Anda di halaman 1dari 35

1

EKSTRAK ETANOL RUMPUT MUTIARA (Hedyotis


corymbosa (L.) Lam.) SEBAGAI ANTIHEPATOTOKSIK
PADA TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI PARASETAMOL

LUSIANA ALAWIYAH

PROGRAM STUDI BIOKIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

ABSTRAK
LUSIANA ALAWIYAH. Ekstrak Etanol Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa (L.)
Lam) sebagai Antihepatotoksik pada Tikus Putih yang Diinduksi Parasetamol.
Dibimbing oleh ANNA P. ROSWIEM dan EMAN KUSTAMAN.
Rumput mutiara merupakan rumput liar yang digunakan sebagai obat tradisional
dan diduga berpotensi sebagai antihepatotoksik. Penelitian ini dilakukan untuk
membuktikan potensi antihepatotoksik tanaman rumput mutiara. Tanaman rumput
mutiara diekstraksi dengan pelarut etanol 70%. Hasil ekstraksi diperoleh nilai rendemen
sebesar 30.06%. Ekstrak kasar rumput mutiara diidentifikasi dengan uji fitokimia,
mempunyai senyawa metabolit sekunder di antaranya alkaloid, flavonoid, saponin,
tanin, dan steroid.
Ekstrak kasar rumput mutiara tersebut diujikan pada hewan coba tikus putih
galur Spraque-Dawley yang menderita gangguan fungsi hati. Pemberian ekstrak etanol
rumput mutiara dosis 400 dan 800 mg/kgBB terhadap penurunan kadar SGPT dan
SGOT tidak berbeda nyata (P < 0.05) baik pada kelompok yang dihentikan pemberian
parasetamolnya pada minggu keempat maupun yang terus dipapar parasetamol. Dosis
400 mg/kgBB ekstrak etanol 70% rumput mutiara sudah mampu menurunkan kadar
SGPT dan SGOT tikus setingkat hepatitis kronis pada manusia, yaitu kadar SGPT dan
SGOT 4-5 kali dari keadaan normalnya.

ABSTRACT
LUSIANA ALAWIYAH. Ethanol Extract of Pearl Grass (Hedyotis corymbosa (L.)
Lam) as Antihepatotoxic on White Rat which is Induced by Paracetamol. Under the
direction of ANNA P. ROSWIEM and EMAN KUSTAMAN.
Pearl grass (Hedyotis corymbosa (L.) Lam) is well-recognized as traditional
medicine and predicted having antihepatotoxic potency. This research is conducted to
prove that pearl grass have antihepatotoxic effect. Pearl grass was extracted with
ethanol solution 70 % and rendemen value is 30.16%. The identification of
phytochemical test of crude extract of pearl grass, its has secondary metabolite
compound such as alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, and steroid.
Crude extract of pearl grass was induced to white rat Spraque-Dawley that have
liver disease. Ethanol extract 70 % of pearl grass with dose 400 mg/kgBW and 800
mg/kgBW can be able to decrease SGPT and SGOT level but have not any significant
differences (P < 0.05) between group which was stopped to be induced with
paracetamol in 4th week and group which was continuing to be induced with
paracetamol. The conclusion is ethanol extract 70 % of pearl grass with dose 400
mg/kgBW and 800 mg/kgBW is able to decrease SGPT and SGOT level of white rat
which have SGPT and SGOT level 4-5 times from normal condition.

EKSTRAK ETANOL RUMPUT MUTIARA (Hedyotis


corymbosa (L.) Lam.) SEBAGAI ANTIHEPATOTOKSIK
PADA TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI PARASETAMOL

LUSIANA ALAWIYAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada Program Studi Biokimia

PROGRAM STUDI BIOKIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

Judul skripsi
Nama
NIP

: Ekstrak Etanol Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lam.)


sebagai Antihepatotoksik pada Tikus Putih yang Diinduksi
Parasetamol
: Lusiana Alawiyah
: G44103007

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Anna P Roswiem, M.S.


Ketua

Ir. Eman Kustaman.


Anggota

Diketahui
.

Dr. drh. Hasim, DEA


Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Tema
yang dipilih dalam penelitian ini ialah khasiat dari tanaman rumput mutiara sebagai
antihepatotoksik, dengan judul Ekstrak Etanol Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa
(L.) Lam.) sebagai Antihepatotoksik pada Tikus Putih yang Diinduksi Parasetamol.
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei sampai Agustus 2007 di Laboratorium
Biokimia, Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Anna P Roswiem, M.S selaku
pembimbing utama, Ir. Eman Kustaman selaku pembimbing kedua. Terima kasih juga
penulis ucapkan kepada seluruh staf Laboratorium Biokimia, dan semua teman-teman
di Biokimia. Ungkapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada
keluarga besar dan suamiku yang telah memberikan dukungan moril, materil, doa dan
kasih sayangnya.
Penulis menyadari dalam penulisan usulan penelitian ini masih jauh dari
sempurna. Semoga usulan penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Semoga
karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Desember 2007


Lusiana Alawiyah

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 15 Juli 1985 sebagai anak pertama
dari dua bersaudara pasangan Ade Juandi dan Euis Herawati.
Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Sukabumi dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada
Program Studi Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melaksanakan Praktik Lapang
(PL) di PT Biofarma Persero Bandung selama periode bulan Juli sampai Agustus 2006,
dan menyusun laporan berjudul Proses Produksi Plasma Antitetanus. Selain itu, penulis
juga pernah aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, yaitu Organisasi
kemahasiswaan daerah, dan ketua departemen keilmuan serta ketua subbidang Biokimia
Industri dan Fermentasi pada Commmunity of Reasearch and Education in
Biochemistry (CREBs) periode 2005/2006.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. viii
PENDAHULUAN ...........................................................................................

TINJAUAN PUSTAKA
Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lam.) .............................
Organ Hati dan Fungsinya ..................................................................
Parasetamol ........................................................................................
SGOT dan SGPT ................................................................................

1
2
2
3

BAHAN DAN METODE


Bahan dan Alat ...................................................................................
Ekstraksi Tanaman Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lam.)
Uji Fitokimia ......................................................................................
Pembuatan Dosis Ekstrak Rumput Mutiara..........................................
Hewan Coba dan Rancangan Percobaan ............................................
Penimbangan Berat Badan dan Analisis SGPT, SGOT .......................
Analisis Data Statistik ........................................................................

4
4
4
4
5
5
5

PEMBAHASAN
Ekstraksi .............................................................................................
Uji Fitokimia ......................................................................................
Hepatotoksik Parasetamol ....................................................................
Uji Antihepatotoksik ..........................................................................
Bobot Badan .......................................................................................

5
6
6
7
8

SIMPULAN ....................................................................................................

SARAN ............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

LAMPIRAN ...................................................................................................

12

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Tanaman rumput mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lam.) ...................

Struktur parasetamol ...............................................................................

Tikus Percobaan Spraque-Dawley...........................................................

Kadar SGPT rata-rata tikus selama perlakuan.........................................

Kadar SGOT rata-rata tikus selama perlakuan ........................................

Rataan bobot badan tikus selama perlakuan ...........................................

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Tahapan penelitian ................................................................................. 12

Ekstraksi rumput mutiara ....................................................................... 13

Rendemen hasil ekstraksi rumput mutiara .............................................. 13

Dosis parasetamol dan ekstrak rumput mutiara ...................................... 14

Contoh perhitungan kadar SGPT dan SGOT .......................................... 14

Daftar bobot badan tikus selama perlakuan ............................................ 15

Kadar SGPT tikus pada masa perlakuan ................................................ 16

Kadar SGOT tikus pada masa perlakuan ................................................ 18

Hasil analisis ragam dan annova SGPT program SAS............................ 19

10 Hasil analisis ragam dan annova SGOT program SAS ........................... 22


11 Foto hasil uji fitokimia ........................................................................... 25

PENDAHULUAN
Seiring
dengan
berkembangnya
penggunaan tanaman obat dalam kesehatan
dengan semboyan back to nature,
keingintahuan masyarakat terhadap khasiat
dan manfaat tanaman obatpun semakin
berkembang. Saat ini masyarakat mulai
menyadari bahwa pemakaian bahan kimia
sering menimbulkan efek samping, sehingga
lebih memilih menggunakan bahan alami
yang berasal dari tumbuhan. Obat tradisional
dan tanaman obat banyak digunakan
masyarakat menengah ke bawah terutama
dalam upaya preventif, promotif dan
rehabilitasi.
Senyawa fitokimia sebagai senyawa
kimia yang terkandung dalam tanaman
mempunyai peranan yang sangat penting bagi
kesehatan
termasuk
fungsinya
dalam
pencegahan terhadap berbagai penyakit
degeneratif dan penyakit infeksi. Beberapa
senyawa fitokimia yang diketahui mempunyai
fungsi fisiologis adalah karotenoid, fitosterol,
saponin, glikosinolat, polifenol, inhibitor
protease, monoterpen, fitoestrogen, turunan
senyawa flavonoid, sulfida, alkaloid, dan
asam fitat.
Penyakit hati atau yang lebih dikenal
sebagai hepatitis merupakan suatu proses
peradangan pada jaringan hati. Penyebab
timbulnya kerusakan fungsi hati ini dapat
disebabkan oleh virus, bakteri, aflatoksin,
konsumsi alkohol yang berkepanjangan serta
obat-obatan. Hati merupakan organ yang
sangat penting dan memiliki aneka fungsi
dalam proses metabolisme sehingga organ ini
sering terpajan zat kimia. Zat kimia tersebut
akan mengalami detoksikasi dan inaktivasi
sehingga menjadi tidak berbahaya bagi tubuh.
Kerusakan hati karena obat dan zat kimia
dapat terjadi jika cadangan daya tahan hati
berkurang dan kemampuan regenerasi sel hati
hilang dan selanjutnya akan mengalami
kerusakan permanen sehingga dapat fatal.
Berbagai upaya pengobatan gangguan
fungsi hati secara klinis telah dilakukan,
namun cara ini membutuhkan pengeluaran
biaya yang mahal dan menyebabkan efek
samping yang merugikan. Oleh karena itu,
penelitian mulai dialihkan pada pengobatan
tradisional yang dapat dijangkau masyarakat.
Secara tradisional. Banyak jenis tumbuhan
yang
digunakan
karena
aktivitas
antihepatotoksiknya sebagai obat peradangan
hati, salah satunya adalah rumput mutiara
(Hedyotis corymbosa (L.). Masyarakat

menggunakan tanaman tersebut dengan cara


meminum air rebusannya.
Penggunaan parasetamol sebagai model
penelitian karena pemberian parasetamol
dosis berlebihan dan dalam jangka waktu
yang lama dapat menimbulkan kerusakan sel
hati secara konsisten. Hepatotoksisitas adalah
istilah yang dipakai untuk menggambarkan
kerusakan pada hati akibat penggunaan obat.
Hepatotoksik dari parasetamol pada manusia
dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal
10-15 g (200-250 mg/kgBB). Gejala pada hari
pertama keracunan akut parasetamol tidak
mencerminkan bahaya yang mengancam.
Anoreksia, mual dan muntah serta sakit perut
terjadi 24 jam pertama dan dapat berlangsung
selama seminggu atau lebih. Gangguan fungsi
hati terjadi dalam waktu 24 jam dan mencapai
puncak lebih kurang 4 hari setelah pemberian
obat tersebut (Boyer & Rouff 1977). Donatus
dan Susana (1992) menyatakan bahwa dosis
parasetamol 250 mg/kgBB telah memberikan
efek hepatotoksik yang nyata (P<0.05) pada
mencit percobaan.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji
efek pemberian ekstrak etanol rumput mutiara
sebagai antihepatotoksik terhadap penurunan
kadar SGOT dan SGPT tikus putih yang
diinduksi parasetamol dosis tinggi. Hasil
penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam
menambah informasi ilmiah mengenai
pemanfaatan
rumput
mutiara
dalam
mengobati penyakit hati. Hipotesis dari
penelitian ini adalah pemberian ekstrak etanol
70% rumput mutiara dapat menurunkan kadar
SGOT dan SGPT tikus putih yang diinduksi
parasetamol dosis hepatotoksik.

