Anda di halaman 1dari 12

1.

Kelainan Fungsi Tiroid


a. Hipotiroid
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga
sintesis

dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk

mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Defisiensi ataupun resistensi perifer
pada hormone tiroid menimbulkan keadan hipometaboik terhadap hipotiroidisme. Apabila
kekurangan hormone timbul pada anak-anak dapat menimbulkan kretinisme. Pada anak yang
sudah agak besar atau pada umur dewasa dapat menimbulkan miksedema, disebut demikian
karena adanya edematous, penebalan merata dari kulit yang timbul akibat penimbunan
mukopolisakarid hidrofilik pada jaringan ikat diseluruh tubuh.

Gambar 1. Hipertiroidisme
Kurang aktifnya kelenjar hipotiroid memang tidak langsung berakibat fatal namun
perkembangan fisik dan kecerdasan bayi bisa terhambat. Kelenjar ini memproduksi hormon
tiroid yang berfungsi mengatur metabolisme atau penggunaan energi oleh tubuh. Hipotiroid
terjadi jika kelenjar tiroid tidak memproduksi hormon tiroid dalam jumlah yang cukup.
Akibatnya proses metabolisme pun melambat dan kerja berbagai sistem tubuh termasuk otak
terganggu. Hipotiroid bisa terjadi pada bayi yang baru lahir dan sekitar 80 hingga 90% kasus
hipotiroid terjadi pada bayi berusia di bawah 3 bulan. Sisanya terjadi pada anak, remaja, dan
orang dewasa. Hipotiroid cenderung menurun dalam keluarga dan anak perempuan dua kali
lebih berisiko dibanding anak laki-laki.

Ada beberapa kondisi yang kerap membuat bayi mengalami hipotiroid. Pertama,
akibat kelenjar tiroid memang kurang aktif memproduksi hormon. Kedua, kelenjar tiroid
tidak memproduksi hormon. Ketiga, hormonnya ada tapi kelenjar tidak berfungsi normal.
Keempat, hipotiroid akibat kelainan bawaan atau kongenital dan yang paling berbahaya
karena bisa sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak nantinya.
Kelenjar tiroid bekeja dibawah pengaruh kelenjar hipofisis, tempat diproduksi
hormone tireotropik. Hormon ini mengatur produksi hormone tiroid yaitu tiroksin (T4) dan
triido-tironin (T3). Kedua hormone tersebut dibentuk dari monoido-tirosin dan diido-tirosin.
Untuk ini diperlukan odium. T3 dan T4 diperlukan dalam proses metabolic di dalam badan,
lebih-lebih pada pemakaian oksigen. Selain itu ia merangsang sintesis protein dan
mempengaruhi metabolism karbohidrat, lemak dan vitamin. Hormon ini juga diperlukan
untuk mengoah karoten menjadi vitamin A. Untuk pertumbuhan badan, hormone ini sangat
dibutuhkan, tetapi harus bekerja sama dengan growth hormone.
Kekurangan hormon tiroid menyebabkan melambatnya fungsi tubuh. Banyak
penderita yang mengalami penambahan berat badan, sembelit dan tidak tahan terhadap cuaca
dingin. Rambut menjadi tipis, kasar dan kering; kulit menjadi kasar, kering, bersisik dan
menebal. Banyak penderita yang mengalami sindroma terowongan karpal. Gejala
hipotiroidisme yang lain adalah dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi,
kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan
kemampuan bicara.

Gambar 2. Gambaran Hipotiroid pada anak

b. Hipertiroid
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai
respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan.
Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang
kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar
tiroid menjadi besar.

Gambar 3. Hipertiroid
Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau
hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH
dan TRF karena umpan balik negatif HT terhadap pelepasan keduanya. Hipertiroidisme
akibat rnalfungsi hipofisis memberikan gambaran kadar HT dan TSH yang tinggi. TRF akan
Tendah karena umpan balik negatif dari HT dan TSH. Hipertiroidisme akibat malfungsi
hipotalamus akan memperlihatkan HT yang tinggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan.
Manifestasi klinis pada penderita hipertiroid:

Peningkatan frekuensi denyut jantung.


Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap

katekolamin.
Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran

terhadap panas, keringat berlebihan.


Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik).
Peningkatan frekuensi buang air besar.
Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid.
Gangguan reproduksi.
Tidak tahan panas.

Cepat letih.
Tanda bruit.
Haid sedikit dan tidak tetap.
Pembesaran kelenjar tiroid.
Mata melotot (exoptalmus).

2. Pertumbuhan dan Perkembangan gigi


Benih gigi mulai dibentuk sejak janin berusia 7 minggu dan berasal dari lapisan
ektodermal serta mesodermal. Lapisan ektodermal berfungsi membentuk email dan
odontoblast, sedangkan mesodermal membentuk dentin, pulpa, semen, membran periodontal,
dan tulang alveolar. Pertumbuhan dan perkembangan gigi dibagi dalam tiga tahap, yaitu
perkembangan, kalsifikasi, dan erupsi.
a. Tahap Perkembangan gigi
Tahap perkembangan gigi dibagi atas 5 tahap:

Inisiasi (bud stage)


Merupakan permulaan terbentuknya benih gigi dari epitel mulut. Sel-sel tertentu pada

lapisan basal dari epitel mulut berproliferasi lebih cepat daripada sel sekitarnya. Hasilnya
adalah lapisan epitel yang menebal di regio bukal lengkung gigi dan meluas sampai seluruh
bagian maksila dan mandibula.

Proliferasi (cap stage)


Lapisan sel-sel mesenkim yang berada pada lapisan dalam mengalami proliferasi,

memadat, dan bervaskularisasi membentuk papila gigi yang kemudian membentuk dentin dan
pulpa pada tahap ini. Sel-sel mesenkim yang berada di sekeliling organ gigi dan papila gigi
memadat dan fibrous, disebut kantong gigi yang akan menjadi sementum, membran
periodontal, dan tulang alveolar.

Histodiferensiasi (bell stage)


Terjadi diferensiasi seluler pada tahap ini. Sel-sel epitel email dalam (inner email

epithelium) menjadi semakin panjang dan silindris, disebut sebagai ameloblas yang akan

berdiferensiasi menjadi email dan sel-sel bagian tepi dari papila gigi menjadi odontoblas yang
akan berdiferensiasi menjadi dentin.

Gambar 4. Siklus hidup gigi. (AD)Tahap perkembangan gigi. (A)Inisiasi (bud stage),
(B)Proliferasi (cap stage), (C)Histodiferensiasi, Morfodiferensiasi (bell stage), (D)Aposisi dan
dilanjut dengan tahap kalsifikasi, (E)Sebelum erupsi, (F)Setelah erupsi, (G dan H) Atrisi, (I) Resesi
gingiva dan kehilangan jaringan pendukung sehingga terjadinya eksfoliasi.

Morfodiferensiasi
Sel pembentuk gigi tersusun sedemikian rupa dan dipersiapkan untuk menghasilkan

bentuk dan ukuran gigi selanjutnya. Proses ini terjadi sebelum deposisi matriks dimulai.
Morfologi gigi dapat ditentukan bila epitel email bagian dalam tersusun sedemikian rupa
sehingga batas antara epitel email dan odontoblas merupakan gambaran dentinoenamel
junction yang akan terbentuk. Dentinoenamel junction mempunyai sifat khusus yaitu
bertindak sebagai pola pembentuk setiap macam gigi. Terdapat deposit email dan matriks

dentin pada daerah tempat sel-sel ameloblas dan odontoblas yang akan menyempurnakan gigi
sesuai dengan bentuk dan ukurannya.

Aposisi
Terjadi pembentukan matriks keras gigi baik pada email, dentin, dan sementum.

