ini, yaitu,
pertama, dengan membuat program dan kegiatan yang diharapkan dapat
menyadarkan dan meningkatkan kepatuhan sukarela khususnya Wajib
Pajak yang selama ini belum patuh. Kedua, meningkatkan pelayanan
terhadap Wajib Pajak yang relatif sudah patuh sehingga tingkat kepatuhan
dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Ketiga, untuk meningkatkan
kepatuhan perpajakan adalah dengan memerangi ketidakpatuhan dengan
berbagai program dan kegiatan yang diharapkan dapat menangkal
ketidakpatuhan perpajakan. Tujuan pemerintah dalam memberlakukan
kebijakan tax amnesty adalah meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka
pendek.

Permasalahan penerimaan pajak yang stagnan atau cenderung


menurun seringkali menjadi alasan pembenar diberikannya tax amnesty.
Hal ini berdampak pada keinginan pemerintah yang berkuasa untuk
memberikan tax amnesty dengan harapan pajak yang dibayar oleh wajib
pajak selama program tax amnesty akan meningkatkan penerimaan
pajak. Meski demikian, peningkatan penerimaan pajak dari program tax
amnesty ini

mungkin

saja

hanya

terjadi

selama

program tax

amnesty dilaksanakan mengingat wajib pajak bisa saja kembali kepada


perilaku ketidapatuhannya setelah program tax amnesty berakhir. Dalam
jangka

panjang,

pemberian tax

amnesty tidak

memberikan

banyak

pengaruh yang permanen terhadap penerimaan pajak jika tidak dilengkapi

dengan program peningkatan kepatuhan dan pengawasan kewajiban


perpajakan.

Meningkatkan kepatuhan pajak di masa yang akan datang


Permasalahan

penyebab

kepatuhan

pemberian tax

pajak

merupakan

amnesty.

Para

salah

satu

pendukung tax

amnesty umumnya berpendapat bahwa kepatuhan sukarela akan


meningkat setelah program tax amnestydilakukan. Hal ini didasari
pada harapan bahwa setelah program tax amnesty dilakukan wajib
pajak

yang

sebelumnya

belum

menjadi

bagian

dari

sistem

administrasi perpajakan akan masuk menjadi bagian dari sistem


administrasi perpajakan. Dengan menjadi bagian dari sistem
administrasi perpajakan, maka wajib pajak tersebut tidak akan bisa
mengelak dan menghindar dari kewajiban perpajakannya.

Mendorong repatriasi modal atau aset


Kejujuran dalam pelaporan sukarela atas data harta kekayaan

setelah

program tax

amnesty

merupakan

salah

satu

tujuan

pemberian tax amnesty. Dalam konteks pelaporan data harta


kekayaan tersebut, pemberian tax amnesty juga bertujuan untuk
mengembalikan modal yang parkir di luar negeri tanpa perlu
membayar pajak atas modal yang di parkir di luar negeri tersebut.
Pemberian tax amnesty atas pengembalian modal yang di parkir di
luar negeri ke bank di dalam negeri dipandang perlu karenaakan
memudahkan otoritas pajak dalam meminta informasi tentang data
kekayaan wajib pajak kepada bank di dalam negeri.

Transisi ke sistem perpajakan yang baru


Taxamnesty dapat dijustifikasi ketika tax amnesty digunakan

sebagai alat transisi menuju sistem perpajakan yang baru. Dalam


konteks

ini, tax

amnesty menjadi

instrumen

dalam

rangka

memfasilitasi reformasi perpajakan dan sebagai kompensasi atas

penerimaan pajak yang berpotensi hilang dari transisi ke sistem


perpajakan yang baru tersebut.
4.2

Pengaruh

Program

Tax

amnesty

Terhadap

Tingkat

Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Indonesia


Upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan pengampunan
terhadap Wajib Pajak atau Pembayar Pajak masih diwarnai dengan pro dan
kontra dari berbagai pihak. Program tax amnesty pernah dilaksanakan
dua kali yaitu di tahun 1984 dan 2008. Pelaksanaan tax amnesty di tahun
1984

merupakan

kegagalan

bagi

program

tersebut

karena

pelaksanaannya tidak efektif, respon Wajib Pajak saat itu sangat kurang
dan tidak diikuti dengan reformasi sistem administrasi perpajakan secara
menyeluruh. Sedangkan, di tahun 2008, beberapa perubahan sempat
tampak dengan bertambahnya 5,6 juta wajib pajak baru, namun setelah
itu tingkat kepatuhan wajib pajak stagnan, realisasi penerimaan pajak
turun, begitu pula tax ratio yang tidak naik signifikan.

