Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK

FRENEKTOMI

Fauzia Jauhara

13/345864/KG/9475

Fadiah

13/345943/KG/9499

Rifda Nur Hanifa

13/345889/KG/9477

Risa Widya Iswara

13/345947/KG/9501

Nandika Desta Dewara 13/345892/KG/9479

Yuniar Hanifia

13/345961/KG/9503

Dewinta Candra Putri 13/345896/KG/9481

Vina Kartikawati

13/345966/KG/9505

Hilma Safira

13/345898/KG/9483

Ariza Indriyanti

13/345990/KG/9507

Nisrina Hanun M.

13/345900/KG/9485

Anggita Wendy

13/348891/KG/9543

Nur Amalina P

13/345902/KG/9487

Fitri Mardayanti

13/349082/KG/9545

Namira Nita Humaera 13/345932/KG/9493

Fauzul Azhimah

13/349087/KG/9547

Elita Puspitaningtyas

13/345938/KG/9495

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang ................................................................................................................... 1
I.2. Rumusan Masalah .............................................................................................................. 2
I.3. Tujuan ............................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
II.1. Anamnesis ......................................................................................................................... 3
II.2. Pemeriksaan Klinis......................................................................................... 5
II.3. Pemeriksaan Penunjang...................................................................................................... 6
II.4. Diagnosis.............................................................................................................................7
II.5.Etiologi Penyakit................................................................................................................ 7
II.6. Rencana Perawatan............................................. 8
II.7. Perawatan Ankyloglossia.................................................................................................. 12
II.8. Prognosis.......................... 14
II.9. Edukasi Pasien.................................................................................................................. 15
II.10. Perawatan Lanjutan/Follow up....................................................................................... 15
BAB III KESIMPULAN ............................................................................................................. 18
BAB IV DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 19
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang


Frenulum adalah suatu lipatan membran mukosa, seringkali disisipi oleh seratserat otot, yang melekatkan bibir dan pipi ke mukosa alveolar dan/atau gingival serta ke
2

periosteum di bawahnya ( Proffit, 2000). Frenulum terdapat pada bagian labial, bukal dan
lingual. Terdapat tiga tingkatan frenulum berdasarkan perlekatan otot-ototnya terhadap
vestibulum sampai puncak alveolar yaitu tinggi, sedang dan rendah. Frenulum dengan
posisi yang normal tidak akan menimbulkan kelainan lain di mulut,namun posisi
frenulum yang abnormal akan memicu timbulnya berbagai masalah seperti penyakit
periodontal, resesi gingiva, diastema dan akumulasi debris.
Salah satu ketidaknormalan frenulum yaitu pada kelainan

tongue tie

(ankyloglossia) dimana frenulum lingualis terlalu pendek sehingga menyebabkan gerakan


lidah menjadi sangat terbatas. Kelainan ini sering terjadi pada anak-anak dan
mengganggu dalam pengucapan kata. Kondisi frenulum yang terlalu pendek ini
mempengaruhi kemampuan produksi suara t, d, l, dan r (Haynes, 2012).
Perawatan yang dapat dilakukan adalah dengan frenektomi. Frenektomi adalah
pengangkatan frenulum seluruhnya, termasuk perlekatan pada tulang dibawahnya
(Caranza, 2006). Frenektomi dapat dilakukan untuk perawatan frenulum yang terlalu
tinggi atau terlalu pendek seperti pada kelainan ankyloglossia.
1.
2.
3.
4.
5.

I.2. Rumusan masalah


Apakah yang dimaksud frenektomi?
Bagaimana pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum dilakukan frenektomi?
Bagaimana rencana perawatan dan persiapan tindakan pembedahan frenektomi?
Bagaimana prosedur pembedahan frenektomi?
Bagaimana prosedur pasca pembedahan frenektomi?

1.
2.
3.
4.
5.

I.3. Tujuan
Mengetahui pengertian dari frenektomi.
Mengetahui pemeriksaaan yang harus dilakukan sebelum dilakukan frenektomi.
Mengetahui rencana perawatan dan persiapan tindakan pembedahan frenektomi.
Mengetahui prosedur pembedahan frenektomi.
Mengetahui prosedur pasca pembedahan frenektomi.

BAB II
ISI
Skenario : Seorang anak laki-laki bernama Dema berumur 5 tahun datang ke RSGM
bersama ibunya karena rujukan dari dokter spesialis anak. Sang ibu mengatakan bahwa
Dema mengalami kesulitan berbicara, dan orang lain sulit mengerti apa yang ia maksud
sehingga ia menjadi anak yang pendiam dan pemalu. Ibunya pun merasa perkembangan
Dema terhambat karena kesulitannya dalam berkomunikasi. Ibunya mengaku belum
pernah memeriksakan anaknya ke dokter gigi. Ibu pasien mengutarakan pada saat bayi,
Dema kesulitan dalam menghisap ASI ketika disusui.
II.1.

