Bayangkan, Ketika rumah anda terbakar,apa yang akan anda lakukan ?
kemungkinan anda akan menghubungi petugas pemadam kebakaran. Dan ketika anda tiba-tiba dijambret ? Mungkin anda akan mengejar pelaku dan mencoba menghubungi keluarga, tetangga serta orang-orang di sekitar. Namun bagaimana jika tindakan anda justru mendatangkan cemoohan, hinaan, serta direndahkan martabatnya oleh orang lain. Bagaimana jika tindakan anda semakin mengancam hidup anda. Bagaimana jika tindakan anda justru mendatangkan penghakiman dari orang lain. Penyandang gangguan kesehatan jiwa pasti memiliki ketakutanketakutan akan persepsi negative orang lain pada dirinya,kalau-kalau ia memberitahukan kondisi penyakit yang ia alami.Dan mendesaknya untuk tidak membuka diri,dan menutup rapat-rapat aibnya tersebut. Salah satu penyebab banyak penderita begitu memendam kekuranganya menyangkut gangguan jiwa, tidak lain disebabkan karena stigma dalam masyarakat.Stigma dalam arti bentuk pelabelan dengan mengelompokan orang, yang bertujuan tidak menghormatinya dan merendahkan martabatnya di masyarakat.Berdasarkan kehidupann sehari-hari masyarakat yang menanggapi negative,terhadap penyakit kejiwaan,sehingga Penderita malu mengungkapkan jika ia memiliki gangguan kesehatan jiwa, karena takut dihina, dicemooh, menjadi aib keluarga, sehingga lebih memilih memendam masalahnya,meskipun ia tahu ada yang salah dengan dirinya.Pada banyak kasus komplikasi penyakit gangguan jiwa, disebabkan penderita yang tidak melaporkan kepada pihak medis agar ditangani sebelum penyakit itu menyebar dan menjadi sulit diatasi. Tindakan tidak manusiawi lainya seperti pemerkosaan,penggolongkan, aksi kekerasan kekerasan ,pada akhirnya membangun prasangka tanpa dasar, yang mengarah pada usaha mendisktredit penderita gangguan jiwa . Sehingga dalam mindset masyarkat, sering mengaitkan penyakit jiwa dengan perlakuan tak pantas. Rasa takut masyarakat akan hinaan, dihakimi, diceomooh, menjadi aib keluarga jika ia nantinya mengalami gangguan jiwa, menuntutnya untuk hidup sesempurna mungkin. Sehingga sering masyrakat yang berusaha menghindar dari penyakit jiwa,malah mengalami gangguan jiwa. Penanganan kondisi pasien juga diperlukan tindakan medis yang tepat,dengan solusi yang tepat. Sehingga penderita mendapat kepastian bahwa dirinya dapat sembuh,bukan sebaliknya atau malah kondisinya diperparah. Kondisi penderita juga ditentukan oleh orang yang sudah ahli dalam bidang tersebut.Dikampung saya,tepatnya di daerah NTT,masyarakat masih belum mengenal yang namanya klinik psikiter.Pengobatan terhadap penyakit lain seperti kanker,DBD,radang paru-paru ,jantung,malaria,tifus lebih diutamakan masyarakat, dan isu tentang pentingnya penyakit jiwa menjadi seperti ditelantarkan.Penderita Penyakit jjiwa yang menempati prioritas terakhir dalam masyarakat mendapat fasilitas yang sangat tidak memadai,sedikit obat,dan hanya mendapat sebuah ruangan untuk makan dan tidur.Sehingga penderita di wilayah saya menjadi begitu sulit untuk sembuh,ditambah lagi diskriminasi dari masyarakat bahkan oleh petugas yang bertugas merawat pasien.