TINJAUAN PUSTAKA
Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa (L.)
Lam.)
Rumput mutiara (Hedyotis corymbosa
(L.) Lam. ) mempunyai nama sinonim, yaitu
Oldenlandia corymbosa, Linn. Rumput ini
juga mempunyai beberapa nama lokal,
diantaranya rumput siku-siku, bunga telor
belungkas (Indonesia); daun mutiara, rumput
mutiara (Jakarta), katepan, urek-urek polo
(Jawa), pengka (Makasar), Shui xian cao
(China). Rumput mutiara diklasifikasikan ke
dalam
kingdom
Plantae,
subkingdom
Tracheobionta, superdivisi Spermatophyta,
divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida,
subkelas Asterdae, ordo Rubiales, famili
Rubiaceae, genus Oldenlandia L, spesies

Oldenlandia corymbosa L. atau Hedyotis


corymbosa L. (DepKes BPPK 1999).
Rumput mutiara ini tumbuh rindang
berserak, berupa semak, batang tegak,
berbulu, agak lemah, tinggi 15-50 cm, tumbuh
subur pada tanah lembab di sisi jalan, pinggir
selokan dan cukup sinar matahari, 1 batang
bersegi dan mempunyai banyak percabangan.
Daun berhadapan bersilang, tangkai daun
pendek/hampir duduk, berbentuk lanset, dan
berwarna hijau panjang daun 2 - 5 cm, ujung
runcing, tulang daun satu di tengah dan ujung
daun mempunyai rambut yang pendek. Bunga
ke luar dari ketiak daun, bentuknya seperti
payung berwarna putih, berupa bunga
majemuk 2-5, tangkai bunga (induk) keras
seperti kawat, panjangnya 5-10 mm. Buahnya
bulat, berwarna coklat dan ujungnya pecahpecah (Anonim 2005) ditunjukan pada
Gambar 1.
Menurut Kusuma dan Zazky (2005),
bagian tanaman yang digunakan sebagai obat,
yaitu seluruh tanaman, segar atau yang
dikeringkan. Sifat kimiawi dan efek
farmakologisnya diantaranya rasa manis,
tawar, sedikit pahit, netral, lembut dan sejuk
agak dingin (Dalimarta 2006; Kusuma &
Zaky 2005). Kandungan kimia yang
terkandung dalam rumput mutiara diantaranya
hentriakontan, stigmasterol, asam ursolat,
asam oleanolat, Beta-sitosterol, sitosterol-Dglukosida, p-asam kumarat, flavonoid
glikosida,
baihuasheshecaosu
(analog
kumarin),
iridoid
glikosida,
alizarin,
krorogenin, dan ikatan antragalol (Wijaya
2004; Soenanto & Kuncoro 2005).
Rumput mutiara memiliki khasiat sebagai
antiradang
(antiinflamasi),
diuretik,
antipiretik,
antitoksin,
antikarbunkular
(menyembuhkan bisul),
memperlancar
sumbatan sperma (Kusuma & Zaky 2005 ;
trubus 2005), meningkatkan daya fagositosis
sel darah putih dan imunitas hormonal
(Dalimarta 2005). Rumput ini juga dapat
mengobati berbagai penyakit, seperti hepatitis,
radang kandung empedu, hipertensi, tonsilis,
brochitis, gondongan, pneumonia, radang usus
buntu, infeksi saluran kemih, radang panggul,
infeksi saluiran kemih, bisul dan borok
(Anonim 2005, Permadi 2006).

Gambar 1 Tanaman Rumput Mutiara


(Hedyotis Corymbosa (L.) Lam)

Organ Hati dan Fungsinya


Hati merupakan organ tempat proses
metabolisme terbesar dan terpenting dalam
tubuh. Letaknya di perut bagian kanan, di
belakang tulang iga. Sebagai organ terbesar di
antara organ dalam lain, hati berbobot sekitar
1/36 berat badan orang dewasa, atau kira-kira
1.200-1.600 gram. Normalnya, hati berukuran
selebar telapak tangan pemiliknya atau 7-10
cm. Hati memiliki beberapa fungsi penting,
yaitu pembentukan dan ekskresi cairan
empedu, fungsi metabolik, pertahanan tubuh,
dan tempat detoksifikasi berbagai macam zat
toksik.. Empedu dibentuk oleh hati. Sekitar
satu liter cairan empedu diekskresikan
(dikeluarkan) oleh hati setiap hari. Garam
empedu yang dihasilkan penting untuk
pencernaan dan penyerapan lemak dalam usus
halus. Garam ini sebagian diserap kembali
oleh usus halus dan dialirkan ke hati.
Hati terlibat dalam sintesis, penyimpanan
dan metabolisme banyak senyawa endogen
dan klirens senyawa eksogen, termasuk obat
dan toksin yang lain dari tubuh (Kenward &
Chik 2003). Sebagian besar racun memasuki
tubuh melalui sistem gastrointestinal, dan
setelah diserap racun dibawa oleh vena vorta
hati ke hati. Hati akan mengubah senyawa
racun menjadi kurang toksik dan lebih mudah
larut air (Casarett & Doulls 1989). Senyawa
racun dapat menyebabkan berbagai jenis efek
toksik pada berbagai organel dalam sel hati
sehingga dapat menyebabkan kerusakan hati,
seperti steatosis, kolestasis, nekrosis, dan
sirosis.
Steatosis (perlemakan hati) adalah hati
yang mengandung berat lipid lebih dari 5%.
Toksin dari tetrasiklin dapat menyebabkan
butiran lemak dalam suatu sel, sedangkan
etanol dapat menyebabkan butiran lemak
besar yang menggantikan inti, yang paling
umum adalah mekanisme rusaknya pelepasan
trigliserida hati ke plasma. Nekrosis adalah
kematian hepatosit dan merupakan suatu
manifestasi akut yang berbahaya tetapi tidak
terlalu kritis karena hati mempunyai kapasitas
pertumbuhan kembali (Lu 1995). Sirosis
adalah suatu kondisi di mana jaringan hati
yang sehat digantikan oleh jaringan parut.
Akibatnya, aliran darah menuju hati menjadi
terhambat, sehingga fungsi hati pun menjadi
terganggu.
Parasetamol
Parasetamol
atau
asetaminofen
merupakan kelompok obat para amino fenol
yang berfungsi sebagai analgesik dan

antipiretik. Struktur parasetamol ditunjukkan


pada Gambar 3. Parasetamol memberikan
efek yang sangat baik dan aman jika
digunakan dalam dosis pengobatan yang tepat.
Clark (1973) menyatakan bahwa penggunaan
parasetamol secara terus menerus dalam dosis
tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati
karena
terbentuknya
ikatan
antara
makromolekul sel hati dengan metabolit
intermediet
parasetamol.
Toksisitas
parasetamol akan berbeda pada setiap spesies.
Penurunan jumlah glutation jaringan hati lebih
peka terhadap hewan-hewan yang peka
terhadap keracunan parasetamol dibandingkan
pada binatang yang tidak peka walaupun
diberikan dosis parasetamol yang sama (Davis
et al. 1976).
Menurut Goodman dan Gilmans (1980),
parasetamol dimetabolisme terutama oleh
enzim
mikrosomal
hati.
Parasetamol
mengalami biotranformasi di hati dan
sebagian besar dieksekresikan setelah
berkonjugasi dengan glukuronat (60%), asam
sulfat (3%) dan sistein (3%). Jika
mengkonsumsi dalam dosis yang tinggi, maka
parasetamol ikut mengalami N-hidroksilasi
dengan secara spontan mengalami dehidratasi
membentuk
metabolit
N-asetil-pbenzoquinone yang bersifat hepatotoksik.
Masih menurut Goodman dan Gilmans,
hepatotoksis
dapat
terjadi
setelah
mengkonsumsi dosis tunggal 10-15 g (200250 mg/kg) parasetamol. Dosis di atas 250
mg/kg secara potensial sangat fatal. Indikasi
klinik terhadap manifestasi kerusakan hati
terjadi 2-6 hari setelah mengkonsumsi
parasetamol dosis toksik.
Hipotesis
mekanisme
toksisitas
parasetamol dibagi menjadi dua yaitu melalui
antaraksi kovalen dan antaraksi nirkovalen.
Antaraksi kovalen, terjadi karena pemberian
parasetamol dosis toksik akan menguras
kandungan GSH-sitosol sehingga N-asetil-pbenzokuinonimina (NAPBKI) akan berikatan
secara kovalen dengan makromolekul protein
sel hati, yang mengakibatkan terjadinya
kerusakan sel (Gillette 1981; Tirmenstein &
Nelson
1990),
sedangkan
antaraksi
nirkovalen, melibatkan pembentukan radikal
bebas N-asetil-p-semikuinonimina (NAPSKI),
pembangkitan
oksigen
reaktif,
anion
2+

superoksida serta gangguan homeostasis Ca ,


yang semuanya akan menyebabkan terjadinya
kerusakan sel hati (Chan, Han & Kan 2001).
Kematian sel terjadi bersama dengan
pecahnya membran plasma, pada nekrosis,
terjadi
pembengkakan
mitokondria,
pembengkakan sitoplasma, penghancuran