Anamnesis
Tujuan anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang

bersangkutan. Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial


serta lingkungan pasien (Nurhay, dkk., 2005). Menurut Silverman, dkk. (2013),
komunikasi antara dokter dan pasien dalam melakukan anamnesis meliputi:
1. Memulai wawancara (initiating the session)
2. Mengumpulkan informasi (gathering information)
3. Penjelasan dan perencanaan (explanation and planning)
4. Menutup wawancara (closing the session)
Komponen pemeriksaan subyektif dalam rangka pengumpulan informasi:
1. Identifikasi Pasien

Nama : Dema Sholehin

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 5 tahun

Pekerjaan : 4


Golongan darah : B

Alamat : Pogung Baru No.15 Sleman Yogyakarta

Telepon : 087375947264
2. Keluhan utama
Keluhan utama dalam kasus adalah cara berbicara tidak jelas dan sulit
dipahami. Masalah bicara terjadi karena terbatasinya gerakan lidah. Kesulitan
artikulasi biasanya oada konsonan seperti s, z, t, d, l, j, zh, ch, th, dg dan
terutama kesulitan pada huruf r (Chaubal dan Dixit, 2011). Pasien juga tidak
dapat menjulurkan lidah keluar mulut yang membuat kesulitan menjilat (Zara,
2013).
3. Riwayat penyakit
Ibu pasien mengutarakan bahwa kelainan si anak sudah dirasakan
semenjak dalam masa pemberian ASI. Pada saat bayi, si anak kesulitan dalam
menghisap ASI ketika disusui (Bhattad, dkk., 2013).
4. Riwayat penyakit gigi dan mulut
Pasien belum pernah melakukan perawatan dental serta tidak ada keluhan
dental sebelumnya.
5. Riwayat medis
Riwayat medis adalah riwayat kesehatan yang pernah dialami. Pasien
ditanyai megenai penyakit-penyakit yang relevan dengan masalah yang dihadapi
(penyakit kronis, penyakit yang sama yang pernah diderita masa lalu), riwayat
perawatan yang lama (dirawat di rumah sakit), riwayat pengobatan (medikasi),
riwayat imunisasi, riwayat menstruasi (wanita). Ditanyakan pula riwayat
kesehatan umum sebelum terjadinya sakit yang sekarang (Sukardi, dkk., 2007).
Pasien diketahui pernah mengalami demam dan flu. Tidak diketahui
adanya riwayat penyakit berat.
6. Riwayat keluarga
Diketahui bahwa ibu pasien saat masih bayi mengalami ankiloglossia dan
sudah dilakukan frenektomi.
Terdapat beberapa bukti bahwa ankiloglossia merupakan patologi genetik
yang diturunkan. Namun tidak diketahui komponen genetik mana yang mengatur
fenotip dan penetrasi pada pasien (Chaubal dan Dixit, 2011).
7. Riwayat sosial
Pasien adalah anak yang pendiam, pemalu, dan jarang bermain dengan
teman-temannya karena kesulitan berkomunikasi.

II.2.

Pemeriksaan Klinis Intraoral


Daerah Intraoral yang diperiksa harus benar-benar terlihat jelas oleh operator dan

sebisa mungkin dapat dipalpasi. Pemeriksaan umum intraoral berupa pemeriksaan


mukosa bukal, palatum lunak, palatum keras, labial, lidah dan gingiva (Burkhart &
DeLong, 2012). Pemeriksaan klinis ankyloglossia meliputi inspeksi dan palpasi, pada
jaringan meliputi:
-

Mukosa bukal diperiksa dengan penglihatan langsung maupun dengan kaca mulut
kemudian dipalpasi. Mukosa bukal harus ditarik dari daerah retromolar hingga
menjauhi mukogingival junction. Kondisi mukosa bukal yang normal terlihat merah
dan lembab, teraba lembut tanpa adanya kekasaran permukaan (Burkhart & DeLong,

2012).
Mukosa labial diperiksa dengan penglihatan langsung dengan cara menarik mukosa
kearah luar dilanjutkan dengan palpasi. Kondisi normal mukosa labial berwarna
merah muda homogen dan secara gradual berubah menjadi merah mendekati
vestibulum . Kondisi jaringan teraba lembab dengan ketebalan yang beragam ketika

dipalpasi (Burkhart & DeLong, 2012).