Kepatuhan wajib pajak di Indonesia setiap tahun mengalami


peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah WP. Pertambahan
jumlah

WP

tidak

penerimaan

pajak.

berbanding
Namun,

lurus

dengan

peningkatan

peningkatan

realisasi

kepatuhan

jumlah
pajak

memberikan dampak positif terhadap target yang telah ditetapkan. Dilain


sisi, tingkat kepatuhan pembayaran pajak orang kaya sampai saat ini
belum maksimal atau masih rendah. Itu sebabnya, upaya-upaya untuk
menarik wajib pajak orang kaya terus dilakukan termasuk upaya Ditjen
Pajak membuat kantor pelayanan khusus bagi WP kaya atau High NetWorth Individual (HNWI). Kantor Pelayanan Pajak (KPP) WP BOP adalah
salah satu kantor pelayanan yang berfungsi menjaring WP orang kaya

terutama yang berada Jakarta. KPP WP BOP akan melayani sekitar 1.200
orang kaya dengan kekayaan di atas Rp 100 miliar.
Dalam ilmu behavioral economics, faktor-faktor seperti keadilan,
rasa memiliki (keterikatan), dan keyakinan bahwa pajak yang diterima
oleh pemerintah akan digunakan dengan benar juga berkontribusi dalam
meningkatkan kepatuhan pajak. Jika pemerintah membuat sistem pajak
lebih adil, meningkatkan rasa memiliki pembayar pajak (membangun
identitas dengan komunitas yang lebih besar), dan menunjukkan bahwa
uang pajak akan digunakan untuk hal-hal produktif; kepatuhan pajak akan
meningkat tanpa melakukan insentif ekonomi. Dengan demikian, upaya
meningkatkan insentif non-ekonomi bahkan mengurangi ukuran hukuman
dapat meningkatkan kadar kepatuhan pajak.
Salah satu target kepatuhan yang perlu dilakukan juga adalah
menjaring pajak yang berasal dari kekayaan yang berada di luar negeri.
Salah satu upayanya adalah membangkitkan kesadaran WP dan calon
atau mantan WP melalui pengampunan pajak (tax amnesty). Rasio
kepatuhan

wajib

pajak

di

Indonesia

masih

tergolong

rendah

jika

dibandingkan dengan rasio di negara-negara maju. Banyak faktor yang


menyebabkan rendahnya rasio tersebut, diantaranya: rendahnya tingkat
kesadaran masyarakat dalam melaksanakan kewajiban penyetoran dan
pelaporan pajak, minimnya jumlah fiskus atau pemeriksa pajak, dan
sebagainya.
Hasil dari reformasi administrasi perpajakan adalah peningkatan
jumlah wajib pajak secara signifikan. Sunset Policy, program tax amnesty
atas penghapusan sanksi administrasi, yang diberlakukan pada tahun
2008 turut berkontribusi dalam peningkatan jumlah wajib pajak. Pada saat
program Sunset Policy diberlakukan di tahun 2008, terdapat peningkatan
jumlah

wajib

pajak

sebanyak

5.365.128.

Sementara

tambahan

penerimaan pajak dari program tersebut sebanyak Rp 7,46 triliun. Namun


demikian, pada tahun 2009, jumlah wajib pajak yang tidak menyampaikan
Surat Pemberitahuan Tahunan mencapai 47,39% dari total wajib pajak

sebanyak 15.469.590. Hal ini menunjukkan rendahnya tingkat kepatuhan


dan kemungkinan wajib pajak kembali ke perilaku ketidakpatuhan.
Pada umumnya, sebagian besar ahli perpajakan berpendapat
bahwa tax amnesty merupakan cara yang mujarab untuk meningkatkan
kepatuhan pajak. Walau demikian, ada juga kekhawatiran bahwa tax
amnesty dapat melemahkan kepatuhan pajak, terutama jika orang
berharap

bahwa tax

amnesty mungkin

akan

datang

lagi

di

masa

depan. Untuk alasan ini, banyak ahli tidak menyarankan pelaksanaan tax
amnesty secara berulang dalam waktu yang sangat berdekatan. Selain
itu, kepatuhan pajak juga dapat meningkat selama beberapa prasyarat
terpenuhi,

seperti:

adanya

sanksi

yang

tegas

dan

sistem

untuk

mendeteksi penggelapan pajak. Prasyarat tersebut berangkat dari model


penggelapan pajak yang dibangun oleh Michael G. Allingham dan Agnar
Sandmo

(dikenal

dengan

nama

A-S

Model).

Pendekatan

ekonomi

tradisional tersebut dalam konteks kepatuhan pajak mengasumsikan


bahwa wajib pajak membayar pajak berdasarkan karena adanya sanksi
dan

kemungkinan

akan

terdeteksi

apabila

mencoba

melakukan

penyelundupan pajak.

4.3

Permasalahan

Yang

Akan

Timbul

Dari

Diberlakukannya

Program Tax amnesty di Indonesia


Pengampunan pajak di Indonesia yang akan dilaksanakan pada
tahun 2015 sudah membuat banyak opini muncul dari berbagai kalangan.
Pro dan kontra atas kebijakan ini pun bermunculan. Seperti kebijakan lain
yang dikeluarkan pemerintah, pasti akan muncul permasalahan yang
timbul dari diberlakukannya program pengampunan pajak di Indonesia.
Sebagaimana diketahui bersama, bahwa masyarakat Indonesia
pada

umumnya

selalu

mengharapkan

aji

mumpung.

Terhadap

pengampunan pajak ini, pasti pengemplang pajak akan memanfaatkan aji


mumpung ini guna menghindari kewajiban pajaknya selama ini sebelum
diberikan pengampunan pajak.

