Anda di halaman 1dari 13

BAHAN KULIAH NEUROLOGI

UNTUK MAHASISWA PS 04 PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN


GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
MATA KULIAH
SKS
WAKTU
TIU
TIK

POKOK BAHASAN
SUB-POKOK BAHASAN

: ILMU PENYAKIT SARAF/ NEUROLOGI


: 1 SKS
: 1 KALI PERTEMUAN (60 MENIT)
: Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa kedokteran gigi mampu
memanfaatkan konsep umum neurologi dalam penanganan pasien
terutama dalam hal konsultasi, rujukan dan edukasi pasien.
: Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa kedokteran gigi mampu
mendefinisikan stroke, memahami patofisiologi stroke secara umum,
mengenali gejala & tanda stroke, memahami terapi stroke secara umum,
memberikan komunikasi, informasi dan edukasi pada pasien tentang
stroke, serta menjelaskan relevansi stroke dengan ilmu kedokteran gigi.
: STROKE/ GANGGUAN PEREDARAN DARAH OTAK (GPDO)
:
Pendahuluan
Definisi dan Klasifikasi Stroke
Faktor Resiko
Patofisiologi
Gejala dan Tanda Stroke
Diagnosis dan Diagnosis Banding
Terapi
Pencegahan
Relevansi dengan Ilmu Kedokteran Gigi

Bahan Kuliah Stroke/ GPDO


PS Ilmu Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Unsrat Manado 2007

STROKE/ GANGGUAN PEREDARAN DARAH OTAK


(GPDO)
PENDAHULUAN
Stroke atau brain attack merupakan suatu kumpulan gejala yang terjadi mendadak
yang disebabkan terganggunya aliran darah ke suatu daerah di otak.
Ada beberapa nama yang bersinonim dengan stroke yaitu apoplexy cerebri,
cerebrovascular accident (CVA), cerebrovascular diseases (CVD), gangguan peredaran darah
otak (GPDO), dan brain attack atau serangan otak.
Stroke merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar. Penyakit ini adalah
penyebab kematian ke-3 di Amerika Serikat (Gambar 1) dan ke-2 negara-negara maju lainnya.
Sekitar 4,5 juta kasus stroke terjadi setiap tahun di seluruh dunia. Dua puluh persen pasien
meninggal dalam 30 hari. Mortalitas ikutan sekitar 16 18% setiap tahun. Sembilan puluh persen
penderita yang bertahan hidup mengalami gejala sisa dan 30% menjadi cacat.

Gambar 1.

Lima besar penyakit penyebab kematian di AS


Sumber: Rosenberg, dkk (1996)

Prevalensi stroke di Indonesia adalah sekitar 28% dari keseluruhan penyakit dan di RSU
Prof. dr. R.D. Kandou kelompok diagnosis stroke (stroke hemoragik, stroke iskemik, dan poststroke) mengambil sekitar seperlima (18%) porsi dari keseluruhan penyakit. Di Bagian Neurologi
RSU Prof. dr. R.D. Kandou, stroke menempati urutan pertama dari 10 penyakit terbanyak.
Istilah time is brain untuk penanganan stroke menunjukkan betapa faktor kecepatan
memainkan peranan penting dalam prognosis stroke. Golden period untuk penanganan stroke

Bahan Kuliah Stroke/ GPDO


PS Ilmu Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Unsrat Manado 2007
akut adalah enam jam (di negara-negara maju golden period-nya adalah tiga jam). Setelah
melewati golden period tersebut prognosis menjadi lebih buruk.
Di sisi lain, banyak faktor resiko stroke telah diketahui dan pengendalian faktor-faktor
resiko yang dapat dimodifikasi (seperti hipertensi) mampu menekan insidens stroke di seluruh
dunia dalam waktu 20 tahun terakhir ini.
Berdasarkan hal-hal di atas, jelaslah bahwa stroke penting untuk diketahui dan dipelajari.
Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) untuk masyarakat luas terutama ditujukan pada
pengetahuan tentang pencegahan stroke dan hal-hal yang harus dilakukan jika terkena stroke.