Dasar mulut diperiksa dengan penglihatan langsung maupun tidak langsung
dilanjutkan dengan palpasi. Pasien diminta untuk mengangkat lidah keatas.
Kacamulut digunakan untuk memeriksa batas bawah mandibular. Mukosa terlihat
lembab dengan vaskularisasi yang banyak. Pemeriksaan dengan palpasi teraba lembut
dengan area yang lebih keras pada bagian suprahyoid. Periksa juga kondisi frenulum
lingualis. Pada ankyloglossia frenulum biasanya tebal, kencang atau pendek dan bias
menempel hingga ujung lidah(Burkhart & DeLong, 2012).

Gambar 1. Tampakan Klinis Ankyloglossia (Burkhart & DeLong, 2012)


-

Lidah diperiksa dengan penglihatan langsung maupun tidak langsung kemudian palpasi.
Pasien diminta untuk menggerakkan lidah kekiri dan kenan untuk memeriksa bagian
lateral lidah, dan keatas untuk memeriksa bagian ventral. Kacamulut digunakan untuk

memeriksa batas posterior lidah (Burkhart & DeLong, 2012).


Gingiva diperiksa dengan penglihatan langsung maupun tidak langsung dilanjutkan
dengan palpasi. Kondisi gingiva normal berwarna coral pink dan menempel erat dengan

tulang alveolar (Burkhart & DeLong, 2012).


Palatum keras diperiksa dengan penglihatan langsung maupun tidak langsung dilanjutkan
dengan palpasi keseluruhan mukosa palatum. Kondisi mukosa palatum yang normal
berwarna merah muda (Burkhart & DeLong, 2012).
II.3.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaaan penunjang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
-

Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah

lengkap

yang

dilakukan

untuk

memungkinkan

penanganan prabedah dan pasca bedah yang tepat bagi pasien-pasien dengan
kelainan

sistemik.

Pemeriksaan-pemeriksaan

yang

dilakukan

adalah:

hemoglobin, leukosit, laju endap darah, trombosit, hematokrit, waktu


perdarahan dan waktu pembekuan, gula darah (Kasim dan Riawan, 2007).

II.4.

Diagnosis
Diagnosis yang diterapkan dalam kasus ankyloglossia adalah diagnosis klinis,

dengan penentuan yang mudah (Ghom & Ghom, 2014). Diagnosis klinis sendiri
7

merupakan jenis diagnosis yang dibuat atas dasar riwayat penyakit dan pemeriksaan
klinis seorang penderita, sebelum hasil pemeriksaan penunjang seperti laboratonium, foto
sinar-X, dan sebagainya, diketahui.
Ankyloglossia atau tongue tie dapat dikonfirmasi dengan kemampuan pasien
dalam mengangkat ujung

lidah secara pasif menggunakan penekan lidah (tongue

depressor) atau menggerakkan lidah secara aktif (Elden & Zur, 2014). Selain itu,
ankyloglossia dapat diketahui dari cara berbicara pasien yang kurang jelas yang dapat
diketahui pada saat pemeriksaan subyektif maupun obyektif (Ghom & Ghom, 2014).

Gambar 2. Fotografi yang menunjukkan penampakan rongga mulut


pada anak dengan ankyloglossia yang membatasi elevasi lidah
(Elden & Zur, 2014)
II.5.

Etiologi angkyloglossia
Lidah adalah struktur lisan penting yang mempengaruhi pidato, posisi gigi,

jaringan periodontal, gizi, menelan, keperawatan, dan kegiatan sosial tertentu.


Ankyloglossia (lidah dasi) adalah kelainan kongenital yang ditandai oleh abnormal
pendek, frenulum lingual tebal yang mempengaruhi pergerakan lidah. Meskipun efek
ankyloglossia pada umumnya tampaknya menjadi kondisi minor, namun perbedaan
utama mengenai pedoman untuk divisi tongue-tie.
Sebelum lahir, tali yang kuat dari jaringan memandu perkembangan frenulum
yang diposisikan di tengah mulut. Setelah lahir, frenulum lingual ini terus memandu
posisi perkembangan gigi.Frenulum ini terlihat ketika kita melihat cermin yang terletak di
8