Kurang pedulinya pemerintah di wilayah kami juga tidak jauh berbedanya
dengan wilayah lain diIndonesia.Meskipun sudah 800.000 orang mengalami gangguan jiwa,yang artinya 1 orang meninggal tiap menit akibat bunuh didunia dan di Indonesia sendiri,1 orang meninggal tiap jam,ditambah lagi 14 juta orang yang suda melapor mengalami stress dan depresi.Dan perhitungan utilisasi layanan kesehatan jiwa di tingkat primer seperti puskesmas, memperkirakan dari 90 persen atau sekitar 10 persen orang dengan masalah gangguan jiwa yang baru terlayani di fasilitas kesehatan.Yang lebih memrihatinkan jumlah klinik psikolog di Indonesia yang hanya mencapai 450 dan 50%nya berada di Jakarta. Dalam masyarakat kami yang masih bercirikan agraris dan animism.Masyarakat belum paham tentang penyakit kejiwaan,serta solusi mengatasinya.Masyarakat masih memiliki pemahaman bahwa penyakit kejiwaan punya hubungan dengan kutuk,sihir,santet,kerasukan roh-roh halus,serta iblis. Sehingga dukun,paranormal,orang pintar sering diandalkan oleh masyarakat sebagai solusi masalah mereka. Dan lagi,masyarakat masih takut mendekati orang gila apalagi mengalami gangguan jiwa, karena stigma masyarakat yang beranggapan penderita gagguan jiwa berbahaya,dan gangguan jiwa yang dideritanya dapat menular.Penderita gangguan jiwa juga dianggap makhluk tak berakal budi,hina, dan rendah derajatnya dibandingkan orang lain.Penderita juga sering mengurung niatya untuk pergi ke tempat pelayanan kesehatan karena stigma tersebut,Penderita juga tidak ingin dirinya dilecehkan orang lain,Apalagi menjadi aib bagi keluarga. Saya ingin menceritakan sedikit kisah saya .Saya anak rantau di jogja tercinta ini. Saya berkuliah di fakultas psikologi sanata dharma. Sejak kecil keingin saya ingin menjadi motivator,dengan tujuan ingin memperbaiki kualitas hidup orang banyak, khususnya bagi penderita gangguan jiwa ringan maupun berat. Masa kecil saya,dilingkupi dengan persepsi yang keliru dari masyarakat mengenai penyakit kejiwaan.Masyarakat lebih menganggap orang gila,sebagai manusia kotor,gelandangan,dan sampah masyarakat.Namun masyarakat masih belum paham bahwa stress,depresi,rasa cemas juga termasuk dalam gangguan kesehatan jiwa.Di maumere NTT,para penderita sering menutup diri terhadap penyakit kejiwaan.Akibatnya banyak orang tidak produktif dalam pekerjaan,aktifitas,serta hubunganya dengan banyak orang,sehingga kondisi kesehatan jiwa mereka makin parah. Dan bagi mereka yang sudah parah kondisinya,mereka ditampung oleh orang-orang yang masih peduli terhadap diri mereka seperti para frater, bruder, suster yang memperjuangkan hak hidup mereka.Saya secara pribadi tidak ingin adanya stigma dan penderita gangguan jiwa yang terbengkalai terulang kembali pada generasi berikutnya. Sehingga dukungan dari keluarga, teman, saudara, pemerintah dan para pembaca setia KOMPAS, untuk menaruh perhatian pada kesehatan jiwa setiap orang. Sampai sekarang saya belum menemukan organisasi yang betul-betul peduli terhadap penderita gangguan jiwa dan belum mengerti betul penderitaan orangorang dengan gangguan jiwa.Namun saya tahu pasti, ada teriakan minta tolongan dalam diri mereka.Mereka jelas tidak ingin menyakiti kita,namun mereka hanya ingin punya kehidupan normal seperti kita
Solusi saya yakni sering mendekatkan diri pada Tuhan,dan melakukan
aktivitas yang bermanfaat seperti olahraga,mengatur pola hidup sehat serta yang paling saya tekankan yakni membaca buku. Bagi saya,buku bukan hanya gudang ilmu,melainkan harta karun.Karena di dalam buku anda tidak hanya mendapat pengetahuan, melainkan sebuah kata-kata mutiara pembangkit semangat,dan hasrat anda untuk berinovasi dan melakukan hal-hal tidak kita sangka dapat kita lakukan. Sebagai penutup,Demi Lovato, JK Rowling,Angelina Jolie, Collin Farrell ,Jason Mraz , David Beckham, Justin Timberlake, Michael Phelps, Robin William, Elton John, Kurt Cobain, John Green adalah penderita gangguan jiwa yang mengajarkan pada kita untuk tidak menyia-nyiakan bakat yang kita miliki bahkan disaat kita memiliki kelainan jiwa.Mungkin hidup kita tidak sesulit sebagian besar dari mereka yang relah mengakhiri hidup,akibat penderitaan dari gangguan jiwa.Dan bagi kita yang sehat secara jiwa mulailah belajar untuk menghentikan stigma yang menjadi penghambat,dan pembunuh seseorang untuk berkembang.