organel dan inti, dan pecahnya membran


plasma.
O
HN

CH3

OH

Gambar 2 Struktur parasetamol


SGPT dan SGOT
Jaringan hati mengandung enzim-enzim
transaminase dalam jumlah yang besar seperti
Glutamat Piruvat Transaminase (GPT) dan
Glutamat Oksaloasetat Transaminase (GOT).
Adanya kerusakan sel-sel parenkim hati atau
permeabilitas membran akan mengakibatkan
enzim GOT dan GPT, arginase, laktat
dehidrogenase (LDH) dan gamma-glutamil
transaminase (GGT) bebas keluar sel,
sehingga enzim masuk ke pembuluh darah
melebihi keadaan normal dan kadarnya dalam
darah meningkat (Girindra 1986). Indikator
yang lebih baik untuk mendeteksi kerusakan
jaringan hati adalah SGPT dan SGOT, karena
kedua enzim tersebut akan meningkat terlebih
dahulu dan peningkatannya lebih nyata bila
dibandingkan dengan enzim-enzim lainnya
(Calbreath
1982).
Kenaikan
kadar
transaminase dalam serum disebabkan oleh
selsel yang kaya akan transaminase
mengalami nekrosis atau hancur. SGPT
adalah ukuran nekrosis hepatoseluler yang
paling spesifik dan paling luas digunakan,
SGOT bekerja serupa tetapi kurang spesifik
(Sujono 2002).
Enzim GPT akan memindahkan gugus
amino pada alanin ke gugus keto dari ketoglutarat membentuk glutamat dan piruvat.
Selanjutnya piruvat diubah menjadi laktat.
Reaksi tersebut dikatalisis oleh enzim laktat
dehidrogenase (LDH) yang membutuhkan
NADH dalam reaksi yang dikatalisisnya.
Enzim GPT merupakan enzim yang spesifik
ada pada hati. Persamaan reaksi dari aktivitas
GPT dan LDH terlihat pada reaksi sebagai
berikut:
(GPT)
-ketoglutarat + L-alanin
piruvat
+ L-glutamat
piruvat + NADH +H+

(LDH)

L-laktat
+ NAD+
Enzim GOT mengkatalisis pemindahan
gugus amino pada L-aspartat ke gugus keto
dari -ketoglutarat membentuk glutamat dan
oksalat. Selanjutnya oksaloasetat diubah
menjadi malat. Reaksi tersebut dikatalisis oleh
enzim malat dehidrogenase (MDH) yang

membutuhkan NADH dalam reaksi yang


dikatalisisnya. Persamaan reaksi aktivitas
GOT sebagai berikut:
(GOT)
-ketoglutarat + L-aspartat
Lglutamat
+ oksaloasetat
oksaloasetat + NADH +H+

(MDH)

L-malat
+ NAD+

Enzim GOT tidak spesifik untuk disfungsi


hati karena enzim ini juga ditemukan pada
otot rangka, ginjal, dan pankreas.

BAHAN DAN METODE


Bahan dan Alat
Hewan uji yang digunakan adalah tikus
putih jantan galur Spraque Dawley (bobot
150-180 g, umur 6 minggu), tanaman rumput
mutiara yang diperoleh dari Balitro,
parasetamol yang diproduksi Indo Farma,
reagen kit GPT dan GOT merk HUMAN, air
destilata, etanol 99.8% dan 70%, pakan
standar tikus.
Peralatan
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah kandang, alat-alat gelas,
stop watch, syringe, timbangan analitik, kertas
saring, kuvet, vial, mikropipet, bulp, gegep,
vorteks, oven, pH meter, eksikator, microfuge,
penangas
air,
freezer,
rotavapor,
spektrofotometer, dan alat-alat bantu lainnya.
Metode Penelitian
Ekstraksi Tanaman Rumput Mutiara
(Hedyotis Corymbosa (L.) Lam)
Keseluruhan bagian tanaman digunakan,
sebanyak 5 kg dicuci sampai bersih, kemudian
dikeringkan di udara terbuka sampai cukup
kering selama kurang lebih 7 hari.
Pengeringan selanjutnya dalam oven pada
suhu 40-60 C lalu dibuat serbuk. Serbuk
kering tanaman sebanyak 100 g diekstraksi
secara maserasi menggunakan pelarut etanol
70% dengan perbandingan 1:10 selama 24
jam pada suhu ruang, sambil dikocok
menggunakan inkubator bergoyang, maserasi
ini dilakukan triplo. Setelah 24 jam sampel
tersebut disaring untuk memisahkan filtrat
dengan
ampas.
Masing-masing
filtrat
dievaporasi menggunakan evaporator vakum
40 oC untuk menguapkan ekstrak pekat yang
diperoleh kemudian dikeringkan dengan oven
pada suhu 40-60 C. Ekstrak yang diperoleh
digunakan untuk uji fitokimia dan uji
antihepatotoksik.
Uji Fitokimia (Harborne 1987)

Uji Flavonoid dan Senyawa Fenolik.


Sebanyak 0.1 g ekstrak ditambah metanol
sampai terendam lalu dipanaskan. Filtratnya
ditambah NaOH
10%
atau H2SO4.
Terbentuknya
warna
merah
karena
penambahan NaOH 10% menunjukkan
adanya
senyawa
fenolik
hidrokuinon
sedangkan warna merah yang terbentuk akibat
penambahan H2SO4 pekat menunjukkan
adanya senyawa flavonoid.
Uji Alkaloid. Sebanyak 0.1 gram ekstrak
etanol rumput mutiara ditambahkan 5 mL
kloroform dan 3 tetes amoniak. Fraksi
kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan
2 tetes H2SO4 2M. Fraksi Asam dibagi
menjadi tiga tabung kemudian masing-masing
ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer dan
Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan
terbentuknya endapan putih ada pereaksi
Meyer, endapan merah pada perekasi
Dragendorf, dan endapan coklat pada pereaksi
Wagner.
Uji Tanin. Sebanyak 0.1 gram ekstrak
etanol rumput mutiara ditambahkan 5 mL
akuades kemudian dididihkan selama 5 menit.
Kemudian disaring dan filtratnya ditambahkan
dengan 5 tetes FeCl3 1% (b/v). Warna biru tua
atau hitam kehijauan yang terbentuk
menunjukkan adanya tanin.
Uji Saponin. Sebanyak 0.1 gram ekstrak
etanol rumput mutiara ditambahkan 5 mL
akuades lalu dipanaskan selama 5 menit.
Kemudian dikocok selama 5 menit. Busa yang
terbentuk setinggi kurang lebih 1 cm dan tetep
stabil setelah didiamkan selama 10 menit
menunjukkan adanya saponin.
Uji Steroid dan Terpenoid. Sebanyak
0.1 gram ekstrak etanol rumput mutiara kotok
ditambahkan 5 mL etanol 30% lalu selama 5
menit dipanaskan dan disaring. Filtratnya
diuapkan kemudian ditambahkan dengan eter.
Lapisan eter ditambahkan dengan pereaksi
Liebermen Burchard (3 tetes asetat anhidrida
dan 1 tetes H2SO4 pekat). Warna merah atau
ungu yang terbentuk menunjukkan adanya
triterprnoid dan warna hijau menunujukkan
adanya steroid.
Pembuatan
Dosis
Ekstrak Rumput
Mutiara
Dosis ekstrak rumput mutiara yang
digunakan adalah 400 mg/kgBB dan 800
mg/kgBB, hal ini berdasarkan penelitian
Ardiningsih (1995) pada penggunaan dosis
rumput laut Sargassum sp. Dosis 400
mg/kgBB dan 800 mg/kgBB kemudian
dikonversikan dengan rendemen hasil
ekstraksi yang diinduksikan ke tikus.

Hewan Coba dan Rancangan Percobaan


yang akan
Rancangan
percobaan
digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) dengan enam perlakuan dan lima kali
ulangan. Hewan uji yang digunakan adalah
tikus putih jantan galur Spraque-Dawley
dengan jenis kelamin jantan, sehat,
mempunyai aktivitas normal, dengan berat
badan 150-200 g, dan berumur 6 minggu
(Gambar 4). Sebelum mendapatkan perlakuan,
tikus diadaptasikan selama dua minggu untuk
menyesuaikan
kondisi
fisiologis,
menyeragamkan cara hidup dan makanannya,
yaitu dengan memberi pakan standar dan air
minum ad libitum. Selama perlakuan, tujuh
minggu tikus diberi pakan standar dan air
minum ad libitum.
Adapun pembagian kelompok perlakuan,
yaitu kelompok A sebagai kontrol tikus
diinduksi aquades selama 7 minggu;
kelompok B sebagai kelompok hepatotoksik,
tikus diinduksi
parasetamol dosis 250
mg/kgBB selama 7 minggu; kelompok C tikus
diinduksi parasetamol 250 mg/kgBB selama 7
minggu, awal minggu ke-5 sampai minggu
ke-7 diberi ekstrak rumput mutiara 400
mg/kgBB; kelompok D tikus diinduksi
parasetamol selama 7 minggu, awal minggu
ke-5 sampai minggu ke-7 diberi ekstrak
rumput mutiara 800 mg/kgBB; kelompok E
tikus diinduksi parasetamol sampai minggu
ke-4, awal minggu ke-5 sampai minggu ke-7
diberi ekstrak rumput mutiara 400 mg/kgBB;
kelompok F tikus diinduksi parasetamol
sampai minggu ke-4, awal minggu ke-5
sampai minggu ke-7 diberi ekstrak rumput
mutiara 800 mg/kgBB.

minggu ke-empat, ke-lima, ke-enam dan ketujuh. Darah tikus diambil melalui pembuluh
vena ekor, dan ditampung dalam tabung
sentrifus kemudian disentrifus pada kecepatan
3000 rpm selama 15 menit untuk
mendapatkan serumnya (serum berada di
bagian atas), serum berwarna kuning muda
bening. Setelah itu dilakukan analisis kadar
SGPT dan SGOT.
Prosedur analisis SGPT dan SGOT
mengikuti
metode
dari
International
Federation of Clinical Chemystry (IFCC).
Penentuan kadar GPT dan GOT caranya sama
hanya berbeda jenis reagen yang digunakan.
Metode analisis GPT dan GOT adalah serum
darah tikus diambil sebanyak 100 L
dicampur dengan reagen GPT sebanyak 1000
L, setelah itu campuran disimpan di
penangas air suhu 37 0C kemudian
absorbannya dibaca dengan menggunakan
fotometer UV pada panjang gelombang 340
nm. Pembacaan dilakukan pada menit ke-1, 2
dan 3. Kadar GPT dicari dengan rumus
A/menit x 1745. Kadar GOT dicari dengan
cara yang sama seperti GPT tetapi
menggunakan reagen GOT.
Analisis Data Statistik
Analisis data terhadap kadar enzim SGPT
dan SGOT menggunakan analisis ragam
(ANOVA) rancangan acak lengkap (RAL)
pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf
0,05 dan kemudian dilanjutkan dengan uji
duncan untuk melihat perbedaan pengaruh
perlakuan antar kelompok percobaan. Data
kadar
SGPT
dan
SGOT
dianalisis
menggunakan program SAS.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambar 3 Tikus percobaan galur
Spraque-Dawley
Penimbangan Berat Badan dan Analisis
Kadar SGPT dan SGOT
Penimbangan berat badan pada masa
adaptasi dilakukan pada awal minggu
pertama, akhir minggu pertama dan akhir
minggu ke-dua. Setelah dilakukan perlakuan,
penimbangan bobot badan dilakukan setiap
hari untuk menyesuaikan dosis pemberian
parasetamol dan ekstrak rumput mutiara.
Pengambilan darah tikus dilakukan sebanyak
lima kali, yaitu satu kali sebelum perlakuan,
dan empat kali setelah perlakuan, yaitu akhir