Pemberian pengampunan pajak bagi Wajib Pajak Badan yang


melakukan tindakan ilegal juga dikhawatirkan akan menimbulkan masalah
dengan

rasa

keadilan

diberlakukannya

antar

program

tax

Wajib

Pajak.

amnesty,

Pada

tahun

Direktorat

2008

Jenderal

saat
Pajak

memberikan pengampunan kepada Wajib Pajak Badan yang besar dan


melakukan tindakan ilegal. Hal ini kerap menjatuhkan rasa keadilan bagi
Wajib Pajak Badan yang patuh terhadap regulasi pemerintah karena di
dalam pemilihan Wajib Pajak Badan yang dipilih untuk mengikuti program
ini tidak jelas darimana kriterianya dan dikhawatirkan akan menimbulkan
praktik

KKN.

administrasi

Meningkatkan
perpajakan,

kepercayaan

strategi

yang

masyarakat

dipakai

adalah

terhadap
dengan

meningkatkan citra Direktorat Jenderal Pajak. Strategi tersebut dilakukan


dengan program merevisi UU KUP, dan program penerapan Good
Corporate Governance. Peranan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah
memberikan pelayanan yang baik dalam pemenuhan hak dan kewajiban
perpajakan Wajib Pajak. DJP juga mempunyai hak dalam melaksanakan
tugas bersifat memaksa berdasarkan undang-undang
Keberhasilan program tax amnesty bergantung pada dua hal.
Pertama, seberapa cepat dan meyakinkannya otoritas pajak dalam
menjalankan program tersebut. Dengan kata lain, program tax amnesty
akan efektif apabila dilakukan secara mendadak dan tidak dapat
diantisipasi oleh wajib pajak. Kedua, kredibilitas dan reputasi administrasi
perpajakan atas aspek penegakan hukum pajak. Untuk mencapai tujuan
jangka pajnjang, ada beberapa kondisi yang perlu dipenuhi seperti
teknologi

yang

lebih

modern

(termasuk

peningkatan

penggunaan

teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kemampuan


petugas pajak untuk melakukan pemeriksaan pajak), kepemimpinan
politik, serta kebijakan dan peraturan pemerintah. Demikian pemikiran
yang dapat saya tuangkan dalam artikel ini dan semoga kepada para
pembaca sebagai wajib pajak dapat melaksanakan seluruh kewajiban
perpajaknnya sehingga mendapatkan hak perpajakan yang layak pula.

Ada

beberapa

langkah yang

ditempuh

pemerintah

Indonesia

khususnya Direktorat Jenderal Pajak guna meningkatkan penerimaan


negara dari sektor pajak, antara lain melaksanakan program Sensus Pajak
Nasional.

Selain

itu

melakukan

penyempurnaan

peraturan

untuk

menangani tindakan penghindaran pajak (tax avoidance), tindakan


penggelapan pajak melalui transfer pricing, dan pengenaan pajak final.
Langkah lainnya adalah pembenahan internal aparatur dan sistem
perpajakan. Demikian juga akan dilakukan kenaikan tarif cukai tembakau
mulai tahun 2012 yang rata-rata sebesar 12,2 persen. Upaya berikutnya
adalah akan dilakukan peningkatan akurasi penelitian nilai pabean dan
klasifikasi barang impor serta peningkatan efektivitas pemeriksaan fisik
barang. Termasuk penyempurnaan implementasi Indonesia National
Single Windows (INSW) serta pengembangan otomatisasi pelayanan di
bidang kepabeanan dan cukai. Selain itu salah satu bentuk upaya atau
inovasi lain dalam sistem perpajakan yang berguna meningkatkan
penerimaan pajak tanpa menambah beban baik jenis pajak baru maupun
persentase pajak yang sudah ada kepada masyarakat, dunia usaha dan
para pekerja adalah melalui program tax amnesty. Salah satu tujuan
pengampunan pajak ini diharapkan dapat mengurangi citra negatif pada
aparat perpajakan yang selalu dipersepsikan selalu bersikap sewenangwenang dan harus selalu dihindari, berubah menjadi hubungan yang lebih
friendly. Pada dasarnya inovasi atau upaya ini dapat diterapkan di
Indonesia. Keunggulan yang diharapkan bila kebijakan tax amnesty
diimplementasikan yaitu akan dapat mendorong masuknya dana-dana
dari luar negeri yang dalam jangka panjang dapat digunakan sebagai
pendorong investasi yang pada gilirannya bermanfaat untuk menstimulasi
perekonomian nasional. Di sisi lain kelemahannya bila

diterapkan

pengampunan pajak adalah tidak serta merta menjamin peningkatan


kinerja setoran pajak ke kas negara. Hal ini bisa sebaliknya berpotensi
terjadinya penyelewengan, manipulasi dan tindakan moral hazard lainnya.
Para pengusaha yang memperoleh pemutihan pajak akan melakukan
penggelapan kewajiban pajaknya. Kecuali bila diberlakukan pengampunan
pajak bersyarat. Contohnya pengampunan pajak bersyarat, wajib pajak

harus transparan terhadap aset-aset dan penghasilan mereka. Hal ini


guna menghindari kekeliruan yang sama tahun 1984 tidak terulang
kembali yaitu minimnya akses informasi terhadap masyarakat dan
minimnya keterbukaan/transparansi serta sosialisasi kebijakan ini.

