Anda di halaman 1dari 2

A.

MANAJEMEN AKTIF KALA III


1. Defenisi Manajemen Aktif Kala Tiga

Manajemen Aktif Kala Tiga adalah mengupayakan kontraksi yang adekuat dari
uterus dan mempersingkat waktu kala tiga, mengurangi jumlah kehilangan darah,
menurunkan angka kejadian retensio plasenta (Susilawati, 2009, hal. 140).
Cara penatalaksanaan kala persalinanan plasenta dapat menyebabkan variasi
jumlah perdarahan yang dialami ibu. Percobaan kala tiga Bristol di Ingris, yang
umumnya memberikan obat oksitosin pada ibu setelah bayi baru lahir (untuk
memastikan distosia bahu tidak terjadi), menunjukkan bahwa lebih sedikit darah yang
hilang

pada

penatalaksanaan

aktif

kala

tiga

persalinan

dibandingkan

pada

penatalaksanaan fisiologis kala tiga. Penatalaksanaan Aktif Kala Tiga adalah pemberian
oksitosin segera setelah perlahiran bayi, dan menggunakan traksi tali pusat terkendali
untuk pelahiran plasenta. Penelitian selanjutnya menginformasikan kehilangan darah
yang jauh lebih sedikit pada penatalaksanaan aktif kala tiga, bahkan pada populasi yang
beresiko rendah mengalami perdarahan post-partum. Bidan harus yakin bahwa hanya
ada satu bayi yang akan dilahirkan sebelum memberikan oksitosin setelah pelahiran
(Varney, 2008, hal. 827).
Penatalaksanaan Aktif Kala tiga merupakan kebijakan yang mengharuskan
dilakukan nya pemberian uterotonik profilaktik sebagai tindakan pencegahan untuk
menurunkan risiko perdarahan postpartum tanpa memedulikan status resiko obstetric
ibu. Kebijakan penatalaksanaan aktif kala tiga biasanya meliputi pemberian rutin agens
uterotonik, baik secara intravena, intramuscular maupun secara oral. Pemberian ini
dilakukan bersamaan dengan pengkleman tali pusat segera setelah kelahiran bayi dan
pelahiran plasenta dengan menggunakan traksi tali pusat terkontrol. Jika setelah dikaji
ternyata ibu juga beresiko tinggi mengalami perdarahan postpartum (misalnya, kelahiran
kembar, grand multipara), infus profillaktik dosis uteronika yang lebih besar yang
dilarutkan dalam cairan intravena dapat diberikan selama beberapa jam setelah
kelahiran. Hal ini juga dianggap sebagai bagian dari kebijakan penatalaksanaan aktif.
Penatalaksanaan aktif kala tiga merupakan kebijakan penatalaksanaan persalinan kala
tiga yang paling banyak dilakukan di dunia (Myles, 2011, hal. 499).
Pemijatan uterus setelah pelahiran plasenta direkomendasikan oleh banyak orang untuk
mencegah perdarahan postpartum.Oksitosin, ergonovin, dan multilergenovin digunakan
digunakan secara luas pada persalinan normal kala III, tetapi waktu pemberian berbeda pada

berbagai institusi. Oksitosin yang diberikan sebelum pelahiran plasenta akan mengurangi
perdarahan. Namun, jika obat ini diberikan sebelum pelahiran plasenta, dapat memerangkap
neonatus kembar yang kedua, yang belum terlahir dan yang tidak terdiagnosis (Williams,
2013, hal. 417).
Manajemen Aktif Kala Tiga telah dianggap sebagai cara menurunkan hemoragi
postpartum pada ibu dengan factor resiko peningkatan kehilangan darah dan manajemen ini
telah didukung oleh World Health Organization sebagai suatu cara menurunkan perdarahan
postpartum ketika ada keterbatasan akses mendapatkan produk darah atau sumber lain.
Manajemen aktif meliputi penggunaan oksitosin atau ergotamin baik pada kelahiran bahu
anterior bayi atau segera setelah kelahiran bayi, pengkleman awal tali pusat, dan penarikan
terkontrol terhadap tali pusat untuk memudahkan kelahiran plasenta.
Dalam hal penatalaksanaan kala tiga, contoh hal tersebut pada situasi ketika ibu
meminta secara spesifik agar obat uteronika tidak diberikan dalam asuhan kala tiganya.
Dalam hal ini, bidan harus menjelaskan berbagai situasi yang memungkinkan keputusan
tersebut harus dibalik. Jika obat uteronika tidak digunakan, keinginan ibu tersebut harus
dicatat dalam catatan klien pada masa antenatal (Myles, 2011, hal. 499).

Anda mungkin juga menyukai