Ekstraksi
Sebelum ekstraksi dilakukan perlu
dilakukan beberapa perlakuan khusus.
Tanaman rumput mutiara yang baru dipetik
dikeringudarakan terlebih dahulu. Hal ini
bertujuan untuk mematikan enzim guna
mencegah terjadinya oksidasi enzimatik atau
hidrolisis senyawaan yang akan diisolasi.
Metode ekstraksi yang digunakan adalah
maserasi.
Maserasi
digunakan
untuk
mengekstrak sampel yang relatif tidak tahan
panas. Teknik ini digunakan karena relatif
sederhana tapi menghasilkan produk yang
baik (Meloan 1999, diacu dalam Wulandari
2005). Maserasi ini dilakukan dengan
merendam serbuk kering rumput mutiara

dengan pelarut selama 3x24 jam dengan


mengganti pelarut setiap 24 jam. Hal ini
dilakukan untuk memperoleh hasil ekstrak
yang maksimal. Perbandingan bahan dan
pelarut dapat mempengaruhi hasil ekstraksi.
Menurut Cowley (1973), diacu dalam
Melawati (2006) perbandingan yang baik
antara bahan dan pelarut adalah 1:10. Oleh
karena itu penelitian ini juga menggunakan
perbandingan tersebut. Pada penelitian ini,
pelarut yang digunakan untuk maserasi
rumput mutiara adalah etanol 70%. Pemilihan
etanol 70% sebagai pelarut karena etanol 70%
sering digunakan untuk ekstraksi dan
menghasilkan senyawa bahan aktif yang
optimal dan kemungkinan jumlah pengotor
yang ikut dalam larutan pengekstrak sangat
kecil (Harbone 1997). Rendemen ekstrak
rumput
mutiara
yang
telah
dirotavapor/dipekatkan adalah sebesar 30.06%
dari 3 kali ulangan. Rendemen ekstrak ini
kemudian akan digunakan untuk menentukan
dosis ekstrak yang akan diberikan ke tikus.
Uji Fitokimia
Sampel yang digunakan adalah ekstrak
pekat rumput mutiara Penapisan fitokimia
secara kualitatif dilakukan sebagai uji awal
untuk mengetahui keberadaan senyawa kimia
spesifik, yaitu senyawa metabolit sekunder
yang diharapkan dapat berperan sebagai
antihepatotoksik. Penapisan fitokimia ini
didasarkan pada metode Harborne (1987).
Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak
rumput mutiara mengandung alkaloid,
flavonoid, tanin, saponin, dan steroid (Tabel
1). Pada uji alkaloid sampel menunjukkan
hasil positif terhadap ketiga pereaksi (Wagner,
Mayer, dan Dragendorf). Adanya flavonoid
ditunjukkan dengan terbentuknya larutan
berwarna merah jingga. Tanin ditunjukkan
dengan terbentuknya larutan berwarna hitam
kehijauan. Saponin ditunjukkan dengan
adanya busa dan tetap stabil setelah
didiamkan selama 10 menit. Steroid
ditunjukkan dengan terbentuknya larutan
berwarna hijau.
Senyawa-senyawa metabolit sekunder
yang dapat bersifat sebagai hepatoprotektor
adalah flavonoid berdasarkan penelitian
Ardiningsih (1995) dan saponin berdasarkan
penelitian Kayun (2003). Menurut Robinson
(1995), flavonoid sering merupakan senyawa
pereduksi
yang
baik,
karena mampu
menghambat
banyak
reaksi oksidasi,
baik
secara enzimatis maupun nonenzimatis.
Aktivitas antioksidan dari beberapa golongan

flavonoid dapat menjelaskan mengapa


flavonoid yang merupakan komponen aktif
dari tumbuhan digunakan secara tradisional
untuk mengobati gangguan fungsi hati
(Robinson 1995). Keberadan saponin dalam
tumbuhan dapat juga dimanfaatkan sebagai
obat. Menurut Lacaile dan Wagner (1996)
aktivitas spesifik saponin termasuk aktivitas
yang berhubungan dengan kanker, seperti
sitotoksik,
antitumor,
antiperadangan,
antialergenik, antivirus, antihepatotoksik,
antidiabetes, dan antifungal.
Tabel 1 Hasil uji fitokimia ekstrak pekat
rumput mutiara.
Uji
Hasil
Alkaloid
+
Flavonoid
+
Saponin
+
Triterpenoid
Steroid
+
Tanin
+
Keterangan :
(+) = mengandung senyawa uji,
(-) = tidak mengandung senyawa uji

Hepatotoksik Parasetamol
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada minggu ke-0 (sebelum perlakuan) kadar
SGPT tikus kelompok B, E, dan D tidak
berbeda nyata (P<0.05) dengan kelompok A,
sedangkan kelompok F dan C berbeda nyata
dengan kelompok A tetapi tidak berbeda nyata
dengan kelompok B. Hasil yang tidak berbeda
nyata ini disebabkan oleh kondisi fisioligis
hewan coba yang tidak seragam, lingkungan
juga bisa mempengaruhi fisiologis hewan
coba tersebut, ada beberapa tikus yang terlihat
sangat agresif, ada tikus yang membuangbuang pakan yang diberikan, serta ada tikus
yang terlihat lemah. Walaupun demikian
kadar SGPT tikus masih dalam keadaan
normal, hal ini sesuai dengan kisaran kadar
SGPT tikus normal menurut Girindra (1989),
yaitu sebesar 17 U/L30.2 U/L. Kelompok C
dan F kadar rata-rata kadar SGPTnya berada
diluar kisaran normal, yaitu 31.257 U/L dan
32.476 U/L. Namun hal ini masih bisa
dianggap normal karena nilai kadar tersebut
tidak begitu jauh dari kisaran normal kadar
SGPT tikus menurut Girindra (1989). Kadar
SGOT tikus pada minggu ke-0 (sebelum
perlakuan) menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata setiap antar kelompok. Kadar
SGOTnya tersebut berada dalam keadaan
normal dan sesuai dengan kisaran kadar
SGOT tikus normal menurut Girindra (1989),
yaitu 45.7-80.8 U/L.

Setelah dilakukan perlakuan pemberian


parasetamol dosis 250 mg/kgBB selama 4
minggu terhadap kelompok B, C, D, E dan F
telah menaikkan kadar SGPT 4-5 kali dan
kadar SGOT tikus 4-6 kali keadaan
normalnya, terlihat pada Gambar 4 dan 5.
Kadar SGPT kelompok perlakuan yang diberi
parasetamol 250 mg/kgBB berdasarkan hasil
uji statistik menunjukkan berbeda nyata
dengan kelompok A (normal). Kadar SGPT
kelompok E dan F tidak saling berbeda nyata,
tetapi berbeda nyata dengan kelompok B dan
D, sedangkan kelompok C tidak berbeda
nyata dengan kelompok B, D dan E. Kadar
SGOT tikus setelah diinduksi perasetamol 250
mg/kgBB
selama
4
minggu
telah
menyebabkan kenaikan kadar SGOTnya dan
berbeda nyata dengan kelompok normalnya.
Kenaikan 4-6 kali kadar SGPT dan SGOT
mengindikasikan telah terjadi kerusakan
fungsi hati yang bersifat hepatitis kronis.
Menurut Suarsana dan Budiasa (2005)
peningkatan kadar SGPT dan SGPT 1-5 kali
lebih tinggi dari keadaan normalnya
menunjukkan kerusakan hati yang terjadi
bersifat hepatotoksis kronis. Kelompok B
(kelompok
hepatotoksik),
yaitu
tikus
diinduksi perasetamol sampai minggu ke-7
ternyata mengalami kenaikan kadar SGPT dan
SGOT yang cukup tajam pada minggu ke-7,
Kerusakan fungsi hati yang terjadi dapat
bersifat hepatotoksik kronis yang permanen.
Uji Antihepatotoksik
Setelah dilakukan pemberian ekstrak
etanol rumput mutiara, pada minggu ke-5
(seminggu setelah pemberian ekstrak etanol
rumput mutiara), kadar SGPT kelompok C, D
dan E berbeda nyata dengan kelompok B juga
berbeda nyata dengan kelompok A.
Kelompok F tidak berbeda nyata dengan
kelompok B, tetapi berbeda nyata dengan
kelompok C, D dan E Kelompok F penurunan
kadar SGPTnya sangat kecil sehingga masih
tidak berbeda nyata dengan kelompok B, dan
berbeda nyata dengan kelompok C, D dan E.
Namun semua kelompok yang telah seminggu
diberi ekstrak etanol rumput mutiara
berdasarkan uji statistik menunjukkan hasil
yang berbeda nyata (P<0.05) dengan
kelompok A. Kadar SGOT setelah seminggu
diberi ekstrak etanol rumput mutiara
mengalami penurunan yang sangat kecil dan
penurunannya belum begitu terlihat, sehingga
kelompok yang telah diberi ekstrak etanol
rumput mutiara
pada minggu ke-5
memperlihatkan hasil uji statistik yang tidak
berbeda nyata dengan kelompok B, dan

