Anda di halaman 1dari 22

Tutorial Klinik

ILMU PENYAKIT MATA


KATARAK

Oleh:
Ferika Brillian Sabania

G99131084

Dicky Budi Nurcahya

G99131032

Diwiasti Firdausi Yasmin

G99131034

Antonius Bagus Budi K.

G99131019

Annisa Budiastuti

G99101017

Pembimbing :
dr. Retno Widiati, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN

Kebutaan merupakan kondisi tajam penglihatan dibawah 3/60 (WHO 1972).


Kebutaan adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius bagi setiap negara.
Berdasarkan WHO (1979), prevalensi kebutaan lebih besar pada negara berkembang.
Kebutaan ini sendiri akan berdampak secara sosial dan ekonomi bagi orang yang
menderitanya.
Indonesia sebagai negara berkembang, tidak luput dari masalah kebutaan.
Disebutkan, saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia 60% diantaranya
berada di negara miskin atau berkembang. Indonesia, dalam catatan WHO berada
diurutan ketiga dengan terdapat angka kebutaan sebesar 1,47%.
Hampir separuh dari kebutaan yang terjadi di dunia ini disebabkan oleh
katarak. Untuk Indonesia, survei pada 1995/1996 menunjukkan prevalensi kebutaan
mencapai 1,5% dengan 0,78% di antaranya disebabkan oleh katarak , dan yang
terbesar karena katarak senilis.
Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya
menjadi keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan menjadi
kabur. Katarak terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita terganggu
secara berangsur. Perubahan ini dapat terjadi karena proses degenerasi atau ketuaan
trauma mata, komplikasi penyakit tertentu, maupun bawaan lahir.

BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama

: Ny. MVS

Umur

: 65 tahun

Jenis Kelamin

: Wanita

Agama

: Kristen

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat

: Jaten, Karanganyar

Tgl pemeriksaan

: 20 Juli 2014

No. RM

: 01255166

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama
Pandangan mata kanan dan kiri kabur
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang mengeluhkan pandangan pada mata kanan dan kiri kabur.
Keluhan tersebut sudah dirasakan lebih dari 1 tahun yang lalu. Pandangan
kabur seperti berkabut tertutup bayangan putih dirasakan perlahan dan semakin
memberat. Pandangan kabur terjadi untuk melihat dekat dan juga jauh.
Pandangan kabur dirasakan terus-menerus sepanjang hari. Pasien juga
mengeluhkan mata silau ketika melihat sinar lampu. Pasien tidak mengeluhkan
pusing, mual dan muntah. Tidak ditemukan nyeri cekot-cekot, mata merah,
mata ngganjel, pandangan double, nrocos, dan kotoran mata. Pasien
sebelumnya tidak memakai kacamata.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
-

Riwayat Hipertensi

: (+) rutin kontrol di poli interna

Riwayat kencing manis

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

Riwayat trauma

: disangkal

Riwayat pakai kaca mata

: disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


-

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat kencing manis

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

Riwayat sakit serupa

: disangkal

E. Kesimpulan Anamnesis
ODS
-

Proses
Lokalisasi
Sebab
Perjalanan
Komplikasi

Gangguan Penglihatan
Lensa
Kekeruhan Lensa, Degeneratif
Kronis
Belum ditemukan

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Kesan umum
Keadaan umum tampak sakit ringan, compos mentis, gizi kesan cukup
T = 140/90 mmHg