Matriks email terbentuk dari sel-sel ameloblas yang bergerak ke arah tepi dan telah terjadi
proses kalsifikasi sekitar 25%-30%.
b. Tahap kalsifikasi gigi
Tahap kalsifikasi adalah suatu tahap pengendapan matriks dan garam-garam kalsium.
Kalsifikasi akan dimulai di dalam matriks yang sebelumnya telah mengalami deposisi dengan
jalan presipitasi dari satu bagian ke bagian lainnya dengan penambahan lapis demi lapis.
c. Tahap Erupsi gigi
Erupsi gigi merupakan suatu proses yang berkesinambungan dimulai dari awal
pembentukan melalui beberapa tahap sampai gigi muncul ke rongga mulut. Ada dua fase
yang penting dalam proses erupsi gigi, yaitu erupsi aktif dan pasif. Erupsi aktif adalah
pergerakan gigi yang didominasi oleh gerakan ke arah vertikal, sejak mahkota gigi bergerak
dari tempat pembentukannya di dalam rahang sampai mencapai oklusi fungsional dalam
rongga mulut, sedangkan erupsi pasif adalah pergerakan gusi ke arah apeks yang
menyebabkan mahkota klinis bertambah panjang dan akar klinis bertambah pendek sebagai
akibat adanya perubahan pada perlekatan epitel di daerah apikal.
Gigi desidui yang juga dikenal dengan gigi primer jumlahnya 20 di rongga mulut,
yang terdiri dari insisivus sentralis, insisivus lateralis, kaninus, molar satu, dan molar dua
dimana terdapat sepasang pada maksila dan mandibula masing-masing.Pada usia 6 bulan
setelah kelahiran, gigi insisivus sentralis mandibula yang merupakan gigi yang pertama
muncul di rongga mulut, dan berakhir dengan erupsinya gigi molar dua maksila.
Erupsi gigi permanen pada umumnya terjadi antara usia 5 sampai 13 tahun kecuali
gigi permanen molar tiga (erupsi antara 17 sampai 21 tahun), juga seiring dengan
pertumbuhan dan perkembangan pubertas.
Table 1. Perkembangan kronologis pada gigi permanen

3. Pengaruh kelainan tiroid pada perumbuhan gigi desidui


Pada kelainan tiroid terdapat dua kemungkinan yang terjadi pada pertumbuhan dan
perkembangan gigi pada anak. Kelainan ini disebabkan karna kaitan hormone tiroid terhadap
fungsi metabolism serta perkembanagan jaringan. Secara umum tiroid berpengaruh terhadap
perkembangan dan pertumbuhan pada anak dengan bekerjasama dengan Growth Hormon,
sehingga berpengaruh besar dalam pembentukan tulang, pembentukan gigi, dan jaringan yang
lainnya. Konsentrasi T3 dan T4 dalam plasma dikendalikan melalui mekanisme umpan balik
negatif yaitu melaui poros hipotalamus-hipofisis-tiroid. Aktivitas kelenjar tiroid dirangsang
oleh TSH dari adenohipofisis, dan TSH sendiri oleh TRH dari hipotalamus. Hormon T3 dan
T4 yang dihasilkannya berada dalam bentuk senyawa bebas, bila kadar fisiologik normalnya
telah dilampaui, akan menghambat produksi TSH mungkin juga TRH, sehingga aktivitas
produksi kelenjar tiroid ditekan. Produksi TSH juga dipengaruhi oleh rangsang suhu. Pada
udara dingin sekresi TSH meningkat, dan pada udara panas sekresi TSH akan menurun.
Pada kedaan hipotiroid, sekresi dari hormone tiroid kurang sehingga mengganggu prosesproses yang ada dalam tubuh seperti metabolism tubuh, serta pengaturan energy juga
terganggu. Energi ini digunakan untuk menggerakkan seluruh sistem tubuh seperti proses
pencernaan, kerja anggota tubuh, proses berpikir otak, dan sebagainya. Hipotiroid terjadi jika
kelenjar tiroid tidak memproduksi hormon tiroid dalam jumlah yang cukup. Akibatnya proses