4.4

Hal

Yang

Harus

Diperhatikan

Oleh

Pemerintah

Dalam

Pelaksanaan Program Tax amnesty di Indonesia


Bila digunakan analisis SWOT, terutama dilihat dari sisi kekuatan,
kelemahan,

peluang

dan

tantangan

implementasi

penerapan

tax

amnesty, dapat dijelaskan sebagai berikut:


A. Strength (kekuatan)
1. Sumber daya yang dimiliki pada instansi aparatur pajak
saat ini sudah memadai yang dapat mendukung diberlakukannya
penerapan tax amnesty. Demikian juga infrastruktur pendukung
lainnya. Tercatat pegawai Ditjen Pajak saat ini adalah sebesar
32.000 orang, sehingga bila wajib pajak saat ini berjumlah 20 juta
orang berarti rationya adalah 1:625. Walaupun ke depan sangat
perlu untuk ditambah lagi mengingat wajib pajak setiap tahunnya
mempunyai tren meningkat.
2. Bila kebijakan perpajakan seperti tax amnesty diterapkan
maka akan menciptakan kerelaan masyarakat untuk mendaftarkan
diri menjadi Wajib Pajak dan menunaikan kewajiban perpajakannya
seperti yang dilakukan pemerintah sebelumnya dengan sunset
policy maupun pemebebasan pajak fiskal bagi warga negara
Indonesia yang hendak bepergian ke luar negeri dengan syarat
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
3. Kondisi ekonomi nasional saat ini relatif stabil dengan ratarata pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen. Hal ini dapat menjamin
pemberlakuan tax amnesty. Beberapa negara lain seperti Afrika

Selatan, Korea Selatan dan lain-lain, memberlakukan tax amnesty


pada saat ekonomi negara tersebut dalam kondisi stabil.
4. Dengan diadakannya sensus pajak tahun 2011 maka dapat
diketahui gambaran mengenai kondisi wajib pajak, potensi maupun
karakteristik wajib pajak yang dapat meberikan masukan bagi
pengambil keputusan guna menentukan ya atau tidak implementasi
tax amnesty dilakukan.
2. Weakness (Kelemahan)
o Tidak mempunyai payung hukum yang dapat menjadi
landasan hukum implementasi tax amnesty yang dapat
memberikan aturan jelas. Hal ini akan menambah keraguan
bagi wajib pajak dan calon wajib pajak. Namun apabila
implementasi tax amnesty akan diterapkan maka berarti
harus

di

buat

terlebih

dahulu

peraturan

perpajakan

(undang-undang) yang mengatur tentang hal itu. Hal in


tentu saja akan memakan waktu yang lebih lama karena
tentu saja harus mendapat persetujuan dari DPR (Dewan
Pertimbangan Rakyat).
o Pernah

dilaksanakan

implementasinya.

Pertama,

pengampunan pajak sudah dilaksanakan pada tahun 1964


melalui Penetapan Presiden RI No. 5 tahun 1964 tentang
Peraturan Pengampunan Pajak yang kemudian secara
berturut-turut diikuti Keppres No. 26 tahun 1984 tentang
Pengampunan Pajak. Keputusan Menteri Keuangan No.
345/KMK.04/1984

tentang

Pelaksanaan

Pengampunan

Pajak. Keputusan Menteri Keuangan No. 966/KMK.04/1983


tentang Faktor Penyessuaian Untuk Penghitungan Pajak
Penghasilan. Namun efektifitas pelaksanaan tax amnesty
tersebut

masih

rendah,

efektifitas

ini

terukur

rendahnya partisipasi peserta tax amnesty tersebut.

dari

o Reformasi

dan

penataan

dilakukan

baik

perbaikan

ekstensifikasi,

sistem

perpajakan

potensi,

pengembangan

sedang

intensifikasi

teknologi

dan

informasi,

perbaikan sumber daya manusia serta pengawasan. Oleh


karena itu bila tax amnesty dilakukan maka hasilnya tidak
optimal. Idealnya tax amnesty dilakukan hanya sekali.
3. Opportunity (Peluang)
o Program ini diharapkan dapat meningkatkan dana-dana
masuk ke Indonesia yang cukup banyak di simpan di luar
negeri. Di samping itu, dana-dana yang selama ini diparkir
di luar negeri dapat kembali masuk ke tanah air bila
pemerintah secepatnya menerapkan pengampunan pajak.
Potensi dana yang mengalir diperkirakan berkisar US$ 2040 miliar atau setara Rp360 triliun. (data Kadin, 2009)
Dana tersebut disimpan di sejumlah bank di Singapura dan
Australia.
o Sejumlah

negara

telah

sukses

memberlakukan

tax

amnesty, salah satu diantaranya adalah Afrika Selatan,


Korea Selatan dan India.
o Tingkat

kepercayaan

masyarakat

yang

masih

tinggi

merupakan salah satu peluang untuk mewujudkan tujuan


akhir guna mengamankan penerimaan negara dari sektor
pajak
4. Treat (Tantangan)
o Salah satu tantangan yang dihadapi Direktorat Jenderal
Pajak adalah antara lain terus dikembangkan hubungan
kerja sama internasional baik dengan institusi negaranegara lain maupun lembaga keuangan internasional
untuk dapat saling tukar menukar data dan informasi
perpajakan.

o Beberapa peristiwa penyimpangan di Ditjen Pajak seperti


Kasus Gayus berakibat pada penggiringan opini wajib pajak
untuk memboikot pembayaran pajak dengan melakukan
penghindaran pajak (tax avoidance).

o Banyaknya permasalahan yang timbul terkait pengampunan


pajak sehingga aturannyapun menjadi semakin kompleks
oleh karenanya diperlukan aturan yang jelas yang tidak
menimbulkan

persepsi

yang

berbeda

serta

berbagai

kepentingan.