bawah lidah. Pada beberapa anak, frenulum pendek, atau gagal surut dan dapat
menyebabkan lidah imobilitas. Oleh karena itu ankyloglossia didefinisikan sebagai
anomali perkembangan lidah ditandai dengan abnormal yang pendek, frenum lingual
tebal mengakibatkan keterbatasan gerakan pada lidah, atau dalam istilah sederhana,
tongue-tie hadir ketika frenulum lingual melekat dekat dengan ujung lidah , sehingga
gerakan lidah berkurang.
Tongue tie bisa berhubungan dengan abnormalitas midline seperti: lip tie, celah
bibir, celah langit-langit mulut, sacral dimple, spina bifida, kelainan jantung, hernia
umbilicalis, hipospadia, fimosis, adhesi labia, hernia abdominalis, gastroschizis.
Masalah kemampuan bicara dapat terjadi ketika ada gerak terbatasnya lidah
karena ankyloglossia. Kesulitan dalam artikulasi dibuktikan dengan konsonan dan bunyi
seperti "s, z, t, d, l, j, zh, ch, th, dg" dan khususnya sulit untuk mengeja "r". Penempatan
masuknya frenulum pada gingiva nampaknya menjadi kepentingan sequlae gingiva
karena masuknya frenulum lidah di area papilla yang memiliki peranan tinggi dengan
resesi gingiva.
Tongue tie ini dicurigai dipengaruhi oleh genetik/keturunan. Dalam penelitian
pada 149 bayi Tongue tie menunjukkan 67% pada laki-laki dan 33% pada perempuan
sehingga terlihat terkait gen X. Tongue tie dipengaruhi oleh autosomal dominan.

II.6.

Rencana Perawatan
Rencana perawatan untuk kasus ankyloglossia adalah tindakan bedah yaitu

frenektomi(Purkait, 2011). Tindakan pembedahan merupakan tindakan yang berisiko baik


terhadap pasien maupun terhadap operator beserta staf. Risiko yang sering terjadi adalah
kontaminsasi mikroorganisme baik bakteri maupun virus . Penularan dapat melalui darah,
saliva, instrumen pembedahan. Selain kontaminasi mikroorganisme juga terdapat
komplikasi selama pembedahan dari komplikasi ringan sampai kepada kematian pasien.
Oleh karena itu persiapan pasien sebelum dilakukan pembedahan secara baik merupakan
hal penting yang tidak dapat diabaikan (Kasim dan Riawan, 2007).
a. Persiapan Pasien
9

1) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dan laboratorium rutin, dilakukan dengan teliti, bila terdapat
indikasi lakukan konsultasi dengan bidang keahlian lain. Riwayat medis dan
pemeriksaan fisik merupakan metode screening yang paling baik untuk mendeteksi
adanya

penyakit.

Pemeriksaan

fisik

dilakukan

secara

menyeluruh

dan

sistematik(Kasim dan Riawan, 2007)


2) Riwayat medis
Riwayat medis yang akurat merupakan informasi yang sangat berguna
bagi dokter untuk memutuskan apakah seorang pasien dapat menjalani perawatan
dengan aman atau tidak. Riwayat medis dapat diperoleh dengan bertanya langsung
pada pasien atau keluarga pasien atau dengan mengisi kuesioner. Beberapa hal yang
perlu ditanyakan dan dicata adalah: riwayat alergi, pengobatan, penyakit yang sedng
diderita, riwayat pembedahan terdahulu (Kasim dan Riawan, 2007)
3) Pemeriksaan darah
Uji laboratorium merupakan suatu alat yang berguna bagi ahli bedah.
Dalam hubungannya dengan riwayat medis dan pemeriksaan fisik, uji laboratorium
dapat ditambahkan

kedalam suatu

diagnosa dari

berbagai

penyakit

dan

memungkinkan penanganan prabedah dan pasca bedah yang tepat bagi pasien-pasien
dengan kelainan sistemik. Pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan adalah:
hemoglobin, leukosit, laju endap darah, trombosit, hematokrit, waktu perdarahan dan
waktu pembekuan, gula darah (Kasim dan Riawan, 2007).
4) Pemeriksaan histopatologis
Pemeriksaan histopatologis diperlukan untuk menentukan perawatan yang
akan dilakukan.
5) Persiapan mental
Pasien dipersiapkan untuk menghadapi pembedahan , karena pasien selalu
cemas apabila mengahadapi suatu penyuntikan, rasa sakit, bahkan terhadap
kegagalan operasi berupa kecacatan bahkan kematian.
6) Konsultasi medis
Konsultasi medis merupakan suatu permintaan formal terhadap masukan
dari dokter lain. Hal ini dapat memberikan masukan atau partisipasi aktif dari
berbagai sumber terhadap berbagai aspek dari evaluasi pasien dan penanganannya.
Tujuannya adalah untuk mengurangi resiko dan meningkatkan kemungkinan
keberhasilan pembedahan. Selain ahli anestesi, konsultasi medis juga sering
10