metabolisme pun melambat dan kerja berbagai sistem tubuh termasuk otak terganggu.
Sehingga pada anak dapat menyebabkan penurunan IQ, serta perlambatan perkembangan dan
pertumbuhan. Di dalam sebuah jurnal juga disebutkan Laura dkk, bahwasanya pada
hipotiroid terjadi perlambatan terjadinya erupsi gigi decidui pada anak. Ini berkaitan dengan
proses metabolism tubuh yang menjadi lambat akibat kurangnya salah satu hormone
pertumbuhan yaitu tiroid. Sehingga pada anak yang hipotiroid, pertumbuhan giginya akan
lambat, pada anak normal gigi tumbuh biasanya 6 bulan, sedangkan pada anak hipotiroid bisa
lebih lambat, begitu juga dengan erupsi giginya.dan efek lain dari hipotiroid yaitu terjadinya
macroglosia dan micrognathia.
Pada keadaan hipertiroid, sekresi dari hormone tiroid yang terlalu berlebihan, sehingga proses
metabolism maupun proses pengaturan energy juga tinggi. Pada keadaan hipertiroid ini pada
anak terlihat gambaran obese karna anak yang sering makan akibat pengaturan nafsu makan
yang tidak terkontrol. Pada anak hipertiroid berbeda dengan hipotiroid dalam pertumbuhan
giginya. Menurut Laura dkk, pada anak yang hipertiroid pertumbuhan serta erupsi gigi terjadi
lebih cepat dari biasanya akibat pelepasan hormone tiroid yang berlebihan di dalam tubuh
sehingga merangsang metabolism serta produksi energy yang berlebih. Pada anak normal
erupsi gigi terjadi pada usia 5 sampai dengan 15 tahun. Pada anak yang mengalami
hipertiroid erupsi giginya menjadi lebih cepat, sehingga terlihat gambaran gigi biasanya anak
gingsul (tidak teratur dan berdempet satu dengan yang lain) akibat pertumbuhan gigi
permanen yang lebih dahulu sebelum gigi decidui lepas atau akarnya mati. Dan pada
hipertiroid meningkatkan terciptanya caries pada gigi, sehingga menyebabkan gigi cepat
rusak. Serta efek lain pada mulut yaitu osteoporosis pada maxilla dan mandibular, sindrom
mulut terbakar, dan meningkatkan penyakit periodontal gigi seperti gingivitis dan
periodontitis yang merusak jaringan pendukung gigi seperti gusi dan penghubung gigi dengan
tulang penyangga gigi yaitu tulang alveolar.

Table 2. Perbedaan hipotiroid dan hipertiroid pada bagian mulut

1 PENANGANAN DENTAL PASIEN DENGAN KELAINAN KELENJAR TIROID


1
Hipertiroid
Pasien dengan hipertiroid memerlukan perhatian khusus dalam penanganan dental
pada pasien dengan hipertiroid antara lain (Sholu et al 2011) :
a Hemostasis. Penderita hipertiroid memerlukan perhatian khusus terutama dalam
hemostasi karena durasi perdarahan pada pasien hipertiroid lebih lama. Hal ini
b

dikarenakan meningkatnya deyut jantung yang menyebabkan peningkatan tekanan darah.


Obat profiltiourasil (PTU) yang digunakan oleh penderita hipertirioid memiliki efek anti

vitamin K sehingga dapat menyebabkan hipoprotrombinemia dan perdarahan


Penggunaan analgetik seperti aspirin dikontraindikasikan untuk penderita hipertiroid
karena dapat mempengaruhi ikatan protein dari T3 dan T4, meningkatkan protein

bebasnya dan memperburuk tirotoksikosis


Pemberian analgetik NSAID harus dengan hati-hati terutama pada pasien yang juga

mengkonsumsi beta bloker


Penggunaan epineprin dikontraindikasikan pada pasien dengan hipertiroid yang tidak

terkontrol
Adanya risiko krisi tirotoksis yang disebabkan oleh kecemasan, stress pada saat
pembedahan memerlukan posisi duduk semi supine
Langkah-langkah yang diperhatikan untuk penanganan dental pada pasien hipertiroid

diantaranya adalah:
Sebelum perawatan

Tentukan jenis kondisi tiroid


Apakah disertai adanya penyakit kardiovaskular?
Jika Iya, tentukan status kardiovaskular
Apakah menunjukkan adanya gejala penyakit tiroid?