o Saat ini Indonesia masih memiliki permasalahan lain terkait


peningkatan tax ratio penerimaan pajak terhadap PDB. Tax
ratio Indonesia sampai saat ini masih rendah berkisar 13
persen bila dibandingkan dengan beberapa negara tetangga,
sehingga kebijakan tax amnesty adalah salah satu upaya
alternatif guna meningkatkan minat pembayaran pajak di
kalangan masyarakat. Bila dilihat perkembangan Tax ratio
dari tahun 2005 sampai dengan 2010 adalah sebagai berikut:

Dari tabel tersebut terlihat hanya pada tahun 2008 tax ratio
Indonesia lebih tinggi dari 13 persen. Target 2011 tax ratio tercapai 12,2
persen dan tahun 2012 tercapai 12,6 persen. Dengan rendahnya tax ratio
tersebut maka diperlukan upaya-upaya pemerintah guna peningkatan tax
ratio tersebut yang antara lain berupa pemberian pengampunan pajak
dalam jangka pendek yang diharapkan dalam jangka panjang terjadi
peningkatan wajib pajak maupun penerimaan pajak.
Tingkat kepatuhan dari Wajib Pajak yang telah terdaftar pada Kantor
Pelayanan Pajak masih tergolong rendah mengingat tax ratio di Indonesia

masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga.


Untuk itu disiapkan program-program serta kegiatan-kegiatan meliputi
program memperbaiki aturan-aturan administratif dan juga langkah
pengawasan yang lebih efektif. Misalnya (1) meninjau kembali pengenaan
denda keterlambatan lapor supaya WP cenderung untuk melapor tepat
waktu; (2) meninjau kembali pengenaan bunga keterlambatan atau
kekurangan bayar supaya sesuai dengan tingkat bunga yang berlaku; (3)
meninjau kembali sanksi kenaikan atas pelanggaran ketentuan untuk
menyelaraskan sanksi sesuai dengan besarnya pelanggaran; (4) meninjau
kembali sanksi idana bagi pihak ketiga (termasuk konsultan pajak dan
kantor akuntan publik terkait); (5) meninjau kembali pengenaan sanksi
tidak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP; (6) meninjau kembali
pengenaan

sanksi

terhadap

WP

yang

tidak

menyelenggarakan

pembukuan.
Beberapa hal harus diperhatikan oleh pemerintah mengingat
kebijakan ini merupakan kebijakan yang menyangkut pendapatan utama
negara yaitu dari sektor perpajakan. Menurut UU KUP No. 28 Tahun 2007,
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Atas definisi
tersebut, sebenarnya pengertian pajak tidaklah relevan untuk diberikan
pengampunan. Hal-hal lain yang harus diperhatikan pemerintah untuk
menerapkan

kebijakan

tax

amnesty

di

Indonesia

adalah

dengan

menentukan kriteria Wajib Pajak yang akan diberikan pengampunan.


Pemerintah juga harus memperhatikan rasa keadilan yang akan
dialami oleh Wajib Pajak Badan lainnya karena secara langsung maupun
tidak langsung, masyarakat lah yang membantu pemerintah menyetorkan
ke anggaran pendapatan belanja negara. Rasa keadilan tersebut juga
berkaitan dengan moral hazard yang kerap dialami masyarakat Indonesia
yang diberi fasilitas sedemikian rupa sehingga lupa dengan kewajibannya
untuk memberi timbal balik ke negara.

Untuk kelompok Wajib Pajak yang tergolong relatif patuh disiapkan


Program

Pengembangan

Pelayanan

Prima

dan

Penyederhanaan

Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. Kedua program ini dimaksudkan untuk


mempermudah
perpajakannya
diminimalkan

Wajib
agar

Pajak

biaya

sehingga

dalam

untuk

tingkat

melaksanakan

melaksanakan
kepatuhan

kewajiban

kewajiban

Wajib

Pajak

dapat
dapat

dipertahankan, bahkan dapat ditingkatkan. Dalam kelompok ini akan


diprioritaskan pelayanan melalui account representative (AR) yang
bertugas melayani WP-WP tertentu secara khusus dan juga pelayanan
melalui

pemanfaatan

teknologi

terkini,

seperti

kemudahan

melalui

pembayaran on-line, pelaporan melalui electronic filling, serta kepastian


dalam menanggapi kebutuhan WP seperti kepastian mengenai penegasan
atau ruling.
Selain itu, pemerintah juga harus memperhatikan program ini dapat
melemahkan fiskus untuk menagih pajak. Petugas pajak (fiskus) yang baik
dalam bekerja tentunya dalam bekerja berdasarkan peraturan internal,
peraturan pegawai negeri sipil. Menjalankan sumpah jabatan dengan baik
dan benar, maka dalam menjalankan pekerjaannya diberikan target untuk
mendapatkan
kewajiban

pajak

pajak

sebesar-besarnya

kepada

negara.

yang

Dengan

memang
adanya

mempunyai
program

ini,

kemungkinan untuk selanjutnya dalam bekerja fiskus tersebut akan


menjadi melemah untuk menagih pajak.
Proses pelaksanaan dari program ini juga harus diperhatikan
mengingat program ini pernah dilaksanakan 2 kali di Indonesia dan
pernah gagal di tahun 1984. Pelaksanaan program ini harus menganalisis
apakah sistem administrasi yang berlaku sudah memudahkan Wajib Pajak
Badan untuk membayar pajak atau tidak, karena hal tersebut sangat
mempengaruhi tingkatan kepatuhan Wajib Pajak Badan di Indonesia.
Tingkat kepatuhan wajib pajak meningkat, pemberian tax amnesty harus
dibarengi dengan reformasi struktural di Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan. Bukan hanya itu, usai pemberian tax amnesty,
harus ada sanksi tegas jika wajib pajak tersebut kembali tak patuh.