berbeda nyata dengan kelompok A. Hal ini


disebabkan pemberian ekstrak 400 maupun
800 mg/kgBB yang diberikan belum dapat
melawan efek hepatotoksik parasetamol
karena waktu pemberian masih relatif singkat.
Penurunan kadar SGPT dan SGOT baru
terlihat jelas setelah minggu ketujuh, tetapi
pada minggu ketujuh pun belum mencapai
keadaan normalnya seperti sebelum diberi
perlakuan dan masih berbeda nyata dengan
kelompok normal yang dicekok akuades,
kemungkinan pemberian ekstrak etanol
rumput mutiara perlu diperpanjang lagi
waktunya. Kadar SGPT pada minggu ke-7
berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa
kelompok C, D, E dan F tidak saling berbeda
nyata tetapi berbeda nyata terhadap kelompok
B. Kelompok C tidak berbeda nyata dengan
kelompok A tetapi kelompok D, E, dan F
berbeda nyata dengan kelompok A. Kadar
SGOT tikus pada minggu ke-7 berdasarkan uji
statistik menujukkan bahwa kelompok C, D, E
dan F tidak saling berbeda nyata tetapi
berbeda nyata terhadap kelompok B dan juga
terhadap kelompok A. Kelompok normal juga
mengalami kenaikan kadar SGPT dan SGOT
disebabkan tikus mengalami stres akibat
pencekokan, dan pemotongan ekor untuk
pengambilan darah, seperti terlihat pada
Gambar 4 dan 5.
Perlakuan C dan D ingin membuktikan
apakah ekstrak etanol rumput mutiara bersifat
hepatoprotektor. Pemberian ekstrak rumput
mutiara dilakukan memasuki minggu ke-5
sampai
minggu
ke-7
dengan
tidak
menghentikan pemberian parasetamol. Hasil
analisis memperlihatkan pemberian ekstrak
etanol rumput mutiara selama tiga minggu
pada kelompok C dengan dosis 400 mg/kgBB
dan kelompok D dosis 800 mg/kgBB dapat
menurunkan kadar SGPT dan SGOT tikus.
Berdasarkan data statistik setelah pemberian
ekstrak etanol rumput mutiara selama 3
minggu, pada minggu ke-7 kadar SGPT tikus
kelompok C dan D menujukkan hasil yang
berbeda nyata (P<0.05) bila dibandingkan
dengan perlakuan B juga berbeda nyata
dengan kelompok A. Kadar SGOTnya pada
minggu ke-7 memperlihatkan hasil uji statistik
yang berbeda nyata terhadap kelompok B dan
juga
kelompok
A,
namun
telah
memperlihatkan penurunan yang cukup
berarti (Gambar 4 dan 5).
Perlakuan E dan F ingin membuktikan
apakah ekstrak etanol rumput mutiara bersifat
antihepatotoksik. Pemberian ekstrak rumput
mutiara dilakukan memasuki minggu ke-5
sampai minggu ke-7 pemberian parasetamol

kadar SGPT (U/L)

210
170

SGPT kelompok A
SGPT kelompok B
SGPT kelompok C
SGPT kelompok D
SGPT kelompok E
SGPT kelompok F

130
90
50
10
0

m inggu ke-

Gambar 4 Kadar SGPT rata-rata tikus selama


perlakuan
250
220
kadar SGOT (U/L)

250 mg/kgBB dihentikan pada minggu ke-4.


Hasil analisis memperlihatkan pemberian
ekstrak etanol rumput mutiara selama tiga
minggu pada kelompok E dengan dosis 400
mg/kgBB dan kelompok F dosis 800
mg/kgBB dapat menurunkan kadar SGPT dan
SGOT tikus. Hal ini dapat dilihat dari
penurunan aktivitas enzim SGPT serta SGOT
pada minggu ke-7, berdasarkan uji statistiknya
berbeda secara nyata (P<0.05) bila
dibandingkan dengan perlakuan B, tetapi
kelompok E sudah tidak berbeda nyata dengan
kelompok A sedangkan kelompok F masih
berbeda nyata dengan kelompok A.
Pemberian ekstrak etanol rumput mutiara
dosis 400 dan 800 mg/hari/kgBB selama 3
minggu memperlihatkan efek sebagai
hepatoprotektif yaitu mampu menurunkan
kadar SGPT dan SGOT tikus yang terus
dipapar dengan parasetamol. Ekstrak etanol
rumput mutiara juga mempunyai efek
antihepatotoksik, menurunkan kadar SGPT
dan
SGOT
tikus
akibat
pemberian
parasetamol selama 4 minggu.
Gambar 4 dan 5 menunjukkan bahwa
pemberian ekstrak rumput mutiara dosis 400
dan 800 mg/kgBB selama 3 minggu pada
kelompok yang dipapar terus parasetamol,
yaitu kelompok C dan D pada minggu ke-7
berdasarkan uji statistiknya menunjukkan
tidak saling berbeda nyata. Kelompok E dan F
yang dihentikan pemberian parasetamolnya
pada minggu keempat dan dilanjutkan dengan
pemberian ektrak rumput mutiara dosis 400
dan 800 mg/kgBB selama 3 minggu
menunjukkan adanya penurunan kadar SGPT
dan SGOT yang tidak saling berbeda nyata.
Kelompok E dan F juga tidak berbeda nyata
dibandingkan dengan kelompok C dan D yang
terus dipapar parasetamol. Artinya dari
keempat kelompok tersebut dengan dosis
ekstrak rumput mutiara 400 dan 800 mg/kgBB
mampu melindungi hati dan mampu
mengobati kerusakan fungsi hati. Hal ini
menunjukkan bahwa sampai dengan dosis 800
mg/kgBB, pengaruh pemberian ekstrak
rumput mutiara antara kedua dosis tersebut
tidak berbeda, artinya pengaruh antara kedua
dosis tersebut sama saja. Sehingga dosis 400
mg/kgBB sudah cukup efektif untuk
menurunkan kadar SGPT maupun SGOT
tikus pada tingkat
4-6 kali keadaan
normalnya. Dosis 400 mg/kgBB tersebut tidak
berbeda dengan hasil penelitian Ardiningsih
(1995) yang menyatakan bahwa ekstrak kasar
dari rumput laut (Sargassum sp.) dapat
berfungsi sebagai antihepatotoksik pada ayam
yang dinduksi parasetamol (250 mg/kgBB).

190

SGOT kelompok A
SGOT kelompok B
SGOT kelompok C
SGOT kelompok D
SGOT kelompok E
SGOT kelompok F

160
130
100
70
40
10
0

minggu ke-

Gambar 5 Kadar SGOT rata-rata tikus selama


Perlakuan
Bobot Badan
Gambar 6 menyajikan rataan bobot badan
hewan uji untuk keenam kelompok. Sebelum
perlakuan selama masa adaptasi konsumsi
pakan semua kelompok tikus sedikit
kemungkinan masih belum bisa menyesuaikan
dengan kondisi lingkungan dan pemberian
jenis pakan yang baru. Memasuki masa
perlakuan 1-3 minggu kenaikan bobot badan
tikus rata-rata naik, tetapi memasuki minggu
keempat kelompok perlakuan yang diinduksi
parasetamol mengalami penurunan rata-rata
bobot badan. Hal ini disebabkan mungkin
karena telah terjadi kerusakan jaringan hati
oleh parasetamol sehingga fungsi hati dalam
metabolisme menurun, akibatnya tikus
berkurang dalam mengkonsumsi pakannya.
Gambar 7 memperlihatkan penurunan bobot
badan tikus kelompok B dari hari ke-28
mengalami penurunan drastis, hal ini
dimungkinkan akibat kerusakan hati akut pada
tikus mengakibatkan konsumsi pakan tikus
berkurang akibat dari menurunnya fungsi
metabolik hati. Kelompok C, D, E dan F
setelah dilakukan pemberian ekstrak rumput
mutiara dari hari ke-28 mengalami kenaikan
bobot badan yang signifikan. Hal ini
disebabkan jaringan hati yang rusak telah
mengalami regenerasi sel akibat pemberian
ekstrak rumput mutiara, sehingga kemampuan
metabolismenya normal kembali.

9
210
200

bobot (gram)

190

kelompok
kelompok
kelompok
kelompok
kelompok
kelompok

180
170
160
150

A
B
C
D
E
F

140
130
0

14

21

28

35

42

49

56

DAFTAR PUSTAKA
Adijuwana, Nur MA. 1989. Teknik
Spektroskopi dalam Analisis Biologi.
Bogor: Pusat Antar Universitas IPB.

hari

Gambar 6 Ratan bobot badan tikus selama


perlakuan

SIMPULAN DAN SARAN


SIMPULAN
Rumput mutiara berpotensi menurunkan
kadar SGPT dan SGOT tikus yang telah
diinduksi
parasetamol 250
mg/kgBB.
Pemberian parasetamol dosis 250 mg/kgBB
selama 4 minggu telah menyebabkan
peningkatan kadar SGPT dan SGOT tikus 4-5
kali dari keadaan normalnya. Setelah
pemberian ekstrak etanol 70% rumput mutiara
dosis 400 dan 800 mg/kgBB selama 3
minggu, terjadi penurunan kadar SGPT dan
SGOT yang cukup berarti. Berdasarkan uji
fitokimianya ekstrak etanol rumput mutiara
mengandung senyawa alkaloid, flavonoid,
saponin, tanin, dan steroid.
Pemberian ekstrak etanol rumput mutiara
dengan dosis 400 dan 800 mg/kgBB tidak
berbeda nyata baik pada kelompok yang
dihentikan pemberian parasetamolnya pada
minggu keempat maupun yang terus dipapar
parasetamol. Dosis 400 mg/kgBB ekstrak
etanol 70% rumput mutiara mampu
melindungi hati dan mengobati hati dari
kerusakan atau peradangan, dosis tersebut
sudah cukup efektif untuk menurunkan kadar
SGPT dan SGOT tikus setingkat hepatitis
kronik pada manusia.
SARAN
Sebaiknya dilakukan uji histopatologi
hati dan waktu penelitian perlu diperpanjang
untuk melihat penurunan kadar SGPT dan
SGOT yang lebih signifikan. Perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut sehubungan dengan
pelarut-pelarut lain sebagai bahan pengekstrak
yang spesifik yang berperan sebagai bahan
pengekstrak dan identifikasi senyawa aktif
yang berperan sebagai antihepatotoksik serta
mekanismenya.
antihepatotoksik,
dan
mempelajari mekanismenya dalam tubuh.

Amelia G. 2006. Potensi rumput mutiara


(Hedyotis corymbosa (L.) Lam) sebagai
antioksidan alami [skripsi]. Bogor:
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
[Anonim]
2005.
Rumput
mutiara.
http://www.iptek.net.id/ind/pd
tanobat/
view.php?id=54. [2 Februari 2007].
Ardiningsih P. 1995. Efek pemberian rumput
laut (Sargassum sp.) terhadap kadar
SGOT dan SGPT ayam [skripsi]. Bogor:
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Barry H, Rumack MD. 1983 Acetaminophen
Overdose. Am J Med 104-112.
Boyer TD. Rouff SL. 1971. Acetaminopheninduced hepatic necrosis and renal
failure. J Am Med Assoc 9: 218.
Calbreath DF. 1992. Clinical Chemistry. New
York: Saunder Company.
Casarett, Doulls. 1989. Toxicology: The
Basic Science of Poisons. New York:
Macmillan Company.
Chan K, Han XD, Kan YW. 2001. An
important function of nrf2 in combating
oxidative stress: detoxification of
acetaminophen. Proc Natl Acad Sci 98
(8): 4611 4616.
Clark R. 1973. Hepatic damage and death
from overdose of parasetamol. Lancet 1:
66-69.
Dalimartha S. 2005. Ramuan Tradisional
untuk Pengobatan Hepatitis. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Davis M, Simmon CJ, Harisson NG, Williams
R. 1976. Paracetamol overdose in man:
Relationship between patern of urinary
metabolites and severity of liver damage.
Quartz J Med XL: 181-191.