DEFINISI & KLASIFIKASI STROKE


Menurut WHO tahun 1986 yang dikutip oleh Karema (2001), stroke adalah tanda-tanda
klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejalagejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih ataupun menyebabkan kematian, tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular.
Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebab, onset, lokalisasi, serta menurut
kriteria Bamford. Untuk kepentingan pengajaran kali ini cukuplah diketahui tentang klasifikasi
menurut penyebabnya. New York Neurological Institute seperti yang dikutip oleh Karema
(2001), mengklasifikasikan stroke atas penyebabnya yaitu:
-

Stroke iskemik (stroke nonhemoragik) yang terdiri dari:


o

Trombosis

Emboli

Stroke perdarahan (stroke hemoragik) yang terdiri dari:


o

Perdarahan intraserebral (PIS)

Perdarahan subaraknoid (PSA).

FAKTOR RESIKO
Resiko stroke meningkat seiring dengan berat dan banyak faktor resiko. Penggolongan
faktor resiko menurut Guidelines Stroke Perdossi 2004 terdapat dalam Tabel I.

Tidak dapat dimodifikasi


Usia
Jenis kelamin
Herediter
Ras/ etnik

TABEL I
FAKTOR RESIKO STROKE
Faktor Resiko Stroke
Dapat dimodifikasi
Hipertensi
Riwayat stroke
Penyakit jantung
Diabetes melitus
Penyakit karotis asimptomatis
(stenosis karotis)
Transient ischemic attack (TIA)
Hiperkolesterolemia

Merokok
Obesitas
Alkoholik
Penggunaan narkotik
Hiperhomosisteinemia
Antibodi antifiosfolipid
Hiperurisemia

Bahan Kuliah Stroke/ GPDO


PS Ilmu Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Unsrat Manado 2007

Penggunaan kontrasepsi oral

Peninggian hematokrit
Peninggian kadar fibrinogen

Sumber: Misbach J, dkk (2004)

PATOFISIOLOGI
Sirkulus Willisi dan Kolateral Pembuluh Darah Otak
Parenkim otak terutama memperoleh pasokan darah dari arteri karotis interna kanan dan
kiri serta arteri vertebralis kanan dan kiri. Arteri karotis interna memberi cabang arteri serebri
media dan arteri serebri anterior yang memperdarahi otak depan kiri dan kanan. Arteri vertebralis
menyatu menjadi arteri basilaris. Arteri basilaris kemudian membagi diri menjadi arteri serebri
posterior kiri dan kanan yang memperdarahi otak bagian belakang. Sistem arteri untuk otak
belakang dihubungkan oleh arteri komunikans posterior dengan sistem arteri untuk otak depan.
Sistem arteri untuk otak bagian kanan dihubungkan dengan bagian kiri dengan arteri komunikans
anterior. Struktur ini membentuk suatu lingkaran yang dinamakan sirkulus Willisi (Gambar 2).
a. komunikans anterior
a. serebri anterior
a. serebri media
a. karotis interna
a. komunikans posterior
a. serebri posterior

a. basilaris

a. vertebralis
Gambar 2.

Sirkulus Willisi

Sirkulus Willisi berfungsi sebagai kolateral pembuluh darah (struktur pembuluh darah
alternatif yang terutama berfungsi jika struktur pembuluh darah utama mengalami gangguan).
Sirkulus ini penting dalam keadaan di mana pembuluh utama mengalami gangguan. Misalnya
jika terjadi sumbatan pada arteri serebri anterior kanan maka darah untuk daerah yang
diperdarahi oleh arteri serebri anterior kanan bisa dipasok dari pembuluh darah lain lewat arteri
komunikans, misalnya dari arteri karotis interna kiri lewat arteri komunikans anterior. Dalam hal
ini, arteri komunikans anterior menjadi kolateralnya. Dalam keadaan normal darah pada struktur
kiri dan kanan, depan dan belakang tidak saling bertukar.
Terdapat kolateral-kolateral lain selain di sirkulus Willisi misalnya anastomosis arteriarteri Huebner di daerah superfisial otak.