Perangkat administrasi berupa aturan dan prosedur untuk penegakan


hukum,

khususnya dalam pemeriksaan dan penagihan, akan diperbaiki

dengan kegiatan berikut ini (1) mengusulkan perubahan prosedur untuk


memperoleh data perbankan supaya permintaan cukup dilakukan oleh
Dirjen Pajak dan hanya menyebutkan identitas WP; (2) menyederhanakan
prosedur program pemeriksaan WP berisiko rendah; (3) mengembangkan
administrasi pemeriksaan dengan menggunakan otomasi komputer; (4)
mempertegas ketentuan konfirmasi Faktur Pajak, Bukti Potong, dan Surat
Setoran Pajak agar konfirmasi tidak menunda penyelesaian pemeriksaan.
Tax ratio juga harus diperhatikan karena hal tersebut adalah hal
esensial. Secara sederhana perolehan penerimaan pajak akan besar bila
diterapkan tarif yang tinggi. Demikian pula apabila diterapkan tarif
rendah, maka akan diperoleh penerimaan pajak yang kecil, tetapi
demikian disimpulkan bahwa dalam penerapannya banyak bergantung
pada basis pajak (tax base) yang dihadapi. Penerapan tarif tinggi akan
digunakan dalam hal basis pajak yang tinggi. Berdasarkan teori Laffer
tersebut, kondisi ini menyebabkan perolehan pajak yang relatif lebih
rendah. Artinya, jika pemerintah menerapkan kebijakan yang mempersulit
Wajib Pajak, misalnya tarif pajak dinaikkan, akan mempengaruhi tingkat
kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam membayar pajak atau tidak.
Presiden Indonesia keenam, Susilo Bambang Yudoyono mengatakan
bahwa sasarannya adalah meningkatkan target rasio pajak. Namun
dengan diberikannya pengampunan pajak bukan mengejar Wajib Pajak
yang tidak patuh, dikhawatirkan tidak tercapainya target rasio pajak.
Selain itu, minyak bumi dan gas alam yang ada di Indonesia dari tahun ke
tahun semakin berkurang, sedangkan kewajiban negara kepada kreditor
asing dan juga kewajiban untuk menyejahterakan rakyat sangatlah
dibutuhkan. Untuk itu adanya ide untuk menggulirkan pengampunan
pajak ini harus dikaji sangat matang dan dipertimbangkan oleh semua
pihak, sehingga dengan tidak akan diberlakukannya pengampunan pajak,
maka beban negara dapat dipenuhi sedikit demi sedikit.

Otoritas pajak perlu membangun database bagi wajib pajak yang


berpartisipasi dalam program tax amnesty. Informasi wajib pajak yang
tersimpan

dalam

database

ini

akan

berpengaruh

pada

aktivitas

pengawasan di masa yang akan datang.


Selain itu, faktor lain yang perlu dipertimbangkan antara lain, tax
amnesty memerlukan publikasi yang luas di media. Sebagai contoh, India
ketika mengkampanyekan program tax amnesty nya di tahun 1997 Slogan
yang dipakai adalah 30 percent taxes, 100 percentpeace of mind yang
membawa lebih dari 350.000 wajib pajak turut serta dalam program
pengampunan pajak dengan jumlah pemasukan pajak sebesar US $ 2,5
milyar atau saat ini setara dengan Rp 22,5 triliun.
Indonesia

dapat

mempertimbangkan

untuk

melakukan tax

amnesty dalam berbagai bentuknya untuk meningkatkan kepatuhan wajib


pajak. Tax

amnesty ini

juga

dapat

dipandang

sebagai

rekonsilisasi

nasional untuk menghapus masa lalu wajib pajak yang tidakpatuh dan
perilaku otoritas pajak yang melanggar aturan.Tax amnesty akan berhasil
jika terdapat justifikasi yang kuat kenapa perlu adanya tax amnesty. Tax
amnesty harus dipublikasikan secara masif dengan pesan agar para
penggelap pajak untuk ikut karena setelah tax amnesty akan diberlakukan
sanksi yang tegas bagi mereka yang tidak patuh. Untuk itu, diperlukan
juga

reformasi

kelembagaan

DJP

secara

bersamaan

untuk

dapat

mendeteksi kecuarangan wajib pajak pasca pemberlakuan tax amnesty.


Disamping itu, untuk membangun kepatuhan sukarela untuk membayar
pajak pasca tax amnesty diharuskan adanya transparansi penggunaan
uang pajak

(anggaran)

serta

alokasinya

yang

tepat sasaran

dan

berkeadilan.
Beberapa hal penting yang menjadi acuan atau langkah langkah
implementasi program tax amnesty, antara lain :
1. Penelitian dan pengumpulan data sebelum pelaksanaan program
pengampunan pajak sangat diperlukan.
2. Optimalisasi strategi pull and push

3. Mendefinisikan dan mengkomunikasikan, maksud dan tujuan dari


program secara tepat dengan baik.
4. Mendapatkan persetujuan dan komitmen yang kuat dari seluruh
jajaran organisasi.
5.