dilakukan dengan dokter spesialis penyakit dalam dan spesialis anak(Kasim dan
Riawan, 2007).
7) Informed consent
Informed consent atau persetujuan atas dasar informasi selalu diperlukan
untuk setiap tindakan medis baik yang bersifat diagnostik maupun terapeutik.
Persetujuan diberikan setelah pasien mendapatkan informasi yang adekuat tentang
perlunya tindakan medis dan resiko yang dapat ditimbulkan. Semua pertanyaan yang
mungklin diajukan oleh pasien harus dapat dijawab dengan tepat dan rasional.
Dokumentasi tertulis informed consent harus terdapat pada kartu pasien dan telah
ditandatangani

oleh

pasien

atau

keluarganya

dan

dokter

(Donoff,1997;Pederson,1998). Informed consent merupakan komunikasi yang efektif


bagi dokter yang harus menyediakan informasi yang cukup bagi pasien untuk
membuat keputusan terhadap tindakan yang akan dilakukan. Informasi ini dapat
berupa :
-

Keadaan umum pasien.


Terapi yang akan dilakukan dan kemungkinan alternatif (termasuk yang tidak dapat

dilakukan terapi).
Keuntungan dari terapi yang akan dilakukan dan alternatifnyas.
Seluruh resiko dari terapi yang akan dilakukan dan alternatifnya.
Ketidak mampuan dokter dalam memprediksi hasil dari terapi dan prosedur yang

irreversibel.
8) Profilaksis
Penggunaan antibiotik profilaksis menjadi suatu komponen penting dalam
standard penanganan pasien bedah, karena dapat mengurangi resiko infeksi pasca
bedah.
9) Premedikasi
Premedikasi merujuk pada pemberian obat-obatan dalam periode 1-2 jam
-

sebelum induksi anestesi. Tujuan peremedikasi adalah:


Menghilangkan kecemasan dan ketakutan.
Menimbulkan ketenangan.
Memberikan analgesia.
Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas.
Memperkuat efek hipnotik obat-obatan anestesi umum.
Mengurangi mual dan muntah pasca bedah.
Menyebabkan amnesia.
Mengurangi volume dan meningkatkan pH lambung.
Mengurangi kemungkinan refleks vagal.
11

Beberapa obat-obatan yang biasa digunakan dalam premedikasi seperti dari golongan
benzodiazepine (diazepam, lorazepam), buthirofenon (haloperidol, droperidol),
analgesik opioid, fenotizin, dan antikolinergik (atropine, hioscin, glikopironion)
(Aitkenhead,1990).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan obat dan dosis adalah : usia, berat
badan,status kesehatan, kondisi mental, tindakan anestesi dan pembedahan, obat-obat
terapi yang digunakan(Kasim dan Riawan, 2007)
10) Pemilihan anestesi
Faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis anestesi tergantung dari ;
Umur: Pada anak-anak dan bayi, anestesi umum merupakan pilihan yang terbaik.
Keadaan Umum pasien:
- Penyakit terdahulu. Beberapa zat anestesi tidak dapat diterima dengan baik oleh
pasien dengan penyakit tertentu, seperti muscle relaxant tidak dapat digunakan
pada pasien dengan poliomyelitis dengan keterlibatan otot dada atau pasien
dengan myastemia gravis. Anestesi spinal merupakan kontra indikasi pada pasien
dengan neuropati diabetik. Anestesi spinal atau regional merupakan kontra
-

indikasi untuk pasien dengan terapi antikoagulan.


Tanda-tanda fungsi vital yang mengalami penurunan, terutama penurunan

cadangan pada paru-paru atau jantung.


Pasien dengan kelainan mental atau emosional, kurang kooperatif, usia lanjut atau

disorientasi, diindikasikan untuk Anestesi umum.


Pasien dengan kegemukan, dengan leher yang pendek, mudah terjadi obstruksi
saluran nafas segera setelah induksi anestesi.

b. Persiapan Operator Staff


Operator dan staff harus mempersiapkan dirinya sendiri untuk menghadapi suatu
pembedahan dengan cara memahami metode pembedahan, mampu menghadapi
komplikasi pembedahan dan mampu melakukan perawatan pasca beda. Dalam
melakukan pembedahan operator harus menggunakan pakaian operasi menggunakan
triad barrier, tidak menggunakan jam tangan dan perhiasan pada tangan, kuku jari
dipotong pendek dan melakukan pencucian tangan untuk mendapatkan kondisi steril
(Kasim dan Riawan, 2007).
c. Persiapan Alat

12

Sebelum digunakan untuk pembedahan, terlebih dahulu alat harus dalam keadaan
steril. Untuk mendapatkan alat dalam keadaan steril dapat digunakan dengan melakukan
sterilisasi dengan : Autoclav, pemanasan kering, Sterilisasi kimia, direbus dll. Selain
menjaga sterilisasi alat juga harus diperhatikan kebersihan ruangan (Kasim dan Riawan,
2007).
II.7.