Jika iya lakukan konsultasi dengan dokter


Dapatkan batas minimum TSH, lama terapi dan monitoring medis
Dapatkan batas minimum hitung darah lengkap. Beri perhatian terhadap obat yang dapat

menyebabkan leukopenia dan anemia (PTU)


Buat modifikasi perawatan yang tepat jika pasien menjalani terapi antikoagulan
Periksa tekanan darat dan denyut nadi

Selama perawatan

Pemeriksaan rongga mulut meliputi kelenjar saliva dan manifestasi rongga mulut
Monitor vital sign selama prosedur:
o Jika pasien euthyroid -> tidak ada kontraindikasi terhadap anastesi lokal disertai
epinefrin
o Jika pasien menjalani terapi non selektif b blocker -> hati-hati terhadap anastesi lokal

dengan epinefrin
o Jika hipertiroid tidak terkontrol -> hindari penggunaan epinefrin
Minimalisir stres
Hentikan perawatan jika menunjukkan adanya gejala penyakit tiroid
Buat modifikasi perawatan yang tepat jika terjadi kerusakan organ akhir (DM, CVD,
asthma)
Setelah perawatan

Kontrol nyeri
Gunakan pencegahan dengan NSAID pada pasien, hindari penggunaan aspirin
Lanjutkan terapi pada penyakit tiroid seperti yang ditentukan

2
Hipotiroid
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan dental pada pasien hipotiroid diantaranya
adalah:
a Infeksi. Pada hipotiroid akan terjadi penurunan aktivitas metabolisme dalam fibroblas,
sehingga penyembuhan luka terlambat. Hal itu menyebabkan peningkatan risiko infeksi
karena paparan jangka panjang terhadap organisme patogen pada jaringan yang tidak
b

sembuh
Penyakit kardiovaskular. Pada hipotiroid akan terjadi penurunan aktivitas metabolisme
yang akan menyebabkan peningkatan LDL (low-density lipoprotein). Hal tersebut dapat
menyebabkan peningkatan arteriosklerosis sehingga pasien mungkin memerlukan
antibiotik profilaksis.
Daftar Pustaka

1. Sylvia Price, Lorraine Wilson. Patofisiologi Edisi ke-6 Volume 2. Jakarta EGC, 2006
2. Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publising;2009. Vol. 3. hal. 1977-83.
3. Fabue LC, Soriano YJ, Perez GS. Dental management of patients with endocrine
disorders. J Clin Exp Dent. 2010;2(4):e196-203.
4. Alia N.U. Aspek Fisiologi Kelenjar Tiroid. Medicinesia Metabolik Endokrin. 2011.
5. Ganong W. Kelenjar Tiroid, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta:
McGraw-Hill & EGC; 2003.
6. Harold H. Lindner, MD, A Lange Medical Book Clinical Anatomy, Appleton &
Lange, Connenticut, 1989. Page 132-138.
7. John B. Christensen, Ira R, Telford, Fifth edition, J.B. Lippincott Company, 1988
Washington DC. Page 316-318.
8. N.C.Chakrabarty, D. Chakrabarty, Fundamentals of Human Anatomy, New Central
Book Agency (P) LTD, Calcutta, 1997. Page 162-167.
9. Price SA. Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006
10. Scully. C, Kalantzis A. Oxford Handbook of Dental Patient Care, Second edition.
London. Oxford University Press; 2005. Page 210
11. James W. Little, Donald Falace, Craig Miller, Nelson L. Rhodus. Dental Management
of the Medically Compromised Patient, Eight edition. Missouri. Elsevier; 2012. Page
266
12. Richard S. Snell, MD, PhD, Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition,
13. New York. Page 652-653, 796
14. Sherwood L Human Physiology 7 th Ed. Department of Physiology and Pharmacology
School of Medicine West Virginia University, 2010. Pg 691- 697
15. Kumar V, Abbas AK, Aster JC (ed.). Robbins basic pathology. 9th ed. Canada :
Elsevier. 2013
16. Sholu C, Manis B. Oral manifestation of thyroid disorder and its management. Indian
J Endocrinol Metab 2011, 15(2):113-116
17. Snell, Richard S. Anatomi Klinik Bagian 3. Hal 36-37. Jakarta; EGC
18.

Anda mungkin juga menyukai