10

[DepKes BPPK] Departemen Kesehatan,


Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. 1999. Inventaris Tanaman
Indonesia (V). Jakarta: Bakti Husada.
Donatus IA. 1982. Toksisitas parasetamol dan
usaha pencegahanya. Medika 8 (8): 606610.
Daya
Donatus
IA,
Susana.
1992.
antihepatotoksik
seduhan
rimpang
temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb.)
pada mencit. Di dalam: Risalah
Simposium Penelitian Tanaman Obat III.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Kenward R, Chik KT. 2003. Farmasi Klinis.


Di dalam: Mohammad Aslam, Chik Kaw
Tan, Adji Prayitno, editor.
Menuju
Pengobatan Rasional dan Penghargaan
Pilihan Pasien Jakarta: PT Gramedia.
Kayun SP. 2003. Ekstrak saponin dari akar
kuning sebagai hepatoprotektor [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Kusuma FR, Zaky BM. 2005. Tumbuhan Liar
Berkhasiat Obat. Jakarta: Agromedia
Pustaka.

Fox JG, Cohen BJ, Loew FM. 1984.


Laboratory Animal Medicine. Orlando:
Academic-Pr.

Lacaile D, Wagner H. (1996). A revief of the


biological and pharmacological aktivities
of saponins. Phyto med 2: 363-386.

Gan S. 1980 Farmakologi dan Terapi. Ed ke2. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran, Universitas Indonesia.

Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar: Asas,


Organ, Sasaran, dan Penilaian Risiko.
Ed ke-2. Edi Nugroho, penerjemah;
Jakarta: UI Pr.

Gillete JR. 1981. An integrated approach to


the study of chemically reactive
metabolites of acetaminophen. Arch
Intern Med 141:375-379.
Girindra A. 1986. Patologi Klinik Veteriner.
Bogor: IPB Pr.
Goodman,
Gilmans.
1980.
The
Pharmecological Basic of Therapeutics.
Ed ke-6. New York: MacMilan
Publishing Co Inc.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia:
Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Padmawinata K, Iwang S,
penerjemah; Bandung: ITB. Terjemahan
dari: Phytochemical Methods.
DW.
1997.
Hawkins
DW,
Rahn
Pharmacoteraphy: Apathophysiological
Approach. London: Black well Scientific
Publication.
Hernani, Rahardjo M. 2005. Tanaman
Berkhasiat Antioksidan. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Katzung BG. 1998. Farmakologi Dasar dan
Klinik.
Jakarta:
Buku
Penerbit
Kedokteran EGC.

Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi


Kosasih
Padmawinata,
Flavonoid.
penerjemah; Bandung: Penerbit ITB.
of
Terjemahan
dari:
Techniques
Flavonoid Identification.
Mattjik AA. 2002. Rancangan Percobaan.
Bogor: IPB Pr.
Melawati. 2006. Optimasi proses maserasi
panili (Vanilla planifolia A) hasil
modifikasi proses kuring [skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Mitchell. 1979. Acetaminophen induced
hepatic necrosis. J Pharmacol 187 (1):
185-194.
Mutschler E. 1991. Dinamika Obat. Ed ke-5.
Mathilda BW dan Ranti AS, penerjemah;
Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari:
Arzeneimittelwirkungen,
5
Vollig
Neubearbeitee und Erweiterte Auflauge.
Permadi A. 2006. Tanaman Obat Pelancar
Air Seni. Jakarta: Penebar Swadaya.
Robinson T. 1995. Kandungan Kimia Organik
Tumbuhan
Tinggi.
Ed
ke-6
K
Padmawawinata, penerjemah; Bandung:
ITB Pr.

11

Rustandi MI. 2006. Potensi antioksidasi


ekstrak daun sangitan. (Sambucus
javanica Reinw ex Blume) sebagai
hepatoprotektor pada tikus [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan IPA,
Institut Pertanian Bogor.

Tirmenstein MA, Nelson SD. 1990,


Acetaminophen-induced oxidation of
protein thiols: contribution of impaired
thiol-metabolizing enzymes and the
breakdown of adenin nucleotides. J Biol
Chem 265 (6): 3059 3065.

Santoso, Sardjono H. 1992. Perspektif


Pengembangan Obat Tradisional di
Indonesia. Jakarta: UI Pr.

Wijayakusuma H. 2004. Atasi Kanker dengan


Tanaman Obat. Jakarta: Puspa swara.

Sjaifoellah N. 1996. Ilmu Penyakit Dalam.


Jilid I. Ed ke-3. Jakarta: UI Pr.
Soenanto H, Kuncoro S. 2005. Hancurkan
Batu Ginjal Dengan Tanaman Herbal.
Jakarta: Puspa swara.
Suarsana IN, Budiasa IK. 2005. potensi
hepatoprotektif ekstrak mengkudu pada
keracunan
parasetamol.
http://www.jvet/view.htm. Vol 6(3). [2
Februari 2007].
Sujono H. 2002. Gastroenterology. Bandung:
Penerbit Alumni.

Wijayakusuma H, Dalimartha, Wiria AS.


1996. Tanaman berkhasiat obat di
Indonesia.
Jilid
IV.
Jakarta:
Pustaka Kartini.
Windyagiri A. 2006. Potensi hepatoprotektor
air rebusan daun sirih merah (Piper
crocatum) pada tikus putih hiperglikemia
[skripsi]. Bogor: Fakultas Metematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Wulandari NDM. 2005. Perbandingan metode
ekstraksi buah mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa) dan uji toksisitas subkronis
pada tikus putih [skripsi]. Bogor:
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.

12

LAMPIRAN

13

Lampiran 1 Tahapan umum penelitian


Rumput mutiara (Hedyotis
corymbosa (L.) Lam.) kering

Maserasi dengan alkohol 70%


Rotavapour sampai pekat
Dikeringkan dalam oven 40-60 0C hingga kering
Estrak kasar

Uji fitokimia

uji
flavonoid
dan
senyawa
fenolik

uji
alkaloid

kelompok I
(kontrol)

uji pada hewan coba


(tikus putih)

uji
tanin

kelompok
II

uji
uji steriod
saponin dan terpenoid

kelompok
III

kelompok
IV

kelompok
V

kelompok
VI

14

Lampiran 2 Ekstraksi rumput mutiara


Sampel kering rumput mutiara

Ekstraksi : etanol 70%


Maserasi

Filtrat
Rotavapor 50 C
Oven 40 C
Ekstrak kasar

Lampiran 3 Rendemen hasil ekstraksi rumput mutiara


Sampel
Rumput mutiara

Bobot sampel (g)

Bobot ekstrak (g)

Rendemen (%)

100 g

30.16 g

30.16

100 g

29.74 g

29.74

100 g

30.29 g

30.29

Contoh perhitungan:
Bobot ekstrak
x 100%
bobot simplisia
= 30.16 x 100% = 30.16%
100

Rendemen (%) =

Rata-rata rendemen ekstrak (%) =

30.16 % 29.74 % 30.29 %


30.06 %
3

15

Lampiran 4 Dosis parasetamol dan ekstrak rumput mutiara


Perhitungan dosis parasetamol yang diinduksikan pada tikus
1 tablet 500 mg parasetamol dilarutkan dalam 10 mL akuades sehingga diperoleh konsentrasi 50
mg/mL
Dosis yang diinduksikan pada tikus 250 mg/kgBB
Misalkan robot badan tikus 200 g maka:
200 g
x 250 mg 50 mg
kg
1000 g

Larutan stok yang dibuat 50 mg/mL


Jadi untuk bobot badan tikus 200 g : 50mg 50mg ; 50 mg x 1 mL 1,00 mL
50 mg

1 mL

Perhitungan dosis ektrak rumput mutiara yang diinduksikan pada tikus

Dosis yang diinduksikan adalah 400 mg/kgBB dan 800 mg/kgBB


Rendemen ektrak yang diperoleh adalah 30.06% = 0.3
Untuk dosis 400 mg/kgBB: 400 mg/kgBB x 0.3 = 120 mg/kgBB

Misalkan untuk bobot badan tikus 200 g: 120 mg/kgBB x 0.2 kg = 24 mg/BB
Larutan stok dibuat untuk dosis 400 mg/kgBB: 240 mg ekstrak dilarutkan dalam 10 mL akuades,
sehingga dalam 1 mL mengandung 24 mg ekstrak rumput mutiara
Untuk dosis 800 mg/kgBB: 800 mg/kgBB x 0.3 = 240 mg/kgBB
Misalkan untuk bobot badan tikus 200 g: 240 mg/kgBB x 0.2 kg = 48 mg/BB
Larutan stok dibuat untuk dosis 800 mg/kgBB: 480 mg ekstrak dilarutkan dalam 10 mL akuades,
sehingga dalam 1 mL mengandung 48 mg ekstrak rumput mutiara
Jadi untuk bobot tikus badan 200 g dicekok larutan ekstrak dosis 400 maupun 800 mg/kgBB
sebanyak 1 mL
Untuk bobot badan yang lain dikonversikan terhadap bobot badan 200 g, misalnya untuk bobot badan
150 g: 150 g x 1 mL 0.75 mL
200 g

Lampiran 5 Contoh perhitungan kadar SGPT dan SGOT

Prosedur analisis kadar GPT dan GOT mengikuti metode dari International Federation of
Clinical Chemystry (IFCC) dengan rumus A /menit x 1745.
Contoh perhitungan kadar SGPT:
Nilai absorbans menit ke-0 = 0.970
menit ke-1 = 0.849
menit ke-2 = 0.790
menit ke-3 = 0.735
A /menit = 0.235/3 = 0.0783333
Kadar SGPT = 0.078 x 1745 = 136.691 U/L

Contoh perhitungan kadar SGOT:


Nilai absorbans menit ke-0 = 1.297
menit ke-1 = 1.261
menit ke-2 = 1.226
menit ke-3 = 1.192
A /menit = 0.105/3 = 0.035
Kadar SGPT = 0.035 x 1745 = 61.075 U/L

16

Lampiran 6 Daftar bobot badan tikus selama perlakuan


Kelompok A kontrol normal
Kelompok
A
No Tikus
A1
A2
A3
A4
A5
rataan

152.23
181.72
146.11
155.78
184.98
164.16

148.64
182.14
140.73
168.99
187.36
165.57

Bobot badan tikus hari ke- (gram)