Bahan Kuliah Stroke/ GPDO


PS Ilmu Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Unsrat Manado 2007

Sumbatan & Perdarahan Sebagai Penyebab Utama Stroke


Penyebab stroke berbeda-beda. Plak ateroma yang menyempitkan lumen arteri, radang
pembuluh darah yang membengkakkan lumen arteri, pengerasan pembuluh darah yang
menghambat vasodilatasi, terbentuknya gumpalan darah yang menyumbat aliran darah, atau
pecahnya pembuluh darah, dll bisa menyebabkan stroke. Namun dasarnya adalah terjadinya
penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah yang mengakibatkan suplai darah ke daerah otak
yang disuplai pembuluh darah tersebut berkurang/ terhenti serta adanya pembengkakan atau
pendesakan jaringan otak akibat edema otak atau gumpalan darah.

Patologi Stroke Dapat Dilihat Pada Tiga Level


Patologi stroke bisa diterangkan pada level vaskular, selular, dan biomolekular. Pada
level vaskular terjadi gangguan aliran darah otak yang mengakibatkan gangguan suplai darah.
Gangguan suplai darah untuk sel-sel saraf akan memulai suatu rangkaian reaksi biokimiawi yang
berakhir pada kematian sel saraf lewat mekanisme induksi apoptosis (kematian sel terprogram)
serta nekrosis. Rangkaian reaksi ini disebut kaskade iskemik.
Pada level selular terjadi gangguan fungsi otak, gangguan aktivitas listrik otak dan
akhirnya kematian sel saraf. Gambaran wilayah otak yang mengalami gangguan bila dipotong
melintang akan memperlihatkan area seperti telur mata sapi (Gambar 3). Daerah tengah yang
berwarna kehitaman merupakan daerah infark (sel-sel saraf sudah mati), daerah di luarnya yang
pucat disebut penumbra (sel-sel saraf mengalami iskemia tetapi belum mati) serta daerah paling
luar yang kemerahan karena perfusi darah yang berlebihan disebut area dengan perfusi
berlebihan (area of luxurious perfusion).

Bahan Kuliah Stroke/ GPDO


PS Ilmu Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Unsrat Manado 2007
Gambar 3.

Fenomena telur mata sapi


Pada gambar ini warnanya berbeda dengan penampakan
patologinya. Area infark (ischemic core) berwarna merah
muda terang, area penumbra (ischemic penumbra) berwarna
merah muda dan area dengan perfusi berlebihan adalah
daerah berwarna hitam.

Untuk stroke hemoragik, selain kaskade iskemik juga terjadi efek akibat tekanan
intrakranial yang meningkat cepat dan efek toksik akibat zat-zat dalam darah yang berkontak
langsung dengan sel-sel saraf.
Di masa kini, pemahaman patofisiologi stroke hingga ke tingkat molekular bersama
dengan pengetahuan tentang terapi gen memberi harapan untuk penemuan terapi stroke yang
lebih baik.

GEJALA DAN TANDA KLINIS


Diagnosis klinis stroke biasanya cukup jelas pada kebanyakan kasus. Adanya defisit
neurologis dengan onset yang tiba-tiba memiliki nilai diagnosis tinggi.
Gejala awal pada onset yang perlu dikenal/ yang sering:
-

Hemiparesis/ hemiplegia (kelemahan/ kelumpuhan badan pada satu sisi, kiri atau kanan.
Misalnya kelemahan lengan dan tungkai kiri).

Hemihipestesia/ anestesia (berkurangnya rasa atau mati rasa pada salah satu sisi, kiri
atau kanan. Misalnya berkurang rasa pada lengan dan tungkai kanan).