N = 88x/menit Rr = 20x/menit

S = 36,5

B. Pemeriksaan subyektif

OD

OS

Visus sentralis jauh

3/60

6/60

Pinhole

tidak maju

tidak maju

Refraksi

tidak dapat dikoreksi

tidak dapat dikoreksi

tidak dapat dikoreksi

tidak dapat dikoreksi

Visus sentralis dekat


Koreksi

Visus Perifer
Konfrontasi test
Proyeksi sinar
Persepsi warna

tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan

tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan

C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata
Tanda radang

tidak ada

tidak ada

Luka

tidak ada

tidak ada

Parut

tidak ada

tidak ada

Kelainan warna

tidak ada

tidak ada

Kelainan bentuk

tidak ada

tidak ada

Warna

hitam

hitam

Tumbuhnya

normal

normal

Kulit

sawo matang

sawo matang

Geraknya

dalam batas normal

dalam batas

2. Supercilium

normal
3. Pasangan Bola Mata dalam Orbita
Strabismus

tidak ada

tidak ada

Pseudostrabismus

tidak ada

tidak ada

Exophtalmus

tidak ada

tidak ada

Enophtalmus

tidak ada

tidak ada

Anopthalmus

tidak ada

tidak ada

Mikrophtalmus

tidak ada

tidak ada

Makrophtalmus

tidak ada

tidak ada

Ftisis bulbi

tidak ada

tidak ada

4. Ukuran bola mata

5. Gerakan Bola Mata


Temporal superior

normal

normal

Temporal inferior

normal

normal

Temporal

normal

normal

Nasal

normal

normal

Nasal superior

normal

normal

Nasal inferior

normal

normal

Gerakannya

dalam batas normal

dalam batas normal

Lebar rima

10 mm

10 mm

Oedem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

Entropion

tidak ada

tidak ada

Ekstropion

tidak ada

tidak ada

Oedem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

Odem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

Palpasi

dalam batas normal

dalam batas normal

Tonometer Schiotz

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Non Contact Tonometer

tidak dilakukan

tidak dilakukan

6. Kelopak mata

7. Sekitar saccus lakrimalis

8. Sekitar Glandula lakrimalis

9. Tekanan Intra Okuler

10. Konjungtiva

Konjungtiva palpebra superior


Oedem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

Sekret

tidak ada

tidak ada

Oedem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

Sekret

tidak ada

tidak ada

Oedem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

Sekret

tidak ada

tidak ada

Oedem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

Sikatrik

tidak ada

tidak ada

Injeksi konjungtiva

tidak ada

tidak ada

Injeksi siliar

tidak ada

tidak ada

Sekret

tidak ada

tidak ada

Warna

putih

putih

Penonjolan

tidak ada

tidak ada

Ukuran

12 mm

12 mm

Limbus

jernih

jernih

Permukaan

rata, mengkilap

rata, mengkilap

Sensibilitas

normal

normal

Keratoskop (Placido)

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Fluoresin Test

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Arcus senilis

(+)

Konjungtiva palpebra inferior

Konjungtiva Fornix

Konjungtiva Bulbi

11. Sklera

12. Cornea

(+)

13. Kamera Okuli Anterior


Isi

jernih

jernih

Kedalaman

normal

normal

Warna

coklat

coklat

Gambaran

spongious

spongious

Bentuk

bulat

bulat

Sinekia Anterior

tidak ada

tidak ada

Ukuran

2 mm

2 mm

Bentuk

bulat

bulat

Tempat

sentral

sentral

14. Iris

15. Pupil

Reflek direct

(+)

(+)

Reflek indirect

(+)

(+)

baik

baik

Ada/tidak

ada

ada

Kejernihan

keruh

keruh

Letak

sentral

sentral

Shadow test

(-)

(-)

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Reflek konvergensi

16. Lensa

17. Corpus vitreum


Kejernihan
FOTO PASIEN:

IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN


OD

OS

Visus sentralis jauh

3/60

6/60

Pinhole

tidak maju

tidak maju

Refraksi

tidak dapat dikoreksi

tidak dapat dikoreksi

Koreksi

tidak dapat dikoreksi

tidak dapat dikoreks

Sekitar mata

dalam batas normal

dalam batas normal

Supercilium

dalam batas normal

dalam batas normal

Pasangan bola mata

dalam batas normal

dalam batas normal

Ukuran bola mata

dalam batas normal

dalam batas normal

Gerakan bola mata

dalam batas normal

dalam batas normal

Visus sentralis dekat

dalam orbita

Kelopak mata

dalam batas normal

dalam batas normal

Sekitar saccus lakrimalis

dalam batas normal

dalam batas normal

Sekitar glandula lakrimalis

dalam batas normal

Tekanan Intra Okuler

dalam batas normal

dalam batas normal

Konjunctiva bulbi

pterigium (-)

pterigium (-)