Mendapatkan

persetujuan

dan

dukungan

yang

kuat

dari

parlemen.
6. Tidak melakukan perubahan persyaratan administrasi di tengah
jalan, misalnya perubahan bentuk dan isi formulir, setelah program
diumumkan.
7. Pastikan bahwa program amnesti memberi manfaat sekaligus
kenyamaanan bagi yang berpartisipasi, sebaliknya menimbulkan rasa
was-was yang tinggi bila tidak berpartisipasi.
8. Meminimalisasi persyaratan yang sifatnya kurang jelas.
9. Melibatkan kalangan profesional sebanyak mungkin seperti
akuntan,

pengacara,

konsultan

pajak,

dunia

perbankan,

kalangan

akademisi, pengamat, Lembaga Swadaya Masyarakat dan lain-lain.


10. Segera umumkan ke masyarakat luas jika pemerintah dan
parlemen telah memutuskan untuk melaksanakan program amnesti ini.
11. Lakukan program sosialisasi ke seluruh lapisan masyarakat luas
dengan strategi yang tepat dan terarah.
12. Seharusnya konsep amnesti pajak perlu dipikirkan secara
mendalam karena didalamnya tidak termasuk kewajiban membayar
denda atau sanksi. Yang dipersoalkan hanya harta kekayaan (assets) yang
belum dilaporkan di Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) WP baik yang
berada di dalam negeri maupun di luar negeri. Namun catatan mengenai
besarnya pajak yang belum dibayarkan atau masih kurang bayar tetap
harus di bayar oleh WP.

13.

Rencana

pemberian

pengampunan

pajak

juga

memiliki

konsekuensi akan hilangnya hukuman sandera badan (gizzeling) bagi


penunggak

pajak,

sehingga

perlu

kajian

mendalam

aspek

yuridis

berkaitan dengan wajib pajak bermasalah khususnya penunggak pajak


besar.
14. Kelemahan lain dari pengampunan pajak ini bisa menjadi
motivator bagi wajib pajak untuk tidak membayar pajak (menunda
melunasi utang pajaknya). Karena yang bersangkutan berpandangan akan
mendapat pengampunan pajak lagi.
15. Penerapan pengampunan pajak ini harus menjadi bagian dari
reformasi perpajakan dan bukan terpisah (komprehensif), yang dapat
berdampak pada kontraproduktif.
16. Diwaspadai dalam penerapan pengampunan pajak ini, adanya
kepentingan tertentu dari segelintir pengusaha besar (yang bermasalah
dengan tax voluntary rendah). Idealnya tax amnesty ini dapat berlaku
untuk semua orang tanpa diskriminasi, bukan hanya untuk segelintir
pengusaha saja.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1

Kesimpulan
Atas pembahasan yang sudah dijelaskan, penulis menyimpulkan

beberapa hal yang ada di dalam rumusan masalah, yaitu:


a. Tax amnesty dimaksudkan untuk menghapuskan sanksi pidana.
Meningkatkan kepatuhan perpajakan Wajib Pajak merupakan tujuan
pertama

reformasi

administrasi

perpajakan

jangka

menengah.

Permasalahan penerimaan pajak yang stagnan atau cenderung menurun


seringkali menjadi alasan pembenar diberikannya tax amnesty. Hal ini
berdampak pada keinginan pemerintah yang berkuasa untuk memberikan
tax amnesty dengan harapan pajak yang dibayar oleh wajib pajak selama
program tax amnesty akan meningkatkan penerimaan pajak. Tujuan
pemerintah dalam melakukan tax amnesty adalah untuk meningkatkan
kepatuhan pajak di masa yang akan datang, mendorong repatriasi modal
atau aset yang terparkir di luar negeri, transisi ke sistem perpajakan yang
baru.

b.

Peningkatan

pengawasan

kewajiban

program tax amnesty merupakan kunci dari


amnesty.

Pengawasan

kewajiban

perpajakan

suksesnya

perpajakan

setelah

setelah

program tax
program tax

amnesty dapat meningkatkan penerimaan negara melalui pemeriksaan


atas wajib pajak yang masih menggelapkan pajak setelah program tax
amnesty berakhir. Untuk itu, otoritas pajak sebaiknya menyampaikan
pesan kepada para tax evaders bahwa mereka tidak akan menerima
ketidakpatuhan tax evaders tersebut di masa yang akan datang. Selain
itu, hal ini juga dapat mengubah pendapat wajib pajak bahwa otoritas
pajak