14
21
28
35
157.35
194.95
150.25
191.19
203.17
179.38

163.67
214.57
161.78
203.79
221.03
192.96

165.16
221.16
171.65
206.02
225.44
197.88

165.31
215.17
168.68
208.59
224.15
196.38

42

49

192.06
216.06
173.85
212.19
226.55
204.14

180.51
220.70
179.25
216.02
227.63
204.822

Kelompok B kontrol positif (hepatotoksik);induksi parasetamol 250 mg/kgBB


Kelompok
B
No Tikus
B1
B2
B3
B4
B5
rataan

156.07
170.19
115.12
168.26
187.57
159.44

158.13
172.09
118.05
170.72
186.42
161.08

Bobot badan tikus hari ke- (gram)


14
21
28
35
169.52
182.50
128.34
194.49
207.39
176.44

177.96
191.84
123.55
196.05
222.11
182.30

187.47
189.92
mati
192.72
215.49
196.40

187.15
191.44
mati
192.25
212.56
195.85

42

49

183.50
189.48
mati
193.93
207.31
193.55

177.00
185.58
mati
191.52
198.11
188.05

Kelompok C perlakuan induksi parasetamol 250 mg/kgBB selama 7 minggu, minggu ke


5 diinduksi ekstrak rumput mutiara 400 mg/kgBB
Kelompok
C
No Tikus
C1
C2
C3
C4
C5
rataan

155.78
180.43
146.19
145.52
151.36
155.85

158.31
174.65
156.21
144.84
148.04
156.41

Bobot badan tikus hari ke- (gram)


14
21
28
35
175.71
188.96
162.61
156.93
144.39
165.72

182.86
204.12
162.24
160.05
162.06
174.26

160.17
203.10
mati
147.80
168.67
169.93

164.38
204.54
mati
151.53
177.26
174.43

42

49

169.10
200.26
mati
157.87
179.52
176.50

182.28
210.55
mati
167.96
188.43
187.30

Kelompok D perlakuan induksi parasetamol 250 mg/kgBB selama 7 minggu, minggu ke


5 diinduksi ekstrak rumput mutiara 800 mg/kgBB
Kelompok
D
No Tikus
D1
D2
D3
D4
D5
rataan

167.45
156.24
162.76
171.52
152.47
162.08

153.89
162.39
161.40
145.10
151.01
154.76

Bobot badan tikus hari ke- (gram)


14
21
28
35
164.20
167.36
175.09
166.99
161.09
166.95

187.21
162.92
175.90
177.27
170.74
174.80

191.55
155.78
173.50
mati
170.57
172.85

194.16
169.45
177.87
mati
165.60
176.77

42

49

199.46
172.21
187.63
mati
171.84
182.78

208.85
180.90
196.45
Mati
180.83
191.76

17

Lanjutan Lampiran 6
Kelompok E perlakuan induksi parasetamol 250 mg/kgBB selama 4 minggu, minggu ke
5 diinduksi ekstrak rumput mutiara 400 mg/kgBB
Kelompok
E
No Tikus
E1
E2
E3
E4
E5
rataan

150.57
161.62
135.40
158.91
175.77
156.45

148.41
132.18
mati
154.81
170.13
151.38

Bobot badan tikus hari ke- (gram)


14
21
28
35
158.22
145.52
mati
173.15
183.40
165.07

172.01
158.91
mati
179.93
189.49
175.08

173.81
160.70
mati
177.37
191.37
175.81

178.48
160.28
mati
181.71
195.21
178.92

42

49

189.64
163.32
mati
190.32
201.75
186.26

193.36
168.07
mati
199.27
209.48
192.55

Kelompok F perlakuan induksi parasetamol 250 mg/kgBB selama 4 minggu, minggu ke


5 diinduksi ekstrak rumput mutiara 800 mg/kgBB
Kelompok F
No Tikus
F1
F2
F3
F4
F5
rataan

0
145.68
158.49
172.22
147.16
168.34
158.37

7
130.81
139.55
158.85
140.30
156.97
145.29

Bobot badan tikus hari ke- (gram)


14
21
28
35
145.53
152.00
153.94
159.69
156.17
169.09
163.26
167.42
176.39
187.91
mati
mati
137.70
149.85
155.78
156.97
167.51
175.66
177.02 179.06
156.66
166.90
162.50
165.78

42
170.08
176.52
mati
167.90
188.09
175.65

49
171.58
186.62
mati
170.96
200.33
182.37

Lampiran 7 Kadar SGPT tikus pada masa perlakuan


Kelompok A kontrol normal
Kelompok A
No Tikus
0
A1
33.174
A2
18.031
A3
29.083
A4
23.266
A5
19.776
Rataan
24.666
SD
6.359

Kadar SGPT tikus minggu ke- ( U/L)


4
5
6
40.158
61.075
80.851
36.666
65.728
57.585
41.904
84.341
82.015
34.920
78.525
71.545
31.130
49.441
88.413
36.955
67.822
76.082
4.269
13.921
11.966

Kelompok B kontrol positif (hepatotoksik);induksi parasetamol 250 mg/kgBB


Kelompok B
Kadar SGPT tikus minggu ke- ( U/L)
No Tikus
0
4
5
6
B1
31.991
141.426
182.640
191.950
B2
23.266
125.712
148.906
161.121
B3
24.444
132.696
mati
mati
B4
29.682
112.261
139.696
155.886
B5
31.428
108.252
136.691
150.070
Rataan
28.162
124.069
151.983
164.756
SD
4.004
13.856
21.088
18.682

7
64.565
58.167
73.290
60.493
48.278
60.958
9.136

7
209.520
198.340
mati
193.695
188.460
197.503
8.970

18

Lanjutan Lampiran 7
Kelompok C perlakuan induksi parasetamol 250 mg/kgBB selama 7 minggu, minggu ke 5 diinduksi
ekstrak rumput mutiara 400 mg/kgBB
Kelompok C
Kadar SGPT tikus minggu ke- ( U/L)
No Tikus
0
4
5
6
7
C1
29.682
128.548
111.680
95.975
88.9905
C2
31.428
149.488
121.568
105.863
91.321
C3
34.920
mati
mati
mati
mati
C4
33.174
122.150
114.006
87.831
72.708
C5
27.083
144.835
111.098
85.505
76.198
Rataan
31.257
136.255
114.588
93.793
82.304
SD
3.042
13.001
4.819
9.213
9.226
Kelompok D perlakuan induksi parasetamol 250 mg/kgBB selama 7 minggu, minggu ke 5 diinduksi
ekstrak rumput mutiara 800 mg/kgBB
Kelompok D
Kadar SGPT tikus minggu ke- ( U/L)
No Tikus
0
4
5
6
7
D1
16.266
104.118
98.883
83.760
79.106
D2
22.103
133.783
112.843
94.811
86.668
D3
24.430
126.803
122.731
118.078
91.321
D4
23.266
mati
mati
mati
mati
D5
28.501
114.588
104.118
92.485
86.086
Rataan
22.913
119.823
109.643
97.283
85.795
SD
4.429
13.135
10.453
14.656
5.037
Kelompok E perlakuan induksi parasetamol 250 mg/kgBB selama 4 minggu, minggu
ekstrak rumput mutiara 400 mg/kgBB
Kelompok E
Kadar SGPT tikus minggu ke- ( U/L)
No Tikus
0
4
5
6
E1
23.166
115.170
103.536
100.628
E2
27.649
238.483
102.373
68.055
E3
22.397
mati
mati
mati
E4
18.224
117.496
105.863
86.086
E5
27.485
214.053
109.353
73.870
Rataan
23.784
171.300
105.281
82.159
SD
3.932
64.256
3.078
14.424

ke 5 diinduksi
7
93.067
62.820
mati
73.290
50.605
69.946
17.987

Kelompok F perlakuan induksi parasetamol 250 mg/kgBB selama 4 minggu, minggu ke 5 diinduksi
ekstrak rumput mutiara 800 mg/kgBB
Kelompok F
Kadar SGPT tikus minggu ke- ( U/L)
No Tikus
0
4
5
6
7
F1
33.178
190.205
143.090
86.086
70.963
F2
27.936
139.600
116.333
82.015
73.871
F3
36.666
mati
mati
mati
mati
F4
34.920
221.033
209.400
93.648
84.341
F5
29.682
175.663
133.783
98.883
94.811
Rataan
32.476
181.625
150.651
90.158
80.996
SD
3.621
33.804
40.705
7.554
10.854

19

Lampiran 8 Kadar SGOT tikus pada masa perlakuan


Kelompok A kontrol normal
Kelompok A
No Tikus
0
A1
71.586
A2
66.310
A3
55.258
A4
54.095
A5
77.943
Rataan
65.038
SD
10.325

Kadar SGOT tikus minggu ke- ( U/L)


4
5
6
91.321
91.321
80.316
43.679
61.656
73.332
62.212
124.476
106.506
78.823
104.118
90.792
72.281
67.473
76.459
69.663
89.809
85.481
17.961
25.982
13.471

Kelompok B kontrol positif (hepatotoksik);induksi parasetamol 250 mg/kgBB


Kelompok B
Kadar SGOT tikus minggu ke- ( U/L)
No Tikus
0
4
5
6
B1
76.780
164.030
173.735
192.531
B2
47.696
161.121
177.408
193.113
B3
52.350
159.376
mati
mati
B4
50.605
115.081
152.978
189.041
B5
48.278
164.101
183.806
195.544
Rataan
55.142
152.741
171.982
192.557
SD
12.239
21.148
13.335
2.682

7
78.570
75.078
103.014
99.552
83.808
88.004
12.573

7
203.583
246.626
mati
195.440
222.778
217.107
22.773

Kelompok C perlakuan induksi parasetamol 250 mg/kgBB selama 7 minggu, minggu ke 5 diinduksi
ekstrak rumput mutiara 400 mg/kgBB
Kelompok C
Kadar SGOT tikus minggu ke- ( U/L)
No Tikus
0
4
5
6
7
C1
52.350
175.081
174.500
148.907
136.188
C2
58.748
130.293
162.285
129.712
120.474
C3
82.597
mati
mati
mati
mati
C4
79.683
136.110
165.775
127.967
122.220
C5
57.585
168.101
171.591
133.201
125.712
Rataan
66.192
152.396
168.539
134.947
126.148
SD
13.894
22.472
5.525
9.557
7.038
Kelompok D perlakuan induksi parasetamol 250 mg/kgBB selama 7 minggu, minggu ke 5 diinduksi
ekstrak rumput mutiara 800 mg/kgBB
Kelompok D
Kadar SGOT tikus minggu ke- ( U/L)
No Tikus
0
4
5
6
7
D1
50.023
198.930
199.511
169.846
158.886
D2
52.931
130.875
175.081
141.926
137.936
D3
51.187
178.571
182.643
151.815
130.950
D4
45.370
mati
mati
mati
mati
D5
62.820
201.838
162.285
152.978
132.696
Rataan
52.466
177.553
179.880
154.141
140.117
SD
4.629
32.795
15.552
11.584
12.859