Perawatan Frenektomy
Dalam kasus, anak memiliki gangguan terhadap fungsi fonetik/bicara.

Terganggunya fungsi fonetik termasuk dalam indikasi dilakukannya prosedur frenectomy


(Suryono, 2014). Baik pada orang dewasa yang tak bergigi maupun pada anak-anak bisa
digunakan teknik yang sama, walaupun pada bayi kadang-kadang frenotomy sederhana
sudah mencukupi (Pedersen, 1988).
Frenektomy pada frenulum lingualis pada prinsipnya sama dengan frenektomy
frenulum labialis, namun perlu dilakukan dengan lebih hati-hati, mengingat dasar dari
rongga mulut banyak memiliki pembuluh darah dan saluran/duktus. Anestesi dilakukan
pada dextra dan sinistra frenulum lingualis dan di daerah yang berikatan dengan ventral
dari lidah (Suryono, 2014).
Insisi dapat dilakukan dengan scalpel maupun elektrosurgery,

penggunaan

elektrosurgery akan lebih menguntungkan karena perdarahan lebih mudah dikontrol dan
pengendalian beban psikologis pasien dalam prosedur bedah (Suryono, 2014). Oleh sebab
itu maka kami menganjurkan untuk dilakukannya prosedur electrosurgery.
Penjahitan dilakukan pada daerah perbatasan lidah dengan dasar mulut dan bagian
dasar mulut tempat frenulum menempel, hal ini untuk mencegah perdarahan dan agar
tidak terjadi penyembuhan luka dimana ventral dari lidah menyatu dengan dasar mulut,
sehingga lidah menjadi sulit untuk bergerak (Suryono, 2014).

13

Gambar 3. Frenulum lingualis


(Suryono, 2014).

Gambar 4. Infiltrasi (Suryono,


2014).

Pengambilan jahitan dilakukan 1 minggu pasca frenotomy, dan penyembuhan


Gambar
Suturingpaska
(Suryono,
Gambar
6. 5.
1 minggu
operasi
dapat di evaluasi 2 minggu pasca operasi. Kegagalan yang sering terjadi adalah
2014).2014).
(Suryono,
penyatuan luka antara dasar rongga mulut dengan ventral dari lidah, hal ini dapat
diantisipasi dengan ppenjahitan yang baik , mengingat lidah digunakan pack dan
Prosedur frenectomy dengan elektrosurgery menurut Suryono (2014) :
1. Mempersiapkan electrosurgery
2. Oleskan iod gliserin pada bagian yang akan di anestesi
3. Lakukan anestesi pada dextra dan sinistra frenulum lingualis dan di daerah
yang berikatan dengan ventral dari lidah
4. Jepit frenulum dengan hemostat dan lakukan eksisi. Eksisi dilakukan
dengan cara menempelkan ujung alat dan menginjak pedal elektrosurgery
secara periodik, basahi daerah potongan dengan kapas yang telah
dicelupkan kedaam saline dan dilakukan pemotongan lagi. Pengolesan
larutan saline digunakan untuk mengurangi efek panas dari alat dan juga
untuk pembersihan debris dari prosedur klauterisasi.

14

5. Lakukan penjahitan pada daerah perbatasan lidah dengan dasar mulut dan
bagian dasar mulut tempat frenulum menempel.
6. Membersihkan jaringan dan epitel pada daerah yang telah dieksisi
7. Pemberian resep dan instruksi. Obat yang diberikan dapat berupa
analgetik, dan antibiotik.
8. Kontrol I ( 1 minggu pasca operasi) untuk pengambilan jahitan , irigasi
dengan antiseptik, dan instruksi untuk perawatan dirumah.
9. Kontrol II ( 2-3 minggu pasca operasi) penyembuhan luka 2 minggu pasca
operasi. Irigasi dan instruksi perawatan.
II.8.

Progonsis Perawatan Frenektomi Frenulum Lingualis


Prognosis baik. Frenektomi frenulum lingualis dapat memperbaiki perlekatan dari

frenulum untuk menampakkan daerah gingiva cekat antara gingival margin dan frenulum
sehingga memperbaiki fungsi bicara (Dowd, 2015).
II.9.