Penglihatan kabur/buta (tiba-tiba) terutama bila pada satu mata ( amaurosis fugax )

Mulut mencong ke salah satu sisi (Gambar 4).

Gangguan bicara seperti bicara pelo (disartria) hingga afasia (gangguan berbahasa di
mana penderita tidak mampu mengungkapkan isi pikirannya dengan kata-kata atau
mengerti maksud kalimat lisan/ tulisan atau kedua-duanya).

Kesadaran menurun hingga koma.

Nyeri kepala yang hebat yang timbul mendadak, yang tidak jelas penyebabnya

Rasa oleng, pusing atau jatuh tiba-tiba.

Bahan Kuliah Stroke/ GPDO


PS Ilmu Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Unsrat Manado 2007
Gambar 4.

Kelumpuhan N. VII sentral sinistra


Pasien tidak mampu menarik sudut mulut kiri tetapi pada
tindakan selanjutnya (tidak diperlihatkan di sini) yaitu menutup
kedua mata dan mengangkat kedua alis pasien bisa
melakukannya tanpa kesulitan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa jenis pemeriksaan darah harus dilakukan pada semua pasien dengan stroke
iskemik atau TIA. Pemeriksaan lain terbatas pada pasien-pasien yang lebih muda atau jika
terdapat indikasi untuk melakukannya.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk kasus stroke di antaranya adalah:
-

Darah perifer lengkap (DPL), Hematokrit (Ht), laju endap darah (LED).

Glukosa darah sewaktu (GDS) dan glukosa darah puasa (GDP).

Kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida.

Asam urat.

Tes fungsi ginjal (skirining awal dengan pemeriksaan ureum & kreatinin darah), tes fungsi
hepar (skrining awal dengan pemeriksaan SGOT/ SGPT), faal hemostasis {skiring awal
dengan pemeriksaan clothing time (CT), bleeding time (BT), pro-thrombine time (PT)
serta activated pro-thrombine time (APTT)}.

Elektrolit dan analisis gas darah pada pasien yang dicurigai mengalami gangguan
elektrolit, penurunan kesadaran atau asidosis/ alkalosis.

Urinalisis.

ECG & Echocardiography.

Foto toraks.

CT scan.

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan neurologis
serta pemeriksaan penunjang.
Diagnosis stroke perlu dibuat secara tepat dan cepat. Untuk mendapatkan diagnosis
stroke seawal mungkin, perlu dibuat anamnesis yang terarah yang diikuti dengan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan computerized tomography scan (CT scan) kepala tanpa pemberian zat
kontras merupakan pemeriksaan radiologis terpilih untuk membedakan stroke hemoragik dari
stroke nonhemoragik. Pemeriksaan ini relatif mudah dilakukan, cepat, dan sensitif dalam
mendeteksi adanya perdarahan parenkim otak secara dini. Pemeriksaan pencitraan otak (brain
imaging) lain yang lebih canggih seperti magnetic resonance imaging (MRI) dan positron

Bahan Kuliah Stroke/ GPDO


PS Ilmu Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Unsrat Manado 2007
emission tomography scan (PET scan) kurang praktis dilakukan di ruang gawat darurat dan
memiliki syarat serta kontra indikasi yang lebih banyak.
Perlu diingat bahwa bahkan pada pasien yang secara klinis khas stroke masih terdapat
peluang kesalahan diagnosis. Jadi diagnosis banding tetap diperlukan dalam mendiagnosis
stroke.
Diagnosis banding stroke adalah semua penyakit yang menimbulkan defisit neurologis
fokal akut. Tabel II memuat diagnosis banding stroke.