20

Lanjutan Lampiran 8
Kelompok E perlakuan induksi parasetamol 250 mg/kgBB selama 4 minggu, minggu ke 5 diinduksi
ekstrak rumput mutiara 400 mg/kgBB
Kelompok E
Kadar SGOT tikus minggu ke- ( U/L)
No Tikus
0
4
5
6
7
E1
66.310
240.228
153.560
120.405
117.496
E2
58.166
141.345
169.846
130.875
128.548
E3
41.880
mati
mati
mati
mati
E4
66.449
111.098
162.285
148.325
137.273
E5
75.616
270.475
222.778
172.173
136.691
Rataan
61.684
190.786
177.117
142.944
130.002
SD
12.676
76.571
31.159
22.634
9.239
Kelompok F perlakuan induksi parasetamol 250 mg/kgBB selama 4 minggu, minggu ke 5 diinduksi
ekstrak rumput mutiara 800 mg/kgBB
Kelompok F
Kadar SGOT tikus minggu ke- ( U/L)
No Tikus
0
4
5
6
7
F1
47.696
230.921
198.493
133.783
122.150
F2
68.636
192.531
190.786
140.763
134.946
F3
55.258
mati
mati
mati
Mati
F4
50.605
203.583
231.503
182.061
170.428
F5
48.278
188.460
172.755
194.858
166.356
Rataan
54.095
203.874
198.493
162.860
148.470
SD
8.656
19.130
24.572
30.145
23.648

Lampiran 9 Hasil analisis ragam dan anova SGPT dengan program SAS

SGPT minggu ke-0


Perlakuan
6 ABCDEF
Number of Observations Read
30
Number of Observations Used
30
Source
DF
Squares Mean Square F Value Pr > F
Model
5 408.4681619
81.6936324
4.29 0.0063
Error
24 457.0339588
19.0430816
Corrected Total
29 865.5021207
R-Square Coeff Var
Root MSE Respon Mean
0.471944
16.03768
4.363838
27.20990
Duncan's Multiple Range Test for Respon:
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom 24
Error Mean Square
19.04308
Number of Means
2
3
4
5
6
Critical Range
5.696
5.983
6.167
6.297
6.394
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan
Mean
N
Perlakuan
grouping
A
A
A

B
B
B
B

32.476
31.257
28.162
24.666
23.784
22.913

5
5
5
5
5
5

F
C
B
A
E
D

21

Lanjutan Lampiran 9

SGPT minggu ke-4


Perlakuan
6 ABCDEF
Number of Observations Read
30
Number of Observations Used
26
Source
DF
Squares Mean Square F Value Pr > F
Model
5 60774.94228 12154.98846
13.75 <.0001
Error
20 17680.71012
884.03551
Corrected Total
25 78455.65240
R-Square Coeff Var
Root MSE Respon Mean
0.774641
23.85120
29.73273
124.6593
Duncan's Multiple Range Test for Respon:
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom 20
Error Mean Square
884.0355
Harmonic Mean of Cell Sizes 4.285714
Number of Means
2
3
4
5
6
Critical Range
42.37
44.47
45.81
46.74
47.43
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan grouping
Mean
N
perlakuan
A
A

B
B

C
C
C
D

181.63
171.30
136.26
124.07
119.82
36.96

4
4
4
5
4
5

F
E
C
B
D
A

SGPT minggu ke-5


Perlakuan
6 ABCDEF
Number of Observations Read
30
Number of Observations Used
26
Source
DF
Squares Mean Square F Value Pr > F
Model
5 23834.36982
4766.87396
12.14 <.0001
Error
20
7854.63430
392.73172
Corrected Total
25 31689.00412
R-Square Coeff Var
Root MSE Respon Mean
0.752134
17.03798
19.81746
116.3134
Duncan's Multiple Range Test for Respon:
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
20
Error Mean Square
392.7317
Harmonic Mean of Cell Sizes
4.285714
Number of Means
2
3
4
5
Critical Range
28.24
29.64
30.53
31.16
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan grouping
A
A
B
B
B
C

Mean
152.88
150.65
114.59
109.64
105.28
67.82

N
5
4
4
4
4
5

perlakuan
B
F
C
D
E
A

6
31.62

22

Lanjutan Lampiran 9

SGPT minggu ke-6


Perlakuan
6 ABCDEF
Number of Observations Read
30
Number of Observations Used
25
Source
DF
Squares Mean Square F Value Pr > F
Model
5 21476.35452
4295.27090
24.62 <.0001
Error
19
3314.27168
174.43535
Corrected Total
24 24790.62620
R-Square Coeff Var
Root MSE Respon Mean
0.866309
13.24440
13.20740
99.72060
Duncan's Multiple Range Test for Respon:
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
19
Error Mean Square
174.4354
Harmonic Mean of Cell Sizes
4.137931
Number of Means
2
3
4
5
Critical Range
19.22
20.17
20.77
21.19

6
21.50

Means with the same letter are not significantly different.


Duncan grouping
A
B
B
C
B
C
B
C
C

Mean
164.757
97.284
93.794
90.158
82.160
76.082

N
4
4
4
4
4
5

Perlakuan
B
D
C
F
E
A

SGPT minggu ke-7


Perlakuan
6 ABCDEF
Number of Observations Read
30
Number of Observations Used
25
Source
DF
Squares Mean Square F Value Pr > F
Model
5 52100.44064 10420.08813
88.75 <.0001
Error
19
2230.85787
117.41357
Corrected Total
24 54331.29851
R-Square Coeff Var
Root MSE Respon Mean
0.958940
11.42542
10.83575
94.83898
Duncan's Multiple Range Test for Respon:
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
19
Error Mean Square
117.4136
Harmonic Mean of Cell Sizes
4.137931
Number of Means
2
3
4
5
6
Critical Range
15.77
16.55
17.04
17.38
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan grouping
A
B
B
B
B
C
C

Mean
197.504
85.795
82.304
80.997
69.946
60.959

N
4
4
4
4
4
5

Perlakuan
B
D
C
F
E
A

17.64

23

Lampiran 10 Hasil analisis ragam dan anova SGOT dengan program SAS

SGOT Minggu ke-0


Perlakuan
6 ABCDEF
Number of Observations Read
30
Number of Observations Used
30
Source
DF
Squares Mean Square F Value Pr > F
Model
5
884.881425
176.976285
1.46 0.2390
Error
24 2905.714054
121.071419
Corrected Total
29 3790.595479
R-Square Coeff Var
Root MSE Respon Mean
0.233441
18.61708
11.00325
59.10297
Respon:
Levels of
perlakuan
A
B
C
D
E
F

Mean

Std Dev

5
5
5
5
5
5

65.0384000
55.1418000
66.1926000
52.4662000
61.6842000
54.0946000

10.3251024
12.2386691
13.8944742
6.4299854
12.6765577
8.6567609

SGOT minggu ke-4


Perlakuan
6 ABCDEF
Number of Observations Read
30
Number of Observations Used
26
Source
DF
Squares Mean Square F Value Pr > F
Model
5 53161.69455 10632.33891
8.02 0.0003
Error
20 26508.48835
1325.42442
Corrected Total
25 79670.18290
R-Square Coeff Var
Root MSE Respon Mean
0.667272
23.60240
36.40638
154.2487
Duncan's Multiple Range Test for Respon
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
20
Error Mean Square
1325.424
Harmonic Mean of Cell Sizes
4.285714
Number of Means
2
3
4
5
Critical Range
51.88
54.46
56.09
57.24
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan
Mean
N Perlakuan
grouping
4
F
A
203.87
A
190.79
4
E
A
177.55
4
D
A
152.74
5
B
A
152.40
4
C
B
69.66
5
A

6
58.08

24

Lanjutan Lampiran 10

SGOT minggu ke-5


Perlakuan
6 ABCDEF
Number of Observations Read
30
Number of Observations Used
25
Source
DF
Squares Mean Square F Value Pr > F
Model
5 34103.47033
6820.69407
14.77 <.0001
Error
19
8775.19160
461.85219
Corrected Total
24 42878.66193
R-Square Coeff Var
Root MSE Respon Mean
0.795348
13.32297
21.49075
161.3059
Duncan's Multiple Range Test for Respon:
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
19
Error Mean Square
461.8522
Harmonic Mean of Cell Sizes
4.137931
Number of Means
2
3
4
5
Critical Range
31.27
32.82
33.80
34.48

6
34.98

Means with the same letter are not significantly different.


Duncan
grouping
A
A
A
A
A
B

Mean

Perlakuan

198.38
179.88
177.12
171.98
168.54
89.81

4
4
4
4
4
5

F
D
E
B
C
A

SGOT minggu ke-6


Perlakuan
6 ABCDEF
Number of Observations Read
30
Number of Observations Used
25
Source
DF
Squares
Mean Square F Value Pr > F
Model
5 28700.27520
5740.05504
19.18
<.0001
Error
19
5687.45180
299.33957
Corrected Total
24 34387.72700
R-Square Coeff Var
Root MSE Respon Mean
0.834608
12.09136
17.30143
143.0892
Duncan's Multiple Range Test for Respon:
Alpha0.05
Error Degrees of Freedom
19
Error Mean Square
299.3396
Harmonic Mean of Cell Sizes
4.137931
Number of Means
2
3
4
5
Critical Range
25.18
26.42
27.21
27.76
Means with the same letter are not significantly different
Duncan
A
B
B
B
B

grouping
C
C
C
D

Mean
192.56
162.87
154.14
142.94
134.95
85.48

N
4
4
4
4
4
5

perlakuan
B
F
D
E
C
A

6
28.16

25

Lanjutan Lampiran 10

SGOT minggu ke-7


Perlakuan
6 ABCDEF
Number of Observations Read
30
Number of Observations Used
25
Source
DF
Squares Mean Square F Value Pr > F
Model
5 38747.47885
7749.49577
30.89 <.0001
Error
19
4766.81417
250.88496
Corrected Total
24 43514.29303
R-Square Coeff Var
Root MSE Respon Mean
0.890454
11.35470
15.83935
139.4960
Duncan's Multiple Range Test for Respon
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
19
Error Mean Square
250.885
Harmonic Mean of Cell Sizes
4.137931
Number of Means
2
3
4
5
Critical Range
23.05
24.19
24.91
25.41
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan grouping
A
B
B
B
B
C

Mean

217.11
148.47
140.12
130.00
126.15
88.00

N
4
4
4
4
4
5

Perlakuan
B
F
D
E
C
A

6
25.78

26

Lampiran 11 Foto hasil uji fitokimia

saponin
Alkaloid

Flavonoid

tanin

Anda mungkin juga menyukai