Edukasi
Pasca perawatan frenektomi, pasien anak diberi edukasi yang ditujukan untuk

mencegah hal-hal yang menyebabkan kegagalan perawatan atau kemungkinan terjadi


komplikasi akibat frenectomy (Suryono, 2014) :
a. Penjelasan pada pasien anak bahwa bila efek anestesi local hilang akan timbul
sedikit rasa sakit. Untuk menghilangkan rasa sakit dianjurkan minum obat
analgetika
b. Penjelasan pada pasien anak fungsi dari periodontal pack untuk melindungi luka
operasi, mencegah rasa sakit waktu mengunyah, dan membantu proses
penyembuhan, sehingga pasien hendaknya menjaga agar pack tersebut tidak lepas,
dan menjaga kebersihannya
c. Menjaga diet dengan memilih makanan yang bergizi tinggi dan konsistensi makanan
yang lunak
d. Dalam waktu 24 jam setelah operasi, pasien tidak boleh kumur-kumur terlalu sering
e. Pasien hendaknya tetap melaksanakan pembersihan gigi dan mulut dengan cara
menyikat giginya. Pilih sikat gigi yang lunak untuk tujuan tersebut
f. Penggunaan obat kumur dapat membantu pembersihan plak gigi. Bila disertai rasa
sakit yang berlebihan, periksakan pada dokter gigi yang bersangkutan.
II.10. Pemeriksaan Follow-Up
15

Kontrol Pasca Bedah merupakan fase pemeliharaan yang meliputi kunjungan


periodik dan pemeriksaan ulang. Hal yang diperiksa pada saat pasien melakukan
kunjungan yaitu (Isnandar,2011) :

Melihat ada tidaknya perdarahan,


Melihat apakah jahitan lepas atau tidak,
Apakah ada keluhan sakit,
Ada tidaknya pembengkakan pada luka,
Luka mengalami infeksi atau tidak
Untuk keperluan estetik.
Tidak terdapat perawatan follow-up spesifik yang dibutuhkan. Acetaminophen

dapat diberikan untuk mengurangi nyeri, namun tidak selalu dibutuhkan. Orang tua
pasien harus diberi tahu bahwa pasca operasi akan terlihat jendalan fibrin putih pada area
insisi dalam beberapa hari pertama. Operator harus meyakinkan orang tua bahwa hal
tersebut merupakan proses penyembuhan pasca operasi dan bukan sebuah bentuk infeksi.
Terapi menggunakan antibiotic tidak diperlukan dan pada saat dilakukan follow-up dalam
satu sampai dua minggu kemudian sudah menunjukkan area insisi yang telah sembuh
sempurna (Kupietzky dan Botzer, 2005).
Post-operative lingual frenektomi, perlu dilakukan latihan yang ditujukan untuk
mengembangkan pergerakan baru otot, terutama gerakan elevasi dan protusi dalam dan
luar mulut. Namun pelatihan ini tidak akan memperbaiki kemampuan berbicara anak.
Orang tua harus melatih cara bicara anak agar kemampuan berbicaranya meningkat.
Latihan ini dilakukan selama tiga sampai lima menit, satu hingga dua kali sehari dalam
waktu tiga sampai empat minggu pasca operasi (Kupietzky dan Botzer, 2005).
Dengan melakukan tindakan profilaksis pasca operasi, yaitu:
a. Medikasi: Pasien diberi obat analgesik, antiinflamasi, dan antibiotik.
b. Edukasi: anak yang menderita ankyloglossia pasca bedah dianjurkan untuk rajin
meminum obat yang diberikan oleh dokter dan tetap menjaga kebersihan gigi dan
mulutnya.
c. Fisioterapi: dengan melatih pengucapan yang terganggu akibat ankyloglossia agar
anak terbiasa untuk berbicara dengan lancar . Latihan otot lidah postoperatif seperti

16

menjilat bibir atas, menyentuh palatum keras dengan ujung lidah, dan gerakan ke
samping juga harus dijelaskan pada pasien untuk meningkatkan pergerakan lidah
(Lalakea, 2003).
Dilakukan dengan pemeriksaan pergerakan fungsional dan penampilan
lidah. Pergerakan fungsional dan penampilan lidah dapat ditentukan dengan
menggunakan alat penilaian Hazelbaker. Alat ini memberikan skor pada setiap
pergerakan lidah dan penampilan lidah. Apabila skor fungsional dan tampilan lidah
dibawah 11 dan 8, maka hasil pembedahan perlu dipertimbangkan. (Batthad dkk,
2013). Anak juga diminta untuk mengucapkan kata-kata tertentu yang dimulai dari
I, th, s, d, t untuk menilai akurasi pengucapan. Jika ada gangguan nilai
bicara setelah penyembuhan luka post operative, harus dirujuk ke terapi bicara
untuk memperbaiki gangguan tersebut. Latihan otot-otot lidah pasca operasi
seperti menyentuh bibir atas, menyentuh palatum dengan ujung lidah, dan
menggerak-gerakkan lidah kesamping dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
peregerakkan lidah. (Batthad dkk, 2013)