Stroke iskemik
Stroke hemoragik
Trauma kranioserebral
Hematoma subdural
Abses otak

TABEL II
DIAGNOSIS BANDING STROKE
Diagnosis Banding Stroke
Ensefalitis (radang otak)
Tumor otak
Kejang dengan paralisis postiktal
Hipoglikemia
Migren berat

Sumber: Adams HP, dkk (2002)

Meskipun banyak penyakit yang terlihat seperti memberikan gambaran defisit neurologis
akut, namun dalam kenyataannya defisit neurologis yang terjadi berkembang dalam beberapa
jam, hari atau lebih lama. Anamnesis yang teliti diperlukan untuk mengorek keterangan yang
dapat dipercaya dari pasien atau keluarga pasien yang cemas.

TERAPI
Penanganan stroke harus dipandang secara holistik. Artinya tidak terbatas dalam
dinding-dinding rumah sakit dan intervensi medis semata. Penanganan stroke dimulai dengan
pencegahan, baik melalui pendekatan komunitas ataupun pribadi. Jika terjadi serangan, terlebih
dahulu dibuat penanganan di pra-rumah sakit. Saat tiba di rumah sakit, dilakukan penanganan di
gawat darurat. Di rumah sakit, penatalaksanaan stroke dilakukan secara terintegrasi dalam suatu
unit khusus hingga pasien melewati masa akut dan memasuki masa persiapan keluar rumah
sakit. Setelah pasien dirawat jalan, perlu dilakukan pencegahan sekunder untuk mencegah
serangan ulang dan rehabilitasi untuk memperbaiki kualitas hidup. Pembagian fase-fase
penanganan stroke terdapat dalam Gambar 5.
Perawatan stroke unit*
Fase darurat

Fase akut

Fase subakut

0 - 12 jam

12 - 72 jam

3 - 14 hari

Diagnosis
Mengurangi cidera
otak

Pencegahan
komplikasi
Mobilisasi dini
Mulai latihan

Rehabilitasi dini
Pencegahan
komplikasi
Pencegahan sekunder

Transfer

Follow up

Fase transfer

Fase follow up

Fase kronis

30 - 180 hari

>180 hari

14 - 30 hari

Kehidupan aktif

Transfer ke rumah
Kembali ke kehidupan
atau bangsal
yang seaktif mungkin
rehabilitasi
Pencegahan sekunder

Bahan Kuliah Stroke/ GPDO


PS Ilmu Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Unsrat Manado 2007
Gambar 5.

Fase-fase perawatan stroke


Gambar memperlihatkan fase-fase perawatan stroke dan tujuan
penanganan di setiap fase. Diperlihatkan juga di sini bahwa mulai dari
fase darurat sampai fase subakut pasien membutuhkan perawatan di
rumah sakit di unit stroke. Yang tidak diperlihatkan di sini adalah fase
penanganan pra-rumah sakit dan fase sebelum sakit.
Sumber: Indredavik B (2003)

Penanganan pasien stroke akut di ruang gawat darurat berupa terapi umum dan terapi
khusus. Terapi umum mencakup tindakan mempertahankan airway/ jalan nafas, breathing/
pernafasan, dan circulation/ sirkulasi jantung & pembuluh darah (tindakan ini disingkat ABC dan
merupakan urut-urutan yang digunakan untuk menangani pasien gawat darurat) pada pasien.
Tindakan khusus tergantung jenis stroke. Pada stroke iskemik dipertimbangkan
pemberian anti-platelet (seperti aspirin, dipiridamol, tiklopidin, silostazol, klopidogrel atau
kombinasinya), anti-koagulan (seperti heparin, low molecular weight heparin = LMWH, warfarin,
dan kumarin), dan agen fibrinolisis {recombinant tissue plasminogen activator (rTPA)}.
Pada stroke hemoragik terutama dilakukan stabilisasi pasien. Penanganan selanjutnya
bisa secara konservatif atau operatif.
Pada perdarahan sub-araknoid dapat diberikan obat penyekat kanal kalsium (calcium
channel blocker) yaitu nimodipin.
Pasien-pasien stroke umumnya memiliki tingkat disabilitas tinggi karena gangguan gerak/
mobilisasi, gangguan mengunyah dan menelan, masalah higiene mulut, gangguan BAB/ BAK,
tirah baring, dan penyulit-penyulit lain yang timbul karena perawatan lama di rumah sakit (infeksi
nosokomial, radang paru-paru, luka-luka di kulit akibat tekanan, kekakuan otot dan sendi,
gangguan gizi, dll). Hal ini menjadikan pasien stroke sangat tergantung pada orang lain yang
merawatnya. Jadi, selain terapi, perawatan pasien berperan penting dalam pemulihannya.
Rehabilitasi (penggunaan berbagai modalitas fisik seperti fisioterapi, terapi okupasi,
terapi wicara, psikoterapi, dll untuk pemulihan pasien) sebaiknya dilakukan sedini mungkin
setelah pasien stabil.