Sklera

dalam batas normal

dalam batas normal

Kornea

dalam batas normal

dalam batas normal

Camera oculi anterior

normal

normal

Iris

dalam batas normal

dalam batas normal

Pupil

dalam batas normal

dalam batas normal

dalam batas normal

Lensa
Kejernihan

keruh, shadow test (-) keruh, shadow test (-)

Corpus vitreum

tidak dilakukan

tidak dilakukan

V. DIAGNOSIS
ODS Katarak senilis matur
VI. PLANNING
Biometri
Phacoemulsifikasi dan pemasangan Lensa Intra Okular OD

VII. PROGNOSIS

OD

OS

Ad vitam

bonam

bonam

Ad sanam

dubia et bonam

dubia et bonam

Ad fungsionam

dubia et bonam

dubia et bonam

Ad kosmetikum

bonam

bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Histologi Lensa
Lensa merupakan struktur yang transparan, bikonveks, dan kristalin terletak di
antara iris dan badan kaca. Lensa memiliki ukuran diameter 9-10 mm dengan
ketebalan 3,5 mm 5 mm. Di belakang iris, lensa terfiksasi pada serat zonula yang
berasal dari badan siliar. Serat zonula tersebutu dengan lensa pada bagian anterior
dan posterior dari kapsul lensa. Kapsul

merupakan membran dasar yang

melindungi nukleus, korteks, dan epitel lensa. Permukaan anterior dan posterior
lensa memiliki beda kelengkungan, dimana permukaan anterior lensa lebih
melengkung dibandingkan bagian posterior. Kedua permukaan ini bertemu di
bagian ekuator. Sebagai media refraksi, lensa memiliki indeks refraksi sebesar 1,39,
dan memilki kekuatan hingga 15-16 dioptri. Dengan bertambahnya usia,
kemampuan akomodasi lensa akan berkurang, sehingga kekuatan lensa pun akan
menurun.
Struktur lensa dapat diurai menjadi :

1. Kapsul lensa
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang transparan. Kapsul lensa
tersusun dari kolagen tipe-IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul
berfungsi untuk mempertahankan bentuk lensa saat akomodasi. Kapsul lensa
paling tebal pada bagian anterior dan posterior zona preekuator (14 um,) dan
paling tipis pada bagian tengah kutub posterior (3um).
2. Epitel anterior
Epitel anterior lensa dapat ditemukan tepat dibelakang kapsul anterior.
Merupakan selapis sel kuboid yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan lensa
dan regenerasi serat lensa. Pada bagian ekuator, sel ini berproliferasi dengan
aktif untuk membentuk serat lensa baru.
3. Serat lensa
Serat lensa merupakan hasil dari proliferasi epitel anterior. Serat lensa
yang matur adalah serat lensa yang telah keihlangan nucleus, dan membentuk
korteks dari lensa. Serat-serat yang sudah tua akan terdesak oleh serat lensa
yang baru dibentuk ke tengah lensa.
4. Ligamentum suspensorium (Zonulla zinnii)
Secara kasar, ligamentun suspensorium merupakan tempat tergantungnya
lensa, sehingga lensa terfiksasi di dalam mata. Ligamentum suspensorium

menempel pada lensa di bagian anterior dan posterior kapsul lensa.


Ligamentum suspensorium merupakan panjangan dari corpus silliaris.
B. Fisiologi Lensa
1. Transparansi lensa
Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk
mempertahankan kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humour
sebagai penyedia nutrisi dan sebagai tempat pembuangan produknya. Namun
hanya sisi anterior lensa saja yang terkena aqueous humour. Oleh karena itu,
sel-sel yang berada ditengah lensa membangun jalur komunikasi terhadap
lingkungan luar lensa dengan membangun low resistance gap junction antar
sel.
2. Akomodasi lensa
Akomodasi lensa merupakan mekanisme yang dilakukan oleh mata untuk
mengubah fokus dari benda jauh ke benda dekat yang bertujuan untuk
menempatkan bayangan yang terbentuk tepat jatuh di retina. Akomodasi terjadi
akibat perubahan lensa oleh badan silluar terhadap serat zonula. Saat m.
cilliaris berkontraksi, serat zonular akan mengalami relaksasi sehingga lensa
menjadi lebih cembung dan mengakibatkan daya akomodasi semakin kuat.
Terjadinya akomodasi dipersarafi ole saraf simpatik cabang nervus III. Pada
penuaan, kemampuan akomodasi akan berkurang secara klinis oleh karena
terjadinya kekakuan pada nukelus.
Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi sebagai berikut:

C.
Katarak

1. Definisi
Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa
yang menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih
sering dijumpai pada orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di
seluruh dunia. Katarak sendiri sebenarnya merupakan kekeruhan pada lensa
akibat hidrasi atau denaturasi protein sehingga memberikan gambaran area
berawan atau putih.
2. Epidimiologi
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang
usia 60 tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat
kekeruhan lensa. Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai
60-80%. Prevalensi katarak congenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap
10000 kelahiran. Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di
seluruh dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat katarak.
3. Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang
menyebabkan lensa mata menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat
dipercepat oleh faktor risiko seperti merokok, paparan sinar UV yang tinggi,
alkohol, defisiensi vit E, radang menahun dalam bola mata, dan polusi asap
motor/pabrik yang mengandung timbal.
Cedera pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi,
dan trauma kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan gejala seperti
katarak.
Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai
katarak congenital. Katarak congenital terjadi akibat adanya peradangan/infeksi
ketika hamil, atau penyebab lainnya. Katarak juga dapat terjadi sebagai
komplikasi penyakit infeksi dan metabolic lainnya seperti diabetes mellitus.
4. Patofisiologi
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi.

Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang

memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia
dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam
lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia atau tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak.
5. Klasifikasi
Morfologi

Maturitas

Onset

Kapsular

Insipien

Kongenital

Subkapsular

Intumesen

Infantile

Kortikal

Immatur

Juvenile

Supranuklear

Matur

Presenile

Nuklear

Hipermatur

Senile

Polar

Morgagni

D. Katarak Senilis
1. Definisi dan Epidimiologi
Katarak senilis merupakan tipe katarak didapat yang timbul karena proses
degeneratif dan umum terjadi pada pasien di atas 50 tahun. Pada usia 70 tahun,
lebih dair 90% individu mengalami katarak senilis. Umumnya mengenai kedua
mata dengan salah satu mata terkena lebih dulu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak senilis
antara lain:
1. Herediter
2. Radiasi sinar UV
3. Faktor makanan
4. Krisis dehidrasional

5. Merokok
2. Patofisiologi
Komposisi lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin.
Kristalin dan adalah chaperon, yang merupakan heat shock protein. Heat
shock protein berguna untuk menjaga keadaan normal dan mempertahankan
molekul protein agar tetap inaktif sehingga lensa tetap jernih. Lensa orang
dewasa tidak dapat lagi mensintesis kristalin untuk menggantikan kristalin
yang rusak, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan lensa.
Mekanisme terjadi kekeruhan lensa pada katarak senilis yaitu:
2.1 Katarak senilis kortikal
Terjadi proses dimana jumlah protein total berkurang, diikuti dengan
penurunan asam amino dan kalium, yang mengakibatkan kadar natrium
meningkat. Hal ini menyebabkan lensa memasuki keadaan hidrasi yang
diikuti oleh koagulasi protein.
Pada katarak senilis kortikal terjadi derajat maturasi sebagai berikut:
- Derajat separasi lamelar
Terjadi demarkasi dari serat kortikal akibat hidrasi. Tahap ini hanya dapat
diperhatikan menggunakan slitlamp dan masih bersifat reversibel.
-

Katarak insipien
Merupakan tahap dimana kekeruhan lensa dapat terdeteksi dengan
adanya area yang jernih diantaranya. Kekeruhan dapat dimulai dari
ekuator ke arah sentral (kuneiform) atau dapat dimulai dari sentral
(kupuliform).