17

BAB III
KESIMPULAN

Frenulum adalah suatu lipatan membran mukosa, seringkali disisipi oleh seratserat otot, yang melekatkan bibir dan pipi ke mukosa alveolar dan/atau gingival serta ke
periosteum di bawahnya. Ukuran frenunulum lidah yang tidak normal dapat membatasi
gerakan lidah. Sehingga diperlukan penanganan yang tepat untuk keadaan ini. Salah satu
tindakan dalam kasus ini adalah Frenektomi. Frenektomi dapat dilakukan untuk
perawatan frenulum yang terlalu tinggi atau terlalu pendek seperti pada kelainan
ankyloglossia. Dalam tindakan ini tentunya diperlukan diagnosis yang tepat, persiapan
dan prosedur bedah yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi pada pasca
pembedahan. Selain itu, penting untuk melakukan perawatan dan kontrol pasca
pembedahan untuk mencegah timbulnya komplikasi dan memperparah komplikasi.

18

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Bhattad, M.S., Baliga M.S., Kriplani, R., 2013, Case Report Clinical Guidelines and
Management of Ankyglossia with 1-Year Followup, Case Reports in Dentistry, Vol.
27(1): 40-46.
Burkhart, Nancy W dan DeLong, Leslie, 2012, The Intraoral and Extraoral Exam, Dental
Education Course.
Carranza FA, 2006, Carranzas Clinical Periodontology, Saunders Elsevier, St Louis.
Chaubal, T.V., dan Dixit, M.B., 2011, Ankyloglossia and Its Management, Journal Indian Soc
Periodontol, Vol. 15(3): 270-273.
Donoff R.B. 1997. Dentoalveolar Surgery in Donoff R.B et al (editor) Manual of Oral and
Maxillofacial Surgery. 3rd ed.,St. Louis Mosby Yearbook inc.
Dowd, F., 2015, Mosby's Review for the NBDE Part 2, Ed. 2, USA : Elsevier, hal. 275.
Elden, L. M., and Zur, K. B., 2014, Congenital Malformations of the Head and Neck, Springer:
New York.
Ghom, A., and Ghom, S., 2014, Textbook of Oral Medicine 3rd ed., Jaypee Brothers: India.

19

Haynes WO, 2012, Communication Disorder in Education and Medical Settings, Jones and
Bartlett Learning, USA.
Isnandar.2011. Frenektomi. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Medan.
Kasim, A. dan Riawan, L. 2007. Materi Kuliah Bedah Dento Alveolar. http://pustaka.unpad.ac.
id/wpcontent/uploads/2011/10/pustaka_unpad_bedah_dento.pdf. Diakses pada tanggal
29 Oktober 2015.
Kupietzky, A. dan Botzer, E., 2004, Ankyloglossia in the Infant and Young Child: Clinical
Suggestions for Diagnosis and Management, Pediatric Dentistry, 27(1), pg.40-46.
Kurt, S., Draper, J., 2013, Skills for Communicating with Patients, CRC Press, London.Nurhay,
A., Daldiyono, Markum, Suwondo A., Rani A., Harun A., 2005, Penuntun Anamnesis
dan Pemeriksaan Fisik, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Lalakea, ML, Messner AH, 2003, Ankyloglossia: does it matter?, Pediatr. Clin. North Am. 50
(2): 381397.
Pedersen, 1998. Oral Surgery 1st ed. Philadelphia: W.B. Saunders Co.\
Pedersen, G.W., 1988, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, Jakarta : EGC. Hal 128.
Proffit WR, Fields HW, 2000, Contemporary Orthodontic 3rd Ed, Mosby, St Louis Silverman, J.
Purkait, S.K. 2011. Essentials of Oral Pathology. New Delhi: Jaypee.Sukardi, E., Soetjiningsih.,
Kandera, I. W., Parwati, K. T., Astawa, P., Marheni, A., 2007, Modul Komunikasi
Pasien-Dokter: Suatu Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta.
Suryono., 2014, Bedah Dasar Periodonsia, Yogyakarta : Deepublish Publisher, hal. 17, 22-26,
27.
Zara, V., 2013, Adult with Ankyloglossia, Sics Editore, Milan.

20

Anda mungkin juga menyukai