PENCEGAHAN
Tidak ada terapi stroke yang sesukses dan sehemat pencegahan. Telah banyak hal yang
diketahui tentang pencegahan stroke yang secara bermakna menurunkan insiden stroke.
Pencegahan stroke melibatkan dua strategi yang berbeda. Yaitu pencegahan primer dan
sekunder.
Pencegahan primer mencakup terapi untuk menghambat gangguan iskemik pembuluh darah
baik untuk populasi besar atau kelompok lebih kecil beresiko tinggi yang asimptomatik.
Pencegahan sekunder mencakup terapi untuk mencegah stroke atau gangguan pembuluh darah
lain pada seseorang yang sudah pernah mengalaminya/ simptomatik. Kelompok beresiko tinggi

Bahan Kuliah Stroke/ GPDO


PS Ilmu Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Unsrat Manado 2007
yang simtomatik adalah pasien dengan bukti aterosklerosis (gangguan berupa pengerasan
pembuluh darah) seperti:
-

Infark miokard (kematian otot jantung).

Angina pektoris (nyeri dada tumpul pada pasien dengan gangguan penyempitan
pembuluh darah koroner).

Klaudikasio (nyeri dan pegal pada tungkai yang diprovokasi oleh berjalan lama).

Amaurosis fugax (kebutaan salah satu mata yang berlangsung tidak lama/ langsung
pulih).

Stroke iskemik.

Dalam kenyataannya, pembagian menjadi pencegahan primer dan sekunder banyak kali tidak
jelas sebab penanganan kedua kelompok hampir sama.

Pencegahan Primer
Dalam pencegahan primer seseorang perlu mengetahui faktor resiko stroke apa saja
yang dimilikinya (yang tidak dapat dimodifikasi dan dapat dimodifikasi). Pemeriksaan penyakit
pembuluh darah sebagai tes penyaringan mulai banyak dilakukan misalnya dengan uji latih
jantung (treadmill), ultrasonografi, angiografi, dll. Penulis belum menemukan kepustakaan
tentang rekomendasi pelaksanaan pemeriksaan ini secara mendetil.
Langkah pertama yang dilakukan untuk mencegah stroke adalah dengan memodifikasi
gaya hidup. Rekomendasi Guideline Stroke Perdossi tahun 2004 untuk gaya hidup sehat untuk
pencegahan stroke adalah:
-

Mengatur pola makan yang sehat.

Menghentikan rokok.

Menghindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat.

Melakukan olah-raga yang teratur.

Mengindari stres dan beristirahat cukup.


Selanjutnya perlu dilakukan modifikasi faktor resiko yang dapat dimodifikasi secara

nonfarmakologis. Jika modifikasi nonfarmakologis gagal baru dilakukan terapi farmakologis untuk
mengatasi penyakit dasarnya.

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder melibatkan hal-hal berikut ini:
-

Pengendalian faktor resiko stroke atau aterosklerosis melalui modifikasi gaya hidup.

Melibatkan keluarga seoptimal mungkin.

Penggunaan obat-obat antitrombotik.

Tindakan invasif (flebotomi, endarterektomi karotis, stenting, carotid angioplasty, dll).