tidak

sepenuhnya

melakukan

penegakan

hukum

pajak. Tax

evaders mungkin juga akan mengubah perilakunya di masa yang akan


datang karena besar kemungkinan perilaku mereka akan terdeteksi di
kemudian hari.
c. Pemberian pengampunan pajak bagi Wajib Pajak Badan yang
melakukan tindakan ilegal juga dikhawatirkan akan menimbulkan masalah
dengan rasa keadilan antar Wajib Pajak. Sebagaimana diketahui bersama,
bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya selalu mengharapkan aji
mumpung. Terhadap pengampunan pajak ini, pasti pengemplang pajak
akan memanfaatkan aji mumpung ini guna menghindari kewajiban
pajaknya selama ini sebelum diberikan pengampunan pajak. Hal ini kerap
menjatuhkan rasa keadilan bagi Wajib Pajak Badan yang patuh terhadap
regulasi pemerintah karena di dalam pemilihan Wajib Pajak Badan yang
dipilih untuk mengikuti program ini tidak jelas darimana kriterianya dan
dikhawatirkan akan menimbulkan praktik KKN.
d. Pemerintah harus memperhatikan rasa keadilan yang akan
dialami oleh Wajib Pajak Badan lainnya karena secara langsung maupun
tidak langsung, masyarakat lah yang membantu pemerintah menyetorkan
ke anggaran pendapatan belanja negara. Rasa keadilan tersebut juga
berkaitan dengan moral hazard yang kerap dialami masyarakat Indonesia
yang diberi fasilitas sedemikian rupa sehingga lupa dengan kewajibannya
untuk memberi timbal balik ke negara. Tax ratio juga harus diperhatikan
karena hal tersebut adalah hal esensial. Secara sederhana perolehan

penerimaan pajak akan besar bila diterapkan tarif yang tinggi. Demikian
pula apabila diterapkan tarif rendah, maka akan diperoleh penerimaan
pajak yang kecil, tetapi demikian disimpulkan bahwa dalam penerapannya
banyak bergantung pada basis pajak (tax base) yang dihadapi.

5.2

Saran
Ada beberapa saran yang dapat disampaikan terkait implementasi

tax amnesty di Indonesia, antara lain sebagai berikut :


1. Penerapan tax amnesty harus dilandasi payung hukum berupa
Undang-Undang dan kejelasan syarat dan tujuannya.
2. Pemberian kebijakan pengampunan pajak semestinya tidak hanya
menghapus hak tagih atas wajib pajak (WP) tetapi yang lebih penting lagi
adalah memperbaiki kepatuhan WP, sehingga pada jangka panjang dapat
meningkatkan penerimaan pajak.
3. Implementasi tax amnesty dapat diterapkan bila syarat-syarat
keterbukaan dan akses informasi terhadap masyarakat terpenuhi oleh
karena itu apabila tax amnesty akan diterapkan harus menggunakan tax
amnesty bersyarat.
4. Tax amnesty dapat diterapkan terutama pada bidang-bidang atau
sektorsektor industri tertentu saja yang dapat memberikan pengaruh
terhadap peningkatan tax ratio dengan syarat terpenuhinya kesiapan
sarana dan prasarana pendukung lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, A., & Megantara, A. (Eds.). (2009). Era Baru Kebijakan Fiskal. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas.
Baer, Katherine dan Eric LeBorgne. (2008). Tax Amnesties: Theory, Trend, and
Some Alternatives. Washington: International Monetary Fund.
Analisis Implementasi Pengampunan Pajak di Indonesia. (2015). Kemenkeu RI. Di
akses

dari

http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Analisis

%20Implementasi%20Tax%20Amnesty%20di%20Indonesia.pdf
(Analisis Implementasi Pengampunan Pajak di Indonesia, 2015) Bangga Jadi
Wajib Pajak. (2015, September 8). Kompas, p. 20.
Fidel. (2010). Cara Mudah & Praktis Memahami Masalah-masalah Perpajakan:
Mulai dari konsep dasar sampai aplikasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Lubis, I. (2011). Kreatif Gali Sumber Pajak tanpa Bebani Rakyat. (R. Toruan, Ed.).
Jakarta: Elex Media Komputindo.
Waluyo. (2005). Perpajakan Indonesia (10th ed.). Jakarta: Salemba Empat.
Mulyo, Agung. (2007). Teori dan Aplikasi Perpajakan Indonesia, Penerbit
Dinamika Ilmu. Jakarta.
Santoso, Brotodiharjo. (1998). Pengantar Hukum Pajak. Bandung: Refika Aditama

Tax amnesty di Indonesia. (2014). Diakses pada 2 Oktober 2015 dari


http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/3656/B
ab%202.pdf?sequence=7
Analisis Implementasi Pengampunan Pajak di Indonesia. (2015). Kemenkeu RI.
Diakses 12 September dari
http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Analisis%20Implementasi
%20Tax%20Amnesty%20di%20Indonesia.pdf
Tax amnesty di Indonesia. (2014). Diakses pada 2 Oktober 2015 dari
http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/3656/B
ab%202.pdf?sequence=7
Tax amnesty Dipercaya Bikin Patuh Wajib Pajak. (2014). Diakses pada 2
September 2015 dari
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54912bbf7ae9b/tax-amnestydipercaya-bikin-patuh-wajib-pajak
Apa

Sih

Tax

amnesty.

(2015).

Diakses

pada

September

2015

dari

http://www.kompasiana.com/renindah/apa-sih-taxamnesty_553dd97f6ea8341727f39b22
Hati-hati Tax amnesty Sudah Dua Kali Gagal. (2015). Diakses pada 2 September
2015 dari http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/03/29/090653784/hati-hatitax-amnesty-sudah-dua-kali-gagal
Tax amnesty Untuk Rekonsiliasi Nasional Bagian 1. (2015). Darussalam. Diakses
pada 2 September 2015 dari https://www.selasar.com/ekonomi/tax-amnestyuntuk-rekonsiliasi-nasional
Tax amnesty Untuk Rekonsiliasi Nasional Bagian 2. (2015). Darussalam. Diakses
pada 2 September 2015 dari https://www.selasar.com/ekonomi/tax-amnestyuntuk-rekonsiliasi-nasional-bagian-2

Anda mungkin juga menyukai