Katarak imatur
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh bagian lensa.
Volume lensa dapat bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik,
bahan lensa yang degeneratif, dan dapat terjadi glaukoma sekunder.
-

Katarak matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh bagian lensa.
Deposisi ion Ca dapat menyebabkan kekeruhan menyeluruh pada

derajat maturasi ini. Bila terus berlanjut, dapat menyebabkan kalsifikasi


lensa.
-

Katarak hipermatur
Pada stadium ini protein-protein di bagian korteks lensa sudah mencair.
Cairan keluar dari kapsul dan menyebabkan lensa menjadi mengerut.

Katarak Morgagni
Merupakan kelanjutan dari katarak hipermatur, di mana nukleus lensa
menggenang bebas di dalam kantung kapsul. Pengeretuan dapat
berjalan terus dan menyebabkan hubungan dengan zonula Zinii menjadi
longgar.

2.2 Katarak senilis nuklear


Terjadi proses sklerotik dari nukleus lensa. hal ini menyebabkan lensa
menjadi keras dan kehilangan daya akomodasi. Maturasi pada katarak senilis
nuklear terjadi melalui proses sklerotik, dimana lensa kehilangan daya
elastisitas dan keras, yang mengakibatkan menurunnya kemampuan akomodasi
lensa, dan terjadi obtruksi sinar cahaya yang melewati lensa mata. Maturasi
dimulai dari sentral menuju perifer. Perubahan warna terjadi akibat adanya
deposit pigmen. Sering terlihat gambaran nukleus berwarna coklat (katarak
brunesens) atau hitam (katarak nigra) akibat deposit pigmen dan jarang
berwarna merah (katarak rubra).

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi
secara progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan
bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien.
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
6. Bintik hitam di depan mata
Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya
2. Pemeriksaan iluminasi oblik
3. Shadow test
4. Oftalmoskopi direk
5. Pemeriksaan slit lamp
Derajat kekerasan nukleus dapat dilihat pada slit lamp sebagai berikut.

4. Diagnosa
Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya
penyakit-penyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung.

Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk


mengetahui kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler
posterior dapat membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan
struktur intraokuler dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan
prognosis penglihatannya.
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa
tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata
depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus
dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan
intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat
mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik,

atau

katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk menentukan stadium


pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan indirek dalam
evaluasi dari intergritas bagian belakang harus dinilai.
5. Tatalaksana
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa.
Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra
capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE).
Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada
ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi.
5.1 Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.
Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya

dengan cryophake dan

depindahkan dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang
metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi.
Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan
pembedahan yang sangat lama populer.ICCE tidak boleh dilakukan atau
kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai

ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.
5.2 Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi
lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa
dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada
pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, implantasi lensa intra
ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular,
kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk
terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap badan
kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema,
pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan
katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan
ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.
5.3 Phacoemulsification
Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik untuk membongkar dan memindahkan
kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm)
di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak,
selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur
sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui
irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan
pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat
kembali melakukan aktivitas sehari-hari.Tehnik ini bermanfaat pada katarak
kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi yang telah dilakukan
kepada pasien, kami mendiagnosa pasien dengan ODS katarak senilis matur.
Penatalaksanaan utama pada pasien dengan katarak adalah dengan ekstraksi lensa
dengan metode phacoemulsifikasi dan pemasangan IOL. Phacoemulsifikasi dipilih
karena mempertimbangkan berbagai macam keuntungan dengan metode ini.
Pemasangan lensa intra ocular diharapkan dapat meningkatkan fungsi penglihatan
dan berperan sebagai pengganti lensa mata yang telah dikeluarkan.
B. Saran
1. Pada pasien perlu dilaksanakan ekstrasi lensa pada mata yang terkena katarak,
dimana sebelumnya dilakukan pemeriksaan biometri terlebih dahulu.
2. Pasien perlu mendapatkan edukasi mengenai komplikasi katarak yang
terlambat mendapatkan pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J Ophthalmol.
2011.
2. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17th ed. USA : Mc
Graw-Hill; 2007.
3. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku Ajar
Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
4. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7 th ed. China:
Elsevier : 2011. (e-book)
5. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B. Saunders
Company ; 2006.
6. Illyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
7. Ocampo VVD. Cataract, Senile : Differential Diagnosis and Workup. 2009. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview, tanggal 23 Maret Januari 2013.

Anda mungkin juga menyukai