Obat-obat antitrombotik yang digunakan untuk prevensi sekunder stroke adalah:

10

Bahan Kuliah Stroke/ GPDO


PS Ilmu Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Unsrat Manado 2007
-

Antiplatelet, misalnya aspirin, dosis 50 325 mg per oral sekali sehari.

Antikoagulan (warfarin dan dikumarol).

Lain-lain (statin, penghambat ACE, dll).


Pemberian obat-obat ini harus dengan memperhatikan efek samping dan kontrol faal

hemostasis.

Edukasi Masyarakat
Edukasi masyarakat dilakukan sesuai dengan latar belakang pendidikan, sosial, budaya
dan ekonomi setempat. Beberapa komponen edukasi masyarakat yang perlu diberikan adalah:
-

Menyediakan informasi tentang faktor resiko, gejala dan tanda stroke.

Menekan pentingnya pengendalian faktor resiko dan pemeriksaan teratur.

Menekankan pentingnya segera mencari pertolongan darurat ke rumah sakit.

Menerangkan keuntungan yang diperoleh lewat penanganan dini.

Tidak menganjurkan usaha-usaha untuk:


o

Mengobati diri sendiri.

Pergi ke tempat praktek tanpa fasilitas gawat darurat.

Menunggu sampai gejala hilang sendiri.

RELEVANSI DENGAN ILMU KEDOKTERAN GIGI


Stroke memiliki keterkaitan dengan ilmu kedokteran gigi dalam beberapa hal
-

Penyakit periodontal umum ditemui dan memiliki prevalensi sekitar 90% di seluruh dunia.
Periodontitis terjadi akibat hilangnya jaringan ikat dan dukungan tulang serta merupakan
penyebab utama gigi tanggal pada orang dewasa. Beberapa penyakit periodontal
ternyata berhubungan dengan keluaran (outcome) yang buruk dari kehamilan dan
beberapa penyakit seperti penyakit kardiovaskular, paru-paru, diabetes melitus, termasuk
juga stroke (meski hubungan sebab-akibatnya belum jelas). Pencegahan dan perawatan
diarahkan pada pengendalian biofilm bakteri (dental plaque) dan faktor resiko lainnya,
menghentikan perlangsungan penyakit, serta mengembalikan dukungan terhadap gigi.

Nyeri gigi merupakan keluhan yang sering ditemui. Sebagian besar disebabkan oleh
sebab dalam rongga mulut. Namun dokter gigi juga perlu mengetahui bahwa pada
sebagian kecil kasus, diseksi/ robekan spontan arteri karotis interna bisa memberikan
gejala yang menyerupai nyeri gigi.

Ateroma pada arteri karotis yang merupakan faktor yang melatarbelakangi terjadinya
stroke bisa terlihat pada radiografi panoramik yang biasa dimintakan oleh dokter gigi.
Keberadaan plak ateroma ini perlu dikonfirmasi lagi dengan pemeriksaan ultrasonografi
(trans-cranial Doppler ultrasound=TCD).

11

Bahan Kuliah Stroke/ GPDO


PS Ilmu Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Unsrat Manado 2007
-

Pasien stroke memiliki keterbatasan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari termasuk


kemampuan melakukan higiene mulut. Higiene mulut yang jelek memberi efek jangka
panjang yang tidak baik bagi pasien stroke. Perawatan gigi mulut yang baik sering hanya
bisa dilakukan selama perawatan di unit stroke dan sekeluar dari rumah sakit perawatan
gigi mulut cenderung diabaikan karena berbagai alasan seperti ketidakterampilan
keluarga, tidak memiliki dana untuk memanggill perawat rumah atau ketidaktahuan. Hal
ini memerlukan perhatian khusus dari disiplin ilmu gigi mulut untuk mengaplikasikan
teknik perawatan gigi mulut bagi pasien-pasien dengan masalah seperti stroke terutama
dalam situasi rawat jalan.

Dalam pencegahan dan terapi stroke sering diberikan obat-obat yang mempengaruhi faal
hemostasis seperti antiplatelet dan antikoagulan. Antiplatelet seperti aspirin sebaiknya
dihentikan sebelum proses ekstraksi gigi karena dapat menyebabkan memanjangnya
waktu perdarahan. Waktu penghentian aspirin yang ideal adalah sekitar 5 7 hari.
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan waktu perdarahan (bleeding time = BT) dan waktu
pembekuan (clothing time = CT) untuk menilai fungsi platelet.
Beberapa literatur mengatakan bahwa pemberian antikoagulan seperti warfarin tidak
perlu dihentikan sebelum ekstraksi gigi asalkan hasil pemeriksaan laboratoriumnya
(International Normalized Ratio = INR) berada dalam batas normal. Overdosis warfarin
sendiri bisa diterapi dengan penghentian obat, pemberian vitamin K, dan pada kasuskasus berat, transfusi plasma beku segar (fresh frozen plasma = FFP). Di pusat-pusat
kesehatan

dengan

keterbatasan

pemeriksaan

dan

terapi,

banyak

yang

tetap

menganjurkan penghentian semua obat antiplatelet dan antikoagulan sebelum ekstraksi


gigi.
Tekanan darah tinggi yang mungkin menyertai pasien stroke yang perlu diperiksa
sebelum dilakukan ekstraksi gigi, prosedur bedah mulut atau pemberian agen
vasokonstriktor (adrenalin, epinefrin, dll).

12

Bahan Kuliah Stroke/ GPDO


PS Ilmu Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Unsrat Manado 2007

KEPUSTAKAAN
1.

Aminoff M.J, Greenberg D.A, Simm R.P. Clinical Neurology. 3rd edition Boston: Lange; 1996.

2.

Sekeld WM, Whitly RJ, Durace DT. Infections of the central nervous system. New York: Raven
Press; 1991.

3.

Henry GL, Little N, Jagoda A, Pellegrino TR. Neurologic emergency a symptom oriented approach.
2nd edition. Neurologic trauma. New York: McGraw-Hill; 2003. p. 213 42.

4.

Duus P. Dianosis topik neurologi: anatomi, fisiologi, tanda, gejala. Edisi ke-2. Alih bahasa: Ronardy
DH. Suwono WJ. Editor edisi bahasa Indonesia. Jakarta: EGC; 1996.

5.

Pokdi

6.

Perkin GD. Mosbys color atlas and text of neurology. 2nd edition. Edinburgh: Mosby; 2004.

7.

Kotambunan RC, dkk. Stroke update. Manado: FK Unsrat; 2001.

8.

Henry GL, Little N, Jagoda A, Pellegrino TR. Neurologic emergencies: a symptom-oriented


approach. New York: McGraw-Hill; 2003.

9.

Misbach J, Hamid AB, Mayza A, Saleh MK. Buku pedoman standar pelayanan medis (SPM) &
standar prosedur operasional (SPO) neurology koreksi tahun 1999 & 2005. Jakarta:
Perdossi; 2006.

Serebrovaskuler Perdossi. Guidelines


Serebrovaskuler Perdossi; 2004.

stroke

2004

seri

ketiga.

Jakarta:

Pokdi

10. Rosenberg HM, et al. Birth and deaths: United States, 1995. Monthly Vital Statistics Report.
1996;45(3), Suppl 2.
11. Rose LF, et al. Oral care for patients with cardiovascular disease and stroke. JADA; vol. 133; June
2002. p. 37S 44S.
12. Joshipura K. The relationship between oral conditions and ischemic stroke and peripheral vascular
disease. JADA; vol. 133; June 2002. p. 23S 30S.
13. Gage B, et al. Warfarin therapy for an octogenarian who has atrial fibrillation. Ann Int Med; vol. 134;
number 6; 20 March 2001. p. 465 74.

13

Anda mungkin juga menyukai